Pembimbing :
dr. DAPOT
Disusun Oleh :
DIKY ANGGA H
SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA
RS JIWA PROVINSI SUMATRA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Jenis kelamin merupakan hal yang sangat penting bagi individu sebagai sebuah
identitas, bahkan pada beberapa suku, jenis kelamin ikut menentukan apakah individu
tersebut akan dipertahankan hidup atau tidak. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), jenis kelamin merupakan sifat (keadaan) jantan atau betina. Pada masyarakat
umum, jenis kelamin yang diakui secara resmi adalah laki-laki (jantan) dan perempuan
(betina). Jenis kelamin individu ditentukan oleh fenotip,genotip (termasuk seks gonad
ditentukan oleh organ seks internal dan eksternal), status endokrin dan metabolik, jiwa, dan
sertifi kat kelahiran penunjukan seks (jenis kelamin sosial).
Di antara tipe seks tersebut, seks psikologis individu yang menentukan identitas jenis
kelaminnya. Gangguan identitas jenis kelamin atau gender identification disorders (GID)
adalah suatu kondisi yang memiliki karakteristik berupa perasaan tidak nyaman atau rasa
ketidaksesuaian yang menetap terhadap anatomi seksual yang dimilikinya. Menurut
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) gangguan identitas
jenis kelamin adalah suatu gangguan dengan cirri berupa preferensi seseorang yang kuat
untuk hidup sebagai individu yang memiliki Jenis kelamin berlawanan dari anatomi seksnya.
Gangguan identitas jenis kelamin (GID) sering disebut sebagai transeksualisme, dapat juga
didefinisikan sebagai perbedaan antara jenis kelamin psikologis dan seks morfologi, biologi,
dan sosial, yang sering dianggap sebagai non-self dan milik lawan jenis. GID merupakan
salah satu diagnosis yang paling kontroversial pada DSM-IV dan termasuk kompleks
dipandang dari segi sosial dan etik. Para ahli menyatakan sedikit sekali anak-anak
yang memenuhi kriteria diagnosis GID.
BAB II
PEMBAHASAN
1. EPIDEMIOLOGI
Mayoritas anak dengan gangguan identitas jenis kelamin dibawa untuk diperiksa pada
masa awal sekolah. Kebanyakan orang tua melaporkan bahwa anaknya mulai berperilaku
terbalik dengan jenis kelaminnya sejak kurang Gangguan Identifikasi Jenis Kelamin
Berdasarkan data demografi , prevalensi gangguan identitas jenis kelamin lebih tinggi pada
laki-laki, namun tidak ditemukan data penelitian yang akurat mengenai hal ini. Prevalensi
gangguan ini lebih akurat pada dewasa. Di Eropa, prevalensi pada laki-laki sekitar 1: 30.000
dan perempuan 1: 100.000. Salah satu pendekatan untuk mengetahui prevalensi gangguan ini
adalah dengan menggunakan kuesioner, didapatkan tendensi anak untuk bertingkah laku
sebagai jenis kelamin berbeda lebih besar daripada yang menginginkan jenis kelamin yang
berlawanan.
persepsi individu
akan dirinya sebagai seorang pria atau wanita. Peran gender pada saat ini
merujuk pada perilaku atau sikap seseorang yang mengindikasikan
makulinitas atau feminitas dalam lingkungan social. Dari peran gender
3. ETIOLOGI
Tidak ada keterangan jelas mengenai penyebab, mungkin ada kelainan biologis yang
kuat pada gangguan tersebut. Penentuan jenis kelamin pada manusia ditentuka oleh
kromosom. adalaki-laki akan terdapat kromosom Y dan X, sedangkan wanita memiliki dua
kromosom X. Kromosom Y mengandung gen yang disebut sebagai faktor determinasi testis.
Gen tersebut yang menyebabkan sel pada embrio berdiferensiasi dan berkembang menjadi
alat kelamin laki-laki. Embrio yang tidak memiliki gen tersebut maka akan berkembang
menjadi jenis kelamin perempuan. Pada bulan ketiga kehamilan, akan dilepaskan suatu
hormone yang akan mempercepat diferensiasi alat kelamin, hormon tersebut juga akan
meningkat antara minggu ke-2 hingga ke-12 setelah kelahiran. Hormon tersebut diproduksi
supaya terjadi maskulinisasi pada perkembangan janin. Jika hormon androgen tidak cukup
diproduksi atau terlambat atau terlalu dini, proses maskulinisasi akan terganggu. Gangguan
hormonal dapat berasal dari berbagai sumber, seperti system endokrin ibu, stres pada masa
kehamilan, atau zat kimia (obat, dll.) yang dikonsumsi pada masa kehamilan. Studi
postmortempada transeksual (laki laki dan wanita) dan non-transeksual (lakilaki dan wanita)
menunjukkan perbedaan signifi kan proporsi volume hipotalamus yang erat kaitannya dengan
perilaku seksual. Penelitian awal menunjukkan bahwa persepsi seseorang mengenai jenis
kelamin pada dasarnya ditentukan oleh otak dan dapat dipengaruhi secara kimiawi. Selain
faktor biologis, kondisi lingkungan juga memiliki peranan penting pada gangguan identitas
jenis kelamin.
Hipotesis lain adalah bahwa perilaku feminism yang stereotip pada anak laki-laki di
dorong oleh ibu yang sejak sebulan kelahiran anak sangat menginginkan anak
perempuan.
keluarga untuk merebut posisi orang tua dari jenis kelamin lain, anak akan mampu
melalui perkembangan identitas seksual yang sehat dan proporsional. Apabila pada saat
tersebut lingkungan keluarga tidak bersifat hangay dalam pertarungan segitiga ini, maka
anak akan berpeluang untuk mengambil alih ciri hakekat identitas gender dari orang tua
yang berlawanan jenis.
Maksudnya ialah, anak laki-laki akan mengambil alih ciri kewanitaan dari ibunya,
sedangkan anak perempuan akan mengambil ciri hakekat kelaki-lakian dari ayahnya.
Efek yang muncul kemudian adalah anak laki-laki akan mengembangkan kepribadian
homo, sedangkan anak perempuan akan mengembangkan kepribadian lesbian.
Freud menyebeutkan bahwa hubungan antara perkembangan identitas seksual secara
kompleks yang melanda anak laki-laki dan perempuan itu, dengan istilah proses
identifikasi, yaitu proses perkembangan identitas seksual sejalan dengan kenyataan
seksual biologis anak. Hal ini berarti bahwa anak laki-laki mengambil alih dan
menginternalisasikan hakekat kelaki-lakian dari pihak ayah, sedang anak perempuan
mengambil alih dan menginternalisasikan hakekat kewanitaan dari ibunya. Namun,
kehangatan relasi yang dibina dalam keluarga baik oleh figure ayah maupun ibu akan
membuka peluang perkembangan kemampuan anak dalam menjalin relasi yang hangat
dan sehat pula dengan jenis kelamin lain di kemudian hari.
Sedangkan menurut teori psikoanalisa, tentang perkembangan
kepribadian individu yang dimulai dengan tahapan perkembangan
psikososial dan psikoseksual individu dari lahir hingga dewasa.
Menurut Psikoanalisa, Periode perkembangan ini merupakan landasan
bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. Berikut adalah tahapan
yang di uraikan oleh psikoanalisa :
a. Fase oral
Dari lahir hingga akhir usia satu tahun, seorang bayi menjalani fase
oral. Menghidap buah dada ibu memuaskan kebutuhannyaakan
makanan dan akan kesenangan. Karena pada masa ini, mulut dan bibir
merupakan zona-zona erogen yang peka selama fase oral ini, bayi
merasakan kenikmatan erotic dari tindakan menghiap ini. Kerakusan
dicari
anak
dapat
menjadi
substitute
bagi
apa
yang
terhadap
afeksi,
ketakutan
untuk
mencintai
dan
mempercayai, rasa harga diri yang rendah, isolasi dan penarikan diri,
danketidakmampuan membangun atau memelihara hubungan akrab.
Tugas perkembangan utama pada fese oral adalah memperoleh rasa
percaya yakni prcaya kepada ornag lain, kepada dunia, dan kepada diri
sendiri. Cinta adalah perlindungan terbaik terhadap ketakutan dan
ketidakamanan.
mendapat
sedikit
kesulitan
dalam
menerima
dirinya
sendiri.
Hal yang penting juga pada fase ini adalah anak memperoleh rasa
memiliki kekuatan, kemandirian, dan otonom.Jka orang tua berbuat
teralu banyak untuk anak, ini berarti bahwa si orang tua mengajari
anaknya itu untuk tidak memiliki kesanggupan menjalankan fungsi
diri.Pada fase ini, anak perlu bereksperimen, berbuat salah dan merasa
bahwa mereka tetap di terima dnegan kesalahannya itu, dan
menyadari sebagai individu yang terpisah dan mandiri.
c. Fase falik
Fase ini dimulai ketika anak memasuki akhir usia tiga tahun hingga
lima tahun. Fase ini adalah fase ketika kesangguapan-kesanggupan
untuk berjalan, berbicara, berpikir, dan mengendalikan otot-otot
berkembang pesat.Dengan meningkatnya perkembangan kemampuankemampuan motoric dan perseptual, maka kecakapan interpersonal
anak pun mengalami perkembangan.Kemajuan anak dari periode
penguasaan pasif dan represif kepada penguasaan aktif, menyeusun
tahapan bagi perkembnagan psikoseksual berikutnya (fase falik).
Selama fase falik, aktivitas seksual menjadi lebih intens dan perhatian
dipusatkan pada alat-alat kelamin (penis) pada laki-laki dan klitoris
pada perempuan.Pada fase falik, anak-anak menjadi lebih ingin tahu
tentang tubuhnya, mereka berhasrat untuk mengeksplorasi tubuh
sendiri, dan untuk menemukan perbedaan-perbedaan diantara kedua
jenis
kelamin.Karena
banyak
sikap
terhadap
seksualitas
yang
membutuhkan
model-model
yang
memadai
bagi
indetifikasi peran seksual. Pada fase falik ini akan membentuk sikap-
sikap mengenai kesengan fisik, mengenai apa yang benar dan yang
salah serta mengenai apa yang maskulin dan yang feminism.
4. MANIFESTASI KLINIS
Perubahan fisik sekunder di masa puber pada orang dengan gangguan identitas
kelamin, terutama laki-laki, meningkatkan tingkat kecemasan dan frustrasi. Beberapa
kasus berusaha menjadi lebih laki-laki dengan melakukan aktivitas yang supermaskulin. Sebagai contoh, seorang laki-laki melakukan olahraga seperti gulat dan
sepakbola agar merasa lebih laki-laki. Namun, pada kenyataannya, hal tersebut sering
kali meningkatkan kecemasan pasien tentang identitas jenis kelaminnya.
Fase cemas dikarakteristikkan dengan perasaan bersalah, malu, bingung dan takut.
Individu merasa bingung dengan ketidakmampuan mengatasi masalah, malu akibat
ketidakmampuan melakukan apa yang dianggap normal dalam masyarakat, rasa
bersalah karena tidak jujur terhadap keluarga dan teman. Walaupun terkadang individu
berpakaian atau berkhayal menjadi jenis kelamin yang berlawanan, sensasi puas yang
dirasa hanya bersifat sementara. Individu cenderung menutupi hal tersebut karena takut
dianggap sakit, diabaikan, dan ditolak oleh orang di sekitarnya.
4.1. Ciri-ciri klinis dari gangguan identitas gender (Nevid, 2002):
1. Identifikasi yang kuat dan persisten terhadap gender lainnya: adanya ekspresi yang
berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender lain, preferensi untuk
menggunakan pakaian gender lain, adanya fantasi yang terus menerus mengenai
menjadi lawan jenis, bermain dengan lawan jenis,
2. Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus menerus, biasa muncul pada anak-anak
seks
primer
dan
sekunder
dan/atau
lain
seperti
dan
memiliki
keinginan
untuk
menjadi
6. TERAPI
6.1.
Anak
Pada saat ini, tidak ada bukti signifikan yang menunjukkan
bahwa
intervensi
memengaruhi
psikiatrik
orientasi
atau
seksual
psikologik
mereka
pada
di
anak
dapat
kemudian
hari.
Remaja
Remaja muda yang mengalami gangguan ini pada awalnya
menyembunyikan perubahan-perubahan
sekunder
Pada terapi jenis ini, usaha yang dilakukan adalah mengubah tubuh seseorang
agar sesuai dengan identitas gendernya. Untuk melakukan body alterations, seseorang
terlebih dahulu diharuskan untuk mengikuti psikoterapi selama 6 hingga 12 bulan, serta
menjalani hidup dengan gender yang diinginkan (Harry Benjamin International Gender
Dysphoria Association, 1998). Perubahan yang dilakukan antara lain bedah kosmetik,
elektrolisis untuk membuang rambut di wajah, serta pengonsumsian hormon perempuan.
Sebagian transeksual bertindak lebih jauh dengan melakukan operasi perubahan kelamin.
Keuntungan operasi perubahan kelamin telah banyak diperdebatkan selama
bertahun-tahun. Di satu sisi, hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada keuntungan
sosial yang bisa didapatkan dari operasi tersebut. Namun penelitian lain menyatakan
bahwa pada umumnya transeksual tidak menyesal telah menjalani operasi, serta
mendapat keuntungan lain seperti kepuasan seksual yan lebih tinggi.
6.5. Ganti kelamin
Sebelum tindakan operasi kelamin ada beberapa hal yang harus diperhatikan
individu. Ada beberapa tahap yang harus dialaui sebelum tindakan operasi kelamin
dilakukan. Tahap tahap tersebut adalah:
Memastikan kemantapan dalam mengambil keputusan. Jika terdapat delusi
paranoid dalam memutuskan mengganti kelamin, maka ahli bedah harus menolak
permintaanya.
Orang yang ingin merubah dari pria menjadi wanita, estrogennya ditingkatkan
untuk menumbuhkan karakteristik alat kelamin sekunder wanita. Sedangkan pada wanita
yang ingin menjadi pria, hormon androgennya ditingkatkan untuk mengembangkan
karakteristik alat kelamin sekunder pria.
Sebelum operasi diwajibkan hidup selama satu tahun sebagai orang dari gender
lawan jenisnya untuk memprediksi penyesuaian setelah operasi. Untuk orang yan
mengganti kelamin dari pria menjadi wanita, penis dan testis dibuang. Kemudian jaringan
dari penis digunakan untuk membuat vagina buatan. Jika dari wanita menjadi pria, ahli
bedah membuang organ kelamin internal dan meratakan payudaranya dengan membuang
jaringan lemak.
6.6. Terapi Hormonal
Individu dengan gangguan ini yang lahir sebagai laki-laki hampir selalu
mengonsumsi hormon estrogen oral. Hormon estrogen membantu pembesaran payudara,
atrofi testikular, penurunan libido dan menurunkan jumlah rambut badan. Efek lain
penatalaksanaan endokrin adalah peningkatan hormon endokrin, profi l lemak, gula darah
dan enzim hepatik. Pasien yang menggunakan terapi hormonal harus selalu dipantau
gula darahnya. Konsumsi rokok dilarang saat terapi hormon karena dapat menyebabkan
trombosis vena dan emboli pulmoner. Pada wanita, penyuntikan testosteron dilakukan
setiap sebulan sekali atau tiga minggu sekali. Penggunaan testosteron memiliki efek
yang patut diperhatikan, seperti pitchsuara akan menjadi rendah secara permanen karena
pita suara menebal, klitoris menebal dan memanjang sekitar dua hingga tiga kali lipat
dari ukuran normal diikuti dengan peningkatan libido, pertumbuhan rambut seperti pola
laki laki dan berhentinya siklus menstruasi.
6.7. Pengubahan Identitas Gender
Walaupun
sebagian
besar
transeksual
memilih
melakukan body
alterations sebagai terapi, ada kalanya transeksual memilih untuk melakukan pengubahan
identitas gender, agar sesuai dengan tubuhnya. Pada awalnya, identitas gender dianggp
mengakar terlalu dalam untuk dapat diubah. Namun dalam beberapa kasus, pengubahan
identitas gender melalui behavior therapy dilaporkan sukses. Orang-orang yang sukses
7. PENATALAKSANAAN
A. Psikologis dan intervensi social
Terdapat panduan sebagai berikut:
1. Anamnesis lengkap termasuk evaluasi keluarga, penting untuk mencari
masalah emosional dan perilaku, masalah pada masa kecil yang belum
selesai efeknya hingga kini.
2. Terapi bertujuan agar terjadi perkembangan terutama identitas jenis
kelamin dengan mengeksplorasi karakteristik alamiah anak atau remaja
muda.
3. Pengenalan dan penerimaan terhadap masalah gangguan identitas dan
penghapusan stigma tabu dari masyarakat.
4. Keputusan untuk menerima gender seorang anak sangat sulit, baik anak
maupun orang tua membutuhkan dukungan untuk memperbaiki
hubungan, termasuk menghadapi tanggapan orang lain. Bantuan
profesional dibutuhkan untuk membantu
Intervensi terapeutik lebih baik jika dilakukan sedini mungkin pada awal
kehidupan anak untuk prognosis yang lebih baik.
Peranan pelayanan kesehatan mental anak dan remaja muda, terbagi dalam tiga bagian:
1. Anamnesis langsung dan tata laksana terhadap kesulitan kesehatan mental
anak dan remaja anak.
2. Anak yang sesuai dengan kriteria gangguan identitas jenis
kelamin pada DSMIV atau ICD-10, segera dirujuk ke
spesialis
agar
mendapat
pelayanan
professional
beberapa
baru.
ide
Secara
baru
dan
spesifik,
pendekatan
fausto/sperling
hemafrodit
sebenarnya.
d. Mernes, yang secara otonomi lebih laki-laki daripada
perempuan tetapi memiliki beberapa aspek alat kelamin
perempuan.
e. Ferms, memiliki ovarium tetapi memiliki beberapa
aspek alat kelamin laki-laki.
Ada semakin banyak dokter spesialis endrogrinologi,
urologi, dan psikologi anak, mulai menelaah kebijaksanaan
untuk melakukan operasi kelamin yang dapat berakibat
penetapan gender yang tak mungkin di putar balik.
C. Penanganan Psikososial
Di klinik-klinik tertentu para
terapis, bekerjasama
sebelum
mempertimbangkan
kemungkinan
karena,
mereka
mengalami
disstres
membantu
seseorang
mengidentifikasi
bagaimana
latihan
yang
lebih
ekstensif
untuk
8. PROGNOSIS
Anak
Anak laki - laki biasanya mengalami gangguan ini sebelum usia 4
tahun dan konflik kelompok mulai terjadi pada awal sekolah, sekitar
usia 7 8 tahun. Perilaku feminin biasanya berkurang saat anak lakilaki bertumbuh. Cross-dressing adalah salah satu contoh sikap dari
gangguan tersebut, sudah terlihat dari sebelum usia 4 tahun. Baik
pada pria maupun wanita, satu hingga dua per tiga kasus tumbuh
menjadi homoseksual. Jika gangguan identitas jenis kelamin menetap
BAB III
PENUTUP
1. SIMPULAN
proses pembentukan dan pengenalan identitas menjadi sempurna,
diperlukanm
dukungan
dan
pengawasan
dari
lingkungan
keluarga,
seksama
oleh
para
dokter.
Selain
itu
alur
diagnosis
serta
non-farmakologis
penatalaksanaan
farmakologis
dan
berupa
jika
konseling
dibutuhkan
merupakan
dapat
berlanjut
tahap
pada
awal
terapi
DAFTAR PUSTAKA
1.
Davinson, C.G., Neal, J.M., & Kring, A.M. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta: Raja Grafindo
2.
Persada
Fausiah, F., & Widury, J. 2005. Psikologi Abnormal: Klinis Dewasa. Jakarta: UI-Press Maslim,
3.
Rusdi. .PPDGJ-III. .
Sadarjoen, S.S. 2005. Bunga Rampai : Kasus Gangguan Psikoseksual. Bandung : Refika
4.
Aditama.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi keempat. Balai
5.
Pustaka; 2008.
V. Mark Durank & David H. Barlow.2006.Psikologi Abnotmal.Yoryakarta: Pustaka
6.
Pelajar
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J, Grebb, Jack A. (2002). Sinopsis psikiatri ilmu
pengetahuan psiatri klinis. Jakarta : Binarupa Aksara.
7.
Fausiah, Fitri. (2003). Bahan ajar mata kuliah psikologi abnormal (klinis dewasa). Depok
: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
8.
Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., Greene, Beverly. (2002). Psikologi abnormal jilid
dua edisi kelima. Jakarta : Erlangga.