Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Perilaku seksual merupakan suatu kombinasi antara rasa penasaran, minat dan analisis
terhadap manusia. Ianya ditentukan berdasarkan oleh anatomi, fisiologi, psikologi, kultur
dimana orang tinggal, hubungan seseorang dengan orang lain, dan mencerminkan perkembangan
pengalaman seks selama siklus kehidupannya. Ini termasuk persepsi sebagai laki-laki atau
wanita dan semua pikiran, perasaan, dan perilaku yang berhubungan dengan kepuasan dan
reproduksi, termasuk ketertarikan dari seseorang terhadap orang lain.1

Hubungan seksual yang normal termasuk hasrat dan perilaku yang menimbulkan
kenikmatan pada dirinya dan pasangannya, disertai stimulasi organ seks primer termasuk
koitus tanpa disertai rasa bersalah atau kecemasan dan tidak kompulsif. Pada beberapa konteks
seks diluar pernikahan, masturbasi, dan berbagai bentuk stimulasi seksual terhadap organ
selain seksual primer mungkin masih dalam batas normal.1

Dalam dunia psikologi abnormal, gangguan abnormalitas seksual merupakan ruang


lingkup di dalamnya. Berdasarkan DSM V TR (American Psychiatric Association) diklasifikasi
menjadi tiga garis besar yaitu disfungsi seksual, parafilia dan gangguan identitas gender. 2

1. Disfungsi psikoseksual inhibisi dalam keinginan seksual atau penampilan psikofisiologik

2. Parafilia perangsangan seksual terhadap stimulus yang menyimpang

3. Gangguan identitas gender pasien merasa sebagai jenis kelamin yang berlawanan

Parafilia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia


(PPDGJ), disebut sebagai gangguan preferensi seksual dengan kode F65. Istilah ini diciptakan
oleh Wilhelm Sketel pada tahun 1920-an. Parafilia merupakan istilah untuk segala sesuatu
mengenai kebiasaan seksual, ghairah seksual atau kepuasan terhadap perilaku seksual yang tidak
lazim dan ekstrim. 1

1
Parafilia adalah stimulus seksual atau tindakan menyimpang dari kebiasaan seksual
normal. Namun bagi sesetengah individu, hal ini penting bagi mendapatkan ransangan seksual
dan mencapai orgasme. Individu seperti ini mendapatkan kenikmatan seksual, namun mereka
tidak memiliki respon terhadap stimulasi secara normal untuk menimbulkan ghairah seksual.
Para pelaku paraphilia terbatas kepada stimulasi spesifik yang menyimpang.

Parafilia merupakan suatu tindakan untuk melepaskan energi seksual atau frustasi
mereka. Biasanya tindakan ini diikuti dengan ghairah atau orgasme yang dicapai dengan
melakukan mastusbasi dan berfantasi. Hampir semua kasus parafilia melibatkan laki-laki sebagai
pelakunya. 3

Menurut Kaplan Medical in Behavioral Science Psychiatry, terdapat beberapa pembagian


parafilia. Antaranya ialah fetishisme, transvertisme, fetishistik, pedofilia, ekshibitionisme,
voyeurisme, masokisme dan sadisme.1 Namun, saya akan membahas lebih dalam mengenai
gangguan preferensi seksual voyeurisme yang kurang dikenali oleh masyarakat karena pelaku
voyeurisme menyembunyikan masalah mereka dan merupakan perilaku menyimpang seksual
yang paling sedikit diteliti. 3

2
BAB II

PEMBAHASAN

I. DEFINISI

Istilah voyeurisme berasal dari bahasa Perancis membawa arti melihat, mengacu pada
keinginan seseorang untuk memandang tindakan dan ketelanjangan hubungan seks. Dalam
kondisi ini, ransangan seksual diperoleh terutamanya atau semata-mata dengan mengamati
umumnya orang yang tidak dikenali telanjang, membuka pakaian atau terlibat dalam aktivitas
seksual.1

Voyeurisme adalah preokupasi rekuren dengan khayalan atau tindakan yang berupa
mengamati orang lain yang sedang telanjang atau sedang berdandan untuk melakukan aktivitas
seksual. Gangguan ini juga disebut skopofilia. Pelaku selalunya bermartubasi sehingga mencapai
orgasme selama atau sesudah peristiwa. 1

Menurut sebuah penelitian oleh Langevin, Paitich dan Russon tidak ditemukan kasus
voyeurime di dalam 600 sampel penderita parafilia. Pelaku voyeurisme telah dilaporkan
mengalami masalah dengan orang tuanya pada waktu tumbuh kembang sehingga lebih
cenderung untuk berkembang dengan perilaku voyeurisme. Suasana kehidupan saat di rumah
dikatakan sebagai suasana bermusuhan dan jauh dari segi emosionalnya. Diperkirakan hampir
satu pertiga hingga satu perdua pelaku voyeurisme sudah menikah. 3

Seringkali perilaku parafilia seperti pedofilia, ekshibitionisme dan frouterisme ikut serta pada
individu dengan perilaku voyeurisme. Satu pertiga daripada pelaku voyeurisme pernah
melakukan perkosaan menurut Abel dan Rouleau (1990). 3

Menurut PPDGJ-III, voyeurisme adalah suatu kecenderungan yang berulang atau menetap
untuk melihat orang sedang berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang
menanggalkan pakaian. Hal ini biasanya terjurus kepada ransangan seksual atau masturbasi,
4
yang dilakukan tanpa orang yang diintip menyadarinya. Pelaku voyeurisme mungkin akan

3
kembali untuk mengintip orang yang sama namun jarang sekali berlaku kontak secara langsung
antara pelaku voyeurisme dan orang yang diintip.5

II. EPIDEMIOLOGI

Perlanggaran hukum perilaku seksual yang paling banyak dilakukan adalah perilaku seksual
voyeurisme. Perilaku voyeurisme lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan, tetapi
tidak menolak kemungkinan perlakuan ini tidak dilakukan oleh perempuan. Sebuah penelitian
oleh Langstorm dan Seto menunjukkan 8% dari 2450 sampel berusia di antara 16-40 tahun
merasai rangsangan seksual saat mengintip orang yang sedang berperilaku intim. Prevalensi
wanita untuk mempunyai perilaku voyeurisme lebih rendah dibandingkan laki-laki yaitu
sebanyak 4% dan 12%.2

Onset dari perilaku voyeurisme biasanya bermula pada usia 15 tahun. Tidak ada statistik
yang bisa diandalkan terkait insidens voyeurisme di usia dewasa.6 Prevalensi dari voyeurisme
tidak dapat diketahui. Pelaku voyeurisme tidak meganggap perilaku voyeurisme sebagai sesuatu
yang serius sehingga mereka tidak membutuhkan pertolongan professional dan menyebabkan
prevalensi sebenar voyeurisme tidak dapat direkodkan.7

III. ETIOLOGI

Voyeurisme pada umumnya berasal dari masa remaja. Ada pemikiran bahwa pelaku
voyeurisme merasa takut untuk melakukan hubungan seksual secara langsung dengan orang lain,
mungkin karena sifat mereka yang tidak terampil dalam hubungan. Tindakan mengintip yang
mereka lakukan berfungsi sebagai pengganti pemuasan dan kemungkinan memberikan rasa
kekuasaan atas orang yang diintipnya.8

Penyebab voyeurism antara lain adalah seperti berikut: 7

1. Ketidak adekutan relasi dengan lawan jenis dan rasa ingin tahu yang terlalu mendomnasi
dirinya tentang aktivitas seksual
2. Pernah mengalami trauma psikologis dari perlakuan jenis kelamin lain yang menambah
kadar rasa kurang percaya diri

4
3. Terdapat informasi dari berbagai media yang meyumbang pada kebebasan pornografi
4. Ketidaksengajaan melihat seseornag sedang terlanjang, sedang menanggalkan pakaian
atau orang yag sedang melakukan hubungan seksual

IV. GAMBARAN KLINIS

Ciri utama seorang pelaku voyeurisme adalah mengalami distress yang diakibatkan oleh
munculnya dorongan seksual yang kuat dan terus menerus sehubungan dengan fantasi yang
melibatkan melihat atau mengintip orang, yang pada kebiasaannya tidak dikenali dan sedang
menanggalkan pakaian atau sedang melakukan aktivitas seksual dimana mereka tidak
menduganya sama sekali. Dengan menggunakan metode pengintipan, seorang pelaku mampu
mempertahankan keunggulan seksual tanpa perlu berhadapan resiko kegagalan atau penolakan
dari pasangan yang nyata. 9

Voyeurisme juga disebut sebagai salah satu jenis gangguan psikoseksual dengan merasai
kenikmatan seksual dan kepuasan dari melihat tubuh telanjang dan organ genital atau
mengamati tindakan seksual pasangan lain. Mengintip ini biasanya tersembunyi dari pandangan
orang lain. Jika orang yang sedang diintip menyadari tindakannya, ia bisa saja menyimpulkan
bahwa orang yang diintip tertarik padanya. 8

Sebuah bentuk varian dari voyeurisme melibatkan mendengar percakapan erotis. Hal ini
termasuklah telpon seks, meskipun pelaku voyeurisme dianggap termasuk dalam orang-orang
yang tidak curiga. Fase orgasme dicapai dengan melakukan masturbasi, baik saat mengintip atau
sesudah megintip. Sambil diingati apa yang diintip, kadang pelaku voyeurisme berfantasi bahwa
dia sedang berhubungan seksual dengan orang yang sedang diintip. Namun hal tersebut cumalah
fantasi dan jarang berlaku kontak antara pelaku dan yang diintip.8

V. DIAGNOSIS

Menurut PPDGJ-III, pedoman voyeurisme untuk menentukan voyeurisme adalah: 4


a. Kecenderungan yang berulang atau meneteap untuk melihat orang yang
sedang berhubungan seksual atau perilaku intim seperti sedang
menanggalkan pakaian

5
b. Hal ini biasnya menjurus kepada ransangan seksual dan masturbasi yang
dilakukan tanpa orang yang diintip menyadari

Manakala menurut American Psychiatric Association, dalam Diagnostic and


Statistical Manual of Mental Disorder 5th edition (DSM V), kriteria yang dipakai untuk
mendiagnosa voyeurisme adalah: 2

a. Seseorang dengan kebiasaan melihat orang yang sedang telanjang


menanggalkan pakaian atau orang lain yang sedang melakukan hubungan
seksual yang dilakukan untuk membangkitkan hasrat seksual, dilakukan
berulang kali, dan terus menerus dalam kurun waktu minimal 6 bulan
b. Pelaku voyeurisme mengalami penderitaan dan frustasi berat sehingga
mengganggu hubungan voyeur, pekerjan, dan aktivitas hariannya yang lain
disebabkan oleh fantasi seksual dan kegiatan pengintipannya
c. Pelaku sekurang-kurangnya berusia 18 tahun

VI. PENATALAKSANAAN

Terapi dapat berupa psikoterapi, terapi perilaku, kognitif sosioterapi, terapi hormonal, dan
farmakoterapi. Menurut DSM-V, efek dari voyeurisme berbeda bagi setiap individu. Tingkat
keparahan seperti faktor stress, gangguan perkembangan sosial dan personaliti berbeda-beda
pada pelaku voyeurisme. Pilihan terapi buat pelaku voyeurisme termasuk psikoterapi, terapi
rumah tangga, terapi kognitif, psikoanalisa dan farmakoterapi tergantung indikasi. Penderita
turut diresepkan obat-obat yang bertujuan untuk menghambat hormon seksual

Ahli terapi perilaku menggunakan kondisi keengganan (aversive) untuk menimbulkan reaksi
emosional negatif pada stimulus perangsang. Pada kondisi aversik, stimulus yang menyebabkan
rangsangan seperti kejutan listrik dapat menimbulakn sifat keengganan pada penderita.
Sensitivisasi yang tersembunyi merupakan variasi dari kondisi aversif yang merupakan gabungan
dari stimulus aversif dan masalah perilaku yang terjadi dalam imaginasi. Sensitivisasi yang
tersembunyi adalah bentuk yang paling umum dari terapi aversif. Ianya telah digunakan untuk
merawat penderita perilaku penyimpangan seks di Amerika Serikat. 9

6
1. Cognitive Behavioral Therapy
Terapi ini mengajarkan pelaku untuk mengendalikan impuls untuk melihat
aktivitas seksual orang lain dan mendapatkan kepusasan seksual yang sebenarnya.
Pelaku harus berani mengutarakan masalah yang terdapat dalam perilaku mereka dan
berusaha untuk mengubah pola fikir yang salah. Terapi ini menggabungkan teknik untuk
mencegah relaps serta membantu pasien untuk mengawal perilaku yang tidak diinginkan
dengan menghindari situasi yang mungkin membangkitkan keinginnya tersebut.

2. Farmakoterapi
Intervensi secara farmakoterapi menekan perilaku seksual pada pelaku voyeurism.
Antara obat-obatan yang digunakan dalam mengobati voyeurisme termasuk: 10

a. Antidepresi seperti Lithium dan SSRI (Selecive Serotonin Reuptake


Inhibitor)
Obat golongan SSRI yang digunakan untuk merawat penyakit terkait
gangguan komplsif seksual dengan menggunakan efek obat tersebut untuk
menurunkan nafsu seksual. Dosis yang digunakan juga lebih tinggi
berbanding dosis yang biasa digunakan untuk pengobatan depresi.
i. Sertraline 150 200 mg/hri
ii. Fluoxetine 20-80 mg/ hari
iii. Fluvoxamine 200 300 mg/hari
iv. Citalopram 20-80 mg/hari
v. Paroxetine 20-60 mg/hari

b. Long Acting Gonadotrophic Releasing Hormone seperti Leuprolide


Acetate dan Triptorelin
c. Antiadrogen seperti Medroxyprogesterone Acetate
d. Mood stabilizer

7
VII. PROGNOSIS

Pasien dengan prognosa yang baik mempunyai karakteristik seperti berikut :

1. Bersifat kooperatif terhadap pemeriksa


2. Mempunyai kehidupan seksual yang normal di samping perilaku seks yang
menyimpang
3. Mempunyai keinginan untuk berubah dan aktif mencari pengobatan

Pasien dengan prognosa yang buruk mempunyai krakteristik seperti berikut :

1. Onset dini
2. Tidak mempunyai motivasi untuk berubah
3. Tidak kooperatif dengan pemeriksa
4. Perlansungan penyakit yang berulang dan lama
5. Tidak mempunyai kehidupan seks yang normal

8
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa voyeurisme adalah tindakan untuk
mendapatkan rangsangan maupun kepuasan seksual dengan melihat orang tenjang ataupun
menanggalkan pakaian. Namun para penderita voyeurisme hanya akan merasa puas jika orang
yang diintip tidak mengeahui dirinya dilihat. Mereka akan dapat mempertahankan keunggulan
seksual tanpa perlu mengalami resiko kegagalan atau penolakan dari pasangan yang nyata.

Karena perbuatan voyeurisme dilakukan secara berhati-hati agar tidak ketahuan, secara
umum ianya tidak memberi pengaruh yang besar kepada masyarakat. Pengaruhnya hanya dirasai
oleh pelaku voyeur sendiri. Parahnya pelaku voyeurisme sering tidak menyadari bahwa ada
kesalahan dengan kelakuan mereka.

Sekiranya keinginan pelaku voyeurisme cukup tinggi untuk merubah perilakunya serta
ditambah motivasi yang kuat maka tidak mustahil jika pelaku voyeurisme bisa meninggalkan
aktivitas mengintipnya. Voyeurisme sulit untuk dihentikan seandainya tidak ada motivasi dan
kesadaran yang cukup dari pelakunya.

Penatalaksanaan yang digunakan untuk menyembuhkan pelaku voyeurisme bukan sahaja


bergantung kepada pelakunya sendiri akan tetapi turut melibatkan orang-orang yang sentiasa
berada di sekitar pelaku voyeurisme. Obat-obatan seperti SSRI yang lazimnya digunakan pada
penderita depsresi turut dapat digunakan pada pelaku voyeurisme untuk membantu menekan
perilaku seksual tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock, BJ. Kaplan & Sadocks Synopsis Of Psychiatry 10th ed. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins ; 2007.p705-14

2. American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,


Fifth Edition. Arlington, VA, American Psychiatric Association, 2013.

3. Sutker, Patricia B and Henry E Adams. Comprehensive Handbook Of Psychopathology. New


York: Kluwer Academic, 2002.p749-73

4. Maslim, R Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Cetakan 2. 2013.
Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. Dicetak oleh PT. Nuh
Jaya.

5. Strickland, Bonnie B. The Gale Encyclopedia Of Psychology. Detroit, MI: Gale Group, 2001.
P471-72

6. "Voyeurism - Causes, Functioning, Therapy, Drug, Person, Used, Women, Health". N.p.,
2016.

7. Maulana,YB. Voyeurism. Psikologi Abnormal. 2014

8. Laws, D. Richard and William T O'Donohue. Sexual Deviance. New York: Guilford Press,
2008. P305-17

9. Dwitantyanov, A. Makalah Psikologi Abnormal. 2012

10. "Paraphilic Disorders Treatment & Management: Approach Considerations,


Psychotherapeutic Interventions, Pharmacologic Therapy". N.p., 2016

10
LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat / Tanggal Lahir : Barong Baddi / 14 Maret 1979
Status Perkahwinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Suku : Makassar
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Bonto Langkara
Pekerjaan / Sekolah : Ibu Rumah Tangga
No RM : 150498
Masuk RS pada tanggal : 24 April 2016

LAPORAN PSIKIATRIK
Diperoleh dari alloanamnesis dan autoanamnesis pada tanggal 26 April 2016

I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan Utama
Mengamuk

B. Riwayat Gangguan Sekarang


-Keluhan dan gejala
Pasien datang diantar oleh kakaknya ke UGD RSKD karena mengamuk.
Terakhir pasien mengamuk sebelum dibawa oleh kakaknya ke RSKD ialah pada
jam 18:00 tanggal 24 April 2016. Pasien pernah mengamuk sehingga
memecahkan kaca lemari di kamarnya. Pasien sering berbicara sendiri tentang

11
hal-hal yang tidak masuk akal seperti ada orang yang mengguna-gunainya. Pasien
menuduh bahwa tetangganya yang mau mengguna-gunainya. Pasien turut
mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk membakar al-Quran serta
berteriak. Menurut pasien ada setan yang mengawal tangannya untuk membakar
al-Quran. Pasien turut mengakui melihat bayangan orang hitam dan rumah yang
besar seperti instana.
Perubahan perilaku pasien bermula sejak tahun 2015 yang lalu. Pasien mula
berteriak tanpa sebab dan mengamuk. Menurut keluarganya, pasien telah
ditinggalkan oleh suaminya kira-kira 1 tahun yang lalu. Pasien ditinggalkan
suaminya dikarenakan pasien menyukai seorang laki-laki lain. Selepas
ditinggalkan, pasien mulai berbicara sendiri dan berhalusinasi.Pasien mempunyai
seorang anak yang baru masuk Kelas 1 SD. Keluarga pasien pernah membawa
pasien untuk dirawat di RSKD pada bulan Januari 2016. Obat yang diminum,
Haloperidol namun tidak secara teratur.

- Hendaya / Disfungsi
i. Disfungsi sosial (+)
ii. Disfungsi pekerjaan (+)
iii. Disfungsi waktu senggang (+)

- Faktor Stressor
Pasien ditinggalkan oleh suaminya 1 tahun yang lalu dan harus mengasuh
sendiri anaknya yang baru masuk Kelas 1 SD

- Hubungan Gangguan Sekarang dengan Riwayat Penyakit Fisik dn Psikis


Sebelumnya
i. Infeksi (-)
ii. Trauma (-)
iii. Kejang (-)
iv. NAPZA (-)

12
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Penyakit Dahulu
TIdak ditemukan adanya penyakit fisik.

2. Riwayat Penggunaan NAPZA


Pasien tidak mengkonsumsi rokok, alkohol dan obat-obatan terlarang

3. Riwayat Gangguan Pskiatri Sbelumnya


Pasien pernah dirawat di RSKD pada bulan Januari 2016 dengan keluhan
mengamuk.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal di rumah, ditolong oleh bidan, cukup bulan dan tidak
terdapat kelainan. Berat badan lahir tidak diketahui. Selama hamil ibu pasien
dalam keadan sehat dan tidak mengkonsumsi obat-obatan. Pada saat masih
bayi, pasien tidak pernah mengalami panas tinggi ataupun kejang.

2. Riwayat Masa Kanak Awal ( 1 3 tahun)


Pasien diasuh oleh kedua orang tua pasien. Pertumbuhan dan perkembangan
pasien pada masa anak-anak awal sesuai dengan anak seusianya. Tidak ada
masalah perilaku yang menonjol. Waktu kecil mampu bermain dengan kakak,
adik dan teman sebayanya.

3. Riwayat Masa Anak Pertengahan (4 11 tahun)


Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan mendapat perhatian dan kasih
sayang yang cukup. Pertumbuhan dan perkembangan pasien pada masa anak-
anak awal sesuai dengan anak seusianya. Tidak ada masalah perilaku yang
menonjol.

13
4. Riwayat Masa Anak Akhir dan Remaja (12 18 tahun)
Tamat SD dan tidak mau melanjutkan persekolahan ke SMP. Pasien bergaul dengan
baik, memiliki banyak teman perempuan.

5. Riwayat Masa Dewasa


a. Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan seorang Ibu Rumah Tangga dan mengasuh seorang
anak laki-laki.

b. Riwayat Pernikahan
Pasien telah menikah 8 tahun yang lalu dan ditinggalkan oleh suaminya 1
tahun yang lalu. Pasien mempunyai seorang anak laki-laki yang baru
masuk Kelas 1 SD.

c. Riwayat Agama
Pasien beragama Islam dan menjalankan kewajipan agama dengan cukup
baik.

d. Riwayat Pelanggaran Hukum


Selama ini pasien tidak pernah terlibat dengan masalah hukum

E. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien merupakan anak ke empat dari lima bersaudara. (,,,(),).Pasien
tinggal di rumah bersama orang tua dan seorang anak laki-lakinya. Hubungan
pasien dengan ahli keluarga kurang baik karena pasien lebih memilih untuk
menyendiri sejak 1 tahun terakhir ini.

F. Situasi Sekarang
Pasien sekarang tinggal bersama orang tua dan anak laki-lakinya. Pasien harus
mengasuh anak laki-lakinya yang baru masuk Kelas 1 SD setelah ditinggalkan
suaminya.

14
G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupan
Pasien merasa ada yang menguna-gunainya.

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
a) Penampilan: Seorang perempuan berperawakan sedang memakai
baju kaos warna merah muda, memakai celana pendek warna
hitam. Wajah tampak sesuai usia.
b) Kesadaran : Berubah
c) Perilaku dan aktivitas motorik : Tenang
d) Pembicaraan : Spontan, lancar
e) Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. Keadaan afektif (mood), perasaan dan empati


a) Mood : Sulit dinilai
b) Afek : Terbatas
c) Empati : Tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual
a) Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai
dengan tingkat pendidikan
b) Daya konsentrasi : Cukup
c) Orientasi:
-Waktu : Baik
- Tempat: Baik
- Orang : Baik
d) Daya ingat:
-Jangka panjang : Baik
- Jangka sedang: Baik
- Jangka pendek: Baik
- Jangka segera : Baik

15
e) Pikiran abstrak : Baik
f) Bakat kreatif : Tidak ada
g) Kemampuan menolong diri sendiri : Cukup

D. Gangguan Persepsi
a) Halusinasi :
Auditorik (+) mendengar suara menyuruhnya membakar al-
Quran dan berteriak
b) Ilusi : Melihat bayangan orang hitam dan rumah besar seperti
istana
c) Depersonalisasi : Tidak ada
d) Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berfikir
a) Arus Pikiran
- Produktivitas :Baik
- Kontinuitas : Relevan
- Hendaya berbahasa : Tidak ada
b) Isi Pikiran
- Preokupasi : Tidak ada
- Gangguan isi pikiran :
Waham curiga merasa tetangga mengguna-
gunakannya
Delusion of control merasa ada setan yang
mengawal tangannya saat membakar al-Quran

F. Pengendalian Impuls : Tidak terganggu


G. Daya Nilai
a) Norma Sosial: Terganggu
b) Uji Daya Nilai : Terganggu
c) Penilaian Realitas : Terganggu

16
H. Tilikan (insight) : Derajat I
I. Taraf Dapat Dipercayai : Dipercayai

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan Fisik
A. Status Internus
TD : 140/80 mmHg
N : 88x/menit
P : 20x/menit
S : 36.8 oC

B. Status Neurologis
GCS : E4M6V5
Pupil : bulat, isokor, refleks cahaya langsung(+), refleks cahaya tidak
langsung (+)
Fungsi kortikal luhur dalam batas normal
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-). Kernings Sign (-)

IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien perempuan 47 tahun dibawa oleh keluarganya ke Unit Gawat
Darurat RSKD untuk kedua kalinya dengan keluhan mengamuk. Terakhir pasien
mengamuk sebelum dibawa oleh kakaknya ke RSKD ialah pada jam 18:00
tanggal 24 April 2016. Pasien pernah mengamuk sehingga memecahkan kaca
lemari di kamarnya. Pasien sering berbicara sendiri tentang hal-hal yang tidak
masuk akal seperti ada orang yang mengguna-gunainya. Pasien menuduh bahwa
tetangganya yang mau mengguna-gunainya. Pasien turut mendengar suara
bisikan yang menyuruhnya untuk membakar al-Quran serta berteriak. Menurut
pasien ada setan yang mengawal tangannya untuk membakar al-Quran. Pasien
turut mengakui melihat bayangan orang hitam dan rumah yang besar seperti
instana.

17
Perubahan perilaku pasien bermula sejak tahun 2015 yang lalu. Pasien
mula berteriak tanpa sebab dan mengamuk. Menurut keluarganya, pasien telah
ditinggalkan oleh suaminya kira-kira 1 tahun yang lalu dan mempunyai seorang
anak yang baru masuk Kelas 1 SD. Keluarga pasien pernah membawa pasien
untuk dirawat di RSKD pada bulan Januari 2016. Pasien tidak minum obat
Haloperidol secara teratur.
Dari status mental pasien didapatkan kesadaran berubah. Mood pasien
sulit dinilai dengan afek yang terbatas. Pasien memiliki gangguan persepsi iaitu
halusinasi auditorik berupa suara bisikan yang menyuruhnya untuk membakar al-
Quran dan berteriak. Pasien turut memiliki ilusi yang melihat bayangan orang
hitam dan rumah yang besar seperti istana. Pasien memiliki gangguan isi pikiran
berupa waham curiga bahwa tetangga mau mengguna-gunainya dan delusion of
control seperti ada setan yang mengawal tangannya saat membakar al-Quran.
Norma sosial, uji daya nilai dan penilaian realitas pasien terganggu. Tilikan 1 dan
dapat dipercaya.

V. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I
Berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis dan status mental
pasien didapatkan gejala klinis yang bermakna iaitu mengamuk. Keadaan
ini menimbulkan penderitaan (distress) pada pasien dan keluarga
pasienserta terdapat hendaya dalam interaksi sosial, hendaya dalam
melakukan pekerjaan dan hendaya pada waktu senggang sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan hendaya dalam menilai
realita berupa halusinasi auditorik, ilusi, waham curiga serta delusion of
cointrol sehingga pasien dianggap mengalami gangguan jiwa psikotik.
Dari status internus dan pemeriksaan neurologis tidak ditemukan
kelainan sehingga kelainan organik dapat disingkirkan dan dikategorikan
sebagai gangguan jiwa psikotik non organik.

18
Pada kasus ini didapatkan halusinasi auditorik yang menyuruh
pasien membakar al-Quran serta berteriak. Pasien turut berilusi melihat
bayangan seperti orang hitam dan rumah besar seperti istana. Terdapat
juga delusion of control seperti tangannya dikawal oleh setan saat
membakar al-Quran. Waham curiga bahwa tetangganya mengguna-
gunainya juga ditemukan pada pasien ini.
Oleh itu pasien ini disimpulkan mempunya gangguan skizofrenia
paranoid (F 20.0).

Aksis II
Pasien lebih memilih untuk menyendiri daripada bergaul dengan keluarga
dan tetangganya dan tidak mempunyai teman dekat setelah menikah. Ciri
kepribadian pasien ini mengarahkan ke ciri kepribadian skizoid.

Aksis III
Tidak ada diagnosa fisik

Aksis IV
Masalah dengan primary support group

Aksis IV
GAF Scale sekarang 50-41
GAF Scale 1 tahun terakhir 70-61

VI. DAFTAR PROBLEM


a) Organobiologik
Tidak ditemukan diagnosa fisik yang bermakna.
b) Psikologik
Ditemukan gangguan isi pikir dan persepsi.
c) Sosiologi
Terdapat hendaya sosial, pekerjaan dan masa senggang.

19
VII. PROGNOSIS
Dapat disimpulkan bahwa prognosis pasien mengarah ke dubia ad malam.
Hal ini karena terdaapat lebih banyak faktor penghambat berbanding faktor
pendukung. Antara lainnya ialah pasien tidak merasakan dirinya sakit dan
hubungan antara pasien dengan keluarga dan tetangga kurang baik. Faktor
pendukungnya ialah gejala positif yang menonjol pada pasien.

VIII. RENCANA TERAPI


a) Haloperidol 5mg 3 kali per hari
b) Chlopromazine 100 mg 1 kali per hari (malam)

IX. FOLLOW UP
a) Memantau keadaan umum pasien
b) Memantau perkembangan penyakit pasien
c) Menilai efektivitas pengobatan yang diberikan serta kemungkinan
muncullnya efek samping dari pengobatan yang diberikan

X. PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKA

Skizofrenia merupakan suatu sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan


penyakit yang luas, pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karateristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul.
Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terjaga.

Menurut PPDGJ III, minimal teradapat satu gejala dari kriteria ini yang sangat
jelas atau dua gejala bila tidak terlalu jelas.

a) Thought echo, thought insertion or withdrawal, dan thought broadcasting


b) Delusion of control, influence, or passivity, merujuk ke tubuh atau gerakan tungkai
atau pemikiran spesifik, aksi, atau sensasi; delusion of perception;
c) Halusinasi auditorik yang memberikan komentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri atau jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh ;

20
d) Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas:

a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja


b) Arus pikir yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat inkoherensi
atau pembacaan yang tidak relevan atau neologisme
c) Perilaku katatonik, seperti gaduh gelisah, posisi tubuh tertentu atau fleksibilitas
cerea, negativism, mutisme dan stupor
d) Gejala-gejala negatif, seperti apatis, bicara yang jarang dan respons emosional
yang menumpul atau tidak wajar

Gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih. Khusus untuk mendiagnosa skizofrenia paranoid, gejala-gejalanya sebagai berikut:

- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosa skizofrenia


- Halusinasi dan waham yang menonjol

a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi


perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau
lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity
(delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/menonjol.

21
Pada pasien ini ditemukan adanya halusinasi auditorik yaitu pasien mendengar suara
yang menyuruhnya untuk membakar Al-Quran. Terdapat juga ilusi melihat bayangan
orang hitam dan rumah besar seperti istana.

Disamping itu ditemukan juga waham curiga yaitu pasien merasa diguna-gunai oleh
orang lain dan adanya delusion of control, yaitu pasien merasa dirinya dikendalikan oleh
setan saat membakar al-Quran. Gejala ini sudah berlangsung selama lebih dari satu bulan,
maka dari itu pasien didiagnosa Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Pada pasien terdapat gejala positif berupa halusinasi dan waham serta gejala negatif
seperti adanya gangguan hubungan sosial dengan orang lain. Oleh karena itu medikasi
yang diberikan berupa obat antipsikotik berupa Haloperidol yang bekerja memblokade
dopamine pada reseptor pasca sinaps neuron di otak (Dopamine D2 rDMeptors) juga
terhadap serotonin 5 HT 2 rDMeptors (serotonin dopamine antagonist), sehingga efektif
untuk gejala negatif disertai dengan psikoterapi untuk memperkuat perbaikan klinis.
Diberikan pula anti psikosis lainnya berupa chlorpromazine sebesar 100 mg pada malam
hari, dengan tujuan memanfaatkan efek sedasinya agar pasien dapat tertidur.

Terapi berorientasi keluarga dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan tentang


gangguan yang dialami pasien dan menciptakan suasana yang baik agar dapat
mendukung proses pemulihan pasien.

22
LAMPIRAN

AUTOANAMNESIS ( 26 APRIL 2016)

LAMPIRAN

AUTOANAMNESIS

DM : Dokter Muda P : Pasien

DM : Selamat Siang ibu, kenalkan saya Farah, dokter muda yang bertugas saat ini. Ibu
namanya siapa?

P :S

DM : Ibu, kira-kira ibu tau kenapa dibawa kesini?

P : Tadi saya mengamuk dirumah

DM : Ibu tau ini dimana?

P : Di dadi.

DM : Kenapa ibu mengamuk?

P : Saya marah karena itu tetangga terus-terus bicara tentang saya

DM : Ibu dengar suara tetangganya?

P : Ada. Suara tetangga yang tinggal di belakang rumah

DM : Sejak kapan itu suara-suara mulai muncul?

P : Waktu sudah ka pisah sama suamiku.

DM : Apa biasa yang dibilang sama itu suara?

P : Itu suaranya tetangga ku selalu bicarai ka dia suruh kalau saya bikin sesuatu
(halusinasi auditorik)

DM : Oh begitu, kalau bayangan-bayangan biasa ki lihat bu atau lihat sesuatu yang orang lain
tidak lihat?

P : Biasa ada bayangan hitam saya lihat, sama ada juga itu istana didekat rumah tapi
mereka bilang bukan istana tapi saya lihat itu istana (ilusi)

DM : Apa lagi yang ibu rasa sekarang?

P : Itu tetangga ku juga guna-gunai ka


23
DM : Darimana ki tau tetangga ta guna guna ki?

P : Karena saya rasa. Dia bawa fotoku ke dukun. Trus ada mi itu suara bisikan langsung
pegal-pegal juga badan ku baru masuk mi setan juga.

DM : Ibu tau alasannya sampai dikasih begitu sama tetangga ta?

P : Pernah itu dibilang aku orang bodoh makanya dikasih begini. Baru kita punya salah
sama dia di zaman dulu makanya di kasih sakit begini

DM : Tapi kita bilang ada seperti curiga ki sama tetangga? Bisa dibilang baik-baik itu bu?

P : Ya memang curiga ka sama mereka

DM : Bagaimana caranya bisa ki tahu? Itu tetangga ta berteriak teriak sampai bisa ki dengar?
Atau bisik-bisik?

P : Bicara, bukan bisik-bisik, bicara ki itu tetangga di atas rumah. Ada juga suara di
belakang rumah saya dengar dulu-dulu tapi sekarang tidak

DM : Dimana kita dengar itu di atas rumah? Katanya jauh rumah ta dari tetangga baru ada
juga tembok sama kandang sapi antara rumah ta sama tetangga ta.

P : Itu yang bikin sakit. Ada aku dengar suara-suara bicara begitu orang yang kurus bicara
begini itu begini..

DM : Ibu keluarga ta bilang bakar Al-Quran ki. Kenapa ki bakar itu?

P : Bakar karena setan lah, itu setan dibadanku. Dia yang gerakkan tanganku.

DM : Bagaimana bisa setan yang bikin?

P : Bisa dia kontrol badan ku tapi tidak bisa aku lawan, biar kasi goyang badan, seperti
tidak bisa goyang, aku tidak sembayang karena setan tidak kasih aku solat. (delusion of
control)

DM : Berarti itu setan ada dalam badan ta bu?

P : Ada

DM : Kenapa ki tidak lawan itu setan?

P : Itu, setan kuat dia yang kontrol astaghfirullahalazim.. subahanallah.. walhamdulillah..


walailahaillallah.. tidak mapan. Coba lawan tapi tidak bisa. Sampai 100 kali

DM : Tadi kita bilang kalo pisah mki sama suami ta. Kenapa bisa?

24
P : Ada laki-laki suka aku tapi aku tidak suka. Tapi dia tinggalkan ka juga.

DM : Iya bu, jadi sekarang mau ki tinggal atau pulang?

P : Kalau disuruh tinggal, tinggal mi

DM : Ibu rasa sakit tidak?

P : Tidak sakit ji, Cuma perasaan ku ji ini

DM : Bagaimana ka perasaan ta?

P : Baik baik saja, tapi tidak enak tidur karena itu banyak pikiranku karena suara-suara

DM : Ibu kita ingat apa ibu bikin tadi pas sudah maghrib?

P : Itu..bicara kotor

DM : Ibu ingat ki kasih rusak barang barang ?

P : Ingat kemarin kaca lemari ku kasih pecah

DM : Pernah ki sampai pukul orang bu?

P : Tidak ji Saya marah karena di kasih begini

DM : Katanya keluarga ta suka ki ketawa sendiri. Apa biasa kita ketawai?

P : Ku bayangkan apa kata kata aku yang ku ketawai

DM : Kalo menangis pernah ki menangis bu? Apa yang kita fikir? Kenapa ki sedih?

P : Gara-gara fikir begini..

DM : Katanya sudah pernah minum obat ya bu. Minum obat apa?

P : Sudah lupa dok tapi ada yang warna pink.

DM : Kapan terakhir minum obat?

P : 3 bulan yang lalu mungkin waktu bulan 1 obat habis tapi tidak datang karena sudah
sembuh sudah enak perasaanku

DM : Ibu harus ki datang kontrol selalu trus minum ki obat ta supaya enak perasan ta, jangan
ki suka marah-marah bu apalagi sampai tidak mau minum obat ta.

P : Oh begitu ya dok.

25
DM : Terima kasih ibu atas kerjasamanya

P : Sama-sama.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Cetakan 1.


2001. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. Dicetak
oleh PT. Nuh Jaya.
2. Sadock BJ, Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. 2012. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran DMG.
3. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.2001
4. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi 3. 2007. Jakarta :
Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. Dicetak oleh PT. Nuh Jaya.

27

Anda mungkin juga menyukai