PENDAHULUAN
Perilaku seksual merupakan suatu kombinasi antara rasa penasaran, minat dan analisis
terhadap manusia. Ianya ditentukan berdasarkan oleh anatomi, fisiologi, psikologi, kultur
dimana orang tinggal, hubungan seseorang dengan orang lain, dan mencerminkan perkembangan
pengalaman seks selama siklus kehidupannya. Ini termasuk persepsi sebagai laki-laki atau
wanita dan semua pikiran, perasaan, dan perilaku yang berhubungan dengan kepuasan dan
reproduksi, termasuk ketertarikan dari seseorang terhadap orang lain.1
Hubungan seksual yang normal termasuk hasrat dan perilaku yang menimbulkan
kenikmatan pada dirinya dan pasangannya, disertai stimulasi organ seks primer termasuk
koitus tanpa disertai rasa bersalah atau kecemasan dan tidak kompulsif. Pada beberapa konteks
seks diluar pernikahan, masturbasi, dan berbagai bentuk stimulasi seksual terhadap organ
selain seksual primer mungkin masih dalam batas normal.1
Dalam dunia psikologi abnormal, gangguan abnormalitas seksual merupakan ruang
lingkup di dalamnya. Berdasarkan DSM V TR (American Psychiatric Association) diklasifikasi
menjadi tiga garis besar yaitu disfungsi seksual, parafilia dan gangguan identitas gender. 2
1. Disfungsi psikoseksual inhibisi dalam keinginan seksual atau penampilan psikofisiologik
2. Parafilia perangsangan seksual terhadap stimulus yang menyimpang
3. Gangguan identitas gender pasien merasa sebagai jenis kelamin yang berlawanan
Parafilia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
(PPDGJ), disebut sebagai gangguan preferensi seksual dengan kode F65. Istilah ini diciptakan
oleh Wilhelm Sketel pada tahun 1920-an. Parafilia merupakan istilah untuk segala sesuatu
mengenai kebiasaan seksual, ghairah seksual atau kepuasan terhadap perilaku seksual yang tidak
lazim dan ekstrim. 1
Parafilia adalah stimulus seksual atau tindakan menyimpang dari kebiasaan seksual
normal. Namun bagi sesetengah individu, hal ini penting bagi mendapatkan ransangan seksual
dan mencapai orgasme. Individu seperti ini mendapatkan kenikmatan seksual, namun mereka
tidak memiliki respon terhadap stimulasi secara normal untuk menimbulkan ghairah seksual.
Para pelaku paraphilia terbatas kepada stimulasi spesifik yang menyimpang.
Parafilia merupakan suatu tindakan untuk melepaskan energi seksual atau frustasi
mereka. Biasanya tindakan ini diikuti dengan ghairah atau orgasme yang dicapai dengan
melakukan mastusbasi dan berfantasi. Hampir semua kasus parafilia melibatkan laki-laki sebagai
pelakunya. 3
Menurut Kaplan Medical in Behavioral Science Psychiatry, terdapat beberapa pembagian
parafilia. Antaranya ialah fetishisme, transvertisme, fetishistik, pedofilia, ekshibitionisme,
voyeurisme, masokisme dan sadisme.1 Namun, saya akan membahas lebih dalam mengenai
gangguan preferensi seksual voyeurisme yang kurang dikenali oleh masyarakat karena pelaku
voyeurisme menyembunyikan masalah mereka dan merupakan perilaku menyimpang seksual
yang paling sedikit diteliti. 3
BAB II
PEMBAHASAN
I.
DEFINISI
Istilah voyeurisme berasal dari bahasa Perancis membawa arti melihat, mengacu pada
keinginan seseorang untuk memandang tindakan dan ketelanjangan hubungan seks. Dalam
kondisi ini, ransangan seksual diperoleh terutamanya atau semata-mata dengan mengamati
umumnya orang yang tidak dikenali telanjang, membuka pakaian atau terlibat dalam aktivitas
seksual.1
Voyeurisme adalah preokupasi rekuren dengan khayalan atau tindakan yang berupa
mengamati orang lain yang sedang telanjang atau sedang berdandan untuk melakukan aktivitas
seksual. Gangguan ini juga disebut skopofilia. Pelaku selalunya bermartubasi sehingga mencapai
orgasme selama atau sesudah peristiwa. 1
Menurut sebuah penelitian oleh Langevin, Paitich dan Russon tidak ditemukan kasus
voyeurime di dalam 600 sampel penderita parafilia. Pelaku voyeurisme telah dilaporkan
mengalami masalah dengan orang tuanya pada waktu tumbuh kembang sehingga lebih
cenderung untuk berkembang dengan perilaku voyeurisme. Suasana kehidupan saat di rumah
dikatakan sebagai suasana bermusuhan dan jauh dari segi emosionalnya. Diperkirakan hampir
satu pertiga hingga satu perdua pelaku voyeurisme sudah menikah. 3
Seringkali perilaku parafilia seperti pedofilia, ekshibitionisme dan frouterisme ikut serta pada
individu dengan perilaku voyeurisme. Satu pertiga daripada pelaku voyeurisme pernah
melakukan perkosaan menurut Abel dan Rouleau (1990). 3
Menurut PPDGJ-III, voyeurisme adalah suatu kecenderungan yang berulang atau menetap
untuk melihat orang sedang berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang
menanggalkan pakaian. Hal ini biasanya terjurus kepada ransangan seksual atau masturbasi,
yang dilakukan tanpa orang yang diintip menyadarinya.
kembali untuk mengintip orang yang sama namun jarang sekali berlaku kontak secara langsung
antara pelaku voyeurisme dan orang yang diintip.5
II.
EPIDEMIOLOGI
Perlanggaran hukum perilaku seksual yang paling banyak dilakukan adalah perilaku seksual
voyeurisme. Perilaku voyeurisme lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan, tetapi
tidak menolak kemungkinan perlakuan ini tidak dilakukan oleh perempuan. Sebuah penelitian
oleh Langstorm dan Seto menunjukkan 8% dari 2450 sampel berusia di antara 16-40 tahun
merasai rangsangan seksual saat mengintip orang yang sedang berperilaku intim. Prevalensi
wanita untuk mempunyai perilaku voyeurisme lebih rendah dibandingkan laki-laki yaitu
sebanyak 4% dan 12%.2
Onset dari perilaku voyeurisme biasanya bermula pada usia 15 tahun. Tidak ada statistik
yang bisa diandalkan terkait insidens voyeurisme di usia dewasa.6 Prevalensi dari voyeurisme
tidak dapat diketahui. Pelaku voyeurisme tidak meganggap perilaku voyeurisme sebagai sesuatu
yang serius sehingga mereka tidak membutuhkan pertolongan professional dan menyebabkan
prevalensi sebenar voyeurisme tidak dapat direkodkan.7
III.
ETIOLOGI
Voyeurisme pada umumnya berasal dari masa remaja. Ada pemikiran bahwa pelaku
voyeurisme merasa takut untuk melakukan hubungan seksual secara langsung dengan orang lain,
mungkin karena sifat mereka yang tidak terampil dalam hubungan. Tindakan mengintip yang
mereka lakukan berfungsi sebagai pengganti pemuasan dan kemungkinan memberikan rasa
kekuasaan atas orang yang diintipnya.8
Penyebab voyeurism antara lain adalah seperti berikut: 7
1. Ketidak adekutan relasi dengan lawan jenis dan rasa ingin tahu yang terlalu mendomnasi
dirinya tentang aktivitas seksual
2. Pernah mengalami trauma psikologis dari perlakuan jenis kelamin lain yang menambah
kadar rasa kurang percaya diri
4
3. Terdapat informasi dari berbagai media yang meyumbang pada kebebasan pornografi
4. Ketidaksengajaan melihat seseornag sedang terlanjang, sedang menanggalkan pakaian
atau orang yag sedang melakukan hubungan seksual
IV.
GAMBARAN KLINIS
Ciri utama seorang pelaku voyeurisme adalah mengalami distress yang diakibatkan oleh
munculnya dorongan seksual yang kuat dan terus menerus sehubungan dengan fantasi yang
melibatkan melihat atau mengintip orang, yang pada kebiasaannya tidak dikenali dan sedang
menanggalkan pakaian atau sedang melakukan aktivitas seksual dimana mereka tidak
menduganya sama sekali. Dengan menggunakan metode pengintipan, seorang pelaku mampu
mempertahankan keunggulan seksual tanpa perlu berhadapan resiko kegagalan atau penolakan
dari pasangan yang nyata. 9
Voyeurisme juga disebut sebagai salah satu jenis gangguan psikoseksual dengan merasai
kenikmatan seksual dan kepuasan dari melihat tubuh telanjang dan organ genital atau
mengamati tindakan seksual pasangan lain. Mengintip ini biasanya tersembunyi dari pandangan
orang lain. Jika orang yang sedang diintip menyadari tindakannya, ia bisa saja menyimpulkan
bahwa orang yang diintip tertarik padanya. 8
Sebuah bentuk varian dari voyeurisme melibatkan mendengar percakapan erotis. Hal ini
termasuklah telpon seks, meskipun pelaku voyeurisme dianggap termasuk dalam orang-orang
yang tidak curiga. Fase orgasme dicapai dengan melakukan masturbasi, baik saat mengintip atau
sesudah megintip. Sambil diingati apa yang diintip, kadang pelaku voyeurisme berfantasi bahwa
dia sedang berhubungan seksual dengan orang yang sedang diintip. Namun hal tersebut cumalah
fantasi dan jarang berlaku kontak antara pelaku dan yang diintip.8
V.
DIAGNOSIS
Menurut PPDGJ-III, pedoman voyeurisme untuk menentukan voyeurisme adalah: 4
a. Kecenderungan yang berulang atau meneteap untuk melihat orang yang
sedang berhubungan seksual atau perilaku intim seperti sedang
menanggalkan pakaian
5
b. Hal ini biasnya menjurus kepada ransangan seksual dan masturbasi yang
dilakukan tanpa orang yang diintip menyadari
VI.
PENATALAKSANAAN
Terapi dapat berupa psikoterapi, terapi perilaku, kognitif sosioterapi, terapi hormonal, dan
farmakoterapi. Menurut DSM-V, efek dari voyeurisme berbeda bagi setiap individu. Tingkat
keparahan seperti faktor stress, gangguan perkembangan sosial dan personaliti berbeda-beda
pada pelaku voyeurisme. Pilihan terapi buat pelaku voyeurisme termasuk psikoterapi, terapi
rumah tangga, terapi kognitif, psikoanalisa dan farmakoterapi tergantung indikasi. Penderita
turut diresepkan obat-obat yang bertujuan untuk menghambat hormon seksual
Ahli terapi perilaku menggunakan kondisi keengganan (aversive) untuk menimbulkan reaksi
emosional negatif pada stimulus perangsang. Pada kondisi aversik, stimulus yang menyebabkan
rangsangan seperti kejutan listrik dapat menimbulakn sifat keengganan pada penderita.
Sensitivisasi yang tersembunyi merupakan variasi dari kondisi aversif yang merupakan gabungan
dari stimulus aversif dan masalah perilaku yang terjadi dalam imaginasi. Sensitivisasi yang
tersembunyi adalah bentuk yang paling umum dari terapi aversif. Ianya telah digunakan untuk
merawat penderita perilaku penyimpangan seks di Amerika Serikat. 9
6
2. Farmakoterapi
Intervensi secara farmakoterapi menekan perilaku seksual pada pelaku voyeurism.
Antara obat-obatan yang digunakan dalam mengobati voyeurisme termasuk: 10
ii.
iii.
iv.
v.
VII.
PROGNOSIS
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa voyeurisme adalah tindakan untuk
mendapatkan rangsangan maupun kepuasan seksual dengan melihat orang tenjang ataupun
menanggalkan pakaian. Namun para penderita voyeurisme hanya akan merasa puas jika orang
yang diintip tidak mengeahui dirinya dilihat. Mereka akan dapat mempertahankan keunggulan
seksual tanpa perlu mengalami resiko kegagalan atau penolakan dari pasangan yang nyata.
Karena perbuatan voyeurisme dilakukan secara berhati-hati agar tidak ketahuan, secara
umum ianya tidak memberi pengaruh yang besar kepada masyarakat. Pengaruhnya hanya dirasai
oleh pelaku voyeur sendiri. Parahnya pelaku voyeurisme sering tidak menyadari bahwa ada
kesalahan dengan kelakuan mereka.
Sekiranya keinginan pelaku voyeurisme cukup tinggi untuk merubah perilakunya serta
ditambah motivasi yang kuat maka tidak mustahil jika pelaku voyeurisme bisa meninggalkan
aktivitas mengintipnya. Voyeurisme sulit untuk dihentikan seandainya tidak ada motivasi dan
kesadaran yang cukup dari pelakunya.
Penatalaksanaan yang digunakan untuk menyembuhkan pelaku voyeurisme bukan sahaja
bergantung kepada pelakunya sendiri akan tetapi turut melibatkan orang-orang yang sentiasa
berada di sekitar pelaku voyeurisme. Obat-obatan seperti SSRI yang lazimnya digunakan pada
penderita depsresi turut dapat digunakan pada pelaku voyeurisme untuk membantu menekan
perilaku seksual tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ. Kaplan & Sadocks Synopsis Of Psychiatry 10th ed. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins ; 2007.p705-14
2. American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
Fifth Edition. Arlington, VA, American Psychiatric Association, 2013.
3. Sutker, Patricia B and Henry E Adams. Comprehensive Handbook Of Psychopathology. New
York: Kluwer Academic, 2002.p749-73
4. Maslim, R Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Cetakan 2. 2013.
Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. Dicetak oleh PT. Nuh
Jaya.
5. Strickland, Bonnie B. The Gale Encyclopedia Of Psychology. Detroit, MI: Gale Group, 2001.
P471-72
6. "Voyeurism - Causes, Functioning, Therapy, Drug, Person, Used, Women, Health". N.p.,
2016.
7. Maulana,YB. Voyeurism. Psikologi Abnormal. 2014
8. Laws, D. Richard and William T O'Donohue. Sexual Deviance. New York: Guilford Press,
2008. P305-17
9. Dwitantyanov, A. Makalah Psikologi Abnormal. 2012
10. "Paraphilic Disorders Treatment & Management: Approach
Psychotherapeutic Interventions, Pharmacologic Therapy". N.p., 2016
Considerations,
10
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Perkahwinan
: Sudah menikah
Agama
: Islam
Suku
: Makassar
Warga Negara
: Indonesia
Alamat
: Bonto Langkara
Pekerjaan / Sekolah
No RM
: 150498
: 24 April 2016
LAPORAN PSIKIATRIK
Diperoleh dari alloanamnesis dan autoanamnesis pada tanggal 26 April 2016
I.
RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan Utama
Mengamuk
hal-hal yang tidak masuk akal seperti ada orang yang mengguna-gunainya. Pasien
menuduh bahwa tetangganya yang mau mengguna-gunainya. Pasien turut
mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk membakar al-Quran serta
berteriak. Menurut pasien ada setan yang mengawal tangannya untuk membakar
al-Quran. Pasien turut mengakui melihat bayangan orang hitam dan rumah yang
besar seperti instana.
Perubahan perilaku pasien bermula sejak tahun 2015 yang lalu. Pasien mula
berteriak tanpa sebab dan mengamuk. Menurut keluarganya, pasien telah
ditinggalkan oleh suaminya kira-kira 1 tahun yang lalu. Pasien ditinggalkan
suaminya dikarenakan pasien menyukai seorang laki-laki lain. Selepas
ditinggalkan, pasien mulai berbicara sendiri dan berhalusinasi.Pasien mempunyai
seorang anak yang baru masuk Kelas 1 SD. Keluarga pasien pernah membawa
pasien untuk dirawat di RSKD pada bulan Januari 2016. Obat yang diminum,
Haloperidol namun tidak secara teratur.
Hendaya / Disfungsi
i.
ii.
iii.
Faktor Stressor
Pasien ditinggalkan oleh suaminya 1 tahun yang lalu dan harus mengasuh
sendiri anaknya yang baru masuk Kelas 1 SD
Infeksi (-)
ii.
Trauma (-)
iii.
Kejang (-)
iv.
NAPZA (-)
12
13
b. Riwayat Pernikahan
Pasien telah menikah 8 tahun yang lalu dan ditinggalkan oleh suaminya 1
tahun yang lalu. Pasien mempunyai seorang anak laki-laki yang baru
masuk Kelas 1 SD.
c. Riwayat Agama
Pasien beragama Islam dan menjalankan kewajipan agama dengan cukup
baik.
F. Situasi Sekarang
Pasien sekarang tinggal bersama orang tua dan anak laki-lakinya. Pasien harus
mengasuh anak laki-lakinya yang baru masuk Kelas 1 SD setelah ditinggalkan
suaminya.
14
II.
C. Fungsi Intelektual
a) Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai
dengan tingkat pendidikan
b) Daya konsentrasi : Cukup
c) Orientasi:
-Waktu : Baik
- Tempat: Baik
- Orang : Baik
d) Daya ingat:
-Jangka panjang : Baik
- Jangka sedang: Baik
- Jangka pendek: Baik
- Jangka segera : Baik
15
D. Gangguan Persepsi
a) Halusinasi :
Auditorik (+) mendengar suara menyuruhnya membakar alQuran dan berteriak
b) Ilusi : Melihat bayangan orang hitam dan rumah besar seperti
istana
c) Depersonalisasi : Tidak ada
d) Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berfikir
a) Arus Pikiran
- Produktivitas :Baik
- Kontinuitas : Relevan
- Hendaya berbahasa : Tidak ada
b) Isi Pikiran
- Preokupasi : Tidak ada
- Gangguan isi pikiran :
III.
B. Status Neurologis
GCS : E4M6V5
Pupil : bulat, isokor, refleks cahaya langsung(+), refleks cahaya tidak
langsung (+)
Fungsi kortikal luhur dalam batas normal
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-). Kernings Sign (-)
IV.
mendengar suara
17
Perubahan perilaku pasien bermula sejak tahun 2015 yang lalu. Pasien
mula berteriak tanpa sebab dan mengamuk. Menurut keluarganya, pasien telah
ditinggalkan oleh suaminya kira-kira 1 tahun yang lalu dan mempunyai seorang
anak yang baru masuk Kelas 1 SD. Keluarga pasien pernah membawa pasien
untuk dirawat di RSKD pada bulan Januari 2016. Pasien tidak minum obat
Haloperidol secara teratur.
Dari status mental pasien didapatkan kesadaran berubah. Mood pasien
sulit dinilai dengan afek yang terbatas. Pasien memiliki gangguan persepsi iaitu
halusinasi auditorik berupa suara bisikan yang menyuruhnya untuk membakar alQuran dan berteriak. Pasien turut memiliki ilusi yang melihat bayangan orang
hitam dan rumah yang besar seperti istana. Pasien memiliki gangguan isi pikiran
berupa waham curiga bahwa tetangga mau mengguna-gunainya dan delusion of
control seperti ada setan yang mengawal tangannya saat membakar al-Quran.
Norma sosial, uji daya nilai dan penilaian realitas pasien terganggu. Tilikan 1 dan
dapat dipercaya.
V.
EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I
Berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis dan status mental
pasien didapatkan gejala klinis yang bermakna iaitu mengamuk. Keadaan
ini menimbulkan penderitaan (distress) pada pasien dan keluarga
pasienserta terdapat hendaya dalam interaksi sosial, hendaya dalam
melakukan pekerjaan dan hendaya pada waktu senggang sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan hendaya dalam menilai
realita berupa halusinasi auditorik, ilusi, waham curiga serta delusion of
cointrol sehingga pasien dianggap mengalami gangguan jiwa psikotik.
Dari status internus dan pemeriksaan neurologis tidak ditemukan
kelainan sehingga kelainan organik dapat disingkirkan dan dikategorikan
sebagai gangguan jiwa psikotik non organik.
18
Aksis II
Pasien lebih memilih untuk menyendiri daripada bergaul dengan keluarga
dan tetangganya dan tidak mempunyai teman dekat setelah menikah. Ciri
kepribadian pasien ini mengarahkan ke ciri kepribadian skizoid.
Aksis III
Tidak ada diagnosa fisik
Aksis IV
Masalah dengan primary support group
Aksis IV
GAF Scale sekarang 50-41
GAF Scale 1 tahun terakhir 70-61
VI.
DAFTAR PROBLEM
a) Organobiologik
Tidak ditemukan diagnosa fisik yang bermakna.
b) Psikologik
Ditemukan gangguan isi pikir dan persepsi.
c) Sosiologi
Terdapat hendaya sosial, pekerjaan dan masa senggang.
19
VII.
PROGNOSIS
Dapat disimpulkan bahwa prognosis pasien mengarah ke dubia ad malam.
Hal ini karena terdaapat lebih banyak faktor penghambat berbanding faktor
pendukung. Antara lainnya ialah pasien tidak merasakan dirinya sakit dan
hubungan antara pasien dengan keluarga dan tetangga kurang baik. Faktor
pendukungnya ialah gejala positif yang menonjol pada pasien.
IX.
FOLLOW UP
a) Memantau keadaan umum pasien
b) Memantau perkembangan penyakit pasien
c) Menilai efektivitas pengobatan yang diberikan serta kemungkinan
muncullnya efek samping dari pengobatan yang diberikan
X.
penyakit yang luas, pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karateristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul.
Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terjaga.
Menurut PPDGJ III, minimal teradapat satu gejala dari kriteria ini yang sangat
jelas atau dua gejala bila tidak terlalu jelas.
a) Thought echo, thought insertion or withdrawal, dan thought broadcasting
b) Delusion of control, influence, or passivity, merujuk ke tubuh atau gerakan tungkai
atau pemikiran spesifik, aksi, atau sensasi; delusion of perception;
c) Halusinasi auditorik yang memberikan komentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri atau jenis
suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh ;
20
d) Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas:
a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja
b) Arus pikir yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat inkoherensi
atau pembacaan yang tidak relevan atau neologisme
c) Perilaku katatonik, seperti gaduh gelisah, posisi tubuh tertentu atau fleksibilitas
cerea, negativism, mutisme dan stupor
d) Gejala-gejala negatif, seperti apatis, bicara yang jarang dan respons emosional
yang menumpul atau tidak wajar
Gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih. Khusus untuk mendiagnosa skizofrenia paranoid, gejala-gejalanya sebagai berikut:
-
21
Pada pasien ini ditemukan adanya halusinasi auditorik yaitu pasien mendengar suara
yang menyuruhnya untuk membakar Al-Quran. Terdapat juga ilusi melihat bayangan
orang hitam dan rumah besar seperti istana.
Disamping itu ditemukan juga waham curiga yaitu pasien merasa diguna-gunai oleh
orang lain dan adanya delusion of control, yaitu pasien merasa dirinya dikendalikan oleh
setan saat membakar al-Quran. Gejala ini sudah berlangsung selama lebih dari satu bulan,
maka dari itu pasien didiagnosa Skizofrenia Paranoid (F20.0)
Pada pasien terdapat gejala positif berupa halusinasi dan waham serta gejala negatif
seperti adanya gangguan hubungan sosial dengan orang lain. Oleh karena itu medikasi
yang diberikan berupa obat antipsikotik berupa Haloperidol yang bekerja memblokade
dopamine pada reseptor pasca sinaps neuron di otak (Dopamine D2 rDMeptors) juga
terhadap serotonin 5 HT 2 rDMeptors (serotonin dopamine antagonist), sehingga efektif
untuk gejala negatif disertai dengan psikoterapi untuk memperkuat perbaikan klinis.
Diberikan pula anti psikosis lainnya berupa chlorpromazine sebesar 100 mg pada malam
hari, dengan tujuan memanfaatkan efek sedasinya agar pasien dapat tertidur.
Terapi berorientasi keluarga dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan tentang
gangguan yang dialami pasien dan menciptakan suasana yang baik agar dapat
mendukung proses pemulihan pasien.
22
LAMPIRAN
AUTOANAMNESIS ( 26 APRIL 2016)
LAMPIRAN
AUTOANAMNESIS
DM : Dokter Muda
DM
P : Pasien
: Selamat Siang ibu, kenalkan saya Farah, dokter muda yang bertugas saat ini. Ibu
namanya siapa?
:S
DM
DM
: Di dadi.
DM
DM
DM
DM
DM
: Oh begitu, kalau bayangan-bayangan biasa ki lihat bu atau lihat sesuatu yang orang lain
tidak lihat?
: Biasa ada bayangan hitam saya lihat, sama ada juga itu istana didekat rumah tapi
mereka bilang bukan istana tapi saya lihat itu istana (ilusi)
DM
23
DM
: Karena saya rasa. Dia bawa fotoku ke dukun. Trus ada mi itu suara bisikan langsung
pegal-pegal juga badan ku baru masuk mi setan juga.
DM
: Pernah itu dibilang aku orang bodoh makanya dikasih begini. Baru kita punya salah
sama dia di zaman dulu makanya di kasih sakit begini
DM
: Tapi kita bilang ada seperti curiga ki sama tetangga? Bisa dibilang baik-baik itu bu?
DM
: Bagaimana caranya bisa ki tahu? Itu tetangga ta berteriak teriak sampai bisa ki dengar?
Atau bisik-bisik?
: Bicara, bukan bisik-bisik, bicara ki itu tetangga di atas rumah. Ada juga suara di
belakang rumah saya dengar dulu-dulu tapi sekarang tidak
DM
: Dimana kita dengar itu di atas rumah? Katanya jauh rumah ta dari tetangga baru ada
juga tembok sama kandang sapi antara rumah ta sama tetangga ta.
: Itu yang bikin sakit. Ada aku dengar suara-suara bicara begitu orang yang kurus bicara
begini itu begini..
DM
: Bakar karena setan lah, itu setan dibadanku. Dia yang gerakkan tanganku.
DM
: Bisa dia kontrol badan ku tapi tidak bisa aku lawan, biar kasi goyang badan, seperti
tidak bisa goyang, aku tidak sembayang karena setan tidak kasih aku solat. (delusion of
control)
DM
: Ada
DM
DM
: Tadi kita bilang kalo pisah mki sama suami ta. Kenapa bisa?
24
: Ada laki-laki suka aku tapi aku tidak suka. Tapi dia tinggalkan ka juga.
DM
DM
DM
: Baik baik saja, tapi tidak enak tidur karena itu banyak pikiranku karena suara-suara
DM
: Ibu kita ingat apa ibu bikin tadi pas sudah maghrib?
: Itu..bicara kotor
DM
DM
DM
DM
: Kalo menangis pernah ki menangis bu? Apa yang kita fikir? Kenapa ki sedih?
DM
DM
: 3 bulan yang lalu mungkin waktu bulan 1 obat habis tapi tidak datang karena sudah
sembuh sudah enak perasaanku
DM
: Ibu harus ki datang kontrol selalu trus minum ki obat ta supaya enak perasan ta, jangan
ki suka marah-marah bu apalagi sampai tidak mau minum obat ta.
: Oh begitu ya dok.
25
DM
: Sama-sama.
26
DAFTAR PUSTAKA
27