Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

GANGUAN IDENTITAS JENIS


KELAMIN

Pembimbing :
dr. DAPOT

Disusun Oleh :

DIKY ANGGA H
SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA
RS JIWA PROVINSI SUMATRA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Jenis kelamin merupakan hal yang sangat penting bagi individu sebagai sebuah
identitas, bahkan pada beberapa suku, jenis kelamin ikut menentukan apakah individu
tersebut akan dipertahankan hidup atau tidak. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), jenis kelamin merupakan sifat (keadaan) jantan atau betina. Pada masyarakat
umum, jenis kelamin yang diakui secara resmi adalah laki-laki (jantan) dan perempuan
(betina). Jenis kelamin individu ditentukan oleh fenotip,genotip (termasuk seks gonad
ditentukan oleh organ seks internal dan eksternal), status endokrin dan metabolik, jiwa, dan
sertifi kat kelahiran penunjukan seks (jenis kelamin sosial).
Di antara tipe seks tersebut, seks psikologis individu yang menentukan identitas jenis
kelaminnya. Gangguan identitas jenis kelamin atau gender identification disorders (GID)
adalah suatu kondisi yang memiliki karakteristik berupa perasaan tidak nyaman atau rasa
ketidaksesuaian yang menetap terhadap anatomi seksual yang dimilikinya. Menurut
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) gangguan identitas
jenis kelamin adalah suatu gangguan dengan cirri berupa preferensi seseorang yang kuat
untuk hidup sebagai individu yang memiliki Jenis kelamin berlawanan dari anatomi seksnya.
Gangguan identitas jenis kelamin (GID) sering disebut sebagai transeksualisme, dapat juga
didefinisikan sebagai perbedaan antara jenis kelamin psikologis dan seks morfologi, biologi,
dan sosial, yang sering dianggap sebagai non-self dan milik lawan jenis. GID merupakan
salah satu diagnosis yang paling kontroversial pada DSM-IV dan termasuk kompleks
dipandang dari segi sosial dan etik. Para ahli menyatakan sedikit sekali anak-anak
yang memenuhi kriteria diagnosis GID.

BAB II

PEMBAHASAN
1. EPIDEMIOLOGI
Mayoritas anak dengan gangguan identitas jenis kelamin dibawa untuk diperiksa pada
masa awal sekolah. Kebanyakan orang tua melaporkan bahwa anaknya mulai berperilaku
terbalik dengan jenis kelaminnya sejak kurang Gangguan Identifikasi Jenis Kelamin
Berdasarkan data demografi , prevalensi gangguan identitas jenis kelamin lebih tinggi pada
laki-laki, namun tidak ditemukan data penelitian yang akurat mengenai hal ini. Prevalensi
gangguan ini lebih akurat pada dewasa. Di Eropa, prevalensi pada laki-laki sekitar 1: 30.000
dan perempuan 1: 100.000. Salah satu pendekatan untuk mengetahui prevalensi gangguan ini
adalah dengan menggunakan kuesioner, didapatkan tendensi anak untuk bertingkah laku
sebagai jenis kelamin berbeda lebih besar daripada yang menginginkan jenis kelamin yang
berlawanan.

2. PENGERTIAN IDENTITAS GENDER DAN GANGGUAN IDENTITAS GENDER


1. Identitas Gender :
Identitas gender adalah keadaan psikologis yang merefleksikan perasaan dalam diri
seseorang berkaitan dengan keberadaaan diri sebagai laki-laki atau perempuan.

2. Gangguan Identitas Gender:


Gangguan Identitas Gender adalah Keinginan untuk memiliki jenis kelamin yang
berlawanan dengan kenyataan (wanita ingin menjadi pria, pria ingin menjadi wanita); atau
keyakinan bahwa seseorang telah masuk ke dalam sebuah tubuh dengan jenis kelamin yang
salah.
Istilah identitas gender merujuk pada bagaimana

persepsi individu

akan dirinya sebagai seorang pria atau wanita. Peran gender pada saat ini
merujuk pada perilaku atau sikap seseorang yang mengindikasikan
makulinitas atau feminitas dalam lingkungan social. Dari peran gender

inilah timbul yang disebut sebagai orientasi gender, yang mana


menunjukkan sejauh mana seseorang secara erotis menjadi tertarik
terhadap anggota dari jenis kelamin yang sama ataupun yang berlawanan
dengan dirinya. Sebagian besar orang memiliki orientasi yang jelas untuk
memiliki aktivitas seksual dengan anggota dari jenis kelamin lain, namun
beberapa orang tertarik dengan terhadap anggota dari jenis kelamin yang
sama dengan dirinya, da nada yang tertarik pada kedua jenis kelamin
sekaligus. Orientasi seksual ini memiliki konsistensi yaitu tipikal namun
tidak universal, beberapa orang dapat berubah seiring berjalannya waktu
atau sebagai akibat dari dari tekanan lingkungan.

3. ETIOLOGI
Tidak ada keterangan jelas mengenai penyebab, mungkin ada kelainan biologis yang
kuat pada gangguan tersebut. Penentuan jenis kelamin pada manusia ditentuka oleh
kromosom. adalaki-laki akan terdapat kromosom Y dan X, sedangkan wanita memiliki dua
kromosom X. Kromosom Y mengandung gen yang disebut sebagai faktor determinasi testis.
Gen tersebut yang menyebabkan sel pada embrio berdiferensiasi dan berkembang menjadi
alat kelamin laki-laki. Embrio yang tidak memiliki gen tersebut maka akan berkembang
menjadi jenis kelamin perempuan. Pada bulan ketiga kehamilan, akan dilepaskan suatu
hormone yang akan mempercepat diferensiasi alat kelamin, hormon tersebut juga akan
meningkat antara minggu ke-2 hingga ke-12 setelah kelahiran. Hormon tersebut diproduksi
supaya terjadi maskulinisasi pada perkembangan janin. Jika hormon androgen tidak cukup
diproduksi atau terlambat atau terlalu dini, proses maskulinisasi akan terganggu. Gangguan
hormonal dapat berasal dari berbagai sumber, seperti system endokrin ibu, stres pada masa
kehamilan, atau zat kimia (obat, dll.) yang dikonsumsi pada masa kehamilan. Studi
postmortempada transeksual (laki laki dan wanita) dan non-transeksual (lakilaki dan wanita)
menunjukkan perbedaan signifi kan proporsi volume hipotalamus yang erat kaitannya dengan
perilaku seksual. Penelitian awal menunjukkan bahwa persepsi seseorang mengenai jenis
kelamin pada dasarnya ditentukan oleh otak dan dapat dipengaruhi secara kimiawi. Selain

faktor biologis, kondisi lingkungan juga memiliki peranan penting pada gangguan identitas
jenis kelamin.

menurut para ahli, bahwasannya penyebab dari gangguan


identitas gender ini tidak di ketahui secara pasti, namun ada beberapa
factor yang menyebabkan, diantaranya adalah :
3.1. Faktor Biologis
Gangguan Identitas Gender terlepas dari berbagai isu, bahwa secara meragukan pola
tersebut dapat disebabkan oleh gangguan fisik.Secara spesifik, bukti menunjukkan bahwa
identitas gender dipengaruhi oleh hormon dalam tubuh. Tubuh manusia menghasilkan
hormon testosterone yang mempengaruhi neuron otak, dan berkontribusi terhadap
maskulinisasi otak yang terjadi pada area seperti: hipotalamus, dan sebaliknya dengan
hormone feminism.
Sebuah studi yang menunjukkan poin ini dilakukan terhadap para anggota sebuah
Keluarga Batih di Republik Dominika (Imperato McGinley,dkk., 1974).Para peserta
dalam studi ini tidak mampu memproduksi suatu hormone yang bertanggung jawab untuk
membentuk penis dan skrotum pada masa pertumbuhan janin laki-laki. Mereka lahir
dengan penis dan skrotum yang sangat kecil yang mirip seperti lipatan bibir.Dua
pertiganya dibesarkan sebagai perempuan, namun ketika mereka memasuki pubertas dan
kadar testosteronnya meningkat, organ kelamin mereka berubah-penis mereka membesar
dan testikel mengecil menjadi skrotum.Akhirnya, sebanyak 17 dari 18 peserta kemudian
memiliki identitas gender laki-laki.
3.2. Faktor Sosial dan Psikologis
Menurut pendekatan PsikoSosial, terbentuknya Gangguan Identitas Gender
dipengaruhi oleh interaksi temperamen anak, kualitas dan sikap dari orang tua.Secara
budaya, masih terdapat larangan bagi anak laki-laki untuk menunjukkan perilaku
feminisme dan anak wanita menjadi tomboy, termasuk akan pembedaan terhadap pakaian
dan mainan untuk anak laki-laki dan wanita (Kaplan, Sadock, &Grebb, 1994).

Hipotesis lain adalah bahwa perilaku feminism yang stereotip pada anak laki-laki di
dorong oleh ibu yang sejak sebulan kelahiran anak sangat menginginkan anak
perempuan.

3.3. Dinamika Gangguan Identitas Gender


Pengalaman Homoseksual ketika penderita pernah dijadikan obyek seksual oleh
orang dewasa sesama jenis. Pola asuh keluarga yang sangat menginginkan anak
perempuan sehingga mendandani anak laki-lakinya seperti mendandani anak perempuan,
pada masa anak-anak tahap perkembangan psikoseksual.
Perlu dicatat adalah sejak bayi dilahirkan, orang tua sebagai lingkungan terdekat
sudah membuat perbedaan perlakuan terhadap bayi laki-laki dan bayi perempuan. Ayah
akan bermain relatif lebih kasar terhadap bayi laki-laki dibandingkan terhadap bayi
perempuan, sementara ibu akan memberikan perlakuan yang lebih hangat dan penuh
kasih sayang terhadap bayi perempuan. Akan tetapi, terkadang orang tua menginginkan
anak yang berbeda dari yang telah dilahirkannya, memperlakukan anak tersebut sesuai
dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Sehingga, hal tersebut dapat menyebabkan
pembentukan identitas yang berlawanan dengan gender anak tersebut
Identifikasi yang dekat dengan orang tua jenis kelamin yang berbeda, anak laki-laki
terhadap ibunya. Pada masa kanak-kanak awal, khususnya pada tahap perkembangan
psikoseksual (Selama dua tahap terakhir), dalam tahap ini anak memulai relasi khusus
dengan orang tua lawan jenisnya. Anak akan menggunakan relasi ini sebagai landasan
kesehatan relasi dengan lawan jenisnya di kemudian hari.Oedipus Complex pada anak
laki-laki dan Electra Complex pada anak perempuan merupakan drama relasi segitiga
antara anak dengan pasangan sejenis dan berlawanan jenis, fase inilah yang menentukan
identitas seksual anak dikemudian hari.
Dalam hal ini, anak harus menerima kenyataan akan ketidakmampuan untuk memiliki
orang tua yang berlawanan jenis, baik secara emosional maupun seksual. Relasi cinta
terhadap jenis kelamin ini harus direlakan demi kemungkinan kepuasan relasi cinta
dengan orang lain di kemudian hari. Hanya dengan sikap menyerah dalam pertarungan

keluarga untuk merebut posisi orang tua dari jenis kelamin lain, anak akan mampu
melalui perkembangan identitas seksual yang sehat dan proporsional. Apabila pada saat
tersebut lingkungan keluarga tidak bersifat hangay dalam pertarungan segitiga ini, maka
anak akan berpeluang untuk mengambil alih ciri hakekat identitas gender dari orang tua
yang berlawanan jenis.
Maksudnya ialah, anak laki-laki akan mengambil alih ciri kewanitaan dari ibunya,
sedangkan anak perempuan akan mengambil ciri hakekat kelaki-lakian dari ayahnya.
Efek yang muncul kemudian adalah anak laki-laki akan mengembangkan kepribadian
homo, sedangkan anak perempuan akan mengembangkan kepribadian lesbian.
Freud menyebeutkan bahwa hubungan antara perkembangan identitas seksual secara
kompleks yang melanda anak laki-laki dan perempuan itu, dengan istilah proses
identifikasi, yaitu proses perkembangan identitas seksual sejalan dengan kenyataan
seksual biologis anak. Hal ini berarti bahwa anak laki-laki mengambil alih dan
menginternalisasikan hakekat kelaki-lakian dari pihak ayah, sedang anak perempuan
mengambil alih dan menginternalisasikan hakekat kewanitaan dari ibunya. Namun,
kehangatan relasi yang dibina dalam keluarga baik oleh figure ayah maupun ibu akan
membuka peluang perkembangan kemampuan anak dalam menjalin relasi yang hangat
dan sehat pula dengan jenis kelamin lain di kemudian hari.
Sedangkan menurut teori psikoanalisa, tentang perkembangan
kepribadian individu yang dimulai dengan tahapan perkembangan
psikososial dan psikoseksual individu dari lahir hingga dewasa.
Menurut Psikoanalisa, Periode perkembangan ini merupakan landasan
bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. Berikut adalah tahapan
yang di uraikan oleh psikoanalisa :
a. Fase oral
Dari lahir hingga akhir usia satu tahun, seorang bayi menjalani fase
oral. Menghidap buah dada ibu memuaskan kebutuhannyaakan
makanan dan akan kesenangan. Karena pada masa ini, mulut dan bibir
merupakan zona-zona erogen yang peka selama fase oral ini, bayi
merasakan kenikmatan erotic dari tindakan menghiap ini. Kerakusan

dan keserakahan bia berkembang sebagai akibat kurang memperoleh


makanan dan cinta pada tahun-tahun awal kehidupan. Benda-benda
yang

dicari

anak

dapat

menjadi

substitute

bagi

apa

yang

sesungguhnya di inginkannya, yaikni makanan dan cinta dari ibunya.


Masalah-masalah kepribadian yang muncul kemudian yang bersumber
dari fase oral adalah pengembangan pandangan tehadap dunia yang
didasari ketidakpercayaan, ketakutan untuk menjangkau orang lain,
penolakan

terhadap

afeksi,

ketakutan

untuk

mencintai

dan

mempercayai, rasa harga diri yang rendah, isolasi dan penarikan diri,
danketidakmampuan membangun atau memelihara hubungan akrab.
Tugas perkembangan utama pada fese oral adalah memperoleh rasa
percaya yakni prcaya kepada ornag lain, kepada dunia, dan kepada diri
sendiri. Cinta adalah perlindungan terbaik terhadap ketakutan dan
ketidakamanan.
mendapat

Anak-anak yang dicintai oleh orang lain hanya kan

sedikit

kesulitan

dalam

menerima

dirinya

sendiri.

Sedangkan anak yang merasa tidak di inginkan, tidak diterima, dan


tidak dicintai, cenderung mengalami kesulitan yang besar dalam
menerima diri sendiri. Efrek penolakan pada fase oral ini adalah
kecenderungan di masa anak-anak selanjutnya untuk menjadi penakut,
tidak aman, haus akan perhatian, iri, agresif, benci dan kesepian.
b. Fase anal
Fase anal ini dimulai ketika individu berusia satu sampai tiga tahun,
fase anal memiliki arti penting bagi pembentukan kepribadian.Anak
terus menerus berhadapan dengan tuntutan dari orang tua, menjadi
frustasi jika gagal dalam menangani objek- objek dan lingkungannya.
Dan diharapkan mampu buang air dengan cara toilet training. Metode
toilet training dan perasaan-perasaan, sikap-sikap, dan reaksi otrang
tua terhadap anak pada fase ini bisa memiliki efek efek jauh kedepan
atas pembentukan ciri-ciri (traits) kepribadian.
Selama fase ini, anak akan dipastikan mengalami perasaan-perasaan
negative seperti benci, hasrat merusak, marah, dan sebagainya.
Penting bagi anak bahwa perasaan negative itu bisa diterima adanya.

Hal yang penting juga pada fase ini adalah anak memperoleh rasa
memiliki kekuatan, kemandirian, dan otonom.Jka orang tua berbuat
teralu banyak untuk anak, ini berarti bahwa si orang tua mengajari
anaknya itu untuk tidak memiliki kesanggupan menjalankan fungsi
diri.Pada fase ini, anak perlu bereksperimen, berbuat salah dan merasa
bahwa mereka tetap di terima dnegan kesalahannya itu, dan
menyadari sebagai individu yang terpisah dan mandiri.
c. Fase falik
Fase ini dimulai ketika anak memasuki akhir usia tiga tahun hingga
lima tahun. Fase ini adalah fase ketika kesangguapan-kesanggupan
untuk berjalan, berbicara, berpikir, dan mengendalikan otot-otot
berkembang pesat.Dengan meningkatnya perkembangan kemampuankemampuan motoric dan perseptual, maka kecakapan interpersonal
anak pun mengalami perkembangan.Kemajuan anak dari periode
penguasaan pasif dan represif kepada penguasaan aktif, menyeusun
tahapan bagi perkembnagan psikoseksual berikutnya (fase falik).
Selama fase falik, aktivitas seksual menjadi lebih intens dan perhatian
dipusatkan pada alat-alat kelamin (penis) pada laki-laki dan klitoris
pada perempuan.Pada fase falik, anak-anak menjadi lebih ingin tahu
tentang tubuhnya, mereka berhasrat untuk mengeksplorasi tubuh
sendiri, dan untuk menemukan perbedaan-perbedaan diantara kedua
jenis

kelamin.Karena

banyak

sikap

terhadap

seksualitas

yang

bersumber pada fase falik, maka penerimaan terhadap seksualitas dan


penanganan dorongan seksual pada fase ini menjadi penting.Fase falik
adalah periode perkembangan hati nurani, suatu masa ketika anakanak belajar mengenal standart moral.Selama masa falik ini, anak
perlu belajar menerima perasaan-perasaan seksualnya sebagai hal
yang alamiah dan belajar memandang tubuhnya sendiri secara
sehat.Merek

membutuhkan

model-model

yang

memadai

bagi

indetifikasi peran seksual. Pada fase falik ini akan membentuk sikap-

sikap mengenai kesengan fisik, mengenai apa yang benar dan yang
salah serta mengenai apa yang maskulin dan yang feminism.

4. MANIFESTASI KLINIS
Perubahan fisik sekunder di masa puber pada orang dengan gangguan identitas
kelamin, terutama laki-laki, meningkatkan tingkat kecemasan dan frustrasi. Beberapa
kasus berusaha menjadi lebih laki-laki dengan melakukan aktivitas yang supermaskulin. Sebagai contoh, seorang laki-laki melakukan olahraga seperti gulat dan
sepakbola agar merasa lebih laki-laki. Namun, pada kenyataannya, hal tersebut sering
kali meningkatkan kecemasan pasien tentang identitas jenis kelaminnya.
Fase cemas dikarakteristikkan dengan perasaan bersalah, malu, bingung dan takut.
Individu merasa bingung dengan ketidakmampuan mengatasi masalah, malu akibat
ketidakmampuan melakukan apa yang dianggap normal dalam masyarakat, rasa
bersalah karena tidak jujur terhadap keluarga dan teman. Walaupun terkadang individu
berpakaian atau berkhayal menjadi jenis kelamin yang berlawanan, sensasi puas yang
dirasa hanya bersifat sementara. Individu cenderung menutupi hal tersebut karena takut
dianggap sakit, diabaikan, dan ditolak oleh orang di sekitarnya.
4.1. Ciri-ciri klinis dari gangguan identitas gender (Nevid, 2002):
1. Identifikasi yang kuat dan persisten terhadap gender lainnya: adanya ekspresi yang

berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender lain, preferensi untuk
menggunakan pakaian gender lain, adanya fantasi yang terus menerus mengenai
menjadi lawan jenis, bermain dengan lawan jenis,
2. Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus menerus, biasa muncul pada anak-anak

dimana anak laki-laki mengutarakan bahwa alat genitalnya menjijikkan, menolak


permainan laki-laki, sedangkan pada perempuan adanya keinginan untuk tidak
menumbuhkan buah dada, memaksa buang air kecil sambil berdiri.
3. Penanganannya sama seperti menangani gangguan seksual.

5. JENIS GANGUAN IDENTITAS GENDER DAN DIAGNOSIS


5.1.1.
GID (GENDER IDENTITY DISORDER)
pertama kali diakui sebagai entitas kejiwaan dalam DSM-III,
dibagi menjadi
dua diagnosis terpisah berdasarkan umur:
GID masa kanak-kanak, dan transeksualisme (remaja dan orang
dewasa). Dalam DSM edisi ke empat, kedua diagnosis tersebut
disatukan, GID dengan kriteria yang berbeda untuk anak-anak dan
untuk remaja dan orang dewasa. Menurut DSM-IV-TR terdapat empat
kriteria diagnosis GID, sebagai berikut :
A. Identifikasi cross-genderyang kuat dan gigih. Individu memenuhi
kriteria ini

jika individu memiliki karakter sedikitnya empat dari

lima hal berikut:


1. Keinginan berulang yang dinyatakan untuk menjadi jenis kelamin
yang berlawanan.
2. Preferensi
untuk
pakaian lawan jenis.

cross-dressing dan memakai stereotipikal

3. Preferensi kuat untuk memainkan peran sebagai jenis kelamin


yang berlawanan dan berusaha membuat hal tersebut menjadi
nyata.
4. Keinginan kuat untuk berpartisipasi dalam permainan stereotip
lawan jenis.
5. Preferensi kuat untuk memilih teman bermain yang jenis
kelaminnya berlawanan.
B. Ketidaknyamanan atau rasa ketidaksesuaian yang menetap dengan
jenis kelamin biologis. Individu disebut memenuhi kriteria ini jika
memiliki salah satu dari hal-hal berikut:
1. Pada anak laki-laki, perasaan jijik terhadap penis atau testis,
keinginan untuk tidak memiliki organ seksual laki-laki, enggan
bermain kasar, dan penolakan terhadap stereotipe laki-laki
kegiatan dan permainan.
2. Pada anak perempuan, keinginan untuk tidak memiliki organ
seksual wanita, sebuah pernyataan bahwa dia telah atau akan
tumbuh penis, dan kebencian terhadap pakaian feminin.
3. Pada remaja dan orang dewasa yang sibuk menyingkirkan
karakteristik

seks

primer

dan

sekunder

dan/atau

mengungkapkan keyakinan bahwa mereka lahir dengan jenis


kelamin yang salah.
C. Adanya kondisi interseks fisik, di luar diagnosis GID.
D. Distres klinis yang signifi kan atau kerusakan fungsi yang berat
akibat gangguan.
Transeksualisme juga dapat dicurigai pada anak-anak. Keasyikan
dengan kegiatan khas seks berlawanan jenis kelamin biologis individu
yang paling sering menjadi jelas antara usia 2 dan 4 tahun.
5.2. Transsexualism (Transeksual )
Transeksual adalah suatu kelainan identitas jenis kelamin yang nyata dimana
penderita meyakini bahwa mereka adalah korban dari suatu kecelakaan biologis yang
terjadi sebelum mereka lahir yang secara kasar terpenjarakan dalam sebuah tubuh yang
tidak sesuai dengan identitas jenis kelamin mereka yang sesungguhnya.

Penderita gangguan transeksual sebagian besar adalah laki-laki yang mengenali


dirinya sebagai wanita, yang biasanya timbul pada awal masa kanak-kanak dan melihat
alat kelamin dan penampakan kejantanannya dengan perasaan jijik. Transeksual jarang
ditemukan pada wanita. Penyebab terjadinya transeksual karena adanya perasaan tidak
nyaman akan kondisi fisik tubuhnya yang kemudian menyebabkan individu terkait
melakukan penggantian alat vitalnya.
Menurut ICD-10, kriteria diagnosis GID sebagai berikut :
1. Individu yang ingin hidup dan diterima sebagai seseorang yang
memiliki jenis kelamin berlawanan dengan anatomi seksnya,
terkadang disertai dengan keinginan untuk mengubah penampilan
fisik.
2. Identitas transeksual dijalani minimal 2 tahun
3. Gangguan ini bukan akibat gangguan mental

lain

seperti

skizofrenia, atau abnormalitas kromosom.


5.3. Dual Role Transvestism (Transvestisme Peran Ganda )
Pedoman Diagnostik ( PPDGJ ), yaitu:
1. Individu memakai pakaian jenis kelamin yang berlawanan, untuk
dapat merasakan menjadi jenis kelamin tersebut secara sementara.
2. Perilaku cross-dressing tidak didasari motivasi seksual.
3. Individu tidak memiliki keinginan untuk melakukan perubahan
permanen terhadap alat kelaminnya.
5.4. GENDER IDENTITY DISORDER OF CHILDHOOD
5.4.1.
Laki-laki
1. Individu menunjukkan rasa distres yang intens dan permanen
terhadap kondisi
sebagai laki-laki

dan

memiliki

keinginan

untuk

menjadi

perempuan atau yakin bahwa adalah perempuan.


2. Harus disertai salah satu dari pernyataan di bawah ini:
a) Preokupasi terhadap aktivitas feminin, seperti cross dressing
berperilaku seperti wanita dalam kehidupan sehari hari,
seperti

memilih permainan wanita dan menolak permainan

yang bersifat maskulin.


b) Menolak struktur anatomi yang dimiliki, seperti:

1) Yakin bahwa akan tumbuh menjadi seorang wanita


2) Merasa jijik pada penis dan testis yang dimilikinya
3) Merasa lebih baik tanpa memiliki penis dan testis.
3. Individu belum masuk masa pubertas.
4. Gangguan ini harus berlangsung minimal selama 6 bulan
5.4.2.
Perempuan
1. Individu menunjukkan rasa distres yang intens dan permanen
terhadap kondisi sebagai perempuan dan memiliki keinginan
untuk menjadi laki-laki atau yakin bahwa dia adalah laki-laki.
2. Harus disertai salah satu dari pernyataan di bawah ini:
a) Menolak memakai pakaian perempuan dan merasa harus
memakai pakaian yang maskulin atau laki-laki.
Contoh: pakaian dalam laki-laki
b) Menolak struktur anatomi seksual yang dimiliki, seperti:
1) Perasaan yakin akan tumbuh penis
2) Menolak buang air kecil dalam posisi jongkok
3) Pernyataan bahwa individu tidak mau tumbuh payudara
dan menstruasi.
3. Individu belum masuk masa pubertas.
4. Gangguan ini harus berlangsung minimal selama 6 bulan.
5.5.

GID TIPE LAIN


Gangguan identitas jenis kelamin yang tidak dapat diklasifi kasi.

6. TERAPI
6.1.
Anak
Pada saat ini, tidak ada bukti signifikan yang menunjukkan
bahwa

intervensi

memengaruhi

psikiatrik

orientasi

atau

seksual

psikologik
mereka

pada
di

anak

dapat

kemudian

hari.

Penatalaksanaan terhadap anak dengan gangguan ini harus diikuti


peran serta lingkungan (penyediaan pakaian yang sesuai jenis
kelaminnya) dan nasihat tentang peran dari anatomi seksualnya.
Hormon dan psikofarmakologi tidak pernah Digunakan.
6.2.

Remaja
Remaja muda yang mengalami gangguan ini pada awalnya

merasa bahwa dirinya seorang homoseksual. Perasaan cemas, takut


serta malu dapat menyebabkan konflik dalam perjalanan hidupnya.

Para orang tua diharapkan mengerti kondisi psikologis anak sehingga


tekanan yang dirasakan oleh anak berkurang. Pada fase ini, akan
timbul perilaku

menyembunyikan perubahan-perubahan

tubuh, mulai dari minum obat

sekunder

hormonal hingga rencana menjalani

operasi di kemudian hari. Terapi psikologik untuk anak dan orang


tuanya memiliki peranan penting dalam perkembangan anak baik
dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun masyarakat.
6.3.
Dewasa
Pada orang dewasa sering ditemukan permintaan langsung
untuk operasi penggantian anatomi kelamin dan pemakaian hormonal.
6.4. Body Alterations

Pada terapi jenis ini, usaha yang dilakukan adalah mengubah tubuh seseorang
agar sesuai dengan identitas gendernya. Untuk melakukan body alterations, seseorang
terlebih dahulu diharuskan untuk mengikuti psikoterapi selama 6 hingga 12 bulan, serta
menjalani hidup dengan gender yang diinginkan (Harry Benjamin International Gender
Dysphoria Association, 1998). Perubahan yang dilakukan antara lain bedah kosmetik,
elektrolisis untuk membuang rambut di wajah, serta pengonsumsian hormon perempuan.
Sebagian transeksual bertindak lebih jauh dengan melakukan operasi perubahan kelamin.
Keuntungan operasi perubahan kelamin telah banyak diperdebatkan selama
bertahun-tahun. Di satu sisi, hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada keuntungan
sosial yang bisa didapatkan dari operasi tersebut. Namun penelitian lain menyatakan
bahwa pada umumnya transeksual tidak menyesal telah menjalani operasi, serta
mendapat keuntungan lain seperti kepuasan seksual yan lebih tinggi.
6.5. Ganti kelamin

Sebelum tindakan operasi kelamin ada beberapa hal yang harus diperhatikan
individu. Ada beberapa tahap yang harus dialaui sebelum tindakan operasi kelamin
dilakukan. Tahap tahap tersebut adalah:
Memastikan kemantapan dalam mengambil keputusan. Jika terdapat delusi
paranoid dalam memutuskan mengganti kelamin, maka ahli bedah harus menolak
permintaanya.

Orang yang ingin merubah dari pria menjadi wanita, estrogennya ditingkatkan
untuk menumbuhkan karakteristik alat kelamin sekunder wanita. Sedangkan pada wanita
yang ingin menjadi pria, hormon androgennya ditingkatkan untuk mengembangkan
karakteristik alat kelamin sekunder pria.
Sebelum operasi diwajibkan hidup selama satu tahun sebagai orang dari gender
lawan jenisnya untuk memprediksi penyesuaian setelah operasi. Untuk orang yan
mengganti kelamin dari pria menjadi wanita, penis dan testis dibuang. Kemudian jaringan
dari penis digunakan untuk membuat vagina buatan. Jika dari wanita menjadi pria, ahli
bedah membuang organ kelamin internal dan meratakan payudaranya dengan membuang
jaringan lemak.
6.6. Terapi Hormonal
Individu dengan gangguan ini yang lahir sebagai laki-laki hampir selalu
mengonsumsi hormon estrogen oral. Hormon estrogen membantu pembesaran payudara,
atrofi testikular, penurunan libido dan menurunkan jumlah rambut badan. Efek lain
penatalaksanaan endokrin adalah peningkatan hormon endokrin, profi l lemak, gula darah
dan enzim hepatik. Pasien yang menggunakan terapi hormonal harus selalu dipantau
gula darahnya. Konsumsi rokok dilarang saat terapi hormon karena dapat menyebabkan
trombosis vena dan emboli pulmoner. Pada wanita, penyuntikan testosteron dilakukan
setiap sebulan sekali atau tiga minggu sekali. Penggunaan testosteron memiliki efek
yang patut diperhatikan, seperti pitchsuara akan menjadi rendah secara permanen karena
pita suara menebal, klitoris menebal dan memanjang sekitar dua hingga tiga kali lipat
dari ukuran normal diikuti dengan peningkatan libido, pertumbuhan rambut seperti pola
laki laki dan berhentinya siklus menstruasi.
6.7. Pengubahan Identitas Gender

Walaupun

sebagian

besar

transeksual

memilih

melakukan body

alterations sebagai terapi, ada kalanya transeksual memilih untuk melakukan pengubahan
identitas gender, agar sesuai dengan tubuhnya. Pada awalnya, identitas gender dianggp
mengakar terlalu dalam untuk dapat diubah. Namun dalam beberapa kasus, pengubahan
identitas gender melalui behavior therapy dilaporkan sukses. Orang-orang yang sukses

melakukan pengubahan gender kemungkinan berbeda dengan transeksual lain, karena


mereka memilih untuk mengikuti program terapi pengubahan identitas gender.

7. PENATALAKSANAAN
A. Psikologis dan intervensi social
Terdapat panduan sebagai berikut:
1. Anamnesis lengkap termasuk evaluasi keluarga, penting untuk mencari
masalah emosional dan perilaku, masalah pada masa kecil yang belum
selesai efeknya hingga kini.
2. Terapi bertujuan agar terjadi perkembangan terutama identitas jenis
kelamin dengan mengeksplorasi karakteristik alamiah anak atau remaja
muda.
3. Pengenalan dan penerimaan terhadap masalah gangguan identitas dan
penghapusan stigma tabu dari masyarakat.
4. Keputusan untuk menerima gender seorang anak sangat sulit, baik anak
maupun orang tua membutuhkan dukungan untuk memperbaiki
hubungan, termasuk menghadapi tanggapan orang lain. Bantuan
profesional dibutuhkan untuk membantu

mencari solusi terbaik.

Intervensi terapeutik lebih baik jika dilakukan sedini mungkin pada awal
kehidupan anak untuk prognosis yang lebih baik.
Peranan pelayanan kesehatan mental anak dan remaja muda, terbagi dalam tiga bagian:
1. Anamnesis langsung dan tata laksana terhadap kesulitan kesehatan mental
anak dan remaja anak.
2. Anak yang sesuai dengan kriteria gangguan identitas jenis
kelamin pada DSMIV atau ICD-10, segera dirujuk ke
spesialis

agar

mendapat

pelayanan

professional

multidisipliner identitas jenis kelamin.


3. Penyediaan konsultasi dengan ahli hormonal bagian anak
untuk pemeriksaan fisik, edukasi tentang pertumbuhan
dan masalah hormonal serta intervensinya.
B. penangganan interseksualitas

Baru baru ini, sekelompok individu interseks menjadi


subjek dari sebuah evaluasi yang lebih seksama, yang
menghasilkan
penanganan

beberapa
baru.

ide

Secara

baru

dan

spesifik,

pendekatan
fausto/sperling

menyatakan ada lima macam jenis kelamin :


a. Males (laki-laki)
b. Famales (perempuan)
c. Hermes
yang
dinamai
berdasarkan

hemafrodit

sebenarnya.
d. Mernes, yang secara otonomi lebih laki-laki daripada
perempuan tetapi memiliki beberapa aspek alat kelamin
perempuan.
e. Ferms, memiliki ovarium tetapi memiliki beberapa
aspek alat kelamin laki-laki.
Ada semakin banyak dokter spesialis endrogrinologi,
urologi, dan psikologi anak, mulai menelaah kebijaksanaan
untuk melakukan operasi kelamin yang dapat berakibat
penetapan gender yang tak mungkin di putar balik.
C. Penanganan Psikososial
Di klinik-klinik tertentu para

terapis, bekerjasama

dengan klientnya, berusaha mengubah identitas gender


klientnya

sebelum

mempertimbangkan

kemungkinan

opersai.Sebagian individu meminta peanganan psikologis


sebelum memulai rangkaian penanganan yang mengarah ke
operasi.Biasanya

karena,

mereka

mengalami

disstres

psikologi berat atau karena operasinya tidak dapat dilakukan


dengan segera. Langkah pertama, yaitu :
a. Behavioral rating scale, untuk perilaku motoric spesifik gender,
untuk

membantu

seseorang

mengidentifikasi

bagaimana

persisnya bertingkah maskulin atau feminism melalui latihan dan


peniruan perilaku.
b. Role playing, dan

latihan

yang

lebih

ekstensif

untuk

mendapatkan berbagai ketrampilan social, misalnya belajar

melakukan kontak mata dengan lebih baik dan bercakap-cakap


secara lebih positif dan lebih percaya diri.
c. Selama fase berikutnya, seorang terapis perempuan secara
langsung manangani fantasi-fantasinya melalui cara yang intens,
nyaris hipnotis, dengan mendorongnya untuk membayangkan
dirinya berada dalam situasi seksual dengan seorang perempuan
dan untuk membangkitkan fantasi-fantasi yang lebih khas
maskulin sebagai pekerjaan sehari-harinya.

8. PROGNOSIS
Anak
Anak laki - laki biasanya mengalami gangguan ini sebelum usia 4
tahun dan konflik kelompok mulai terjadi pada awal sekolah, sekitar
usia 7 8 tahun. Perilaku feminin biasanya berkurang saat anak lakilaki bertumbuh. Cross-dressing adalah salah satu contoh sikap dari
gangguan tersebut, sudah terlihat dari sebelum usia 4 tahun. Baik
pada pria maupun wanita, satu hingga dua per tiga kasus tumbuh
menjadi homoseksual. Jika gangguan identitas jenis kelamin menetap

hingga dewasa, maka memiliki tendensi menjadi kronik dan disertai


beberapa periode remisi.
Dewasa
Laki-Laki dewasa yang mengalami rasa ketidaksesuaian dengan
anatomi seksualnya dan secara seksual tertarik pada sesama jenis,
biasanya sudah mengalaminya sedari kecil. Ketertarikan terhadap
sesama jenis dimulai pada awal masa remaja dan mulai menganggap
diri mereka sebagai homoseksual. Pasien wanita mulai mengalami
gangguan ini pada saat dewasa saat menganggap dirinya sebagai
lesbian karena ketertarikannya terhadap sesame jenis. Ketertarikan ini
terjadi karena wanita tersebut melihat dirinya sebagai seorang pria;
mereka meminta agar diperlakukan dan dianggap sebagai laki laki
oleh pasangan.

BAB III
PENUTUP
1. SIMPULAN
proses pembentukan dan pengenalan identitas menjadi sempurna,
diperlukanm

dukungan

dan

pengawasan

dari

lingkungan

keluarga,

lingkungan masyarakat serta pribadi anak itu sendiri.Dan pengenalan


identitas ini berfungsi supaya tidak terjadi penyalahgunaan identitas serta
berfungsi seksual sesuai dengan fungsinya.
Gangguan identitas jenis kelamin adalah suatu gangguan yang
memiliki ciri berupa preferensi seseorang yang kuat untuk hidup sebagai
individu yang memiliki jenis kelamin berlawanan dari anatomi seksnya.
Etiologi gangguan ini belum jelas. Kriteria diagnosis dapat menurut DSM-IV
atau ICD-10; pembagian dan penggolongan gangguan ini harus dimengerti
secara

seksama

oleh

para

dokter.

Selain

itu

alur

diagnosis

serta

penatalaksaan juga harus diketahui dan dipertimbangkan dengan baik


mengingat tindakan yang dilakukan akan bersifat permanen perubahannya.
Terapi

non-farmakologis

penatalaksanaan
farmakologis

dan

berupa

jika

konseling

dibutuhkan

merupakan

dapat

berlanjut

tahap
pada

awal
terapi

DAFTAR PUSTAKA
1.

Davinson, C.G., Neal, J.M., & Kring, A.M. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta: Raja Grafindo

2.

Persada
Fausiah, F., & Widury, J. 2005. Psikologi Abnormal: Klinis Dewasa. Jakarta: UI-Press Maslim,

3.

Rusdi. .PPDGJ-III. .
Sadarjoen, S.S. 2005. Bunga Rampai : Kasus Gangguan Psikoseksual. Bandung : Refika

4.

Aditama.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi keempat. Balai

5.

Pustaka; 2008.
V. Mark Durank & David H. Barlow.2006.Psikologi Abnotmal.Yoryakarta: Pustaka

6.

Pelajar
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J, Grebb, Jack A. (2002). Sinopsis psikiatri ilmu
pengetahuan psiatri klinis. Jakarta : Binarupa Aksara.

7.

Fausiah, Fitri. (2003). Bahan ajar mata kuliah psikologi abnormal (klinis dewasa). Depok
: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

8.

Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., Greene, Beverly. (2002). Psikologi abnormal jilid
dua edisi kelima. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai