Kultur-
kultur di Kultur
dunia ISUE B
Kultur..
7. U nique Subject- Focused Intensive Study
Approach adalah pendekatan yang tidak
menggunakan perbandingan, melainkan lebih
fokus pada isu khusus atau variabel tunggal
ISUE
Kultur
A
A
8.Mono cultural multiple- Subject Examanation
Approach adalah pendekatan yang mengkaji
sekelompok/berbagai isue dari sebuah
kelompok budaya tersebut.
Isue A
KULTUR
Isue B A
Isue ....
9. Multiple cultural, multiple – subject Comparison
Approach adalah pendekatan yang mengkaji
banyak isu dan masih dibandingkan antar budaya
Kultur
A
Kultur
.....
1. Kuantitatif
2. Kualitatif
3. Studi Eksperimen
4. Survey
5. Analisis Konten
6. Metodologi kelompok fokus
7. Meta-analisis
Metode survei adalah metode penelitian yang cara
pengumpulan datanya menggunakan pertanyaan-
pertanyaan untuk mengetahui ekspresi opini, sikap,
dan argumentasi subyek seputar isu tertentu. Model
pertanyaanya bisa tertutup, semi terbuka dan
terbuka. Metode survei bisa dilakukan secara
langsung dan tidak langsung
Konten analisis adalah metode riset yang secara
sistematis mengorganisasikan dan meringkas
isi/konten yang tersurat (yang dikatakan atau ditulis)
dan yang tersirat (makna dari apa yang dikatakan).
Periset biasanya memeriksa transkrip wawancara atau
percakapan, acara telivisi atau radio, surat kabar,
koran dan bentuk komunikasi lain.
Metodologi kelompok fokus adalah metode riset yang
bertujuan menganalisis secara lebih mendalam
diskursus sosial, gender, dan etnis. Misalnya
apakah materi tentang pendidikan sex sesuai
diajarkan pada kelompok budaya, etnis dan agama
tertentu atau apakah prosedur psikoterapi akan
berfungsi untuk kelompok kultural.
Meta-analisis adalah analisis atas analisis atau
biasanya disebut “tes kombinasi” terhadap
kumpulan data dalam rangka memahami seleksi
data yang beragam. Salah satu ciri metode ini
mengandalkan rumus statistik, dan harus
mencankup banyak studi, bukan hanya yang
tampak bagus atau menarik.
PERKULIAHAN III
Menurut Kluckhohn nilai merupakan suatu konsepsi yang
dapat terungkap secara eksplisit atau implisit yang menjadi
ciri khas individu maupun karakteristik kelompok menganai
hal-hal yang diinginkan dan berpengaruh terhadap proses
seleksi dan sejumlah modus, cara dan hasil akhir suatu
tindakan (Adisubroto, 1993, Dayakisni & Yuniardi, 2004)
Nilai menurut Rokeach adalah suatu keyakinan yang relatif
stabil tentang model-model perilaku spesifik yang diinginkan
dan keadaan akhir eksistensi yang lebih diinginkan secara
pribadi maupun sosial dibandingkan keadaan akhir eksistensi
yang berlawanan atau sebaliknya (Lonner & Malpass, 1994)
Nilai adalah kecenderungan luas untuk lebih menyukai atau
memilih keadaan-keadaan tertentu dibanding yang lain. Nilai
adalah suatu perasaan yang mendalam yang dimiliki oleh
anggota masyarakat yang sering menentukan perbuatan atau
tindak tanduk perilaku anggota kelompok (Hofstede,1991)
Menurut Adisubroto (2000) nilai berfungsi
sebagai :
1. Standar ukuran dari yang menunjukkan
tingkah laku dari berbagai cara
2. Rencana umum khusus dalam penyelesaian
konflik dan pengambilan keputusan
3. Motivasionalkomponen kognitif, afektif dan
perlaku
4. Adaptasi penyesuain dengan tekanan
kelompokl
5. Ego defensifmengurangi ketegangan
6. Aktualisasi dirimencapai pemenuhan
keberartian
A. Toeri Rokeach
Rokeach memandang nilai sebagai suatu
keyakinan yang relatif stabil, nilai dibedakan
menjadi dua kategori yakni nilai
instrumental dan nilai terminal.
Nilai instrumental ada dua yaitu nilai normal
dan nilai kompetensi
Nilai terminal adalah tujuan akhir yang
diinginkan yang bersifat individual dan
sosial
1. Ambisius 1. Hidup nyaman
2. Berwawasan luas 2. Hidup menggairahkan
3. Berdaya 3. Rasa berprestasi
4. Gembira 4. Dunia damai
5. Bersih 5. Dunia yang indah
6. Memaafkan 6. Kesamaan
7. Keamanan keluarga
7. Menolong 8. Kemerdekaan
8. Jujur 9. Kebahagiaan
9. Kreatif 10. Harmoni batin
10. Berdikari 11. Cinta dewasa
11. Cerdas 12. Keamanan nasional
12. Rasional 13. Kesenangan
13. Kasih sayang 14. Keselamatan
14. Patuh 15. Menghargai diri
15. Sopan santun 16. Persahabatan sejati
16. Tanggungjawab 17. kebijaksanaan
17. Kontrol diri
Nilai merupakan prasyarat eksistensi manusia yang
meliputi : (1) pemuasan kebutuhan biologis manusia (2)
interaksi sosial yang terkoordinir (3) kesejahteraan
Nilai-nilai itu diklasifikasikan ke dalam sejumlah domain-
domain motivasional yang terdiri dari :
1. Self direction
2. Stimulation
3. Hedonisme
4. Achievement
5. Power
6. Security
7. Conformity
8. Tradition
9. Spiritualitas
10. Benevolence
11. universalisme
Menurut Hofstede dimensi nilai budaya adalah :
1. Individualism-collectivism (IC)dimensi nilai
individualism mendorong anggotanya untuk
otonom, menekankan tanggungjawab dan hak-
hak pribadi, dimensi collectisme mendorong
anggotanya menyeleraskan bahkan
mengorbankan dirinya untuk tujuan kelompok
2. Power distance (PD) derajat ketidaksetaraan
dalam, adanya hierarki status
3. Uncertanty Avodiance (UA) mengembangkan
ritual dan institusi untuk beradaptasi dengan
ketidakpastian
4. Masculinity dukung adanya perbedaan gender
Chinese Culture Connection Hofstede
Persatuan (integration)
Kemanusiaan (human-
Kolektifisme
heartedness) Maskulinitas
Dinamisme kerja
Konfucianisme
---------
Disiplin moral Jarak kekuasaan
yang lebar
--------------
Penghindaran
ketidakpastian
KOLEKTIVITAS Orang-oarang dari Estonia &
Malaysia, Guru dari Taiwan, Turki
& Polandia
HARMONI Guru dari Italia & Finlandia
Guru dari Jerman & Spanyol
PEMUSATAN PERHATIAN
PADA SOSIAL Pelajar dari Belanda & Italia
INDIVIDUALISME
Pelajar dari Inggris, Selandia
INTELEKTUAL Baru & Italia
INDIVIDUALISME AFEKTIF Pelajar dari Amerika Utara &
PENGUASAAN Guru dari Cina
Guru & Pelajar (Cina &
HIERARKI Zimbabwe), Pelajar dari
Amerika Utara
individualism
Communitaris X X X X X
Spesifik
relationship
Diffuse X X X X X
relationship
Universalism
Particularism X X X X X
Natural X X X
relationship
Emotional X
relationship
Achievement
Ascription X X X X X
Yinger (1977) bertanya kepada 751 orang dari lima
negara yang berbeda (Jepang, Korea, Thailand,
Selandia Baru dan Australia) untuk memberikan
respon atas pertanyaan terbuka berkenaan dengan
dengan apa yang mereka anggap sebagai pertanyaan
pokok dan abadi bagi umat manusia. Jawaban dari
setiap negeri hampir sama. Pada seluruh sampel,
item makna dan tujuan hidup (60%), item penderitaan
(54%), dan item ketidakadilan (38%).
Barden (1974) menemukan bahwa alasan yang paling
sering disebut untuk mengikuti agama adalah “agama
memberikan makna pada kehidupan”.
Dalam survey terbesar di inggris (ITA,1970)
ditemukan sebesar 64% kata Tuhan yang memiliki
asosiasi absolut dengan agama.
Jadi agama membantu manusia menjawab masalah-
masalah yang menjadi perhatian paling utama.
Dalam paradigma logo terapi terdapat tiga
sumber nilai makna hidup :
1. Creative values basis kekaryaan
2. Experiential value berbasis agama dan
spiritual
3. Attitudinal values berbasis sosial
desireabality
Agama selain sebagai nilai dalam kehidupan
juga memberi pedoman dan arahan dalam
mencapai makna hidup yang paripurna
Senada dengan Paul Tiliich (1963) bahwa agama
adalah ketika dipenuhinya hal-hal paripurna,
perhatian akhir yang menyebabkan perhatian-
perhatian lain bersifat pengantar saja, dan
dengan sendirinya mengandung pertanyaan
tentang makna hidup kita.
DINAMIKA NILAI, SIKAP DAN PERILAKU
NILAI-NILAI
PRIBADI
NILAI :
SIKAP DAN
BUDAYA - PERILAKU
KEYAKINAN
AGAMA
KEBUTUHAN
-
KEBUTUHAN
PERTEMUAN KE-4
Kajian kepribadian dalam lintas budaya dan agama
perlu memperhatikan perbedaan ragam budaya dan
agama dalam memberi definisi keperibadian
Matsumoto (1996) menyebutkan literatur psikologi
Amerika menekankan stabilitas karakter perilaku,
pikiran dan predisposisi dari kepribadian.
Phares (1991) mendefinisikan kepribadian sebagai
serangkaian karakteristik pemikiran, perasaan dan
perilaku yang berbeda antara tiap individu dan
cenderung konsisten dalam setiap waktu dan kondisi.
Di sini Phares menekankan adanya keunikan dan
konsistensi.
Benarkah kepribadian itu bersifat stabil dan konsisten
dari setiap konteks, situasi, dan interaksi ?
Penelitian Malinowski pada 1920 menemukan adanya
mimpi-mimpi pada anak laki-laki pada suku ini yang mirip
tipe mirip dengan mimpi yang dianalisis Freud sebagai
Oedipus Compleks. Namun demikian mimpi akan sesuatu
yang mengerikan tersebut tidak mengenai figur ayah
mereka melainkan pada figur paman yang mengasuhnya
Penelitian Erikson mengambil subyek penelitiannya pada
masyarakat kulit putih Amerika pada awal usia 25 tahun
atau bisa disebut masa dewasa awal individu telah
memiliki identitias dari mulai muncul hasrat untuk
menyatukan identitasnya dengan orang lain. Melakukan
hubungan intim yang bersifat permanen dan menyalurkan
kebutuhan seksual. Namun demikian dalam penelitian
yang dilakukan oleh Ochse dan Plug (1986) pada
masyarakat Afrika selatan menemukan bahwa wanita kulit
hitam membangun identitas diri dan hubungan intim pada
usia yang lebih lambat yaitu sekitar umur 35 tahunan
Dalam kontek ini kepribadian cenderung berubah
menyesuaikan kontek dan situasi (Matsumoto, 1996)
Pada Tes Rorsach dan Grafis yang merupakan bagian dari bentuk tes
proyektif seringkali dikatakan bebas budaya, padahal terjadi
pemaksaan interpretasi dalam menilai kenormalan respon.
1. Sebagai contol dalam tes Grafis penggambaran jambang dan kumis oleh
testee pria diinterpretasikan sebagai perjuangan maskulinitas, sedangkan
penghilangan telinga diinterpretasikan sebagai kecenderungan gambaran
gangguan pada telinga atau halusinasi. Hal ini tidak sesuai dengan
masyarakat muslim Timur tengah secara agama dan tradisi mereka
memiliki jambang bagi pria dan berhijab bagi wanita
2. Pada Tes Rorsach pada kartu 1 yang diantara subyek-subyek dari Eropa
seringkali digambarkan sebagai kupu-kupu, ngengat atau kelelawar.
Respon-respon ini kemudian masuk sebagai populer respon. Bagaimana
Eskimo yang tidak mengenal kupu-kupu, ngengat atau kelelawar? Apakah
mereka kurang kreatif dan rendah interaksi sosialnya?
3. Penelitian Cook (1942) pada 50 remaja laki-laki dari suku Samoa yang
akan didik dan dipilih sebagai Pastor. Para remaja tersebut mendapat tes
Rorsach, dimana temuan menunjukkan adanya prosentase tinggi (70%)
mereka menggunakan warna putih dari bercak-bercak tinta Rorsach
tersebut. Analisis klinisnya biasanya diinterpretasikan sebagai
kecenderungan oposisi atau pemberontak. Tetapi bagi 35 subyek ini,
putih sebagai simbol kesucian (Price, W.F & Crapo. R.H. 2002)
Sebuah konsep dari Rotter (1996) adalah
locus of control yang menghubungkan
antara kelintas budayaan dan kepribadian.
Locus of control kepribadian umumnya
dibagi dua berdasarkan arahnya, yaitu:
Eksternal dan Internal.
Orang-orang Eropa locus of control -
internal cenderung melihat diri mereka
dalam kacamata personal
individualkeberhasilan adalah hasil kerja
keras. Orang Asia Locus of Control
Eksternal cenderung melihat diri mereka
dalam kacamata sosial keberhasilan
adalah dukungan sosial (Matsumoto,
1996)
Dyal (1984) mengkaji locus of Control orang kulit
Hitam Amerika dan Kulit putih Amerika, ditemukan
orang kulit Hitam Amerika Lebih eksternal locus of
contrlonya, setelah diselidiki ternyata mereka
memiliki status sosial ekonomi rendah.
Literatur Amerika menyebutkan orang dengan
locus of Control External tampak lebih sering
mengeluh namun lebih mudah berkompromi ketika
menghadapi konflik.
Perkembangan kepribadian menurut Gutman (Price,
2002) , semakin bertambah tua seseorang, tampak
semakin pasif, motivasi berprestasi dan kebutuhan
otonomi semakin turun dan locus of control dirinya
mengarah keluar
Konsep diri adalah organisasi dari persepsi-persepsi
diri (Bruns, 1979). Organisasi dari bagaimana kita
mengenal, menerima dan menilai diri kita
Matsumoto (1996) membagi konseps diri dalam
lintas budaya menjadi dua, yaitu independent
construal of self dan interdependent construal of
self.
Independent construal of self diri individual,
dimana nilai akan kesuksesan dan perasaan akan
harga diri mengambil bentuk khas individualisme
Interdependent construal of self diri kolektif,
bagaimana individu memenuhi dan memelihara
keterkaitanya dengan orang lain.
Triandis dan rekan (1989) menemukan bahwa orang
Asia lebih menekankan pada hubungan sosial. Ini
merupakan indikasi kuat hbgykelompok budaya Asia
hubugan dengan orang lain menempati posisi
penting dalam konsep diri mereka.
Kajian kepribadian bersifat lokal hadir memberi kelengkapan
dalam melihat aspek-aspek kepribadian.
Doi (1973) menemukan Amae sebagai inti konsep diri dalam
kepribadian orang Jepang. Amae berakar dari kata “manis”,
dan perlahan dirujukkan sebagai sifat pasif, ketergantungan
antar individu. Konsep Amae yang juga menggambarkan
hubungan ibu dan anak menjadi dasar dalam setiap
hubungan sosial di Jepang.
Jatman (1997) menemukan bahwa rasa adalah inti dari
kepribadian masyarakat Jawa. Dalam bukunya Psikologi Jawa,
Darmanto Jatman membagi rasa menjadi tiga: rasa subyek,
rasa obyek dan rasa pertemuan subyek-obyek. Ketiganya
dihasilkan dari rasa hidup. Catatan-catatan dan pengalaman
hidup terakumulasi menjadi Aku.
Konsep ini tampak mirip dengan konsep India mengenai Jiva
(Paranjpe, Berry, 1999) dengan unsur terdalam di sebut
Atman
Freud mengemukakan bahwa ego-ideal berkaitan
dengan nilai-nilai luhur yang terbentuk oleh
lingkungan baik keluarga maupun masyarakat.
Istilah Freud adalah father image (citra bapak)
yang menentukan pembentukan dasar-dasar
beragama. Bila dalam beragama seorang bapak
memperlihatkan kasih sayang dan kelembutan
maka anak akan mengeinternalisasikan nilai-nilai
agama juga seperti itu. Dan sebaliknya jika
penampilan seorang bapak terkesan kasar,sangar
dan kaku maka akan mengindentifikasi agama
sebagai ajaran yang kejam.
Menurut Eric Fromm pembentukan kepribadian
tergantung pada dua faktor lingkungan, yaitu
asimilasi dan sosialisasi
Asimilasi menyangkut hubungan manusia
dengan lingkungan bendawi, sedangkan
sosialisasi berhubungan dengan lingkungan
manusia.
Bila dalam sebuah keluarga perlakuan terlalu
keras maka anak-anak memperoleh lingkungan
manusia yang tidak sejalan dengan nilai-nilai
agama. Maka walaupun dalam lingkungan
bendawi anak-anak diperkenankan dengan
benda-benda keagamaan, pembentukan
kepribadian keagamaan secara utuh akan sulit
dipenuhi.
Pembentukan kepribadian harus dimulai dari
penanaman sistem nilai pada anak. Sistem nilai
bersumber dari ajaran agama. Namun
pembentukan sistem nilai kurang berpengaruh
jika tidak disertai dengan keteladanan.
Menurut Fromm (1988) agama berfungsi
membentuk kata hati yaitu :
1. Kata hati otoritarian : berkaitan dengan
kepatuhan, pengorbanan dan tugas manusia
atau penyesuaian sosial
2. Kata hati humanistik : pernyataan kepentingan
diri dan integrasi manusia.
Menurut Randall & Desrosier (1980) jenis Locus
of contriol external dominan ditemukan pada
mereka yang taat beragam
Menurut Benson & Spilka (1973) remaja yang
memiliki citra positif terhadap Tuhan semakin
tinggi tingkat harga dirinya.
PERTEMUAN Ke-5
Persepsi adalah proses menginterpretasikan stimulus yang
ditangkap melalui indera (sensasi) sehingga menjadi pola-
pola yang bermakna (Shiraev & Levy, 2012).
Pengalaman individu terhadap lingkungan sekitar akan
membentuk persepsi individu melalui penciptaan
ekspektasi perseptual, yang disebut set perseptual,
melahirkan interpretasi dan meningkatkan kecepatan dan
efisiensi pada proses persepsi.
Misal : kultur berburu dan meramu memiliki tingkat buta
warna yang rendah daripada masyarakat pertanian, karena
perbedaan pengalaman kontur warna
Orang yang tinggal di gurun tidak mengalami penurunan
pendengaran dibandingkan dengan orang yang tinggal di
perkotaan, karena level kebisingan yang berbeda
Anak dari keluarga miskin cenderung melihat ukuran koin
lebih besar dari ukuran sebenarnya dibandingkan dengan
anak dari keluarga kaya yang melihat ukuran koin lebih
kecil dari ukuran sebenarnya, karena perbedaan tingkat
kebutuhan terhadap uang
Ilusi Muller-Myer
Laporan penelitiannya sebenarnya sudah tua, asalnya tahun 1966.
Tapi sampai sekarang, fakta ilmiah ini belum ada yang berhasil
menyanggahnya. Adalah Segall et al yang melakukan penelitian
heboh dengan hanya berbekal sebuah ilusi, yang disebut Muller-
Lyer Illusion. Ilusi garis tersebut di atas. Berbeda dengan psikolog
lainnya yang hanya meneliti subjek orang disekitarnya yang mudah
didapat, Segall et almengembara ke pedalaman Afrika untuk
menemui subjek penelitiannya. Alhasil, ditemukan tabel berikut ini.
Antropolog Joseph Heinrich adalah bahwa
masyarakat primitif cenderung berpikir holistik,
tidak terlalu menekankan pentingnya pilihan dan
juga tidak terlalu peduli apakah dirinya pintar
atau bodoh.
Berbeda dengan orang modern yang
mementingkan pilihan, berpikir analitis, berusaha
menampilkan citra positif yang baik dan
cenderung menganggap dirinya hebat
Segall memberikan tiga hipotesa untuk
menjelaskan fenomena ilusi ini :
1. The carpentered word
2. Front Horizontal Foreshorting
3. Symbolizing three dimension in two
1. The Carpentered Word Theory Teori ini
berasumsi bahwa masyarakat Inggris
cenderung melihat bentuk-bentuk persegi
(rectanguler)
2. The Front Horizontal Foreshorting Theory
teori ini berasumsi pada masyarakat non
industri (Papua Nugini, pedalaman India)
memiliki kececerungan lebih besar untuk
melihat garis vertikal lebih daripada garis
horizontal dibandingkan masyarakat Industri
(Inggris) (Matsumoto,1996, Price,2002)
3. Symbolizing Three Dimension In Two
kebiasaan dalam tradisi menulis atau
menggambar di kertas lebih besar kesalahan
melihat gambar dua dimensi menjadi tiga
dimensi
1. Budaya dan Indera AudiotoryReuning & Wortley (Berry,
1999) menemukan bahwa kemampuan audiotory suku
Kalahari dibandingkan sampel dari Amerika dan Dermak.
Selain karena pola makanan, mereka menduka
kemampuan ini disebabkan oleh intonasi suara yang
rendah dan berat, sehingga orang Kalahari
memaksimalkan ambang batas kemampuan
pendengarannya
2. Budaya dan indera Perasa 30% orang Kaukasia
dikatakan buta kecap karena kebiasaan mengecap
subtansi-subtansi yang lebih kasar (Berry, 1999)
3. Budaya dan persepsi Warnaorang suku Torres Strait
kesulitan membedakan warna Hijau dengan Biru muda,
namun lebih mudah mendeteksi warna merah muda dan
merah dibandingkan dengan orang Eropa (Berry, 1999)
Inti dari kegiatan kognisi adalah melakukan kategorisasi,
pembentukan konsep dan penggunaan informasi
Budaya merupakan salah satu preferensi kategorisasi yang
memberikan informasi terhadap perilaku manusia
Bentuk kursi di seluruh dunia bisa dikatakan sama akan tetapi
jika bahan yang dipakai berbeda bisa menimbulkan
pengkategorian yang berbeda pula, misal di Jawa kursi
panjang yang terbuat dari bambu diberi nama lincak, yang
mungkin saja oleh budaya lain tidak dikategorikan sebagai
kursi
Nisbet (2003) mengemukakan adanya perbedaan dalam gaya
kognisi antara siswa Barat dan Asia Timur. Dia menujukkan
bahwa siswa dari Cina, Korea, dan Jepang cenderung
menggunakan persepsi holistik daripada Barat.
Mahasiswa non Eropa ditengarai lebih menyukai lapangan
dan mahasiswa Eropa lebih menyukai ruang kelas dalam
belajar.
Dalam studi siswa kelas IX yang berjumlah 178 siswa dari
kelompok Afrika-Amerika ditemukan mereka cendrung
spontan, fleksible, berikiran terbuka dan tidak terlalu
terstruktur dalam mempersepsi orang, kejadia dan ide.
Eropa-Amerika di sampel itu tampak lebih mampu mengatur
diri, cendrung menghakimi orang, dan kurang terbuka.
Memori adalah proses pengkodean (encoding),
penyimpanan (store), dan pemanggilan kembali
(retrive) (Felmand, 1999)
Ross dan Millson (Matsumoto,1996) mengatakan
bahwa budaya oral/lisan membuat orang lebih baik
dalam kemampuan daya ingat, hal ini diperoleh
dengan membandingkan daya ingat Amerika dengan
Ghania dalam mengingat cerita yang dibacakan
dengan keras.
Primacy effect atau apa yang kita ingat lebih baik
selalu pertama yang kita baca atau yang kita baca
terakhir (recency effect) disebut serial position
Menurut Wagner (Matsumeoto,1999) perbandingan
kelompok anak Maroccan antara yang sekolah dan
yang tidak pernah sekolah ditemukan bahwa primacy
effect cenderung sangat kuat terjadi pada anak yang
mendapatkan pendidikan.
Problem solving merupakan suatu proses dalam
menemukan urutan yang benar dari alternatif-
alternatif jawaban suatu masalah dengan
mengarahkan pada satu sasaran atau kearah
pemecahan yang ideal.
Percobaan Cole (1971) menemukan bahwa
kemampuan orang Liberia untuk berfikir logis guna
memecahkan suatu masalah sangat tergantung
konteks, ketika masalah yang disajikan digunakan
material dan konsep yang sudah mereka kenal.
Orang-orang Liberia berfikir logis sama baiknya
dengan orang-orang Amerika. Sebaliknya jika mereka
tidak kenal, mereka tampak kesulitan dari mana
mulai langkah pemecahan masalah.
Tipe permasalahan lain yang ada kaitanya dalam
problem solving dengan budaya adalah silogisme.
Mereka yang berpendidikan lebih cakap dalam
menjawab soal-soal silogisme dari pada yang tidak
mengenal pendidikan.
Intelegensi adalah proses mental yang mungkin menimbulkan
respon perilaku tertentu.
Adanya pengakuan bahwa ketrampilan intelektual manusia
dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan eksternal (Caroll,
1983, Strenberg, 1985).
Setting seperti insentif pendidikan, kualitas pengajaran dan
komunikasi guru dan murid mungkin juga mempengaruhi tes
Intelegensi (Irvine,1983; Mackie, 1983)
Program pelatihan khusus (Keats, 1985) dan upaya
instruksional tambahan (Misra, 1997) dapat menentukan
seberapa baik nilai tes Intelegensi seseorang.
Anak-anak Aborigin mendapat skor lebih rendah untuk tes
verbal dibandingkan anak-anak Australia, dan salah satu
penyebabnya adalah kurangnya interaksi. Jika anak-anak
Aborigin diberi kesempatan untuk tinggal berdampingan
dengan anak-anak kulit putih, skor tes klasifikasi verbalnya
mungkin relatif sama (Lacey, 1971).
Secara umu deprivasi stimulasi yang serius bisa menyebabkan
disorganisasi proses kognitif (Shinha & Shulka, 1974)
Motivasi adalah pembangkit, pendorong terjadinya perilaku yang
disebabkan oleh meningkatnya reaksi-reaksi internal dan
deprivasi terhadap kebutuhan biologis maupun non biologis
Contoh :
1. Sekaten (berasal dari kata Syahadatain atau dua
kalimat Syahadat) adalah acara peringatan ulang tahun nabi
Muhammad s.a.w. untuk mengundang masyarakat mengikuti
dan memeluk agama Islam
2. Grebeg Muludan sebuah Gunungan yang terbuat dari beras
ketan, makanan dan buah-buahan serta sayur-sayuan akan
dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan
Pagelaran menuju masjid Agung
3. Tumplak WajikUpacara ini berupa kotekan atau permainan
lagu dengan memakai kentongan,lumpang untuk menumbuk
padi, dan semacamnya yang menandai awal dari pembuatan
Gunungan yang akan diarak pada saat acara Grebeg Muludan
nantinya
PERTEMUAN KE-6
Dalam kesehariannya individu berhadapan
dengan beragam rangsangan dari luar yang
kadang direspon kadang diabaikan.
Reaksi-reaksi dari respon terhadap
rangsangan tersebut menurut William James
dipahami sebagai emosi
Contoh ketika individu melihat orang gila
sedang mengamuk individu akan lari
secepatnya menghindar. Individu akan
mempersepsikan perilaku lari, jantung
berdebar, dan perubahan-perubahan lain dari
tubuh sebagai emosi yang disebut “TAKUT”
1. Membantu persiapan tindakan (prepearing
us for action)
2. Membentuk perilaku yang akan datang
(Shaping for future behavior)
3. Membantu untuk mengatur interaksi sosial
(helping us to regulate social interaction)
Fischer perspective
EMOTION
LONLINESS
JEALOUSY
INFiTUATION
Emosi dikaji dalam dua terms yaitu pertama
mengenai pengalaman dan kedua terkait dengan
bagaimana ekspresinya
James Lange Theory menurut teori emosi
merupakan hasil dari sebuah persepsi fisiologis yang
terbangkitkan secara otomatis dan perilau tampak
Cannon-Bard Theory mengatakan bahwa automatic
arousal terlalu lambat untuk menjelaskan
perubahan-perubahan dalam pengalaman emosi.
Pengalaman kesadaran emosi adalah hasil stimuli
langsung pusat otak di korteks
Scachter/singer Theory lebih fokus pada peran
interpertasi kognitif. Teori ini berpendapat bahwa
pengalaman emosi tergantung pada interpertasi
seseorang mengenai lingkungan dimana emosi itu
terbangkitkan.
Matsumoto (1993) mengatakan emosi adalah label
dari perilaku atau peristiwa internal individu yang
terbangkitkan pada situasi-situasi tertentu.
Tidak semua budaya memiliki kosakata yang
bermakna emosi. Penelitian Levy (1993)
menemukan bahwa suku Tahiti dan suku Ifaluk
(Lutz,1983) tidak memiliki kosakata yang
merujuk “emosi”.
Ketiadaan kosakata emosi dapat
diinterpretasikan bahwa:
1. Kedua suku ini memang tidak memiliki emosi
2. Emosi dianggap tidak penting atau sesuatu
yang tabu serta infantil sehingga harus
dikontrol kuat
3. Punya label yang berbeda terkait dengan emosi
Labeling emosi antar budaya memiliki per
dalahbedaan diantaranya:
Kosakata Schadenfreud dalam bahasa jerman
bermakna perasaan bahagia ketika mendapatkan
keberuntungan atas kesialan orang lain tidak
ditemukan dalam bahasa indonesia maupun bahasa
Inggris.
Kosakata itoshii dalam Jepang memiliki makna
perasaan hampa akibat ketiadaan cinta untuk waktu
lama, dalam kosakata bahasa Indonesia mirip dengan
“kesepian”
Shame dalam bahasa inggris bermakna malu dari
dalam diri, sedangkam embarrassment malu yang
bersumber dari luar atau dipermalukan. Di Indonesia
malu menggambarkan semua kondisi
Dalam bahasa Arab tidak ditemukan kosakata
“Frustasi”, sehingg orang Arab tidak pernah frustasi
BUDAYA LOKASI EMOSI
JEPANG PERUT
JEPANG RELATIONSHIP
EROPA-AMERIKA PRESTASI
MATSUMOTO (1996)
PERTEMUAN KE-7
A. Paradigma mekanistik memandang manusia
tak ubahnya seperti mesin, hanya merespon
suatu stimulus, kemudian menimbulkan
tingkahlaku
B. Paradigma organismik faktor-faktor bawaan
sebagai penentu tngkahlaku. Tetapi
pemunculan potensi bawaan itu membutuhkan
stimulus dari lingkungan.
C. Paradigma dualistik konstekstual memandang
tingklahlaku manusia ditentukan oleh konteks
rang dan waktu, situasi yang mempengaruhi
dan kapan itu terjadi
Super & Harkness (Dayakisni & Hudaniyah, 2008)
mengintegrasikan penemuan dari psikolog dan antropolog
yang menyebutkan bahwa perkembangan manusia tidak
bisa dilepaskan dari konteks sosiokultural.
Muncul konsep wacana perkembangan yang memiliki 3
komponen, yaitu :
1. Konteks fisik dan lingkungan sosial dimana anak itu
hidup dan tinggal
2. Praktek pendidikan dan pengasuhan anak
3. Karakteristik psikologis orang tua
Super & Harkness (1989) juga menyatakan bahwa
organisme dan wacana perkembangan beradaptasi satu
sama lain. Dengan demikian individu beradaptasi
dengan lingkungan sekitarnya, sementara wacana
beradaptasi dengan individu
Keterkaitan individu dan wacana
ECOLOGY
CUSTOMS SETTING
E
OOOOPPPP
CHILD
CARETAKER
PSYCHOLOGY
Kluckhorn mengadakan penelitian pada dua
kelompok bayi, yakni bayi-bayi Amerika dan
bayi-bayi suku Indian Zuni. Kemudian
dibandingkan keaktifan geraknya. Ternyata
dalam keadaan masih bayi semuanya sama-sama
aktif.
Dua tahun kemudian dievaluasi kembali dan
ternyata ada perbedaan. Dimana bayi suku Indian
Zuni lebih lambat gerakaanya, dibandingkan
dengan kelompok bayi Amerika.
Menurut Kluckhorn hal itu di sebabkan adanya
pengaruh budaya di suku Indian Zuni yang
menekankan kekaleman dan pembatasan diri
yang disosialisasikan oleh orang tua yang
mengasuhnya.
PIAGET mendasarkan teorinya pada anak-anak Swiss
dan menemukan 4 tahap perkembangan kognitif :
1. Tahap sensorimotor (0-2th) kemampuan imitasi,
bahasa, mental imagery
2. Tahap Preoperasional (2-6/7th)ditandai
konservasi, centration, irrevensibility,
egosentrisme, animisme
3. Tahap operasional kongkrit (6/7-11 th) sebagian
besar kelanjutan dari tahap preoperasional,
pemecahan masalah dengan strategi trial and error
4. Tahap operasional formal (11-dewasa) pada
tahap ini inidividu mengembangkan kemampuan
berfikir logis mengenai konsep-konsep abstrak
Dalam studi komparatif anak-anak suku Inuit di
Kanada, Baoul di Afrika, dan Aranda di Australia.
Menunjukkan ½ anak-anak dari suku Inuit dapat
menyelesaikan tugas-tugas spasial pada usia 7
tahun.
Pengetesan tentang konservasi cairan justru
sebaliknya, anak-anak dari suku Baoul dapat
menyelesaikan tugas itu pada usia 8 tahun, anak-
anak suku Inuit 9 tahun, dan suku Aranda 12 tahun.
Mengapa demikian?
Anak-anak suku Inuit dan Aranda hidup dalam
masyarakat nomadik, dimana anak telah mempelajari
ketrampilan spasial sejak dini karena keluarganya
selalu berpindah-pindah. Di satu sisi anak suku Baoul
hidup dalam masyarakat menetap , dimana mereka
hampir jarang berpergian, tetapi hampir selalu
ditugaskan mengambil air dan menyimpan buliran
padi. Kemampuan inilah yang nampaknya
mempengaruhi untuk dapat menyelesaikan tugas-
tugas dalam tahap operasional konkrit
Teori Kohlberg menyatakan ada 3 tahapan
perkembangan penalaran moral:
1. Tahap prekonvensional reward dan
punishment
2. Tahap konvensional konformitas
3. Tahap postkonvensional keyakinan subyektif
berada di atas kepentingan masyarakat
Penelitian Bersoff (1992) membandingkan
respon terhadap tugas-tugas keputusan moral
antara responden India dan Amerika. Ternyata
orang-orang India baik anak-anak maupun
dewasa mempertimbangkan bahwa tidak
menolong orng lain sebagai pelanggaran moral
lebih dari orang Amerika, mengabaikan apakah
situasi itu mengancam hidupnya atau tidak.
Miller dan Brisoff menafsirkan bahwa pada
orang India ditanamkan ajaran untuk memiliki
tanggungjawab sosial yang lebih besar
Teori yang membahas perkembangan
sosioemosional adalah teori perkembangan
psikososial sepanjang rentang kehidupan
manusia dari Erikson.
Salah satu dari depalan teori itu adalah
perkembangan Otonomi versus malu dan ragu
(masa Toddler).- intinya mobilitas anak akan
memberi perasaan bebas, kompeten dan
penguasaan, dilawankan dengan tuntutan
menerima kontrol dari orang lain dalam
lingkungannya. Hingga memunculkan
penyelesaian konflik dengan perkembangan
ketrampilan tersebut.
Pada budaya kolektivis justru malu digunakan
untuk sanksi sosial kepada mereka yang terlalu
otonomi.