Anda di halaman 1dari 4

BAB II

Gangguan stres akut

Gangguan stres akut atau acute stress disorder (ASD) adalah reaksi psikis yang intens, tidak
menyenangkan, dan disfungsional yang dimulai segera setelah peristiwa traumatik dan berlangsung
selama kurang dari 1 bulan. Jika gejala bertahan lebih dari 1 bulan, maka diagnosis yang tepat
adalah post traumatic stress disorder (PTSD).

Mekanisme

terjadinya gangguan stres akut belum diketahui secara pasti. Teori maladaptasi terhadap
pengondisian rasa takut (fear conditioning) dan kegagalan mekanisme extinction learning
diperkirakanmendasari terjadinya gangguan stres akut. Kondisi ini lebih rentan dialami oleh individu
dengan tingkat pendidikan lebih rendah, memiliki riwayat peristiwa traumatik sebelumnya, riwayat
penyakit psikiatri, atau gangguan kepribadian.

Diagnosis

gangguan stres akut ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis DSM-5 yang meliputi riwayat paparan
terhadap peristiwa traumatic, disertai minimal 9 gejala tambahan yang termasuk dalam kelompok
gejala intrusif, mood negatif, gejala disosiatif, gejala menghindar (avoidance), dan gejala
peningkatan kewaspadaan. Durasi gejala harus berkisar antara 3 hari sampai 4 minggu dan
menyebabkan gangguan fungsional signifikan yang tidak berkaitan dengan penyalahgunaan obat
atau kondisi medis lain.

Penatalaksanaan

gangguan stres akut bertujuan untuk mengurangi gejala dan mencegah perkembangan menjadi
PTSD. Penatalaksanaan utama adalah cognitive-behavioral therapy (CBT) yang berfokus pada
trauma. Metode ini berfokus pada kemampuan mengendalikan gejala, mengenali dan
mengendalikan gejala yang menyimpang, serta terapi paparan (exposure therapy). Saat ini belum
ada bukti ilmiah yang cukup untuk merekomendasikan terapi medikamentosa pada gangguan stres
akut. Karena dianggap memiliki banyak kemiripan, terapi medikamentosa yang digunakan pada
gangguan stres akut umumnya mengacu pada hasil penelitian pada pasien PTSD.

Patofisiologi

gangguan stres akut atau acute stress disorder (ASD) belum diketahui secara pasti. Berbagai model
telah dikembangkan untuk menjelaskan reaksi stres yang ditimbulkan sebagai respon terhadap
peristiwa traumatik, dan mayoritas model yang ada berhubungan dengan teori pengondisian rasa
takut (fear conditioning).

Secara umum, gangguan stres akut memiliki mekanisme yang serupa dengan post traumatic stress
disorder (PTSD). Hanya saja, gangguan stres akut tidak akan berlangsung lebih dari 1 bulan,
sementara pasien PTSD akan mengalami manifestasi klinis jauh lebih lama.
Fear Conditioning Theory

Rasa takut yang timbul saat terpapar peristiwa traumatik menyebabkan asosiasi yang kuat antara
rasa takut dengan berbagai stimulus yang berhubungan dengan peristiwa traumatik tersebut.
Sehingga, pasien akan menunjukkan respon ketakutan yang sama setiap kali terpapar dengan
stimulus yang berhubungan peristiwa traumatik di masa lampau. Hal tersebut menimbulkan
berbagai gejala intrusif seperti flashback dan reaktivitas fisiologis.[1,3]

Extinction Learning

Gangguan stres akut juga dianggap muncul akibat kegagalan individu dalam beradaptasi dengan rasa
takut melalui mekanisme extinction learning. Jika proses extinction learning berjalan dengan baik,
akan terjadi penurunan bertahap dalam respon yang ditimbulkan terhadap suatu stimulus
terkondisi. Pada kondisi normal, extinction learning akan membantu individu belajar menciptakan
asosiasi baru terhadap stimulus yang berkaitan dengan peristiwa traumatik di masa lampau,
sehingga dapat menekan ekspresi rasa takut terhadap memori asli tentang peristiwa traumatik
tersebut. Jika mekanisme ini gagal, seseorang akan terus mengalami ketakutan terhadap peristiwa
traumatik di masa lampau.[1,3]

Teori Kognitif

Stres yang ditimbulkan setelah terpapar peristiwa traumatik dimodulasi oleh penilaian kognitif
individu terhadap peristiwa traumatik yang dialaminya. Teori ini memodelkan bahwa respon
terhadap trauma dipengaruhi oleh cara masing-masing individu menginterpretasikan pengalaman
trauma yang dialaminya. Teori ini juga menjelaskan bahwa peningkatan kewaspadaan pada saat
terjadinya trauma menyebabkan memori tentang trauma dikode dengan dominan secara sensorik
dan menyebabkan fragmen-fragmen memori terkonsolidasi secara tidak koheren di dalam ingatan
seseorang. Proses tersebut menghasilkan ingatan yang terfragmentasi dan mendorong timbulnya
perasaan dimana seorang individu seolah-olah mengalami kembali peristiwa traumatik di masa
sekarang.[3]

Etiologi

gangguan stres akut atau acute stress disorder (ASD) adalah paparan terhadap peristiwa traumatik
seperti kondisi yang mengancam nyawa, kekerasan fisik, kekerasan seksual, atau cedera fisik yang
signifikan. Pasien dapat mengalami peristiwa traumatik tersebut secara langsung atau
menyaksikannya terjadi pada orang sekitarnya.

Pada gangguan stres akut, gejala hanya bertahan selama kurang dari 1 bulan. Apabila gejala
menetap melebihi 1 bulan, maka kemungkinan pasien mengalami post traumatic stress disorder
(PTSD).[1,5]

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya gangguan stres akut pada seseorang yang mengalami peristiwa traumatik
dapat dibagi menjadi faktor pre-, pasca-, dan saat terjadi trauma.
Faktor Risiko Pretrauma

Gangguan stres akut lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan laki-laki. Hal tersebut
berkaitan dengan perbedaan neurobiologis pada respon stres yang ditimbulkan setelah mengalami
trauma. Wanita sebagai populasi rentan juga turut mempengaruhi risiko terjadinya gangguan stres
akut, dimana paparan peristiwa traumatik seperti pemerkosaan atau kekerasan interpersonal lebih
sering ditemukan pada wanita.[1,5]

Faktor lain yang meningkatkan risiko gangguan stres akut adalah disabilitas intelektual dan tingkat
sosioekonomi serta pendidikan yang rendah. Riwayat mengalami peristiwa traumatik sebelumnya,
riwayat gangguan kepribadian, atau gangguan psikiatri lainnya juga merupakan faktor risiko. Individu
yang mudah mengalami stres dan memiliki mekanisme koping yang buruk juga lebih berisiko
mengalami gangguan stres akut.[1,6]

Faktor Risiko Terkait Peristiwa Traumatik

Jenis trauma dan keparahan paparan peristiwa traumatik yang dialami juga berpengaruh terhadap
terjadinya gangguan stres akut. Peristiwa yang berkaitan dengan kekerasan atau pemerkosaan
meningkatkan risiko terjadinya gangguan stres akut. Begitu pula dengan peristiwa traumatik yang
menyebabkan cedera fisik pada pasien.[1,6]

Faktor Risiko Pasca Trauma

Risiko gangguan stres akut meningkat pada pasien yang mengalami cedera otak traumatik,
mendapat perawatan di ICU, mengalami disabilitas, serta memiliki stresor atau permasalahan hidup
lain yang timbul setelah mengalami trauma.[1]

Referensi

1. Fanai M, Khan MAB. Acute Stress Disorder. [Updated 2021 Jul 17]. In: StatPearls. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560815/

2. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders, fifth
edition (DSM-5). American Psychiatric Association, 2013.
https://doi.org/10.1176/appi.books.9780890425596

3. Bryant RA. The Current Evidence for Acute Stress Disorder. Curr Psychiatry Rep. 2018;20(12):111.
Doi:10.1007/s11920-018-0976-x

4. Bryant R. Treatment of acute stress disorder in adults. Uptodate. 2021.


https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-acute-stress-disorder-in-adults#H778995456

11. Bryant R. Acute stress disorder in adults: Epidemiology, pathogenesis, clinical manifestations,
course, and diagnosis. Uptodate. 2018.
12. Bryant RA. Acute stress disorder as a predictor of posttraumatic stress disorder: a systematic
review. J Clin Psychiatry 2011; 72:233.

15. Stein DJ, Ipser JC, Seedat S. Pharmacotherapy for post traumatic stress disorder (PTSD). Cochrane
Database Syst Rev 2006; :CD002795.

6. Taymur İ, Sargin AE, Özdel K, et al. Possible Risk Factors for Acute Stress Disorder and Post-
Traumatic Stress Disorder After an Industrial Explosion. Noro Psikiyatr Ars. 2014;51(1):23-29.
Doi:10.4274/npa.y6510

Anda mungkin juga menyukai