Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat / Tanggal Lahir : Ujung Pandang/ 05 November 1987
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Makassar
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Makassar
Pekerjaan / Sekolah : Ibu Rumah Tangga/SMA
No RM : 151356
Masuk RS pada tanggal : 16 Mei 2016

LAPORAN PSIKIATRIK
Diperoleh Alloanamnesis dari :
Nama : Ny. Y
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 24 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Makassar
Hubungan dgn pasien : Adik Kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan Utama
Gelisah
B. Riwayat Gangguan Sekarang
- Keluhan dan gejala
Seorang perempuan diantar oleh saudara perempuannya ke UGD
RSKD untuk pertama kalinya dengan keluhan gelisah yang mulai terjadi
sejak 4 tahun yang lalu dan semakin memberat 1 minggu terakhir. Pasien
selalu menyendiri, sering mengomel sendiri, mondar-mandir di dalam
rumah dan cepat marah terutama ketika melihat laki-laki. Pasien kadang
mencampur makanan secara tidak wajar, pasien juga selalu merasa dibenci
oleh ipar laki-lakinya. Menurut keluarga, pasien sering menyendiri dan
mengaku mendengar suara perempuan yang menyuruhnya menyakiti
orang lain sehingga pernah memukul keponakannya.

1
Perubahan perilaku dialami sejak 4 tahun yang lalu, awalnya pasien
menjadi lebih pendiam dan marah ketika melihat laki-laki. Hal itu terjadi
ketika pasien pisah rumah dengan suaminya akibat perselingkuhan yang
dilakukan oleh suaminya.
Pasien belum pernah masuk RSKD sebelumnya dan belum pernah
mendapatkan pengobatan. Riwayat dalam keluarga yang menderita
penyakit yang sama dengan pasien tidak ada.
- Hendaya / Disfungsi
i. Disfungsi sosial (+)
ii. Disfungsi pekerjaan (+)
iii. Disfungsi waktu senggang (+)
- Faktor Stressor Psikososial
Pasien sudah sekitar 4 tahun berpisah rumah dengan suaminya.
Penyebabnya adalah masalah rumah tangga yang mana suami pasien
berselingkuh dengan wanita. Sebelum berpisah, pasien sempat
mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga, pasien sering dibentak dan
dipukuli oleh suaminya. Anak pasien ikut suaminya.
- Hubungan Gangguan Sekarang dengan Riwayat Penyakit Fisik dan
Psikis Sebelumnya
i. Infeksi (-)
ii. Trauma (-)
iii. Kejang (-)
iv. NAPZA (-)
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit fisik seperti infeksi, trauma
kapitis dan kejang yang mempengaruhi fungsi otak.
2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak pernah merokok, mengonsumsi alkohol dan obat-obatan
terlarang.
3. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya
Pasien baru pertama kali masuk RSKD dan belum pernah mendapatkan
pengobatan sebelumnya.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal di rumah, ditolong oleh bidan pada tanggal 5
November 1987, cukup bulan dan tidak terdapat kelainan, pasien
mendapat ASI. Berat badan lahir tidak diketahui. Selama hamil ibu

2
pasien dalam keadaan sehat dan tidak mengonsumsi obat-obatan. Pada
saat masih bayi, pasien tidak pernah mengalami panas tinggi ataupun
kejang.
2. Riwayat Masa Kanak Awal ( 1 3 tahun)
Perkembangan masa kanak-kanak awal pasien seperti berjalan, berbicara
baik, perkembangan motorik berlangsung baik. Pasien bermain dengan
teman seusiannya. Kebiasaan makan pasien baik, pola tidur baik,
hubungan antar saudara baik.
3. Riwayat Masa Anak Pertengahan (4 11 tahun)
Pada usia 6 tahun pasien masuk SD. Perkembangan di sekolah kurang
baik pasien pendiam dan lebih suka menyendiri, pasien tidak memiliki
teman dekat. Pasien tinggal bersama orang tua dan melanjutkan
pendidikannya ke tingkat SMP.
4. Riwayat Masa Anak Akhir dan Remaja (12 18 tahun)
Pasien melanjutkan pendidikannya hingga tingkat SMA. Pasien
merupakan orang yang pendiam, kurang berinteraksi dengan keluarga
dan tetangga, pasien cenderung menyendiri dan pasien tidak memiliki
teman dekat.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan : Sebelum sakit, pasien bekerja sebagai pegawai
toko
b. Riwayat Pernikahan : Pasien menikah dan memiliki seorang anak
perempuan, tetapi pasien telah pisah rumah dengan suaminya sejak 4
tahun yang lalu karena suaminya selingkuh, anak pasien dibawa serta
oleh suaminya. Selama menikah, pasien sering mendapatkan
perlakuan kasar dari suaminya yaitu dibentak dan dipukul.
c. Riwayat Agama : Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan
kewajiban agama dengan cukup baik.
d. Aktivitas Sosial : Sebelum sakit, pasien dikenal sebagai orang yang
pendiam, tidak punya banyak teman, jarang berinteraksi dengan
tetangga dan jarang terlibat pada kegiatan sosial di lingkungannya.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
- Pasien anak ke 4 dari 5 bersaudara (,,,,)
- Hubungan dengan saudara dan orang tua baik
- Pasien tinggal dengan adik kandungnya, ipar dan keponakan laki-lakinya
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada
F. Situasi Sekarang

3
Pasien sudah tidak bekerja, pasien tinggal bersama adik kandung
perempuannya dan ipar laki-lakinya beserta keponakan laki-lakinya.
G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupan
Pasien merasa baik-baik saja, dan merasa bahwa hubungan dengan
suaminya masih baik.

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
a) Penampilan: Seorang perempuan berperawakan sedang memakai
baju tidur warna abu-abu, wajah tampak sesuai umur (28 tahun),
perawatan diri kesan cukup.
b) Kesadaran : Berubah
c) Perilaku dan aktivitas motorik : Tenang
d) Pembicaraan : Pasien menjawab pertanyaan dengan spontan, lancar,
intonasi biasa
e) Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
B. Keadaan afektif (mood), perasaan dan empati
a) Mood : Sulit dinilai
b) Afek : Tumpul
c) Keserasian : Tidak serasi
d) Empati : Tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual
a) Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai
dengan tingkat pendidikan
b) Daya konsentrasi : Baik
c) Orientasi:
-Waktu : Baik
- Tempat: Baik
- Orang : Baik
d) Daya ingat:
-Jangka panjang : Baik
- Jangka sedang: Baik
- Jangka pendek: Baik
- Jangka segera : Baik
e) Pikiran abstrak : Terganggu
f) Bakat kreatif : Tidak ada
g) Kemampuan menolong diri sendiri : Cukup
D. Gangguan Persepsi
a) Halusinasi :
Auditorik (+) : mendengar suara perempuan yang menyuruhnya
untuk menyakiti orang lain dan keponakannya.
b) Ilusi : Tidak ada

4
c) Depersonalisasi : Tidak ada
d) Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berfikir
a) Arus Pikiran
- Produktivitas : Cukup
- Kontinuitas : Relevan, koheren
- Hendaya berbahasa : Tidak ada
b) Isi Pikiran
- Preokupasi : Tidak ada
- Gangguan isi pikiran :
Waham curiga (+) : pasien meyakini bahwa ipar laki-lakinya
membencinya dan akan mencelakainya.
F. Pengendalian Impuls : Tidak terganggu
G. Daya Nilai
a) Norma Sosial: Terganggu
b) Uji Daya Nilai : Terganggu
c) Penilaian Realitas : Terganggu
H. Tilikan (insight) : Derajat I, pasien merasa tidak sakit dan tidak
membutuhkan pengobatan.
I. Taraf Dapat Dipercayai : Dapat dipercaya

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


1. Status Internus
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran: Baik
c. Tanda vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Suhu : 37 C
- Pernapasan : 20x/menit
d. Kepala : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
e. Thoraks : Cor : SI-II regular, bising (-)
Pulmo : Suara pernafasan vesikuler, Rhonki -/-.
Wheezing -/-
f. Abdomen : Datar, lemas, Peristaltik (+) normal, Hepar dan
Lien tidak teraba
g. Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
2. Status Neurologi
a. GCS : E4M6V5
b. Rangsang meningeal : tidak dilakukan
c. Tanda ekstrapiramidal
- Tremor tangan : tidak ada
- Cara berjalan : normal

5
- Keseimbangan : baik
d. Sistem saraf motorik dan sensorik dalam batas normal
e. Kesan : normal
IV. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien perempuan 28 tahun dibawa oleh adik perempuannya ke
Unit Gawat Darurat RSKD untuk pertama kalinya dengan keluhan gelisah
yang dialami sejak 4 tahun yang lalu dan memberat sejak 1 minggu
terakhir. Pasien sering mengomel sendiri, mondar-mandir di dalam rumah
dan cepat marah terutama ketika melihat laki-laki. Pasien kadang
mencampur makanan secara tidak wajar, pasien juga selalu merasa dibenci
oleh ipar laki-lakinya. Menurut keluarga, pasien sering menyendiri dan
mengaku mendengar suara perempuan yang menyuruhnya menyakiti
orang lain sehingga pasien pernah memukul keponakannya.
Dari pemeriksaan status mental didapatkan penampilan seorang
perempuan berperawakan sedang memakai baju tidur warna abu-abu, wajah
tampak sesuai umur (28 tahun), perawatan diri kesan cukup. Kesadaran
berubah, psikomotor tenang, pembicaraan spontan, lancar, intonasi biasa,
sikap terhadap pemeriksa kooperatif.
Mood sulit dinilai, afek tumpul, keserasian tidak serasi, empati tidak
dapat dirabarasakan. Taraf pendidikan sesuai, orientasi waktu, tempat dan
orang baik, daya ingat jangka panjang, sedang, pendek, dan segera baik.
Konsentrasi dan perhatian baik, pikiran abstrak terganggu, kemampuan
menolong diri sendiri cukup.
Gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik (+) pasien
mendengar suara bisikan perempuan yang menyuruhnya untuk menyakiti
orang lain yang didengar setiap hari sehingga pasien pernah memukul
keponakannya.
Pada proses berpikir produktivitas cukup, kontinuitas relevan,
koheren. Terdapat gangguan isi pikir berupa waham curiga : pasien
meyakini bahwa ipar laki-lakinya membencinya dan akan mencelakainya.
Pengendalian impuls pada saat dilakukan autoanamnesis tidak
terganggu, norma sosial, uji daya nilai dan penilaian realitas pasien
terganggu. Pasien tidak merasa sakit dan tidak membutuhkan pengobatan
(tilikan 1) dan semua yang diutarakan pasin dapat dipercaya.

6
V. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan
adanya gejala klinis yang bermakna yaitu berupa pola perilaku yang
gelisah, serta pernah mencederai keponakannya. Keadaan ini
menimbulkan penderitaan (distress) pada dirinya dan keluarga serta
terdapat hendaya (dissability) pada fungsi psikososial, pekerjaan dan
penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien menderita gangguan jiwa.

Pada pemeriksaan status mental ditemukan hendaya berat


dalam menilai realita dimana pasien menyangkal keadaannya yang
sakit dan membutuhkan pertolongan, hendaya berat dalam fungsi
mental berupa adanya halusinasi dan waham, serta hendaya berat
dalam fungsi sosial berupa ketidakmampuan membina relasi dengan
orang lain sehingga pasien tidak mampu lagi bekerja, sehingga
didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik.

Pada pemeriksaan status internus dan neurologik tidak


ditemukan adanya kelainan, sehingga kemungkinan adanya gangguan
mental organik dapat disingkirkan dan didiagnosis Gangguan Jiwa
Psikotik Non Organik.

Dari alloanamnesis, autoanamnesis dan pemeriksaan status


mental didapatkan adanya halusinasi auditorik, afek tumpul dan
waham curiga yang perlangsungannya lebih dari 1 bulan sehingga
berdasarkan PPDGJ III pasien memenuhi diagnosis skizofrenia. Pada
pasien ini ditemukan halusinasi auditorik berupa suara perempuan
yang memerintahnya untuk menyakiti orang lain dan adanya waham
curiga yaitu pasien meyakin bahwa ipar laki-lakinya membencinya
dan akan menyakitinya yang sifatnya menonjol sehingga berdasarkan
PPDGJ III diagnosis diarahkan pada skizofrenia paranoid (F20.0).
Aksis II

7
Berdasarkan alloanamnesis, didapatkan keterangan bahwa pasien
adalah seorang yang pendiam, lebih sering menyendiri, tidak memiliki
teman dekat dan jarang terlibat pada kegiatan-kegiatan sosial di
lingkungannya sehingga kepribadian pasien mengarah ke ciri
kepribadian skizoid.
Aksis III
Tidak ada diagnosa fisik

Aksis IV
Masalah dengan primary support group (pasien pish rumah dengan
suaminya akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya dan
anaknya dibawa oleh suaminya)
Aksis IV
GAF Scale sekarang 50-41 gejala berat (Serius) , disabilitas berat.
VI. DAFTAR PROBLEM
a. Organobiologik
Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, namun diduga terdapat
ketidakseimbangan aktivititas neurotransmitter, maka dari itu pasien
memerlukan farmakoterapi.
b. Psikologik
Ditemukan adanya hendaya dalam menilai realita berupa halusinasi
auditorik (gangguan persepsi) dan waham curiga (gangguan isi pikir),
sehingga pasien memerlukan psikoterapi.
c. Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya sosial, hendaya pekerjaan dan hendaya waktu
senggang sehingga pasien membutuhkan sosioterapi.
VII. PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam.

Faktor Pendukung : - Dukungan keluarga untuk kesembuhan pasien baik


- Tidak terdapat kelainan organik
- Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang
sama
- Kondisi ekonomi baik
- Gejala positif
- Stressor jelas

8
Faktor Penghambat : - Pasien tidak merasa sakit dan merasa tidak perlu
berobat

VIII. RENCANA TERAPI


Farmakoterapi :
- Risperidone 2 mg/12 jam/oral
Psikoterapi :
- Ventilasi : Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pasien
untuk menceritakan keluhan dan isi hati serta perasaannya sehingga
pasien merasa lega.
- Konseling: Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien
tentang penyakitnya, agar pasien memahami cara menghadapinya,
serta memotivasi pasien agar tetap rutin minum obat.
Sosioterapi : Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien
dan orang disekitarnya tentang gangguan yang dialami pasien sehingga
mereka dapat menerima dan menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk membantu proses pemulihan pasien.
IX. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya, selain itu
menilai efektivitas dan kemungkinan efek samping.
Tgl. 18 Mei 2016
Kontak mata (+), verbal (+)
Psikomotor : Tenang
Verbalisasi : Spontan, lancar, intonasi biasa
Afek : tumpul
Ggn Persepsi : halusinasi auditorik (+)
Arus Pikir : relevan, koheren
Ggn isi pikir : Waham curiga (+)
X. PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKA

Skizofrenia merupakan suatu sindrom dengan variasi penyebab dan


perjalanan penyakit yang luas, pada umumnya ditandai oleh penyimpangan
yang fundamental dan karateristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek
yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terjaga.

9
Menurut PPDGJ III, minimal teradapat satu gejala dari kriteria ini
yang sangat jelas atau dua gejala bila tidak terlalu jelas.

a) Thought echo, thought insertion or withdrawal, dan thought


broadcasting
b) Delusion of control, influence, or passivity, merujuk ke tubuh
atau gerakan tungkai atau pemikiran spesifik, aksi, atau sensasi;
delusion of perception;
c) Halusinasi auditorik yang memberikan komentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien atau mendiskusikan perihal
pasien diantara mereka sendiri atau jenis suara halusinasi lain
yang berasal dari salah satu bagian tubuh ;
d) Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus ada secara
jelas:

a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja


b) Arus pikir yang terputus atau yang mengalami sisipan yang
berakibat inkoherensi atau pembacaan yang tidak relevan atau
neologisme.
c) Perilaku katatonik, seperti gaduh gelisah, posisi tubuh tertentu
atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme dan stupor.
d) Gejala-gejala negatif, seperti apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar.

Gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu


satu bulan atau lebih. Khusus untuk mendiagnosa skizofrenia paranoid,
gejala-gejalanya sebagai berikut:

- Memenuhi kriteria umum untuk diagnosa skizofrenia


- Halusinasi dan waham yang menonjol

a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi


perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

10
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi
tawa (laughing).
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin
ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan
serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/menonjol.

Pada pasien ini ditemukan adanya halusinasi auditorik yaitu pasien


mendengar suara perempuan yang menyuruhnya untuk menyakiti orang
lain. Disamping itu ditemukan juga waham curiga yaitu pasien yakin
bahwa ipar laki-lakinya membencinya dan akan menyakitinya serta afek
tumpul. Gejala ini sudah berlangsung selama lebih dari satu bulan, maka
dari itu pasien didiagnosa Skizofrenia Paranoid (F20.0)
Pada pasien terdapat gejala positif berupa halusinasi dan waham serta
gejala negatif seperti adanya gangguan hubungan sosial dengan orang lain
dan afek yang tumpul. Oleh karena itu medikasi yang diberikan berupa
obat antipsikotik berupa Risperidone yang bekerja memblokade dopamine
pada reseptor pasca sinaps neuron di otak (Dopamine D2 rDMeptors) juga
terhadap serotonin 5 HT 2 rDMeptors (serotonin dopamine antagonist),
sehingga efektif untuk gejala positif dan gejala negatif disertai dengan
psikoterapi untuk memperkuat perbaikan klinis.
Psikoterapi bermanfaat untuk mengurangi atau menghilangkan
keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya pola perilaku maladaptif atau
gangguan psikologik. Psikoterapi dapat diberikan secara individual,
kelompok, atau pasangan sesuai dengan gangguan psikologis yang
dialaminya. Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama,

11
sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis.
sehingga tidak langsung menimbulkan kekambuhan setelah obat
dihentikan, biasanya 1 bulan kemudian baru gejala sindrom psikosis
kambuh kembali.
Terapi berorientasi keluarga dapat dilakukan dengan memberikan
penjelasan tentang gangguan yang dialami pasien dan menciptakan
suasana yang baik agar dapat mendukung proses pemulihan pasien.

LAMPIRAN
DM : Dokter Muda
P : Pasien

DM : Assalamualaikum wr.wb ibu nama saya Armawati, dokter muda di


rumah sakit ini, maaf mengganggu ibu kami ingin menanyakan
bebrerapa pertanyaan kepada ibu, apakah boleh ibu?
P : Ya, Silahkan.
DM : Ibu namanya siapa?
P : Reskiani
DM : Ibu ini dimana?

12
P : Di rumah sakit. Saya mau ditanya dokter cewek, tidak mau yang cowok
DM : Kenapa tidak mau bu?
P : (mundur kebelakang) maunya yang cewek
DM : Ibu sekarang ini pagi, siang, atau malam?
P : Siang
DM : Ibu kesini dibawa sama siapa?
P : Sama adik saya
DM : Ibu kenapa kira-kira dibawa kerumah sakit ini?
P : Katanya disuruh istirahat disini
DM : Apakah ibu sakit bu?
P : Tidak sakit, cuma disuruh menginap istirahat
DM : Ibu maaf sebelumnya apa mungkin ada masalah yang mengganggu
pikirannya bapak?
P : Saya tinggal sama adikku,sama suaminya, sama anaknya. Anaknya
nakal, jadi saya pukul mulutnya
DM : Kenapa ibu pukul mulut anaknya adiknya ibu ? kan dia masih anak
kecil bu ?
P : Soalnya kadang meludah dan sering mengajak main , dan saya tidak
mau terus dia anak cowok, anakku cewek. Ada juga suara yang suruh
saya pukul saja anaknya.
DM : Lalu bu, kemana anaknya ibu sekarang dan kenapa kalo cowok anaknya
adiknya ibu ?
P : (diam sejenak) sama bapaknya dirumah neneknya.
DM : Ibu apakah ada ibu dengar suara-suara yang ibu saja yang dengar?
P : Iya pernah (halusinasi auditorik)
DM : Apa yang suara-suara itu bilang?
P : Banyak, kadang bilang pukul itu mulutnya anaknya adikmu, nakal
sekali. Terus itu suaminya adikku dia tidak suka sama saya, saya juga
tidak tahu kenapa tidak suka, terus saya kadang mau dipukulnya karena
dia kerjanya satpam atau apakah itu, pokoknya pake seragam hitam-
hitam. Jadi saya tidak suka sama iparku. (waham curiga)

13
DM : Apa yang suara itu bilang ke ibu, ibu merespon suara itu tidak?
P : Iya, langsung saja saya lakukan apa yang dia bilang, karena bagus apa
yang dia bilang.
DM : Apakah ibu merasa bahwa benar-benar iparnya ibu tidak suka kepada
ibu?
P : Iya, pokoknya toh setiap ada saya, kaya diam-diam saja, terus kalau
saya sedang mencuci piring atau sedang makan, dia kaya
memperhatikan saya terus dan kaya saya mau dipukulnya kalo pas saya
sedang sendiri tidak ada istri ataupun anaknya. Terus juga biasanya dia
tendang saya. (waham curiga)
DM : Kenapa itu bisa seperti itu bu?
P : Saya juga tidak tau.
DM : Apa ibu melihat orang-orang itu yang bicara kepada ibu?
P : Tidak, saya hanya mendengar suara bilang seperti itu.
DM : Ibu sekarang umurnya Ibu berapa?
P : Aduh lupa, yang saya ingat saya kelahiran 05 November 1987
DM : Ibu pendidikan terakhirnya apa?
P : SMA
DM : Ibu bisa menghitung ?
P : Bisa
DM : Ibu 100-7 berapa?
P : (berpikir) 93
DM : 93 -7 berapa?
P : 87
DM : dikurangin 7 ?
P : 80
DM : kalau 50 - 7?
P : 40
DM : Ibu tau peribahasa?
P : Tau, yang puisi-puisi.
DM : Ibu tau besar kepala?

14
P : Penyakit
DM : Ibu tau panjang tangan ?
P : Tidak tau.
DM : Ibu sudah makan siang tadi ?
P : Sudah makan
DM : Ibu coba sebut apa yang saya sebut nanti .. koin- apel - meja.
P : Koin apel meja.
DM : Ibu masih ingat tadi tiga kata yang saya minta ibu ulang?
P : Koin Apel Meja
DM : Ibu bisa sebutkan bedanya tomat sama apel?
P : Tomat itu agak asam kalau apel rasanya manis.
DM : Ibu apa pekerjaanya?
P : Dulu saya kerja di toko, sekarang kerja cuci piring disini.
DM : Maaf ibu kenapa tidak bekerja?
P : Dirumahnya adikku, saya cuci piring juga disana.
DM : Apa ibu sekarang merasa bahwa ibu sakit?
P : Tidak sakit . Sehat saja.
DM : Ibu kalau di jalan ibu menemukan ada dapat dompet jatuh, terus ada
uang, ibu apakan ?
P : Kucari ada KTPnya, ada alamatnya atau tidak. Karena malu bertanya
sesat dijalan.
DM : Terus setelah itu ibu apakan ?
P : Kusimpan saja
DM : Ibu terimakasih atas waktunya, mungkin ini saja untuk hari ini. Semoga
cepat sembuh ya bu dan minum obatnya secara teratur.
P : Iya dok. Kabarin keluargaku nah dok, bilang jemput saya.
DM : Iya ibu, istirahat ya bu. Terima kasih banyak.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.


Cetakan 1. 2001. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atma Jaya. Dicetak oleh PT. Nuh Jaya.
2. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.2001
3. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi 3.
2007. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma
Jaya. Dicetak oleh PT. Nuh Jaya.

16
PENDAHULUAN
Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering
ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat
dialami oleh semua lapisan masyarakat, yang terdiri atas insomnia, hipersomnia
dan parasomnia. Pada orang normal gangguan tidur yang bekepanjangan akan
mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, penurunan
daya tahan tubuh, serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi,
kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
keselamatan diri sendiri atau orang lain.1
Somnambulisme (tidur berjalan) adalah salah satu bentuk gangguan tidur
yang dikenal sebagai parasomnia, dimana bukan gangguan pada proses untuk
tidur melainkan fenomena yang tidak diinginkan yang terjadi selama tidur.
Somnambulisme terdiri atas sekumpulan perilaku yang kompleks yang diinisiasi

17
oleh suatu gelombang lemah selama seseorang tidur dan berakibat berjalan saat
tidur dan muncul pada fase Non-Rapid Eye Movement (NREM). Telah diketahui
sejak 1965 bahwa penyakit ini tidak berhubungan dengan kejadian dalam
mimpi.2,3
Episode dari somnamb ulisme ini bervariasi dan dapat berupa aktivitas
sederhana seperti duduk di tempat tidur, berjalan, hingga melakukan tindak
kekerasan. Pada saat kejadian, pasien ditemukan kesulitan untuk terbangun, dan
ketika terbangun biasanya pasien kebingungan dan tidak mengingat kejadian
tersebut. Kejadian tidur berjalan ini biasanya terjadi di sepertiga malam atau saat
dimana terjadinya peningkatan aktivitas gelombang lambat, seperti setelah kurang
tidur.2
Penyebab pasti dari somnambulisme belum diketahui dengan pasti,
dikatakan bahwa faktor genetik memiliki peranan penting pada etiologi gangguan
ini. Prevalensi penyakit somnambulisme ini pada anak-anak meningkat hingga
45% jika salah satu dari orang tuanya terkena penyakit tersebut dan menjadi 60%
jika kedua orang tuanya menderita somnambulisme. Etiologi lain yang bisa
mendasari penyakit somnambulisme yaitu penyakit Parkinson, hipertiroidisme,
migren, dan pengguna olanzapine.2
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Somnambulisme atau biasa disebut sleepwalking adalah gangguan tidur
tipe parasomnia aurosal dengan serangkaian tingkah laku yang kompleks
yang diawali pada sepertiga awal malam selama tidur fase Non Rapid Eye
Movement (NREM) pada tahap 3 dan 4, hal ini sering terjadi meskipun tidak
selalu terjadi, biasanya tanpa kesadaran penuh atau ingatan mengenai episode
tersebut untuk meninggalkan tempat tidur dan berjalan.2,4
Gangguan tingkah laku kompleks pada somnambulisme berupa adanya
automatisme dan aktivitas motorik yang tidak memiliki tujuan yang jelas
seperti membuka pintu, menutup pintu, duduk di tempat tidur, menabrak
kursi, berjalan, berbicara, berjalan dalam beberapa menit lalu kembali tidur.
Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha orang lain

18
untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan dengan susah
payah.1
B. FISIOLOGI TIDUR
Tidur merupakan fungsi dasar yang dibutuhkan untuk bertahan hidup
dan suatu keadaan fisiologis yang dialami oleh setiap makhluk hidup.
Meskipun setiap individu berbeda dalam hal jumlah tidur, namun secara
umum perbedaan ini bergantung pada umur individu. Rata-rata orang dewasa
tidur selama 8 jam sehari.5
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan sesuai dengan
beredarnya waktu dalam siklus 24 jam, irama yang seiring dengan rotasi bola
dunia disebut irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada
bagian ventral anterior hypothalamus, sedangkan bagian susunan saraf pusat
yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia
ventrikuloretikularis medulla oblongata yang disebut sebagai pusat tidur.
Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi
terdapat pada bagian rostral medulla oblongata yang disebut sebagai pusat
penggugah atau aurosal state.6
Penelitian modern mengenai tidur diawali oleh Aserinsky dan Kleitman.
Kleitman menerangkan perbedaan karakteristik tiap stadium dari tidur
menggunakan electroencephalography (EEG). Hal ini merupakan era awal
dimana tidur tidak hanya dipelajari secara kuantitatif (seperti berapa lama
tidur) tetapi juga secara kualitatif (seperti bagaimana tidur yang baik).7
Pada pola tidur manusia yang dipelajari menggunakan EEG dan
Electrooculography (EOG), tidur dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium,
lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan
REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir
total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10

19
jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang
dewasa.5
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur Stadium Satu
Fase ini merupakan antara dari fase terjaga dengan fase awal tidur. Fase ini
didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak
gerakan bola mata ke kanan dan ke kiri, fase ini berlangsung 3-5 menit dan
mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari
gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan
amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle
dan kompleks K.5,6
2. Tidur Stadium Dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih
berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG
terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep
spindle, gelombang vertex dan kompleks K.5,6

3. Tidur Stadium tiga


Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya, gambaran EEG terdapat
lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak
gelombang sleep spindle.6
4. Tidur stadium Empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan, gambaran EEG
didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep
spindle.6
Fase tidur NREM, biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100
menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama
prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih panjang saat menjelang
pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai adaya gerakan bola mata yang
cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua

20
orang akan mampu menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah pada
laki-laki terjadi ereksi penis, tonus otot menunjukan relaksasi yang dalam.
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode
neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode
neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1
sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM
berkurang sampai 40%, hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak,
kemudian akan masuk periode awal tidur yang didahului oleh fase NREM
kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai
berikut:1
1. NREM (75-80%) yaitu stadium 1: 2-5%; stadium 2: 45-55%; stadium 3:
3-8%; stadium 4: 10-15%
2. REM; 20-25%
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh system ARAS
(Ascending Reticulary Activity Syste). Bila aktivitas ARAS ini meningkat
maka seseorang akan ada dalam keadaan terjaga, sedangkan jika aktivitas
ARAS menurun maka seseorang akan dalam keadaan tidur. Aktivitas ARAS
ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti sistem
serotonergik, noradrenergik, kolinergik dan histaminergik.
1. Sistem serotonergik1,11
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino
tryptophan, dengan bertambahnya jumlah tryptophan maka jumlah
serotonin yang terbentuk juga meningkat dan akan menyebabkan keadaan
mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptophan terhambat
pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/terjaga. Menurut
beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotonergik ini terletak
pada nucleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan
aktivitas serotonin di nucleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
2. Sistem Adrenergik1
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di badan
sel nucleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus

21
cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya fase REM tidur.
Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron
noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM
dan peningkatan keadaan terjaga (bangun).
3. Sistem kolinergik1
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigmin intra
vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kolinergik
ini, mengakibatkan aktivitas gambaran EEG seperti dalam keadaan terjaga.
Gangguan aktivitas kolinergik sentral yang berhubungan dengan
perubahan pola tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi
pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine)
yang menghambat pengeluaran kolinergik dari lokus cereleus maka
tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
4. Sistem histaminergik1
Sistem histaminergik sangat sedikit mempengaruhi tidur.
5. Sistem hormon1
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon
seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon-hormon ini masing-masing
disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus
pathway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran
neurotransmitter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas mengatur
mekanisme tidur dan bangun.
C. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan American Academy of Sleep Medicine, insidensi
somnambulisme pada seluruh populasi adalah 1% sampai 15%. Gangguan
tidur ini lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan pada remaja dan
dewasa. Lebih dari separuh kasus terjadi antara usia 4 dan 6 tahun, 15% anak
berusia 5-12 tahun berjalan ketika tetidur sedikitnya sekali, sedangkan 0,5%
orang dewasa yang mengalami hal tersebut. Rasio antara pria dan wanita
pada anak-anak adalah sama, sedangkan pada orang dewasa belum diketahui.
Beberapa studi terkait dengan riwayat keluarga melaporkan bahwa insidensi

22
somnambulisme sebesar 45% jika salah satu orang tua mengalami gangguan
tidur ini dan insidensi sebesar 60% jika kedua orang tua memiliki gangguan
tidur tersebut.8
Prevalensi aktivitas nokturnal dengan kesadaran yang abnormal pada
orang dewasa di Amerika Serikat sebesar 29,2%. Namun, prevalensi
gangguan tidur sambil berjalan dengan episode berulang jauh lebih rendah
yaitu sekitar 1-5%. Di Swedia, kejadian sleepwalking dilaporkan sebesar
40%, dengan prevalensi tahunan 6-17%. Hanya 2-3% yang dilaporkan lebih
dari 1 episode per bulan, dan 33% dilaporkan hanya satu episode. Dalam
sebuah survey pada orang dewasa di Inggris 2,2% dilaporkan mengalami
night terrors, 2,0% dilaporkan mengalami sleepwalking dan 4,2% melaporkan
confusional aurosals.8
Gangguan tidur ini beronset pada anak usia 5 tahun, dan mencapai
prevalensi puncak pada usia 12 tahun. Episode somnambulisme berakhir pada
anak usia 15 tahun.9
Sleepwalking lebih sering terjadi pada wanita selama masa kanak-
kanak, tetapi lebih sering pada laki-laki dewasa. Tidak ada predileksi yang
didapatkan pada ras tertentu.4 Orang-orang yang mengalami somnambulisme
tanpa penyakit psikiatri biasanya adalah mereka yang mulai mengalami
keadaan tersebut pada masa kanak-kanak.2
D. ETIOLOGI
Perubahan keadaan bangun dan tidur merupakan suatu proses neuron
yang kompleks, banyak faktor internal dan eksternal yang terlibat. Setiap
faktor yang mengganggu ARAS dapat mengganggu fisiologis tidur. Beberapa
kondisi yang merupakan penyebab somnambulisme antara lain dari beberapa
faktor, yaitu:
1. Faktor genetik4
Somnambulisme sering terjadi pada kembar monozigot dan ditemukan
pada peningkatan frekuensi alel DQB1*04 dan *05. Gen DQB1 juga
ditemukan pada narkolepsi dan gangguan kontrol motorik pada saat tidur
misalnya pada gangguan REM.

23
2. Faktor lingkungan4
a. Kurang tidur
b. Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau
c. Demam
d. Stress atau tekanan
e. Kekurangan magnesium
f. Intoksikasi obat atau zat kimia, misalnya: alkohol, hipnotik/sedatif,
antidepresan, neuroleptik, minor transquilizers, stimulan, antibiotik,
medikasi anti Parkinson, antikonvulsan, antihistamin.
3. Faktor komorbiditas4
Faktor komorbiditas meliputi aritmia, migraine, demam, reflux
gastroesofagus, asthma nocturnal, kejang nocturnal, dan syndrome
Tourette.
Pada anak-anak penyebab biasanya tidak diketahui, tetapi mungkin
terkait dengan kelelahan, kekurangan tidur sebelumnya atau kecemasan. Pada
orang dewasa tidur berjalan biasanya berhubungan dengan gangguan pikiran,
tetapi juga dapat diakibatkan karena reaksi terhadap obat-obatan dan alkohol,
dan kondisi medis sepeti kejang kompleks parsial. Pada orang tua, tidur
berjalan mungkin merupakan gejala dari suatu sindrom otak organik atau
gangguan perilaku REM.6
Umumnya somnambulisme biasa disertai penyakit psikiatri seperti,
gangguan stress pasca trauma, ganggguan panik, gangguan disosiasi,
gangguan depresi dan gangguan obsesif-kompulsif.4
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi parasomnia bersifat multifaktorial yang bergantung pada faktor
genetik dan lingkungan.10
Menurut hipotesis Juszczak GR dan Swiergiel AH, somnambulisme
diakibatkan oleh gangguan pada regulasi aktivitas reseptor serotonin 5- HT
(5- hydroxytryptamine) yang meningkatkan eksitasi neuron serotonergik. Hal
ini dapat menyebabkan pergerakan motorik abnormal, peningkatan tonus otot,
dan pola bernafas yang abnormal pada saat tidur. 11

24
Badan sel yang mengandung serotonin terdapat pada batang otak Raphe
nuclei. Serotonin berperan dalam kemoresepsi. Neuron serotonergik
distimulasi olen keadaan asidosis hiperkapnik melalui reseptor 5- HT di
kemoresepsi sentral. Hal ini mengimpilkasikan bahwa gangguan aktivitas
serotonergik pada somnambulisme bisa menimbulkan pola nafas yang
abnormal. 11

Berdasakan hasil studi, ahli parasomnia mengungkapkan bahwa


parasomnia bukan representasi dari keadaan patologik fungsi serebral, tetapi
diakibatkan oleh aktivasi respon terhadap sistem saraf pusat yang
menghasilkan siklus sleep-wave atau REM-NREM, state confusion,
instability, dan overlap. Siklus tidur fisiologis terdiri dari siklus terjaga,
NREM, dan REM, Sistem saraf pusat aktif selama siklus dan terdapat
perubahan cepat setiap siklus yang melibatkan jaringan neuron, ritme, dan
neurotransmitter. Durasi setiap siklus pada bayi aterm adalah selama 50 menit
dan meningkat sampai 90 menit pada remaja.5

Slow-wave sleep (SWS) biasanya terjadi pada 2 siklus pertama hypnic.


Anak- Anak memiliki periode SWS tambahan menjelang akhir periode tidur.
Anak- anak biasanya memasuki tidur terdalam mereka daalam waktu 15
menit dari onset tidur, dan periode SWS pertama ini berlangsung selama 45-
75 menit. Hal ini menjelaskan mengapa mudah untuk memindankan anak-
anak tanpa membangunkan mereka segera setelah onset tidur. Parasomnia
terjadi pada anak yang dalam keadaan campuran transisi dari satu siklus tidur
ke yang berikutnya (misalnya, dari tidur NREM ke terjaga). Keadaan transisi
ini ditandai dengan ambang rangsangan yang tinggi, kebingungan mental, dan
persepsi yang tidak jelas.6

Berjalan dalam tidur atau somnambulisme memiliki kelainan dalam


regulasi SWS. Disosiasi yang terjadi antara tubuh dan pikiran berasal dari
aktivasi jalur thalamocingulate dengan deaktivasi sistem talamokortikal
aurosal. Periode SWS awal pada malam hari dianggap lebih terganggu pada

25
individu somnambulistik dan seluruh siklus tidur NREM- REM lebih
terfragmentasi. Karena gangguan ini lebih sering terjadi pada anak- anak.
disimpulkan bahwa somnambulisme terjadi akibat sistem saraf pusat yang
belum matang.6

F. MANIFESTASI KLINIS
Selama berjalan dalam tidur, individu memiliki wajah yang menatap
kosong dan relatif tidak respon terhadap upaya komunikatif orang lain dan
sulit untuk dibangunkan. Pasien dapat berjalan disekitar kamar tidur, tetapi
juga dapat berjalan keluar kamar. Individu sulit bangkit tetapi biasanya
kembali ke tempat tidur dengan atau tanpa tuntunan. Aktivitas kompleks
jarang terjadi, individu tersebut sering tidak benar- benar berjalan, tetapi
duduk dan membuat gerakan-gerakan tanpa tujuan dan berbicara komat
kamit. Ketika berjalan dalam tidur, baik selama episode atau keesokan
harinya, penderita tidak dapat mengingat peristiwa yang pernah terjadi dan
tidak memiliki gangguan perilaku ataupun kognisi, meskipun mereka
mungkin memiliki periode singkat disorientasi setelah bangun dari episode
somnambulisme.4

G. DIAGNOSIS
Pedoman diagnostik somnambulisme (sleepwalking) menurut PPDGJ- III:12
Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:
1. Gejala yang utama adalah 1 atau lebih episode bangun dari tempat tidur,
biasanya pada sepertiga awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan;
(kesadaran berubah)
2. Selama 1 episode, individu menunjukkan wajah bengong (blank, staring
face), relatif tak memberi respon terhadap upaya orang lain untuk
mempengaruhi keadaan atau untuk berkomunikasi dengan penderita, dan
hanya dapat disadarkan/dibangunkan dari tidurnya dengan susah payah
3. Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode/besok paginya), individu
tidak ingat apa yang terjadi.

26
4. Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode tersebut,
tidak ada gangguan aktivitas mental, walaupun dapat dimulai dengan
sedikit bingung dan disorientasi dalam waktu singkat.
5. Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.
somnambulisme harus dibedakan dari serangan epilepsi psikomotor dan
fugue disosiatif (f44.1).12
Kriteria diagnostik DSM- IV- TR gangguan berjalan di dalam tidur:13
1. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat sedang tidur dan berjalan
berkeliling, biasanya terjadi pada sepertiga malam pada episode tidur
pertama.
2. Selama berjalan dalam tidur, orang tersebut memiliki wajah yang kosong
dan menatap, relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk
berbicara dengan mereka, dan sangat sulit untuk dibangunkan.
3. Saat bangun (baik dan episode berjalan dalam tidur atau keesokan
paginya), orang ini mengalami amnesia untuk episode tersebut.
4. Dalam beberapa menit setelah bangun dari episode berjalan dalam tidur,
tidak ada aktivitas atau perilaku mental yang terganggu (meskipun
awalnya bisa terdapat periode singkat bingung dan disorientsi).
5. Berjalan dalam tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting
lain.
6. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung suatu zat
(contohnya, penyalangunaan obat, pengobatan) atau keadaan medis umum.

H. PENATALAKSANAAN
1. Psikofarmakoterapi
a. Anti Depresan Trisiklik14,15,16
Mekanisme kerjanya memiliki efek antikolinergik dan sentral serta
berefek sedatif, sehingga dapat menghalangi reuptake dari
norepinefrin dan serotonin. Obat anti depresi (trisiklik dan tetrasiklik)
menekan dan menghilangkan REM sleep dan meningkatkan delta
sleep. Contoh:
1) Amitriptyline
Sediaan: 10 mg, 25 mg, 50 mg, 75 mg, 100 mg, 150 mg tablet; 10
mg/ml IM
27
Dosis dewasa: 30-100 mg/hari Peroral
Dosis anak-anak: 0,1 mg/kgBB Peroral, dinaikkan jika ditoleransi
lebih dari 2-3 minggu sampai 0,5-2 mg/hari,
Dosis remaja: 25-50 mg/hari peroral, dinaikkan bertahap hingga
100 mg/hari dalam dosis terbagi
2) Nortriptyline
Dosis dewasa: 25 mg PO tid/qid, tidak melebihi 150 mg/hari.
Dosis anak-anak:
<25 Kg : tidak direkomendasikan
25-35 Kg : 10-20 mg/hari PO HS
35-54 Kg : 25-35 mg/hari PO HS
>54 Kg : 25 mg PO tid/qid, tidak melebihi 150 mg/hari
b. Benzodiazepine14,15,16
Mekanisme kerja dari benzodiazepine yaitu dengan mengikat reseptor
spesifik yang berhubungan dengan GABA- binding sites pada saluran
klorida (chloride channels). Frekuensi saluran pembukaan channel
meningkat, meningkatkan aliran ion klorida menuju neuron.
Benzodiazepine merupakan terapi pilihan untuk sedatif- hipnotik.
Contohnya:

1) Clonazepam
Dosis dewasa: 0,5 mg PO Hs dosis permulaan untuk gangguan
tidur, dapat ditingkatkan secara cepat hingga 1 mg prn (jika perlu).
Dosis anak- anak: 0,25 mg PO 1 jam sebelum hs dosis permulaan,
dinaikkan secara berhati-hati jika perlu.
2. Terapi Non Farmakologi15
a. Jika faktor lingkungan atau pun faktor predisposisi ditemukan, harus
dilakukan upaya untuk menghilangkannya. misalnya membuat tidur
cukup atau adekuat, pengaturan skius tidur, dan mengobati penyakit
yang mendasari (seperti gastroesophageal reflux, apnea obstruktif saat
tidur, gerakan kaki periodik, kejang).

28
b. Hindari stimulus pendengaran, sentuhan, atau visual pada awal siklus
tidur
c. Instruksikan kepada orang tua atau orang di rumah untuk mengunci
jendela dan pintu, menghilangkan hambatan dan benda- benda tajam
dari ruangan, dan memasangkan alarm jika perlu untuk mengurangi
cedera selama episode.
d. Teknik relaksasi dan biofeedback sebagai manajemen terapi jangka
panjang. Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik.
Menghipnotis diri sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam
sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk memperbaiki
tidur. Pasien membutuhkan latihan yang cukup dan serius.
Biofeedback yaitu memberikan umpan-balik perubahan fisiologik
yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat meningkatkan
kesadaran Diri pasien tentang perbaikan yang didapat. Teknik ini
dapat dikombinasi dengan higene tidur dan terapi pengontrolon tidur.
e. Anticipatory awakenings, yaitu membangunkan anak sekitar 15-20
menit sebelum waktu biasanya ia terbangun lalu jagalah ia tetap
bangun hingga melewati waktu dimana episode biasanya terjadi.
Terapi ini juga digunakan untuk terapi jangka panjang.
f. Setelah menegakkan diagnosis, anjurkan pasien untuk menciptakan
suasana ruangan dan area sekitar yang aman. pasien mungkin perlu
tidur dilantai bawah, penenteraman keluarga juga penting mengingat
banyaknya kesan buruk yang dihubungkan dengan hal berjalan sambil
tidur pada novel dan film- film (mungkin karena pandangan
somnambulisme merupakan suatu pengalaman yang menakutkan)
g. Perhatian terhadap keluarga dan masalah psikologis kadang- kadang
dapat membantu, karena pengurangan keseluruhan tegangan dalam
rumah tangga dapat disertai reduksi somnambulisme. jika gangguan
psikologis atau penyakit mental terjadi, hal ini harus ditangani, dan
teknik- teknik pengurangan ansietas dapat membantu.
I. DIAGNOSIS BANDING

29
Somnambulisme harus dibedakan dari epilepsi psikomotor saat tertidur. Pada
epilepsi, biasanya terdapat perilaku berulang yang dipertahankan seperti
memeras tangan atau lip smacking (meskipun gejala tersebut juga dapat
terjadi pada somnambulisme). EEG ambulasi akan mengkonfirmasi diagnosis
epilepsi. Somnambulisme pada tidur stadium 3-4 dan epilepsi psikomotor
dapat terjadi bersamaan pada anak- anak karena seringnya somnambulisme.
somnambulisme pada orang dewasa dapat menyertai gangguan psikiatrik.
Bila tidak terdapat riwayat perilaku pada masa kanak- kanak, anamnesis yang
cermat dapat memperlihatkan bahwa somnambulisme sebenarnya merupakan
suatu keadaan fugue.8
1. Sleep Terrors
Gangguan teror tidur (sleep terror) ditandai dengan pasien mendadak
berteriak, suara tangisan, dan berdiri ditempat tidur yang tampak seperti
ketakutan dan bergerak- gerak. Serangan ini terjadi pada sepertiga malam
yang berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4, kadang-
kadang penderita tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering
dikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip dengan teror berjalan baik
beroperasi kinis maupun dalam pemeriksaan polisomnografy. Teror tidur
mungkin mencerminkan suatu kelainan neurologis minor pada lobus
temporalis. Pada kasus ini sering kali terjadi perubahan sistem otonomnya
seperti takikardi, keringat dingin, dilatasi pupil, dan sesak napas.
2. Epilepsi15
Epilepsi mengacu pada sekelompok dari berbagai gangguan yang
ditandai oleh aktivitas listrik abnormal di otak yang sebagai gangguan
kesadaran dan gerakan abnormal. Enam puluh persen individu menderita
kejang kompleks lokalisasi parsial menunjukkan kejang hanya saat tidur.
Epilepsi dapat mempengaruhi siklus tidur seseorang, yang menyebabkan
kurang tidur. Demikian pula, gangguan tidur dapat meningkatkan kejadian
aktivitas kejang. Tidur yang berhubungan dengan epilepsi biasanya
memperlihatkan setidaknya dua dari fitur berikut: arousals, tiba- tiba
terbangun dari tidur, gerakan anggota badan tonik- klonik umum, gerakan

30
anggota badan fokal, wajah berkedut, inkontinensia, apnea, lidah tergigit,
dan kebingungan. Fitur- fitur ini menyebabkan fragmentasi tidur dan
kelelahan pada siang hari. ada sejumlah sindrom epilepsi umum yang
bermanifestasi hanya atau didominasi pada malam hari, termasuk epilepsi
lobus frontal malam hari, epilepsi benign masa kecil dengan spike
centrotemporal, awitan dini atau akhir- onset epilepsi pada anak oksipital,
epilepsi mioklonik remaja, dan berkesinambungan lonjakan gelombang
selama tidur NREM.
3. Episodic nocturnal wandering
4. REM sleep behavior disorder
J. PROGNOSIS
Kejadian somnambulisme biasanya akan menurun serring dengan
bertambahnya usia. kejadian ini kerap tidak dianggap sebagai penyakit yang
serius, meskipun dapat menjadi sebuah gejala dari penyakit- penyakit yang
lain. perhatian dan kewaspadaan harus tetap diperhatikan untuk menghindari
terjadinya kecelakaan seperti terjatuh dari tangga dan memanjat keluar
jendela.1

31
PENUTUP
Somnambulisme adalah salah satu bentuk gangguan tidur parasomnia
arousal yang biasa disebut tidur berjalan atau sleepwalking. Somnambulisme
terdiri atas sekumpulan perilaku yang kompleks yang diinisiasi selama tidur
gelombang lemah dan berakibat berjalan saat tidur. Penyebab pasti dari
somnambulisme tidak diketahui sepenuhnya, pada anak-anak diduga terkait
dengan kelelahan, kekurangan tidur sebelumnya, atau kecemasan. Sedangkan
pada orang dewasa, tidur berjalan biasanya berhubungan dengan gangguan
pikiran, tetapi juga dapat diakibatkan karena reaksi terhadap obat-obatan dan
alkohol, dan kondisi medis seperti kejang kompleks parsial. Pada orang tua, tidur
berjalan mungkin merupakan gejala dari sindrom otak organik atau gangguan
perilaku REM (Rapid Eye Movement).
Untuk mendiagnosis somnambulisme ini, epilepsy patut disingkirkan dan
dalam menangani pasien dengan somnambulisme biasanya obat-obat sedatif akan
cukup memberi perbaikan. Kejadian somnambulisme biasanya akan menurun
seiring dengan bertambahnya usia. Namun, perhatian dan kewaspadaan harus
tetap diperhatikan untuk menghindari terjadinya kecelakaan atau kondisi
membahayakan penderita dan lingkungannya.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Japardi I. Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


USU Digital library. 2002.

2. Mume CO. Prevlence of sleepwalking in adult population. Department of


Mental Health, Faculty of Clinical Sciences, Obafemi Aolowo University. Ile-
Ife, Osun State, Nigeria. 2010.

3. Pressman MR. Disorder of Arousal From Sleep and Violent Behavior: The
role of Physical Contact and Proximity. SLEEP. 2007.

4. Ahmed Syed. Sleepwalking. Medscape reference. 2013.

5. Cheng, Ruey-Kuang. Neurophysiological Mechanism of Sleep Dependent


Memory Consolidation and its facilitation by prenatal choline
Supplementation. Chinese Journal of Physiology. 2009.

6. Colten, Harvey R, Et al. Sleep Disorders and Sleep Deprivation: An Unmet


Public Health Problem. National Academy of Sciences: Washington DC.
2006

7. Higgins, George. Neuroscience of Clinical Psychiatry: The Patophysiology of


Behavior and Mental Illness 1st Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
2007.

8. American Academy of Sleep Medicine. International Classification of Sleep


Disorders, revised: Diagnostic and coding manual. Chicago, Illionis:
American Academy of Sleep. 2001.

9. Abad VC, Gulleminault. Diagnosis and treatment of sleep Disorders: a Brief


Review For Clinicians. LLS SAS.2003.

10. Kotagal S. Pathopysiology of parasomnias. New York: Springer Science


Business Media.2013

11. Juszczak GR, Swiergiel AH. Serotonergic Hypothesis of Sleepwalking. USA:


Elseiver, Medical Hypotheses. 2005.

33
12. Maslim, Rusdi. Buku Saku PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
FK-Unika Atmajaya.2013

13. Sadock BJ. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry: Behavioral


Sciences/Clinical Psychiatry 10th Edition. New York: Lippincott Williams &
Wilkins.2007.

14. Rajsekhar, Saha. Somnambulism (Sleepwalk) : All We Want To Know. RKDF


College Of Pharmacy: India. 2012.

15. Hughes JR. A Review of Sleepwalking (Somnambulism): The Enigma of


Neurophysiology and polysomnography with Differential diagnosis of
Complex Partial Seizures. Elseiver. 2007.

16. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi 3.


2007. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya.
Dicetak oleh PT. Nuh Jaya.

34

Anda mungkin juga menyukai