(INTERVENSI HUMANISTIK)
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN
T.A 2021/2022
A. PENDAHULUAN
A.2 Teori
Teknik yang digunakan oleh Abraham Maslow yaitu terapi. Menurut Maslow, tujuan
terapi adalah agar klien memeroleh B-values, atau nilai kebenaran, keadilan, kesederhanaan, dan
sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut, klien harus bebas dari kebergantungan pada orang
lain, supaya dorongan alami menuju pertumbuhan dan aktualisasi diri menjadi aktif. Meskipun
Maslow bukan psikoterapis, dia menganggap bahwa teori kepribadiannya dapat diterapkan
dalam psikoterapi.
Dalam konsep hierarki kebutuhan dinyatakan bahwa jika seseorang masih dapat bergerak
pada level kebutuhan dasar (fisiologis) dan rasa aman melebihi yang lainnya, biasanya mereka
tidak termotivasi untuk mencari psikoterapis. Sebaliknya, mereka akan berusaha keras untuk
memenuhi kebutuhan akan perawatan dan kesamaan. Kebanyakan manusia yang membutuhkan
terapi adalah mereka yang memiliki kebutuhan tingkat ketiga. Tingkat kebutuhan ini biasanya
dipenuhi dengan baik, tetapi masih kesulitan untuk mendapatkan kasih sayang. Karena itu,
psikoterapi diarahkan kepada proses interpersonal yang hangat dan penuh kasih sayang. Dengan
demikian, klien memperoleh kepuasan dalam memenuhi kebutuhan akan rasa cinta, memperoleh
rasa percaya diri, dan penghargaan diri sendiri. Hubungan yang baik antara klien dan terapis
merupakan pengobatan psikologis terbaik. Hubungan yang saling menerima akan memberikan
perasaan patut dicintai dan memvasilitasi kemampuan mereka untuk mengembangkan hubungan
nasihat diluar terapi. Teknik Terapi Humanistik. Terapi eksistensial humanistik adalah terapi
yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan
eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat
dia bertanggung jawab atas dirinya. Teknik yang digunakan dalam terapi ini diantaranya :
a. Person Centered-terapy
Person centered therapy merupakan terapi yang di kembangkan oleh Carl R. Rogers pada
tahun 1942. Ia memiliki pandangan dasar tentang manusia, yaitu bahwa pada dasarnya manusia
itu bersifat positif, makhluk yang optimis, penuh harapan, aktif, bertanggung jawab, memiliki
potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa lalu), dan berorientasi ke masa yang akan
datang dan selalu berusaha untuk melakukan self fullfillment (memenuhi kebutuhan dirinya
sendiri untuk bisa beraktualisasi diri). Morse dan Watson (1977) mengungkapkan terapis client-
centered juga harus memegang sikap menerima dan menganggap positif terhadap kliennya.
Terapis juga harus memiliki keinginan yang terus menerus untuk
memahami dunia pribadi kliennya, dan dia harus berkomunikasi memahami dengan empati.
Ada sejumlah teknik tertentu yang membantu terapis dalam interaksi dengan klien. Salah satu
teknik adalah dengan clarification of the client's feelings, dimana akan mencerminkan perasaan
klien. Teknik lain adalah simple acceptance, restatement of content, dan nondirective leads.
Simple acceptance: dimana terapis memngusahakan klien dapat menerima keterangan dari
terapis, menambah komunikasi sebagai pemahaman secara empati dan hal positif tanpa syarat.
Hal ini dapat dilakukan baik secara verbal dan nonverbal.
Restatement of content: untuk membantu pemahaman klien dari masalah yang mungkin
membingungkan.
Nondirective leads: intinya jelas dalam awal terapi. Terapi membantu klien untuk
mengembangkan topik dan untuk mengarahkan diskusi dalam situasi terapi.
b. Gesalt terapy
Terapi Gestalt dikembangkan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi eksistensial yang
berpijak pada premis bahwa individu–individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan
menerima tanggung jawab pribadi jika mereka mengharap kematangan. Karena bekerja terutama
di atas prinsip kesadaran, terapi Gestalt berfokus pada “apa“ dan “bagaimana” tingkahlaku dan
pengalaman disini-dan sekarang dengan memadukan (mengintegrasikan) bagian-bagian
kepribadian yang terpecah dan tidak diketahui. Terapis Gestalt secara aktif menunjukkan
bagaimana klien bisa dengan mudah lari dari saat sekarang dan memasuki masa lampau atau
masa depan. Sasaran Perls adalah membantu orang-orang membuat hubungan dengan
pengalaman-pengalaman mereka secara jelas dan segera ketimbang semata-mata berbicara
tentang pengalaman-pengalaman itu. Jadi, jika klien mulai bicara tentang kesedihan, kesakitan,
atau kebingungan, terapis membuat usaha-usaha agar klien mengalami kesedihan, kesakitan, atau
kebingungan itu sekarang. Pembicaraan tentang masalah hanya akan menjadi suatu permainan
kata tak berakhir yang menjurus pada diskusi dan eksplorasi yang tidak produktif atas makna-
makna yang tersembunyi. Itu adalah salah satu cara menolak pertumbuhan, juga suatu cara untuk
menipu diri sendiri. Untuk mengurangi bahaya penipuan diri itu, terapis berusaha
mengintensifkan dan memperkuat perasaan-perasaan tertentu. Tidaklah tepat mengatakan bahwa
para terapis Gestalt tidak menaruh perhatian pada masa lampau individu. Masa lampau itu
penting apabila dengan cara tertentu berkaitan dengan tema-tema yang signifikan yang terdapat
pada fungsi individu saat sekarang. Apabila masa lampau memiliki kaitan yang signifikan
dengan sikap-sikap atau tingkah laku individu sekarang, maka masa lampau itu ditangani dengan
membawanya ke saat sekarang sebanyak mungkin. Jadi, apabila klien bicara tentang masa
lampaunya, maka terapis meminta klien agar membawa masa lampaunya itu ke saat sekarang
dengan menjalaninya kembali seakan-akan masa lampau itu hadir pada saat sekarang.
Dalam terapi Gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai, yakni mencakup perasaan-
perasaan yang tak terungkapkan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu
diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di
dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan dibawa kepada
kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya
sendiri dan dengan orang lain.
2. Carl R. Rogers
Carl R. Rogers adalah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-gagasannya
berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang, baik klinis, pendidikan,
dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan, Rogers mengutarakan pendapat tentang
prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti,
belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan (Rumini,dkk.
1993).
Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hasrat untuk Belajar
Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti dengan
tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan.
Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar pendidikan humanistik. Di dalam
kelas yang humanistik anak-anak diberi kesempatan dan kebebasan untuk memuaskan dorongan
ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti
tentang dunia di sekitarnya.
b. Belajar yang Berarti
Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan dengan
kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat apabila yang dipelajari
mempunyai arti baginya.
c. Belajar Tanpa Ancaman
Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung
dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar akan berjalan lancer manakala murid
dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru atau membuat
kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman yang bisaanya menyinggung perasaan.
d. Belajar atas Inisiatif Sendiri
Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan
melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya sendiri sangatlah
memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid untuk “belajar bagaimana
caranya belajar” (to learn how to learn ). Tidaklah perlu diragukan bahwa menguasai bahan
pelajaran itu penting, akan tetapi tidak lebih penting daripada memperoleh kecakapan untuk
mencari sumber, merumuskan masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar
atas inisiatif sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun hasil belajar.
Belajar atas inisiatif sendiri juga mengajar murid menjadi bebas, tidak bergantung, dan percaya
pada diri sendiri. Apabila murid belajar atas inisiatif sendiri, ia memiliki kesempatan untuk
menimbang-nimbang dan membuat keputusan, menentukan pilihan dan melakukan penilaian.
Dia menjadi lebih bergantung pada dirinya sendiri dan kurang bersandar pada penilaian pihak
lain. Di samping atas inisiatif sendiri, belajar juga harus melibatkan semua aspek pribadi,
kognitif maupun afektif.
B. PENGGUNAAN INTERVENSI HUMANISTIK DI BEBERAPA KASUS
B.1 Intervensi Humanistik dapat digunakan pada contoh kasus berikut ini:
Kasus 1
Contoh:
Erin yakin bahwa dia merupakan orang yang sangat dermawan, sekalipun dia seringkali
sangat pelit dengan uangnya dan biasanya hanya memberikan tips yang sedikit atau bahkan tidak
memberikan tips sama sekali saat di restauran. Ketika teman makan malamnya memberikan
komentar pada perilaku pemberian tipsnya, dia tetap bersikukuh bahwa tips yang dia berikan itu
sudah layak dibandingkan pelayanan yang dia terima. Dengan memberikan atribusi perilaku
pemberian tipsnya pada pelayanan yang buruk, aka dia dapat terhindar dari kecemasan serta tetap
menjaga konsep dirinya yang katanya dermawan.
Rogers berpikir bahwa manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka terancam.
Untuk melindungi diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan mengubah perbuatanny
sehingga mereka masih akan tetap mampu berpegang pada konsep diri mereka. Manusia dengan
tingkat inkongruensi yang lebih tinggi akan merasa sangat gelisah karena realitas selalu
mengancam konsep diri mereka secara terus menerus.
Kasus 2
Fiona adalah mahasiswi baru di sebuah Universitas. Dia bertemu dengan teman-teman
barunya. Fiona cenderung menghindari mereka karena merasa takut dengan orang-orang baru.
Temannya mencoba untuk mendekatinya dengan meminta no. Hp, mengajak makan bersama di
kantin tetapi Fiona selalu menolaknya. Bahkan ketika Fiona bersama- teman baru, dan hendak
pergi ke toilet,salah satu temannya menawarkan diri untuk membawakan dan menjaga tasnya
namun tetap ia tolak.Semasa ospek, Fiona dikenal sebagai orang yang kaku dan anti sosial.
Menurut Maslow, kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan
kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan
struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada
seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat
diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika
hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang
merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras
menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan
Kasus 3:
Leon seorang mahasiswa, mungkin melihat dirinya sebagai dokter masa depan, tetapi
nilainya yang dikeluarkan dari sekolah kedokteran ternyata dibawah rata-rata. Perbedaan antara
dengan apa Leon melihat dirinya (konsep diri) atau bagaimana ia ingin melihat dia (ideal konsep
diri) dan realitas kinerja akademis yang buruk dapat menyebabkan kegelisahan dan kerentanan
pribadi, yang dapat memberikan motivasi yang diperlukan untuk masuk terapi. Leon harus
melihat bahwa ada masalah atau tidak pada dirinya. Leon pesimis untuk menghadapai
penyesuaian psikologis untuk mengeksplorasi perubahan dirinya. Konseling berlangsung, klien
dapat mengeksplorasi lebih luas keyakinannya dan perasaan (Rogers, 1967). Mereka dapat
mengekspresikan ketakutan mereka, rasa bersalah kecemasan, malu, kebencian, kemarahan, dan
lain sebagainya. emosi telah dianggap terlalu negatif untuk menerima dan memasukkan ke dalam
diri mereka. Dengan terapi, orang disortir kurang dan pindah ke penerimaan yang lebih besar dan
integrasi perasaan yang saling bertentangan dan membingungkan. Mereka semakin menemukan
aspek dalam diri mereka yang telah disimpan tersembunyi.
Sebagai klien merasa dimengerti dan diterima, mereka menjadi kurang defensif dan
menjadi lebih terbuka terhadap pengalaman mereka. Karena mereka merasa lebih aman dan
kurang rentan, mereka menjadi lebih realistis, menganggap orang lain dengan akurasi yang lebih
besar, dan menjadi lebih mampu untuk memahami dan menerima orang lain. Individu dalam
terapi datang untuk menghargai diri mereka lebih seperti mereka, dan perilaku mereka
menunjukkan lebih banyak fleksibilitas dan kreativitas. Mereka menjadi kurang peduli tentang
memenuhi harapan orang lain, dan dengan demikian mulai berperilaku dengan cara yang lebih
benar untuk diri mereka sendiri. Mereka bergerak ke arah yang lebih berhubungan dengan apa
yang mereka alami pada saat ini, kurang terikat oleh masa lalu, kurang ditentukan, lebih bebas
untuk membuat keputusan, dan semakin percaya diri masuk untuk mengelola kehidupan mereka
sendiri.
Dari contoh kasus Leon dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu alasan klien mencari
terapi adalah perasaan tidak percaya diri, dan ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau
secara efektif mengarahkan hidup mereka sendiri. Leon diarahkan supaya melihat kepotensian
diri dia yang sebenarnya, terapi difokuskan ke saat yang sekarang agar Leon dapat melanjtukan
hidupnya.
Kasus 4
Udin (35 tahun) adalah anak tunggal dari keluarga yang cukup berada. Dari kecil ia didik
untuk menjadi seorang pembisnis sehingga saat ia memasuki dunia kerja, tidak heran jika karir
Udin melejit dengan cukup pesat. Saat usia Udin 32 tahun, Udin melamar Anna yang baru
dikenalnya selama satu bulan di sebuah kafe. Pada awalnya Anna menolak Udin karena merasa
Udin tidak mengenal Anna tetapi karena Udin tetap gigih, Anna akhirnya mengizinkan Udin
mengenalnya dan dalam waktu satu bulan mereka bertunangan. Pertunangan mereka ditentang
keluarga Udin, terutama karena Anna tidak pernah membawa Udin untuk berkenalan dengan
keluarga Anna atau mengizinkan Udin untuk mengantar Anna ke rumahnya. Anna juga suka
sekali menghilang dan pada saat Anna tidak dapat dihubungi secara misterius, Udin hanya bisa
menunggu Anna untuk kembali. Suatu hari Anna akhirnya menceritakan mengenai keluarganya,
bahwa Anna hanya tinggal bersama kakak dari Ibunya karena ibunya meninggal karena kanker
dan ayah Anna pergi meninggalkannya untuk menikah dengan orang lain. Anna juga
mengenalkan Udin pada satu temannya dan dari temannya diketahui bahwa sebelumnya Anna
juga pernah bertunangan namun pertunangan itu selesai dengan tiba-tiba, tidak ada yang tahu
alasan sebenarnya kecuali Anna. Menghilangnya Anna kali ini membuat Udin tidak tenang
karena ia kini tahu bahwa Anna sebelumnya sudah pernah bertunangan maka saat Anna kembali,
Udin langsung bertanya dia pergi kemana saja tapi Anna tidak menjawab dan benar saja Anna
meminta putus darinya. Tentu saja Udin tidak menerimanya hingga membuat Anna menangis
tapi Anna tidak menceritakan alasannya, pada akhirnya Anna tetap pergi begitu saja setelah
meminta putus secara sepihak. Keesokan harinya Udin menerima surat dari Anna yang
dikirimkan oleh teman Anna. Kemudian teman Anna bercerita bahwa seperti ibunya, Anna juga
mengidap kanker yang sudah parah, dan karena mengenal Udin, Anna ingin hidup tetapi
semuanya terlambat. Tetapi setelah memaksa Anna diberikan kesempatan untuk dioperasi
dengan kemungkinan 80:20 kalau Anna akan selamat. Anna mengambil kesempatan itu tapi pada
akhirnya Anna meninggal dan meninggalkan surat untuk Udin yang berisikan bahwa Anna
meninggalkan hatinya untuk Udin selamanya. Ditinggalkan oleh Anna yang walau dikenalnya
hanya beberapa bulan membuat karir Udin merosot begitu juga kemampuannya dalam bergaul
dan hal itu sudah berlangsung selama 2 tahun.
Penanganan Kasus:
Dalam kasus ini teknik pertama yang bisa digunakan adalah teknik psikoanalisa yaitu
transferensi. Karena Anna bersikap misterius, ada hal-hal yang tidak sempat diungkapkan oleh
Udin kepada Anna, maka Udin akan mengeluarkan segala emosi yang ia tekan selama ini pada
konselor dan setelah Udin merasa sedikit lega, teknik berikutnya yang dapat digunakan yaitu
teknik humanistik dengan pendekatan logo teraphy yaitu dengann modification attitude. Teknik
modification attitude digunakan untuk noogenic neurosis, depresi, dan kecanduan. Ini juga dapat
digunakan dalam menghadapi penderitaan yang terkait dengan keadaan, nasib atau penyakit.
Penekanannya pada reframing sikap dari negatif ke positif. Udin yang mengalami depresi berat
karena ditinggal meninggal oleh Anna akan diminta untuk menemukan sisi positif dari hal
negatif yang ia alami. Terapis akan memposisikan diri sebagai Udin dan memberi tahu hal-hal
positif yang telah ia lalui walau sudah tidak bersama Anna, memberitahu bahwa Anna
meninggalkannya dengan harapan Udin tidak mengalami depresi dan juga bahwa walau mereka
hanya mengenal sebentar tetapi Udin sudah berhasil membuat Anna berani menghadapi
penyakitnya. Dengan memberitahu hal-hal positif tersebut, depresi yang dialami Udin akan
menurun dan akhirnya Udin dapat kembali merintis karirnya yang sempat menurun dan kembali
bergaul dengan teman-temannya.
D. KESIMPULAN
Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan
behaviorisme yang dipandang sebagai konsep yang tidak memanusiakan manusia. Dipelopori
Abraham Maslow dan Carl Rogers, mereka mendirikan sebuah asosiasi profesional yang
berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri),
aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya yang
tidak dibahas oleh psikoanalisis dan behaviorisme.
Nietzel, M.T., Bernstein, D.A., Milich, R. 1998. Introduction to Clinical Psychology (5th Ed). New
Jersey: Prentice Hall.
Phares, E. Jerry. 1992. Clinical Psychology Concept, Methods, and Profession (4th Ed). California:
Brooks/Cole Publishing Company.
Roberts, T. B., 1975. Four Psychologies Applied to Education : Freudian, Behavioral, Humanistic,
Transpersonal. New York: Schenkman Pub. Co.
Rumini, S. dkk. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta
Davidson, G.C. Neale, J.M. dan Kring, A.M. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Lehman, A.F., Lieberman, J.A., Dixon, L.B., McGlashan, T.H., Miller, A.L., Perkins, D.O., & Kreyen-
buhl, J., (2004), Practice Guideline for The Treatment of Patients With Schizophrenia : Second Ed.,
American Psychiatric Association.
Bala n
́ , I. C., Lejuez, C. W., Hoffer, M., & Blanco, C. (2016). Anxiety for humanistic., 23(2), 205-
220.
Cuijpers, P., van Straten, A., & Warmerdam, L. (2007). Clinical Intervention A meta-analysis.
Clinical