Anda di halaman 1dari 10

DEPRESI PADA REMAJA

MARIA KALEY

IIK STRADA INDONESIA

ryakaley563@gmail.com

A. Latar Belakang

Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di masyarkat. Depresi dapat terjadi
pada usia berapapun, dan gejala akan terus berkembang dari hari, minggu, bulan dan tahun (Stuart,
2016). World Health Organization (WHO) (2015) melaporkan lebih dari 350 juta orang mengalami
depresi. Kasus depresi pada kelompok umur remaja beberapa tahun terakhir relatif tinggi. Dengan
kata lain, remaja rentan terkena depresi. Penelitian Mclaughlin & King (2015) mengatakan bahwa
gejala depresi meningkat dan kemunculan pertama umumnya terjadi selama masa remaja. Penelitian
lain oleh Danarti, dkk (2018) menyebutkan bahwa golongan yang paling banyak terkena masalah
depresi adalah golongan usia muda yaitu remaja. Hal ini dikarenakan pada usia ini banyak tahap serta
tugas perkembangan yang penting. Menurut Teori Erikson, Tugas perkembangan pada masa remaja
adalah kemampuannya mencapai identitas diri (Damayanti, 2015).

Identitas diri merupakan merupakan faktor utama dalam perkembangan psikososial dan
kematangangan emosional remaja (Pellerone, et.al. 2015). Kegagagalan pencapaian identitas, akan
berdampak pada penyimpangan perkembangan yang disebut dengan krisis identitas. Teori Erikson
mengatakan krisis identitas bisa terjadi karena adanya konflik psikososial.

Penelitian Yandrok (2014) menemukan, konflik psikososial pada remaja disebabkan oleh faktor sosial
ekonomi orang tua yang miskin, kehilangan orangtua karena kematian, adanya konflik keluarga
seperti perceraiann, pengalaman kekerasan, pelecehan, dan kurangnya perhatian. Hal ini dapat
menimbulkan stress bagi kehidupan yang bila dibiarkan bisa berujung pada depresi.
Berdasarkan data yang di himpun Center for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2009-
2012 persentase orang yang mengalami depresi yang berusia 12 tahun ke atas yaitu 7.6% per dua
minggu. Menurut National Institute of Mental Health (2016) sekitar 2.2 juta remaja usia 12-17 di
Amerika Serikat mengalami depresi, 70% mengalami gangguan depresi berat. Didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Kroning & Kroning (2018) di Amerika Serikat menyebutkan bahwa
depresi pada remaja merupakan masalah serius dimana terdapat 10.7% remaja yang mengalami
depresi. Sejalan dengan penelitian Xu, Yuan, Liu, Zhou, & An (2018) menyebutkan bahwa terdapat
58.7% yang mengalami depresi dari 247 orang remaja di kota Yancheng. Artinya secara dunia masalah
depresi masih sangat mengkhawatirkan dan perlu perhatian khusus

Di Indonesia prevalensi depresi pada usia 15 tahun ke atas yaitu 6.1% (Riskesdas, 2018). Menurut
penelitian oleh Keliat, Florensa, & Wardani (2016) terdapat 71% dari 229 remaja SMA di kota Depok,
Jawa Barat mengalami depresi. Sementara di Sumatera Barat prevalensi depresi pada usia 15 tahun
ke atas yaitu 8.2% (Riskesdas, 2018). Sedangkan untuk dikota Padang menurut penelitian Rosani
(2017) angka depresi di salah satu sekolah di kota Padang masih tinggi yaitu mencapai 51.4% dengan
tingkat depresi sedang. Berdasarkan hal diatas depresi pada remaja di Indonesia, di Sumatera Barat,
bahkan di kota Padang masih tinggi.

Depresi merupakan gangguan emosional atau suasana hati yang buruk ditandai dengan kesedihan
yang berkepanjangan, putus harapan, perasaan bersalah dan tidak berarti sehingga dapat
mempengaruhi motivasi untuk melakukan akitivitas sehari-hari (Dirgayunita, 2016). Pada remaja
sering ditemukan dampak, seperti mengeluh tentang fisik, absen dari sekolah, prestasi di sekolah yang
terus memburuk, bermasalah dalam konsentrasi, buruknya dalam berkomunikasi, mudah bosan,
tampak lesu, mudah marah, kurang minat dalam berteman, sensitif terhadap penolakan, perubahan
dalam pola makan dan tidur, sering dan mudah merasa terbebani, memakai obat-obatan terlarang,
bahkan bisa berpikiran untuk bunuh diri (Stuart,2016).

Didukung oleh penelitian Lee, Lee, Hwang, Hong, & Kim (2017) pada remaja yang mengalami depresi
ditemukan gejala diantaranya mudah merasa capek dan lelah sebanyak 63.4%, adanya peubahan pola
makan yang buruk 62.2%, buruk dalam berkomunikasi 54.1%, bermasalah dalam berkonsentrasi
sebanyak 44%, pesimistik 43.8%, kehilangan kesenangan 35.6%, mudah merasa sedih sebanyak
35.2%, merasa gagal dimasa lalu 32.8%, mempunyai pikiran untuk bunuh diri 32.3%, mudah menangis
32.3%, merasa dihukum 27.1%, terganggu dalam istirahat dan tidur 23.4%, dan benci dengan diri
sendiri 22.9%,. Hal ini menunjukkan depresi pada remaja merupakan masalah serius yang harus
ditanggulangi bersama.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Depresi?

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi

3. Aspek-aspek depresi pada remaja

4. Bagaimana cara menangani depresi pada remaja

C. Tinjauan Pustaka

Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen psikologi berupa sedih, susah,
tidak ada harapan dan putus asa disertai komponen biologis atau somatik misalnya anoreksia, konstipasi
dan keringat dingin. Depresi dikatakan normal apabila terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan
dalam waktu yang singkat. Bila depresi tersebut terjadi di luar kewajaran dan berlanjut maka depresi
tersebut dianggap abnormal (Atkinson, 2010).

Menurut Lubis (2009), secara sederhana depresi dapat dikatakan sebagai suatu pengalaman yang
menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi, yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan
kegembiraan) disertai dengan gejala- gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunya selera makan.
Sedangkan Trisna (dalam Lubis, 2009) menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu dan
sedih yang biasanya disertai diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh.

Menurut Davison, Neale dan Kring, (2012) depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai
dengan kesedihan yang teramat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari orang
lain; tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, kehilangan minat serta kesenangan dalam aktivitas
yang sering dilakukan. Menurut Grasha dan Kirchenbaum (dalam Saam &Wahyuni, 2012) depresi adalah
kesedihan dan kekhawatiran dalam waktu yang cukup lama yang disertai oleh perasaan yang tidak
berharga.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah perasaan tidak ada harapan lagi
yang ditandai dengan kemurungan, sedih, terpuruk, putus asa, mengasihani diri sendiri, rasa bersalah,
yang mendalam dan berkelanjutan sehingga kehilangan minat dalam berbagai aktivitas serta menarik
diri hingga hilangnya kegairahan hidup untuk periode waktu paling sedikit dua minggu.

D. Pembahasan

a. Definisi depresi

Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen psikologi berupa sedih, susah,
tidak ada harapan dan putus asa disertai komponen biologis atau somatik misalnya anoreksia, konstipasi
dan keringat dingin. Depresi dikatakan normal apabila terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan
dalam waktu yang singkat. Bila depresi tersebut terjadi di luar kewajaran dan berlanjut maka depresi
tersebut dianggap abnormal (Atkinson, 2010).

Menurut Lubis (2009), secara sederhana depresi dapat dikatakan sebagai suatu pengalaman yang
menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi, yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan
kegembiraan) disertai dengan gejala- gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunya selera makan.
Sedangkan Trisna (dalam Lubis, 2009) menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu dan
sedih yang biasanya disertai diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh.

Menurut Davison, Neale dan Kring, (2012) depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai
dengan kesedihan yang teramat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari orang
lain; tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, kehilangan minat serta kesenangan dalam aktivitas
yang sering dilakukan. Menurut Grasha dan Kirchenbaum (dalam Saam &Wahyuni, 2012) depresi adalah
kesedihan dan kekhawatiran dalam waktu yang cukup lama yang disertai oleh perasaan yang tidak
berharga.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah perasaan tidak ada harapan lagi
yang ditandai dengan kemurungan, sedih, terpuruk, putus asa, mengasihani diri sendiri, rasa bersalah,
yang mendalam dan berkelanjutan sehingga kehilangan minat dalam berbagai aktivitas serta menarik
diri hingga hilangnya kegairahan hidup untuk periode waktu paling sedikit dua minggu.

B. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Depresi


Faktor-faktor yang dapat memengaruhi depresi antara lain sebagai berikut:
a. Kemampuan individu dalam memecahkan masalah.
Efektifitas individu dalam memecahkan masalah ditentukan oleh locus of control (pengendalian diri)
yang dimiliki oleh setiap individu. Individu yang memiliki pengendalian diri internal akan cenderung lebih
efektif di dalam memecahkan suatu permasalahan, karena individu yang memiliki pengendalian diri
internal akan dapat mengintropeksi kesalahan-kesalahan yang dapat menimbulkan permasalahan,
sehingga individu tersebut akan lebih mudah memahami permasalahan yang muncul pada dirinya. Hal
ini berbeda dengan individu yang memiliki pengendalian diri secara eksternal, karena individu tersebut
cenderung mencari kambing hitam atau menyalahkan orang lain atas setiap permasalahan yang muncul,
sehingga hal tersebut tidak dapat memecahkan masalah bahkan akan memunculkan masalah baru bagi
dirinya. Hasil penelitian Rotter (dalam Oktarini, 2014) menyimpulkan bahwa individu yang memliliki
pengendalian eksternal banyak mengalami gangguan jiwa.
b. Pola pikir negatif.
Individu yang memiliki pola pikir negatif akan cenderung berkeyakinan bahwa dirinya kurang, tidak
mampu dan tidak berharga dalam memandang dirinya, dunia dan masa depan. Penderita depresi
cenderung membangun pengalamannya sebagai sesuatu yang gagal, kemiskinan. kekurangan dan
penghinaan (Beck dalam Radiani, 2015).
c. Faktor kecemasan merupakan penyebab stres yang utama. Individu yang mengalami kecemasan
secara terus-menerus akan dapat mengalami gangguan depresi (Smith & Tay, 1994).
d. Faktor agresi.
Individu yang tidak dapat mengekspresikan kemarahannva terhadap individu lain, misalnya kemarahan
anak terhadap orangtuanya, maka anak akan mengarahkan perasaannya ke dalam dirinya, sehingga ia
menjadi depresi..

C. Aspek-Aspek Depresi
Depresi terdiri dari beberapa aspek (Nevid, Rathus & Greene, 2005), yaitu:
a. Emosional, terdiri dari

(1) Perubahan pada mood (periode terus-menerus dari perasaan terpuruk, depresi, sedih, atau muram).

(2) Penuh airmata atau menangis.

(3) Meningkatnya iritabilitas (mudah tersinggung), kegelisahan, atau kehilangan kesabaran.


b. Motivasi, terdiri dari

(1) Perasaan tidak termotivasi, atau memiliki kesulitan untuk memulai (kegiatan) di pagi hari atau
bahkan sulit bangun dari tempat tidur.

(2) Menurunnya tingkat partisipasi sosial atau minat pada aktivitas sosial Kehilangan kenikmatan atau
minat dalam aktivitas menyenangkan.

(3) Menurunnya minat pada seks.

(4) Gagal untuk berespons pada pujian atau reward.


c. Perilaku motorik, terdiri dari

(1) Bergerak atau berbicara dengan lebih perlahan dari biasanya.

(2) Perubahan dalam kebiasaan tidur (tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, bangun lebih awal dari
biasanya dan merasa kesulitan untuk kembali tidur di pagi buta disebut mudah terbangun di pagi buta).

(3) Perubahan dalam selera makan (makan terlalu banyak atau terlalu sedikit).

(4) Perubahan dalam berat badan (bertambah atau kehilangan berat badan).

(5) Berfungsi secara kurang efektif daripada biasanya di tempat kerja atau di sekolah

d. Kognitif, terdiri dari

(1) Kesulitan berkonsentrasi atau berpikir jernih.

(2) Berfikir negatif mengenai diri sendiri dan masa depan.

(3) Perasaan bersalah atau menyesal mengenai kesalahan di masa lalu.

(4) Kurangnya self-esteem atau merasa tidak adekuat.

(5) Berfikir akan kematian atau bunuh diri. Beck dan page (dalam Saam & Wahyuni, 2012)
mendiskripsikan lima aspek depresi sebagai berikut:
a. Kesedihan atau suasana hati yang apatis.

b. Konsep diri negatif yang merendahkan diri, menyalahkan diri atau mengkritik problem, dan
perbuatan-perbuatan diri sendiri.

c. Menunjukkan keinginan untuk menghindar orang lain, kegiatan sosial atau hilangnya minat terhadap
hal tersebut.

d. Kurang tidur, berkurangnya nafsu makan dan keinginan seksual.

e. Ketidakmampuan berfungsi secara wajar, yang ditandai oleh gerakan- gerakan badan yang lamban,
hilangnya energy dan kemauan secara umum, kesulitan mengambil keputusan dan tidak mampu
memulai, konsentrasi, dan bekerja.

Berdasarkan aspek di atas, pada tahun 1961 Aaron Beck, Ward, Mendelson Mock dan Erbaugh membuat
BDI, kemudian direvisi pada tahun 1971 dan mulai dipublikasikan pada tahun 1978 (Husaeni, 2014).

Beck Depression Inventor(BDI) adalah inventori yang digunakan untuk mengungkap gangguan depresi.
BDI mengevaluasi 21 gejala depresi (Beck, 1996). BDI terdiri dari 21 aitem yang menggambarkan 21
kategori, yaitu:

(1) perasaan sedih,


(2) perasaan pesimis,

(3) perasaan gagal,

(4) perasaan tak puas,

(5) perasaan bersalah,

(6) perasaan dihukum,

(7) membenci diri sendiri,

(8) menyalahkan diri,

(9) keinginan bunuh diri,

(10) mudah menangis,

(11) mudah tersinggung,

(12) menarik diri dari hubungan sosial,

(13) tak mampu mengambil keputusan,

(14) penyimpangan citra tubuh,

(15) kemunduran pekerjaan,

(16) gangguan tidur,

(17) kelelahan,

(18) kehilangan nafsu makan,

(19) penurunan berat badan,

(20) preokupasi somatik,

(21) kehilangan libido seksual.

D. Penyebab Depresi

Penyebab depresi cukup beragam. Munthe (2007) menyebutkan beberapa penyebab depresi adalah:

a) kekecewaan yang bersumber dari adanya tekanan, kelelahan fisik, atau alasan lainnya.

b) kurangnya harga diri. yang cenderung dilebih-lebihkan menjadi ekstrim.

c) perbandingan yang tidak adil.


d) dua perasaan yang bertentangan; Ostow (dalam Munthe, 2007)

, e) Penolakan atau terbatasnya hubungan dengan teman sebaya.

f) tujuan-tujuan yang tidak tercapai.

Kurniawan, Ratep dan Westa, (2013) menyebutkan depresi terkait dengan penyakit yang
berkepanjangan. Depresi juga berhubungan dengan aktivitas mental yang berlebihan (Riyawati, 2008),
remaja putri yang mengalami kehamilan di luar nikah (Husaeni, 2014). Ada beberapa faktor penyebab
depresi yang sudah diteliti oleh beberapa ahli (Santrock, 2003) yaitu:

a) ikatan antara ibu dan anak yang tidak memberikan rasa aman,

b) tidak adanya cinta dan kasih sayang dalam pengasuhan anak,

c) dalam hal ini ibu tidak melakukan komunikasi yang baik untuk dapat memberikan,

d) menyampaikan bentuk kasih sayangnya pada anak, atau kehilangan salah satu orang tua pada masa
kanak-kanaknya,

e) sehingga menciptakan set kognitif negatif.

KoPenelitian Venberg (dalam Santrock, 2003) terbatasnya hubungan dengan teman sebaya, ketiadaan
hubungan yang dekat dengan seorang sahabat akan memunculkan depresi pada remaja karena pada
masa remaja adalah masa dimana pertemanan adalah segala-galanya dengan adanya teman, remaja
dapat berbagi apa saja yang menjadi permasalahannya

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi depresi pada remaja adalah penyimpangan dalam cara berpikir
atau cognitive distortions (Beck dalam Astuty, 2008); learned helplessness (Seligman, 2008);
pengalaman yang menimbulkan trauma psikis dimasa anak-anak sampai remaja seperti kehilangan
orang yang dicintai, perpisahan dengan ibu kandung, dan ancaman atau pemaksaan dengan kekerasan
oleh teman-teman (Hidayat, dalam Astuty, 2008); optimisme (Seligman, 2008; Garber, dalam Goleman,
2005); perceraian kedua orang tua dan dukungan sosial (Santrock, 2002); masalah sekolah (Hammen
dan de Mayo, dalam Nevid dkk, 2005); serta penolakan oleh orang-orang sekitar dalam pergaulan
(Goleman, 2008; Lubis, 2009).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa depresi terjadi karena individu
mengatribusikan berbagai peristiwa kehidupan negatif seperti kekecewaan, kurang harga diri,
perbandingan yang tidak adil, dua perasaan yang bertentangan, penyakit, aktivitas mental yang
berlebihan, penolakan dan tujuan yang tak tercapai. Selain itu depresi dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti komunikasi antara ibu dan anak, masalah sekolah, penolakan dalam pergaulan, pola asuh
ibu terhadap anak, memiliki orangtua yang menderita depresi, tidak optimisme (pesimis) dan
keterbatasan hubungan teman sebaya.

E. Cara mengatasi depresi pada remaja


Bagi kamu yang masih remaja dan merasa mengalami depresi, kamu bisa lakukan beberapa hal di bawah
ini untuk mengatasi depresi yang tengah kamu alami.

1. Bicarakan masalahmu dengan orang dewasa

Jangan pendam semua masalahmu sendiri, cobalah untuk membicarakannya dengan orang dewasa yang
kamu percaya. Bisa orang tua, guru, atau psikolog. Mungkin sulit untuk mencoba mengutarakan
perasaan ke orang lain, terutama saat kamu merasa tertekan, malu, atau tidak berharga. Penting untuk
diingat bahwa bukan kamu saja yang mengalami hal ini. Membicarakan masalah ini bukan berarti lemah,
cacat, atau tidak baik. Menerima perasaan dan membukanya dengan seseorang yang kamu percayai
akan membantu kamu merasa tidak sendirian.

2. Jangan mengurung diri

Mengurung diri di kamar justru bisa memperburuk kondisi depresi kamu. Jadi, bahkan jika itu adalah hal
terakhir yang ingin kamu lakukan, coba paksa diri kamu untuk tetap bersosialisasi. Kurangi
menghabiskan waktu di media sosial dan bergabunglah dengan aktivitas menyenangkan di lingkungan.
Bisa ikut ekskul, klub olahraga, menjadi sukarelawan, atau menemui para sahabat.

3. Terapkan pola hidup sehat

Membuat pilihan gaya hidup sehat dapat memberikan keajaiban untuk memperbaiki suasana hati lho.
Hal-hal seperti makan dengan benar, berolahraga secara teratur, dan tidur yang cukup telah terbukti
membuat perbedaan besar dalam kasus depresi. Pastikan kamu selalu tidur cukup, makan-makanan
yang seimbang, dan selalu bergerak! Jangan pernah berpikir untuk merokok, mengonsumsi alkohol, atau
narkoba. Benda-benda ini bisa membuat depresi kamu makin kalut.

4. Kelola stres dan kecemasan

Bagi banyak remaja, stres dan kecemasan bisa berjalan seiring dengan depresi. Stres, keraguan, atau
ketakutan yang tak henti-hentinya dapat menguras energi emosional, memengaruhi kesehatan fisik,
membuat tingkat kecemasan melonjak, dan memicu atau memperburuk depresi. Stres ini bisa datang
dari banyak hal seperti grogi menghadapi ujian, susah bergaul di lingkungan, atau kebanyakan pikiran.
Coba renungkan masalahnya dengan kepala dingin dan cari solusi mengelola stres itu. Kamu juga bisa
meminta bantuan pada pihak terkait. Misal kamu sulit bergaul dengan teman sekelas, mungkin kamu
bisa minta bantuan pada guru konseling di sekolah.

Cara mengatasi depresi pada remaja bagi orangtua

Orangtua juga memegang peranan penting dalam menangani stres pada remaja. Jika kamu memiliki
remaja yang menunjukkan gejala depresi, coba lakukan beberapa tips di bawah ini.

1. Dorong untuk bersosialisasi

Remaja yang depresi cenderung menarik diri dari teman-teman mereka dan kegiatan yang biasa mereka
nikmati.
Tetapi isolasi hanya membuat depresi semakin buruk, jadi lakukan apa yang Anda bisa untuk membantu
anak remaja kamu terhubung kembali dengan lingkungannya.

Namun ingat, saat bicara dengan mereka jangan pakai nada memaksa. Katakan dengan lembut,
persuasif, bukan memaki atau memaksa mereka.

2. Jadikan kesehatan fisik sebagai prioritas

Kesehatan fisik dan mental saling terkait. Depresi diperburuk oleh ketidakaktifan, kurang tidur, dan gizi
buruk.

Sayangnya, remaja saat ini dikenal karena kebiasaan tidak sehat mereka seperti begadang, makan junk
food, dan menghabiskan berjam-jam di ponsel atau gawai mereka.

Ajak anak kamu bergerak dan berolahraga, selain itu batasi juga aktivitas mereka di depan layar gadget.
Jangan lupa beri asupan makanan bernutrisi dan pastikan mereka mendapat cukup tidur.

3. Ketahui kapan harus mencari bantuan profesional

Dukungan dan perubahan gaya hidup sehat dapat membuat perubahan berbeda bagi remaja yang
mengalami depresi, tetapi itu tidak selalu cukup. Ketika depresi parah, jangan ragu untuk mencari
bantuan dari profesional kesehatan mental.

Metode perawatannya bisa beragam mulai dari psikoterapi, konsumsi obat, dan lain-lain. Jangan
memberikan obat anti depresi tanpa konsultasi dengan dokter dahulu.

E. Kesimpulan

Dengan segudang aktivitas, tidak jarang para remaja mengalami stres. Walaupun stres mungkin dapat
hilang dengan sendirinya, tetapi orang tua diharapkan dapat meningkatkan kepedulian dan mulai
membicarakan kesehatan mental dengan anak remajanya.

Pada anak-anak di usia remaja dan dewasa muda, jika diberi kesempatan, mereka sebenarnya akan
selalu ingin tahu, bergerak, dan inovatif. Mereka juga menantang status quo, ingin selalu mempercepat
kemajuan, dan memajukan potensi manusia. Namun, di banyak bagian dunia, termasuk negara-negara
berpenghasilan tinggi, kehidupan dan prospek remaja dan anak muda telah memburuk dalam beberapa
tahun terakhir.

Beberapa orang muda mengatakan bahwa mereka menyakiti diri sebagai akibat dari perasaan
kewalahan, stres, mati rasa, atau diasingkan oleh teman. Yang lain mengatakan sesuatu dalam
lingkungan membuat mereka rentan. Patut diketahui, pengalaman setiap orang berbeda. Kaum muda
juga memiliki perilaku yang berbeda daripada orang dewasa atau lansia, mereka lebih mudah untuk
berbicara pada seseorang yang mereka percaya tentang apa yang sedang mereka alami.

F. Daftar pustaka
Baca artikel detikHealth, "Saat Remaja Stres, Begini Saran untuk Mengatasinya" selengkapnya
https://health.detik.com/anak-dan-remaja/d-3212954/saat-remaja-stres-begini-saran-untuk-
mengatasinya.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Anda mungkin juga menyukai