Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Parafilia saat ini mengacu pada istilah biomedis yang digunakan untuk menggambarkan gairah seksual pada suatu objek, situasi, atau individu yang bukan merupakan bagian dari stimulasi normative yang dapat menyebabkan tekanan atau masalah serius bagi penderita parafilia atau orang-orang yang berhubungan dengan penderita. Istilah parafilia diciptakan oleh Wilhelm Stekel pada tahun 1925. Parafilia merupakan istilah untuk segala sesuatu mengenai kebiasaan seksual, gairah seksual, atau kepuasan terhadap perilaku seksual yang tidak lazim dan ekstrim. Psikopatologis parafilia tidak sama dengan psikologis perilaku normative seksual dan fantasi seksual orang dewasa pada umumnya. Kegiatan konsensual orang dewasa dan hiburan yang mungkin melibatkan beberapa aspek roleplay seksual atau aspek fetishisme seksual tidak selalu dipastikan sebagai kegiatan parafilia. Dalam dunia psikologi abnormal, gangguan abnormalitas seksual merupakan ruang lingkup di dalamnya. Berdasar DSM IV TR (dari Asosiasi Psikiatrik Amerika) diklasifikasi menjadi tiga garis besar yaitu Disfungsi seksual, Parafilia dan Gangguan Identitas Gender. Seiring dengan perkembangan zaman yang modern, kebebasan demokrasi dan human right, salah satu jenis dari gangguan abnormal seksual parafilia, yaitu Homoseksual mulai dihapus dari DSM IV TR dan dinyatakan bukan merupakan gangguan abnormal seksual lagi bahkan saat ini di luar negeri sudah melegalkan perkawinan sejenis.

BAB II PARAFILIA
2.1 DEFINISI Istilah parafilia pertama kali dikemukakan oleh seorang psikoterapis bernama Wilhelm Stekel dalam bukunya berjudul Sexual Aberrations pada tahun 1925. Parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya. Dengan kata lain, terdapat deviasi (para) dalam ketertarikan seseorang (filia). Parafilia (paraphilia) diambil dari akar bahasa Yunani, para yang artinya "pada sisi lain", dan philos artinya "mencintai" (Fausiah, 2003). Parafilia adalah gangguan seksual yang ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual yang kuat, biasanya berulang kali dan menakutkan bagi seseorang. Khayalan yang khusus, dengan komponen sadar dan bawah sadarnya, adalah elemen yang patognomonik, rangsangan sensual dan orgasme merupakan fenomena yang berhubungan. Parafilia mengacu pada sekelompok gangguan yang melibatkan ketertarikan seksual terhadap obyek yang tidak biasa atau aktifitas seksual yang tidak biasa (Feray, 1990). Rangsangan parafilia mungkin bersifat sementara pada beberapa orang yang melakukan impulsnya hanya selama periode stress atau konflik. Abel (1989) mengidentifikasi istilah parafilia sebagai fantasi atau perilaku seksual yang disukai atau berulang yang meliputi hal berikut : Memilih untuk menggunakan suatu objek bukan manusia Aktivitas seksual berulang dengan manusia melibatkan penderitaan atau rasa malu nyata atau dirangsang Aktivitas seksual berulang dengan pasangan yang lebih muda

2.2 EPIDEMIOLOGI Parafilia dipratekkan oleh sejumlah kecil populasi. Tetapi, sifat gangguan yang berulang menyebabkan tingginya frekuensi kerusakan akibat tindakan parafiliak. Di antara kasus parafilia yang dikenali secara hukum, pedofilia adalah jauh lebih sering dibandingkan yang lainnya. Veyourisme memiliki resiko yang tidak besar. 20% wanita dewasa telah menjadi sasaran orang dengan ekshibisionisme dan veyourisme. Masokisme seksual dan sadisme seksual kurang terwakili dalam perkiraan prevalensi yang ada. Zoofilia merupakan kasus yang jarang. Menurut definisinya, parafilia adalah kondisi yang terjadi pada laki-laki. Lebih dari 80% penderita parafilia memiliki onset sebelum usia 18 tahun. Pasien parafilia umunya memiliki 3 sampai 5 parafilia baik yang bersamaan atu pada saat terpisah. Kejadian perilaku parafilia memuncak pada usia antara 15 dan 25 tahun, dan selanjutnya menurun. Parafilia jarang terjadi pada pria umur 50 tahun, kecuali mereka tinggal dalam isolasi atau teman yang senasib. 2.3 ETIOLOGI 1. Faktor psikososial Dalam model psikoanalitik klasik, seseorang dengan parafilia adalah orang yang gagal untuk menyelesaikan proses perkembangan normal ke arah penyesuaian heteroseksual, tetapi model tersebut telah dimodifikasi oleh pendekatan psikoanalitik. Apa yang membedakan satu parafilia dengan parafilia lainnya adalah metode yang dipilih oleh seseorang (biasanya laki-laki) untuk mengatasi kecemasan yang disebabkan oleh: (1) kastrasi oleh ayah (2) perpisahan dengan ibu. Bagaimanapun kacaunya manifestasi, perilaku yang dihasilkan memberikan jalan keluar untuk dorongan seksual dan agresif yang seharusnya telah disalurkan kedalam perilaku seksual yang tepat.

Berdasarkan teori ini terdapat beberapa penyebab parafilia. Freud dan koleganya mengajukan bahwa beberapa parafilia dapat disebabkan oleh penyimpangan dari fase courtship. Normalnya, fase ini akan berujung pada proses mating pada pria dan wanita. Fase ini dimulai dari masa remaja dan dengan/ tanpa adanya sexual intercourse pada tahap awal perkembangan seksual. Fase Definitif Courtship Locating partner potensial fase inisial dari courtship. Pretactile interaction berbicara, main mata dst. Tactile interaction memegang, memeluk, dst. (foreplay). Effecting genital union sexual intercourse

2. Faktor organik Tes psikofisiologis telah dikembangkan untuk mengukur ukuran volumemetrik penis sebagai repon stimulasi parafilia dan nonparafilia. Prosedur dapat digunakan dalam diagnosis dan pengobatan, tetapi memiliki keabsahan diagnostik yang diragukan karena beberapa laki-laki dapat menekan respon erektilnya. 3. Teori Behavioural (kelakuan) Berdasarkan teori ini, parafilia disebabkan oleh proses conditioning. Jika objek nonseksual dipakai sering dan diulang-ulang untuk aktivitas seksual maka akan mengakibatkan objek tersebut menjadi sexually arousing. Tidak harus dengan adanya dorongan positif tapi bisa disebabkan oleh dorongan negatif. Misalnya jika anak laki-laki suka membanggakan penisnya ketika ereksi maka ibunya akan memarahinya. Akibat dari itu, anak merasa bersalah dan malu dengan kelakuan seksual normal. Pedofilia, ekshibisionisme dan vouyerisme merupakan akibat dari perilaku yang beresiko dilakukan secara berulang-ulang. Conditioning bukan satu-satunya hal yang berperan pada perkembangan parafilia. Hal yang juga berpengaruh adalah kepercayaan diri yang rendah. Ini sering dijumpai pada pasien parafilia.

4. Teori Dawkin (teori transmisi gen) Parafilia dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik. Contohnya kebanyakan orang akan mendapatkan orgasme yang pertama pada prepubertas tetapi ada beberapa orang dapat terjadi sebelum periode prepubertas. Ada sedikit orang yang tanpa adanya stimulus eksternal bisa mengalami orgasme, orang ini biasanya memiliki dorongan seksual yang tinggi saat bayi (sonogram menunjukkan bayi memegang penisnya dalam uterus). Anak yang aktif secara seksual pada usia muda akan cenderung aktif secara seksual pada remaja. Hal ini dipengaruhi oleh DNA dan akan diturunkan kepada anak- anaknya. 5. Teori Darwin Faktor operatif dari teori Darwin ada 2, yaitu kuantitas dan kualitas. Kuantitas jika dari keturunan yang dihasilkan yang besar dibandingkan dengan yang survive. Kualitas yaitu yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan. Pria yang secara fisik dapat menghasilkan banyak keturunan (kuantitas), dan wanita yang bertanggung jawab untuk kualitas. Wanita akan lebih berhati hati dalam memilih pasangannya sedangkan pria cenderung hanya untuk melakukan hubungan seksual dengan banyak wanita (tidak memilih-milih). Hal tersebut menjelaskan mengapa parafilia sering terjadi pada pria. Study dari Sharnor (1978) menyatakan bahwa pria usia 12-19 tahun memikirkan seks 20 kali dalam 1 jam atau sekali dalam 3 menit Pria usia 30-39 tahun, memikirkan seks 4 kali per jam. Hal ini dapat menjelaskan alasan, mengapa parafilia biasanya terjadi pada usia 15-25 tahun. 2.4 KLASIFIKASI Kategori parafilia utama dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi empat (DSM-IV) adalah ekshibisionisme, fetishisme, frotteurisme, pedofilia, masokisme seksual, sadism seksual, veyourisme, fethisme transvestik, dan suatu kategori terpisah untuk parafilia lain yang tidak ditentukan (NOS : not otherwise specified)- sebagai contoh zoofilia. Seseorang mungkin memiliki gangguan parafilia yang multiple. 5

2.5 MANIFESTASI KLINIS Gejala utama dari parafilia adalah dorongan, fantasi, dan rangsangan yang terjadi berulang-ulang dan ada kaitannya dengan : 1. Obyek-obyek yang bukan manusia (sepatu, baju dalam, bahan kulit atau karet). 2. Menyakiti diri sendiri atau menghina mitra sendiri. 3. Individu-individu yang tidak diperbolehkan menurut hukum (anak-anak, orang yang tidak berdaya atau pemerkosaan).

2.6 DIAGNOSIS Kriteria DSM-IV untuk parafilia termasuk adanya suatu khayalan yang patognomonik dan desakan yang kuat untuk melakukan khayalan, yang mungkin menyebabkan penderitaan bagi pasien. Khayalan mengandung material seksual yang tidak lazim yang relatif terpaku dan jarang bervariasi.

2.6.1 Ekshibisionisme Eksibisionisme adalah dorongan rekuren untuk memamerkan alat genitalia kepada seorang asing atau orang yang tidak menaruh curiga. Kegembiraan seksual terjadi dalam menanti tindakan memamerkan tersebut, dan orgasme terjadi dengan melakukan masturbasi pada saat atau setelah pristiwa. Pada hampir 100 persen kasius, mereka dengan ekshibisionisme adalah laki-laki yang memamerkan dirinya sendiri kepada wanita. Dinamika laki-laki dengan ekshibisionisme adalah untuk menyatakan

kejantanannya dengan menunjukkan penisnya dan dengan mengamati reaksi korban ketakutan, terkejut, jijik. Secara tidak disadari, laki-laki akan merasa terkastrasi dan impoten. Istri dengan seorang laki-laki dengan ekshibisionisme sering kali menggantikan ibu dengan siapa laki-laki tersebut terlekat secara berlebihan selama masa anak-anaknya. Pada parafilia terkait lainnya tema sentral adalah berasal dari melihat atau menunjukkan.

Tabel 2.6.1.1 Pedoman Diagnostik Ekhibisionisme menurut PPDGJ-III Kriteria Diagnostik Ekshibisionisme A. Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa ajakan atau niat untuk berhubungan lebih akrab. B. Ekshibisionisme hampir sama sekali terbatas pada laki-laki heteroseksual yang memamerkan pada wanita, remaja atau dewasa, biasanya menghadap mereka dalam jarak yang aman di tempat umum. Apabila yang menyaksikan itu terkejut, takut, atau terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat. C. Pada beberapa penderita, ekshibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran seksual, tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan (stimultaneously) dengan kehidupan seksual yang aktif dalam suatu jalinan hubungan yang berlangsung lama, walaupun demikian dorongan menjadi lebih kuat pada saat menghadapi konflik dalam hubungan tersebut. D. Kebanyakan penderita ekshibisionisme mendapatkan kesulitan dalam mengendalikan dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat ego-alien (suatu benda asing bagi dirinya).

Tabel 2.6.1.2 Kriteria Diagnostik Ekshibisionisme menurut DSM-IV Kriteria Diagnostik Ekshibisionisme A. Waktu sekuramg-kurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, adanya dorongan seksual, atau perilaku berulang dan kuat berupa tindakan memamerkan alat kelaminnya sendiri kepada orang yang tidak dikenalinya dan tidak menduganya. B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

2.6.2 Fetishisme Pada fetishisme focus seksual adalah pada benda-benda (Seperti sepatu sarung tangan, pakaian dalam, dan stocking ) yang berhubungan erat dengan tubuh manusia. Pemujaan (Fetish) tertentu adalah berhubungan dengan seseorang yang terlibat erat dengan pasien selama masa anak-anak dan memiliki kualitas tertentu yang berhubungan dengan orang yang dicintai, dibutuhkan atau bahkan yang menakutkan.

Biasanya gangguan ini dimulai pada masa remaja. Walaupun gangguan pemujaan mungkin telah diderita pada masa anak-anak. Jika telah diderita, gangguan cendrung menjadi kronik. Aktivitas seksual mungkin diarahkan kepada pemujaan itu sendiri (sebagai contoh, masturbasi dengan atau kedalam sepatu), atau pemujaan dapat digabungkan kedalam hubungan seksual (sebagai contoh, mengharuskan menggunakkan sepatu bertumit tinggi). Gangguan ini hampir selalu ditemukan pada laki-laki. Menurut Freud, pemujaan berperan sebagai simbul falus karena orang memiliki ketakutan kastrasi yang tidak disadarinya. Ahli teori belajar mengatakan bahwa objek adalah berhubungan dengan stimulasi seksual pada usia awal. Tabel 2.6.2.1 Pedoman Diagnostik Fetihisme menurut PPDGJ III Kriteria Diagnostik Fethisisme A. Mengandalkan pada beberapa benda mati(non-living object) sebagai rangsangan untuk membangkitkan keinginan seksual dan memberikanb kepuasan seksual. Kebanyakan benda tersebut (object fetish) adalah ekstensi dari tubuh manusia, seperti pakaian atau sepatu B. Diagnosis ditegakkan apabila object fetish benar-benar merupakan sumber yang utama dari rangsangan seksual atau penting sekali untuk respon seksual yang memuaskan. C. Fantasi fetihistik adalah lazim, tidak menjadi suatu gangguan kecuali apabila menjurus kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai menggangu hubungan seksual dan menyebabkan bagi penderitaan individu. D. Fetihisme terbatas hampir hanya pada pria saja

Tabel 2.6.2.2 Kriteria Diagnostik Fethisisme menurut DSM-IV Kriteria Diagnostik Fethisisme A. Waktu sekuramg-kurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, adanya dorongan seksual, atau perilaku berulang dan kuat berupa pemakaian benda-benda mati (misalnya pakaian dalam wanita). B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lainnya. 8

C. Obyek fethis bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada crossdressing (berpakaian lawan jenis), seperti pada fethisisme transvestik, atau alatalat yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital ( misalnya vibrator). 2.6.3 Frotteurisme Frotteurisme biasanya ditandai oleh seorang laki-laki yang menggosokkan penisnya ke bokong atau bagian tubuh seorang wanita yang berpakaian lengkap untuk mencapai orgasme. Pada saat yang lain, ia mungkin menggunakan tangannya untuk meraba korban yang tidak curiga. Hal ini biasanya terjadi di tempat yang ramai, seperti di bus atau di kereta. Orang dengan frotteurisme biasanya sangat pasif dan terisolasi, dan merupakan satu-satunya sumber kepuasan seksualnya.

Tabel 2.6.3.1 Kriteria Diagnostik Frotteurisme menurut DSM-IV Kriteria Diagnostik Frotteurisme A. Waktu sekuramg-kurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, adanya dorongan seksual, atau perilaku berulang dan kuat berupa meyentuh atau bersenggolan dengan orang yang tidak menyetujuinya. B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lainnya. 2.6.4 Pedofilia Pedofilia adalah, selama periode sekurangnya enam bulan. Dorongan seksual yang kuat kepada atau terangsang oleh anak yang berusia 13tahun atau lebih muda. Orang dengan pedofilia sekurangnya berusia 16tahun dan sekurangnya lima tahun lebih tua dari korbannya. Jika pelaku adalah seorang remaja akhir yang terlibat dalam hubungan seksual yang berkepanjangan dengan seseorang yang berusia 12 atau 13 tahun, diagnosis tidak diperlukan. Sebagian besar penganiayaan anak melibatkan pemegangan genital atau seks oral. Penetrasi vagina atau anal pada anak-anak adalah jarang terjadi kecuali pada kasus incest. Walaupun sebagian besar korban anak menjadi perhatian public adalah anak perempuan, temuan tersebut tampaknya merupakan akibat dari proses rujukan. Penyerang melaporkan bahwa, jika mereka menyentuh seorang anak, sebagian besar (60persen) korban adalah 9

anak laki-laki. Angka tersebut adalah sangat tinggi berlawanan dengan korban anak-anak yang tidak disentuh, seperti mengintip lewat jendela dan ekshibisionisme, yang 99persen kasus adalah pada anak perempuan. Selain itu 95 persen dari mereka dengan pedofilia adalah heteroseksual, dan 50persen lain telah mengonsumsi alcohol secara berlebihan saat kejadian. Disamping pedofilianya, sejumlah besar penyerang adalah secara bersamaan atau sebelumnya telah terlibat dalam ekshibisionisme, veyourisme atau pemerkosaan. Incest adalah berhubungan dengan pedofilia karena seringnya pemilihan anak yang belum dewasa menjadi objek seks, elemen paksaan yang jelas atau bersembunyi dan kadang-kadang sifat istimewa dari hubungan orang dewasa dengan anak-anak. Tabel 2.6.4.1 Pedoman Diagnostik menurut Pedofilia PPDGJ III Kriteria Diagnostik Pedofilia A. Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra-pubertas atau awal masa pubertas, baik laki-laki maupun perempuan B. Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan C. Preferensi tersebut harus berulang dan menetap D. Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual dewasa, tetapi karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai hubungan seksual yang diharapkan, maka kebiasaanya beralih kepada anak-anak sebagai pengganti.

Tabel 2.6.4.2 Kriteria Diagnostik Pedofilia menurut DSM-IV Kriteria Diagnostik Pedofilia A. Waktu sekuramg-kurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, adanya dorongan seksual, atau perilaku berulang dan kuat berupa aktifitas seksual dengan anak prapubertas atau anak-anak (biasanya berusia 13 tahun atau kurang). B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

10

C. Orang sekurang-kurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnya berusia 5 tahun lebih tua dari anak atau anka-anak dalam kriteria A. Catatan : Jangan masukkan seorang individu yang di dalam masa remaja akhir yang terlibat hubungan seksual berkelanjutan dengan seseorang berusia 12 atau 13 tahun. Sebutkan jika : Tertarik secara seksual kepada laki-laki Tertarik secara seksual kepada wanita Tertarik secara seksual kepada keduanya Sebutkan jika : Terbatas pada incest Sebutkan jenis : Tipe eksklusif (hanya tertarik pada anak-anak) Tipe noneksklusif

2.6.5 Masokisme dan Sadisme Masokisme merupakan kenikmatan seksual yang diperoleh jika penderita secara fisik dilukai, diancam atau dianiaya. Sedangkan sadisme adalah kebalikan dari masokisme, yaitu kenikmatan seksual yang diperoleh penderita jika dia menyebabkan penderitaan fisik maupun psikis pada mitra seksualnya. Sejumlah sadisme dan masokisme sering dimainkan dalam hubungan seksual yang sehat. Sebagai contoh, penggunaan saputangan sutra untuk menirukan perbudakan dan tamparan ringan pada saat melakukan hubungan seksual, sering dilakukan dengan persetujuan mitra seksualnya dan bukan merupakan suatu sadomasokistik. Tetapi masokisme atau sadisme sampai yang tingkat yang berat, dapat mengakibatkan luka baik fisik maupun psikis, bahkan kematian. Kelainan seksual masokisme melibatkan kebutuhan akan penghinaan, pemukulan atau penderitaan lainnya yang nyata, bukan pura-pura. yang dilakukan oleh mitra seksualnya untuk membangkitkan gairah seksualnya.Misalnya penyimpangan aktivitas seksual yang berupa asfiksiofilia, dimana penderita dicekik atau dijerat (baik oleh mitra seksualnya maupun oleh dirinya sendiri).

11

Berkurangnya pasokan oksigen ke otak yang bersifat sementara pada saat mengalami orgasme, dicari sebagai penambahan kenikmatan seksual; tetapi cara tersebut bisa secara tidak sengaja menyebabkan kematian. Sadisme seksual bisa terjadi hanya dalam khayalan atau mungkin diperlukan untuk perangsangan atau untuk mencapai orgasme. Beberapa penderita sadisme, menjerat korban yang ketakutan, yang tidak menyetujui apa yang dilakukan oleh penderita dan kemudian memperkosanya. Penderita lainnya, secara khusus mencari mitra seksual yang menderita masokisme dan memenuhi keinginan sadistiknya dengan mitra seksual yang memang senang untuk disakiti. Khayalan dari pengendalian dan kekuasaan total seringkali penting bagi penderita, dan penderita sadisme bisa mengikat dan menyumbat mitra seksualnya dengan cara yang rumit. Pada kasus yang berat, penderita bisa menyiksa, memotong, mencambuk, memasang kejutan listrik atau membunuh mitra seksualnya

Tabel 2.6.5.1 Kriteria Diagnostik Masokisme Seksual menurut DSM-IV Kriteria Diagnostik Masokisme Seksual A. Selama waktu sekurang-kurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, adanya dorongan seksual,atau perilaku berulang dan kuat berupa tindakan (nyata atau disimulasi) sedang dihina,dipukuli,diikat,atau hal lain yang membuat menderita. B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lainnya. Tabel 2.6.5.2 Kriteria Diagnostik Sadisme Seksual menurut DSM-IV Kriteria Diagnostik Sadisme Seksual A. Selama waktu sekurang-kurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, adanya dorongan seksual,atau perilaku berulang dan kuat berupa tindakan (nyata atau disimulasi) dimana penderitaan korban secara fisik atau psikologis (termasuk penghinaan) adalah menggembirakan pelaku secara seksual. B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

12

2.6.6 Veyourisme Istilah voyeurism, dari kata Prancis berarti melihat, mengacu pada keinginan untuk memandang tindakan dan ketelanjangan hubungan seks. Voyeurisme adalah preokupasi rekuren dengan khayalan dan tindakan yang berupa mengamati orang lain yang telanjang atau sedang berdandan atau melakukan aktivitas seksual. Gangguan ini juga dikenal sebagai skopofilia. Masturbasi sampai orgasme biasanya terjadi selama atau setelah peristiwa. Voyeurisme ini merupakan kegiatan mengintip yang menggairahkan dan bukan merupakan aktivitas seksual dengan orang yang dilihat. Sebagian besar pelaku voyeurisme ialah dari golongan pria. Pada voyeurisme, seseorang akan terangsang jika melihat orang lain yang menanggalkan pakaiannya, telanjang atau sedang melakukan hubungan seksual. Voyeurisme merupakan kegiatan mengintip yang menggairahkan, bukan merupakan aktivitas seksual dengan orang yang dilihat. Voyeurisme dalam tingkatan tertentu sering terjadi pada anak-anak laki-laki dan pria dewasa, dan masyarakat seringkali menilai perilaku dalam bentuk yang ringan ini sebagai sesuatu yang normal. Tetapi sebagai suatu kelainan, voyeurisme merupakan metode aktivitas seksual yang lebih disukai oleh penderitanya dan bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengintip korbannya. Sebagian besar penderita adalah pria. Salah satu kriteria yang merupakan ciri khas dari voyeurisme, yaitu melihat secara sembunyi-sembunyi.

Tabel 2.6.6.1 Pedoman Diagnostik Voyeurisme menurut PPDGJ-III Kriteria Diagnostik Voyeurisme A. Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk melihat orang yang sedang berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang menanggalkan pakaian. B. Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan mastrubasi, yang dilakukan tanpa orang yang diintip menyadarinya.

13

Tabel 2.6.6.2 Kriteria Diagnostik Voyeurisme menurut DSM-IV Kriteria Diagnostik Voyeurisme A. Selama waktu sekurang-kurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, adanya dorongan seksual,atau perilaku berulang dan kuat berupa mengamati orang telanjang yang tidak menaruh curiga, sedang membuka pakaian atau melakukan hubungan seksual. B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

2.6.7 Fethisme Transvestik Tranvetisme Fetihistik adalah gejala keadaan seseorang yang mencari rangsangan dan pemuasan sexual dengan memakai pakaian dan berperan sebagai seorang dari sex yang berlainan. Cross dressing tersebut dapat berupa menggunakan salah satu bahan yang dipakai wanita atau mengenakan pakaian wanita lengkap dan menampilkan diri sebagai wanita di depan umum. Tujuan orang tersebut adalah untuk mencari kepuasan seksual. Pria yang mengalami penyakit ini mengadakan masturbasi pada waktu mengenakan pakaian wanita dan berfantasi mengenai pria lain yang tertarik dengan pakaiannya. Seorang wanita dikatakan mengalami kelainan ini jika mereka mengenakan pakaian lakilaki untuk mencari kepuasan seksual. Transvestisme merupakan suatu kelainan jika: menimbulkan masalah,

menyebabkan gangguan tertentu, melibatkan perilaku berani-mati yang memungkinkan terjadinya cedera, kehilangan pekerjaan atau hukuman penjara. Penderita mengenakan pakaian lawan jenisnya untuk alasan lainnya selain rangsangan seksual, seperti untuk mengurangi kecemasan, untuk santai atau sebagai suatu eksperimen (percobaan) dengan sisi feminin yang mereka miliki.

14

Tabel 2.6.7.1 Pedoman Diagnostik Tranvetisme Fetihistik menurut PPDGJ - III Kriteria Diagnostik Fethisisme Transvestisme A. Mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan pokok untuk mencapai kepuasaan seksual B. Gangguan ini harus dibedakan dari fetihisme (F65.0) dimana pakaian sebagai objek fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi juga untuk menciptakan penampilan seorang dari lawan jenis kelaminya. Biasanya lebih dari satu jenis barang yang dipakai dan seringkali suatu perlengkapan yang menyeluruh, termasuk rambut palsu dan tat arias wajah. C. Transvetisme fetihistik deibedakan dari trasvetisme transsexual oleh adanya hubungan yang jelas dengan bangkitnya gairah seksual dan keinginan/hasrat yang kuat untuk melepaskan baju tersebut apabila orgasme sudah terjadi dan rangsang seksual menurun D. Adanya riwayat transvetisme fetihistik biasanya dilaporkan sebagai suatu fase awal oleh para penderita transeksualisme dan kemungkinan merupakan suatu stadium dalam perkembangan transeksualisme.

Tabel 2.6.7.2 Kriteria Diagnostik Fethisisme Transvestisme menurut DSM-IV Kriteria Diagnostik Fethisisme Transvestisme A. Selama waktu sekurang-kurangnya 6 bulan, pada seorang laki-laki heteroseksual, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual atau perilaku yang berulang dan kuat berupa cross-dressing. B. Khayalan, dorongan seksual atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lainnya. 2.6.8 Parafilia Lain Yang Tidak Ditentukan (NOS : not otherwise specified) Kategori parafilia utama dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi empat (DSM-IV) adalah ekshibisionisme, fetishisme, frotteurisme, pedofilia, masokisme seksual, sadism seksual, veyourisme, fethisme transvestik, dan suatu kategori terpisah untuk parafilia lain yang tidak ditentukan (NOS : not otherwise specified) Berikut akan dipaparkan mengenai parafilia yang tidak ditentukan.

15

Tabel 2.6.8.1 Kriteria Diagnostik Parafilia yang Tidak Ditentukan menurut DSM-IV

Kriteria Diagnostik Parafilia yang Tidak Ditentukan A. Kategori ini dimasukkan untuk menuliskan parafilia yang tidak memenuhi criteria untuk salah satu kategori spesifik. Contohnya adalah skatologia telepon (telepon cabul), nekrofilia (mayat), parsialisme ( perhatian yang eksklusif pada bagian tubuh), zoofilia (binatang), koprofilia (feses), klismafilia (enema) dan urofilia (urin).

2.6.8.1 Skatologia Telepon Pada skatologia telepon, ditandai oleh panggilan telepon yang cabul, ketegangan dan perangsangan yang dimulai saat akan menelepon, melibatkan pasangan yang tidak menaruh curiga, penerima telepon mendengarkan saat penelepon (biasanya laki-laki) secara verbal membuka preokupasinya atau mengajak wanita untuk menceritakan aktivitas seksualnya, dan percakapan tersebut disertai dengan masturbasi, yang seringkali disudahi setelah kontak terputus. Orang dapat juga mengggunakan jaringan computer interaktif untuk mengirimkan pesan cabul melalui surat elektronik. Di samping itu, orang menggunakan jaringan computer untuk mengirimkan pesan dan gambar-gambar video yang seksual. Beberapa orang secara kompulsif menggunakan jasa tersebut.

2.6.8.2 Nekrofilia Nekrofilia adalah obsesi untuk mendapatkan kepuasan seksual dari mayat. Sebagian besar orang dengan nekrofilia mendapatkan mayat untuk eksploitasinya dari rumah mati. Beberapa orang diketahui menggali kuburan. Suatu waktu, orang membunuh untuk memuaskan desakan seksualnya. Pada beberapa kasus yang dipelajari, orang dengan nekrofilia percaya bahwa mereka membebankan penghinaan terbesar yang dipikirkannya pada korban mereka yang mati.

16

2.6.8.3 Parsialisme Dalam parsialisme seseorang memfokuskan pada satu bagian tubuh dan menyingkirkan bagian lainnya. Kontak genital mulut seperti kunilingus (kontak oral dengan genital eksternal wanita), felasio (kontak oral dengan penis), dan analingus (kontak oral dengan anus) adalah suatu aktivitas yang normalnya berhubungan dengan pemanasan seksual (foreplay). Freud memandang bahwa permukaan mukosa tubuh sebagai erotogenik dan mampu menghasilkan sensasi yang menyenangkan. Tetapi jika seseorang menggunakan aktivitas tersebut sebagai sumber satu-satunya kepuasan seksual dan tidak dapat melakukan koitus atau menolak melakukan koitus, terdapat suatu parafilia. Keadaan ini juga dikenal sebagai oralisme.

2.6.8.4 Zoofilia Pada zoofilia, binatang yang mungkin dilatih untuk berperan serta adalah disukai untuk khayalan perangsangan atau aktivitas seksual, termasuk hubungan seksual, masturbasi, dan kontak oral-genital. Zoofilia sebagai suatu parafilia yang terorganisasi adalah jarang. Bagi sejumlah orang, binatang adalah sumber utama hubungan, sehingga tidak mengejutkan bahwa binatang rumah tangga digunakan secara sensual atau seksual. Hubungan seksual dengan binatang kadang-kadang merupakan suatu hasil pertumbuhan dari tersedianya atau kesenangan, khususnya pada bagian dunia dimana kaidah yang ketat melarang seksualitas pramarital atau dalam situasi isolasi yang berlebihan. Tetapi, karena masturbasi juga tersedia dalam situasi tersebut, suatu predileksi untuk kontak dengan binatang kemungkinan ditemukan pada zoofilia oportunistik.

17

2.6.8.5 Koprofilia Dan Klismafilia Koprofilia adalah kesenangan seksual yang berhubungan dengan keinginan untuk defekasi pada tubuh pasangan, didefekasi oleh pasangan, atau makan feses (koprofagia). Suatu varian adalah pemakaian kompulsif kata-kata cabul (koprolalia). Parafilia tersebut adalah berhubungan dengan fiksasi pada stadium anal dari perkembangan psikoseksual. Demikian juga, penggunaan enema sebagai bagian dari stimulasi seksual, klismafilia, adalah berhubungan dengan fiksasi anal.

2.6.8.6 Urofilia Urofilia adalah minat dalam kenikmatan seksual yang berhubungan dengan keinginan untuk kencing pada tubuh pasangan atau dikencingi oleh pasangan; ini adalah suatu bentuk erotikisme uretral. Keadaan ini mungkin disertai dengan teknik masturbasi yang melibatkan insersi benda asing ke dalam uretra untuk mendapatkan stimulasi seksual baik pada laki-laki maupun wanita.

2.6.8.7 Masturbasi Masturbasi adalah aktivitas normal yang sering ditemukan pada semua stadium kehidupan dari masa bayi sampai usia lanjut. Hal ini tidak selalu dianggap demikian. Freud percaya neurastenia adalah disebabkan oleh masturbasi yang berlebihan. Pada awal tahun 1990-an, kegilaan masturbasi (masturbatory insanity) adalah suatu diagnosis yang sering ditemukan pada rumah sakit untuk kegilaan criminal di AS. Masturbasi dapat didefinisikan sebagai pencapaian kenikmatan seksual biasanya menyebabkan orgasme oleh diri sendiri (autoerotikisme). Alfred Kinsley menemukan bahwa masturbasi adalah lebih menonjol pada lakilaki daripada wanita, tetapi perbedaan tersebut tidak lagi benar. Frekuensi masturbasi bervariasi dari tiga sampai empat kali dalam seminggu pada masa remaja sampai satu sampai dua kali seminggu pada masa dewasa. Masturbasi sering ditemukan pada orang yang telah menikah; Kinsey melaporkan bahwa keadaan ini terjadi rata-rata satu kali sebulan pada pasangan yang menikah. 18

Teknik masturbasi adalah bervariasi pada kedua jenis kelamin dan dari orang ke orang. Teknik yang paling sering adalah stimulasi langsung pada klitoris atau penis dengan tangan atau jari. Stimulasi tidak langsung mungkin juga digunakan, seperti menggosokan pada bantal atau mengencangkan panggul. Kinsey menemukan bahwa 2% wanita mampu mencapai orgasme melalui khayalan saja. Laki-laki dan wanita telah diketahui menginsersikan benda-benda ke dalam uretranya untuk mencapai orgasme. Vibrator tangan sekarang digunakan sebagai alat masturbasi oleh kedua jenis kelamin. Masturbasi adalah abnormal jika ia menjadi satu-satunya jenis aktivitas seksual yang dilakukan, jika dilakukan sedemikian seringnya sehingga menyatakan suatu kompulsi atau disfungsi seksual, atau jika secara terus menerus disukai untuk berhubungan seks dengan pasangan.

2.6.8.8 Hipoksifilia Hipoksifilia adalah keinginan untuk mencapai perubahan kesadaran sekunder karena hipoksia saat mengalami orgasme. Dalam gangguan ini orang mungkin menggunakan obat (seperti nitrit volatil atau nitrogen oksida) yang menghasilkan hipoksia. Asfiksiasi autoerotik juga berhubungan dengan keadaan hipoksik tetapi harus diklasifikasikan sebagai suatu bentuk masokisme seksual.

2.7 TERAPI 1. Psikoterapi berorintasi tilikan Merupakan pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengobati parafilia. Pasien memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan perkembangan parafilia. Secara khusus, mereka menjadi menyadari peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya (sebagai contohnya, penolakan yang nyata atau dikhayalkan). Psikoterai juga memungkinkan pasien meraih kembali harga dirinya dan memperbaiki kemampuan interpersonal dan menemukan metode yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual. Terapi kelompok juga berguna. 19

2. Terapi seks Terapi seks adalah pelengkap yang tepat untuk pengobatan pasien yang menderita disfungsi seksual tertentu dimana mereka mencoba melakukan aktivitas seksual yang tidak menyimpang dengan pasangannya. 3. Terapi perilaku Digunakan untuk memutuskan pola parafilia yang dipelajari. Stimuli yang menakutkan, seperti kejutan listrik atau bau yang menyengat, telah dipasangkan dengan impuls tersebut, yang selanjutnya menghilang. Stimuli dapat diberikan oleh diri sendiri dan digunakan oleh pasien bilamana mereka merasa bahwa mereka akan bertindak atas dasar impulsnya. 4. Terapi obat Termasuk medikasi antipsikotik dan antidepresan, adalah diindikasikan sebagai pengobatan skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia disertai dengan gangguangangguan tersebut. Antiandrogen, seperti ciproterone acetate di Eropa

danmedroxiprogesterone acetate (Depo-Provera) di Amerika Serikat, telah digunakan secara eksperimental pada parafilia hiperseksual. Medroxiprogesterone

acetate bermanfaat bagi pasien yang dorongan hiperseksualnya diluar kendali atau berbahaya (sebagai contoh masturbasi yang hampir terus-menerus, kontak seksual setiap kesempatan, seksualitas menyerang yang kompulsif). Obat serotonorgik

sepertiFluoxetin (prozac) telah digunakan pada beberapa kasus parafilia dengan keberhasilan yang terbatas. 5. Terapi Aversi Aversion therapy yang dilakukan dengan cara kecemasan diberi pada saat pasien parafilia mengalami rangsangan seksual (rangsangan abnormal). Sehingga pasien akan merasa cemas ketika terjadi rangsangan sexual yang tidak normal tersebut dan menyebabkan penurunan libido.

20

Cara yang digunakan biasanya pasien memakai seperangkat elektroda yang dapat menghantarkan listrik. Dan pasien diberikan barang, gambar, atau apapun yang menjadi rangsangan abnormal baginya. Ketika pasien mulai berfantasi dengan barang yang diberikan, pada saat itu juga pasien diberi kejutan listrik yang menyakitkan. Dengan begitu akan timbul rasa cemas ketika pasien berhadapan dengan barang, gambar, atau apapun yang dapat membuat rangsangan abnormal tadi, sehingga libido pasien terhadap barang-barang tadi dapat berkurang. Untuk sebagian besar pasien yang telah diterapi mengalami perkembangan bagus dalam segi seksual normalnya. Tetapi ada beberapa pasien yang tidak mengikuti latihan selama 2 minggu mengalami spontaneous recovery atau kambuh mendadak sehingga pasien memerlukan terapi kembali dan biasanya setelah itu pasien sembuh total. 6. Terapi pembedahan (kastrasi) Terapi pembedahan yaitu melakukan operasi dengan menghilangkan testikel yang menjadi sumber testosteron. Tetapi hanya digunakan pada orang-orang yang tingkah laku seksualnya membahayakan orang lain seperti para pemerkosa. Sebagaimana penelitian di Jerman Barat melaporkan bahwa 39 pemerkosa yang dikastrasi dan dibebaskan dari penjara, frekuensi fikiran tentang seks, masturbasi, dan persetubuhan sangat berkurang. Tetapi 50% dilaporkan masih mampu melakukan hubungan seksual. 2.8 PROGNOSIS Prognosis buruk pada parafilia berhubungan dengan onset usia yang awal, tingginya frekuensi tindakan, tidak adanya perasaan bersalah atau malu terhadap tindakan tersebut dan penyalahgunaan zat. Prognosis baik jika pasien memiliki riwayat koitus di samping parafilianya, jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien dating atas kemauan sendiri bukan dikirim oleh badan hukum.

21

BAB III PENUTUP


Kesimpulan Gangguan Preferensi seksual atau disebut juga parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya. Penyebab dari parafilia antara lain adalah faktor psikososial dan faktor biologi. Menurut PPDGJ III dibagi menjadi F65.0 Fetihisme, F65.1 Tranvetisme Fetihistik, F65.2 Ekshibisionisme, F65.3 Veyeurisme, F65.4 Pedofilia, F65.5 Sodomasokisme, F65.6 Gangguan Preeferensi Seksual Multipel, F65.8 Gangguan Preferensi Seksual Lainya, dan F65.9 Gangguan Preferensi Seksual YTT. Gejala utama parafilia adalah dorongan, fantasi, dan rangsangan yang berulangulang dan berkaitan dengan obyek-obyek bukan manusia, Menyakiti diri sendiri atau pasangan dan Individu yang tidak diperbolehkan menurut hukum seperti anak-anak, orang yang tidak berdaya atau pemerkosaan. Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ III dan DSM IV. Klinisi perlu membedakan suatu parafilia dari coba-coba dimana tindakan dilakukan untuk mengetahui efek baru dan tidak secara rekuren atau kompulsif. Lima jenis intervensi psikiatri digunakan untuk mengobati orang dengan parafilia, yaitu psikoterapi berorientasi tilikan, terapi seks, terapi perilaku, medikamentosa, terapi aversi dan terapi pembedahan. Psikoterapi berorientasi tilikan adalah pendekatan yang paling sering digunakan. Prognosisnya buruk berhubungan dengan onset usia yang awal, tingginya frekuensi tindakan, tidak adanya perasaan bersalah atau malu terhadap tindakan tersebut, dan penyalahgunaan zat. Prognosisnya baik jika pasien memiliki riwayat koitus disamping parafilia, jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien datang berobat sendiri, bukan dikirim oleh badan hukum.

22

DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J, Grebb, Jack A. (2002).Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan psiatri klinis. Jakarta : Binarupa Aksara. Maramis WF, Maramis AA. (2009). Catatan Buku Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ-III), Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayan Medik, 1993. Cetakan Pertama Bannon,G.E & Carroll, K.S. Paraphilias 2008. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/291419-clinical [Accessed 23 September 2013] Ramadhani, Astri. Referat Parafilia. 2012. Available

www.scribd.com/doc/106074230/REFERAT-parafilia [Accessed 23 September 2013]

23

Anda mungkin juga menyukai