Anda di halaman 1dari 12

GANGGUAN PARAFILIA

PSIKOLOGI ABNORMAL KLINIS II

Disusun oleh:
Annisa Shada (173080007)
Alfina Mahshusanah (173080011)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2019

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr wb
Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan rahmat kepada kita semua
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Gangguan Parafilia.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dalam segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Gangguan Parafilia, dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Purworejo, 20 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ........................................................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................................................. ii
Daftar Isi ....................................................................................................................... iii
BAB I
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................... 1
BAB II
A. Pengertian Parafilia ........................................................................................... 2
B. Jenis-jenis Parafilia ...........................................................................................
C. Perspektif Teoritis .............................................................................................
D. Penanganan Parafilia ........................................................................................
E. Kasus Parafilia ..................................................................................................
BAB III
A. Kesimpulan .......................................................................................................
Daftar Pustaka ...............................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apa yang dimaksud perilaku seksual normal? Seperti kita ketahui, jawabannya adalah :
tergantung. Bila pertanyaannya lebih spesifik: kapan perilaku seksual yang  berbeda dari
norma yang berlaku dianggap sebagai gangguan? Jawabannya, sekali lagi, adalah :
tergantung. Pandangan yang berlaku saat ini cendrung cukup toleran terhadap  beragam
ekspresi seksual, pun bila ekspresi tersebut tidak lumrah, kecuali jika perilaku itu
berhubungan dengan hendaya yang cukup subtansial dalam fungsi (Durand dan Barlow,
2006).
Dalam lingkup perilaku seksual, konsep yang kita miliki tentang apa yang normal dan apa
yang tidak sangat dipengaruhi oleh faktor sosiokultural. Berbagai pola perilaku seksual
yang dianggap abnormal, seperti masturbasi, hubungan seks  premarital, dan seks oral-
genital dikatakan normal pada masyarakat Amerika. Perilaku seksual dapat dianggap
abnormal jika hal tersebut bersifat self-defeating, menyimpang dari norma sosial,
menyakiti orang lain, menyebabkan distress personal, atau memengaruhi kemampuan
seseorang untuk berfungsi secara normal. Gangguan yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah parafilia yang mempunyai satu atau lebih kriteria abnormalitas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud parafilia?
2. Apa saja jenis-jenis parafilia?
3. Apa penyebab gangguan parafilia?
4. Bagaimana penanganan gangguan parafilia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian gangguan parafilia.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis gangguan parafilia.
3. Dapat mengetahui penyebab terjadinya gangguan parafilia.
4. Bisa mengerti penanganan yang dilakukan untuk mengobati gangguan parafilia.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Parafilia
Parafilia adalah gangguan seksual yang ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan
desakan serta praktik seksual yang kuat, biasanya berulang kali dan menakutkan.
Gangguan parafilia ini melibatkan ketertarikan pada obyek yang tidak biasa seperti pada
manusia atau bisa juga kepada benda mati, contoh; pakaian dalam, sepatu, kulit atau
sutra. Parafilia juga memiliki aktifitas seksual yang tidak biasa. Tujuan para gangguan
parafilia ini adalah membuat korban kesakitan, malu dan ketakutan. Parafilia juga
memiliki perasaan merendahkan, menyakiti diri sendiri atau pada pasangan.
Kata parafilia (praphilia) diambil dari akar bahasa Yunani para, yang artinya “pada sisi
lain”, dan philos artinya “mencintai”. Pada parafilia (parafilias), orang menunjukan
keterangsangan seksual (mencintai) sebagai respons terhadap stimulus yang tidak biasa
(“pada sisi lain” dari stimulus normal) (Nevid, Rathus dan Greene, 2003). Parafilia adalah
gangguan dan penyimpangan seksual di mana rangsangan seksual muncul nyaris secara
eksklusif dalam konteks objek-objek atau individu-individu yang tidak semestinya
(Durand dan Barlow, 2006).
DSM V mendefinisikan parafilia sebagai suatu dorongan seksual yang intens dan
persisten melebihi dorongan seksual terhadap stimulasi genital atau perangsangan normal
dengan pasangan sesame manusia. Sedangkan gangguan parafilia adalah suatu parafilia
yang menyebabkan suatu penderitaan atau gangguan kepada individu atau kepuasan yang
dia dapatkan menyebabkan kerugian pribadi atau risiko kerugian bagi orang lain. Pada
DSM IV TR parafilia adalah suatu keadaan berulang dari keinginan sexual, fantasi,
dorongan seksual atau perilaku yang secara umum melibatkan objek yang bukan manusia,
penderitaan atau penghinaan bagi diri sendiri atau orang lain (partner) atau melibatkan
anak anak atau orang lain yang tidak bisa menolak. Untuk beberapa individu paraafilia
yang berupa fantasia atau stimulasi dilakukan untuk membangkitkan gairah dan termasuk
dalam aktivitas seksual, dalam kasus lain parafilia terjadi hanya secara episodik (misalnya
pada suatu periode stress).
Krueger dalam presentasi oralnya pada kongres APA di San Fransisco mengatakan
definisi dari gangguan parafilia melibatkan pola yang intens dan terus menerus dari gairah
seksual yang atipikal yang dimanifestasikan pada pikiran seksual, fantasi yang mendesak
dan atau suatu perilaku. Apabila fokus dari pola gairah ini melibatkan orang lain yang
usia atau statusnya membuat mereka tidak mau atau tidak mampu membuat persetujuan
(contoh anak anak prapubertas, individu yang dilihat melalui jendela (diintip), hewan),
dan gangguan parafilia didiagnosa apabila hal tersebut menjadi suatu penderitaan.
Menurut Freud, gangguan ini terjadi karena fiksasi pada masa pertumbuhan seksual
seseorang. Biasanya, individu yang menderita parafilia mempunyai objek-objek pemenuh
kepuasan khusus. Penyebab gejala-gejala ini biasanya terjadi karena malafungsi
mekanisme pertahanan diri pada masa kecil.

B. Jenis-Jenis Parafilia
1. Exhibisionisme

5
2. Fetishisme
3. Fetishisme Transvestik
4. Voyeurisme
5. Frotteurisme
Istilah Frotteurisme (tidak lagi disebut frottage) merujuk pada penyimpangan seksual
yang berupa aktivitas seseorang menggosokkan/menggesekkan kemaluan atau badan
kepada orang lain. Frotteurisme biasa dilakukan dengan menggesekkan alat kelamin
dan dapat menyentuh bagian tubuh manapun, (sebagian Frotteur bahkan meraba
bagian tubuh korbannya). Orang yang melakukan Frotteurisme disebut Frotteur.
Mayoritas Frotteur adalah Pria dan kebanyakan korbannya adalah Perempuan,
meskipun biasanya pelaku Frotteurisme adalah Pria dan korbannya adalah
Perempuan, tapi ada juga Frotteur yang dilakukan antara Pria ke Pria, dan Perempuan
ke Pria, serta Perempuan ke Perempuan. Biasanya Frotteur hanya berorientasi tentang
kenikmatan sensasi seks semata atau sesaat. Yang harus diwaspadai kepada Frotteur
adalah dia bisa saja melakukannya tidak hanya kepada satu orang tetapi orang lain
juga, sesuai kehendaknya sebagai objek pelampiasan seksualnya.
Frotteur cenderung bergelagat membaur dengan yang lain, dan melakukannya secara
apik, biasanya terjadi pada tempat-tempat ramai, seperti kereta api, bus, atau lift.
Tindakan menggosok-gosokkan atau menyentuhlah, yang membangkitkan hasrat
seksual seorang pria. Ia mungkin membayangkan dirinya sendiri menikmati hubungan
seksual yang eksklusif dan penuh kasih sayang dengan korban. Karena kontak fisik
yng terjadi hanya sesaat dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, orang yang
melakukan tindakan froteristik hanya memiliki kemungkinan kecil untuk tertangkap
oleh pihak yang berwajib. Bahkan korban mungkin tidak menyadari apa yang terjadi
pada saat itu atau tidak mengeluarkan banyak protes (Spizer dkk, 1989).
6. Pedofilia
Gangguan pedofilia adalah gangguan yang ditandai dengan ketertarikan seksual orang
dewasa terhadap anak kecil. Anak kecil yang dimaksud adalah anak yang belum
memasuki pubertas, yaitu sampai usia sekitar 13 tahun. Meskipun begitu, batasan usia
ini sering dianggap kabur karena banyak anak yang sudah memasuki pubertas
sebelum berusia 13 tahun.
Orang dewasa yang dikategorikan mengalami gangguan ini juga harus berusia
minimal 16 tahun dan memiliki jarak usia 5 tahun dengan anak yang disukai. Oleh
karena itu, seseorang dalam rentang perkembangan remaja akhir yang terlibat
aktivitas seksual dengan anak berusia 12 atau 13 tahun tidak dapat dikategorikan
memiliki gangguan ini.
Terdapat jenis orang dengan gangguan pedofilia yang hanya tertarik dengan anak
prapubertas (exclusive type). Akan tetapi ada juga orang dengan pedofilia yang bisa
tertarik kepada orang dewasa (nonexclusive type).
Definisi klinis dari pedofilia dikemukakan hanya ketika ketertarikan seksual pada
anak terjadi secara berulang dan terus menerus. Penyebab pedofilia kompleks dan
bervariasi. Sejumlah kasus cocok denga stereotip orang yang lemah, pemalas,
mempunyai hubungan sosial yag canggung, dan seorang penyendiri yang merasa
terancam oleh hubungan dengan orang dewasa dan berbelok pada anak-anak untuk

6
mendapatkan kepuasan seksual karena anak-anak tidak banyak mengkritik dan
menuntut (Ames & Houston, 1990). Pada sejumlah kasus lain, pengalaman seksual
masa kanak-kanak dengan anak-anak lain terasa menyenangkan, sehingga pria
tersebut pada saat dewasa berkeinginan untuk merasakn kembali kegembiraan masa
lalu. Atau pada beberapa kasus lainnya, pria yang teraniaya seksual oleh orang
dewasa pada masa kanak-kanaknya sekarang membalikkan situasi sebagai usaha
untuk mendapatkan perasaan berkuasa.
7. Masokisme Seksual
Masokisme adalah salah satu bentuk parafilia yang memiliki karakteristik adanya
dorongan seksual yang kuat dan terus menerus disertai fantasi untuk mencapai
kepuasaan seksual yang dihubungakan dengan perasaan dipermalukan, diikat,
dicambuk atau dibuat menderita dan sakit dalam bentuk lainnya. Rata-rata individu
dengan masokisme seksual tidak dapat mencapai kepuasaan jika tidak ada rasa sakit
atau malu.
Istilah masokisme berasal dari Novelis Austria, Leopold Ritter von Sacher-Masoch
(1836-1895), yang menulis cerita dan novel tentang pria yang mencari kepuasan
seksual dari wanita yang memberikan rasa nyeri atau sakit pada dirinya dalam bentuk
cambukan maupun pukulan.
Sejumlah kasus masokisme melibatkan situasi mengikat dan menyakiti diri sendiri
pada saat masturbasi atau berfantasi seksual. Kasus lain, pasangan diminta untuk
mengikat (membatasi gerak), menutup mata (membatasi sensori), memukul atau
mencambuk. Pada sejumlah kasus lainnya, orang dengan masokisme menginginkan
untuk dikncingi atau diberaki atau menjadi objek penganiayaan verbal dengan tujua
mendapat kepuasan seksual.
Ekspresi masokisme yang pain berbahaya adalah hipoksifilia, di mana partisipan
merasa terangsang secara seksual dengan dikurangi konsumsi oksigennya.
Pengurangan oksigen biasanya disertai dengan fantasi sesak napas atau dibuat sesak
napas oleh pasangan. Orang yang melakukan aktivitas ini biasanya akan
menghentikannya sebelum mereka kehilangan kesadaran, tetapi terkadang kematian
karena kehabisan napas juga terjadi akibat salah perhitungan (Blanchard & Hucker,
1991)
8. Sadisme Seksual
Sadisme seksual, dideskripsikan sebagai gangguan kepuasan seksual yang diperoleh
dengan menyakiti orang lain secara jasmani atau rohani. Dorongan yang kuat dan
berulang disertai fantasi untuk mencapai kepuasan seksual dihubungkan dengan
menimbulkan penghinaan, penderitaan fisik atau rasa sakit pada orang lain. Pelaku
sadisme biasa disebut sadistis.
Istilah sadisme dinamai berdasarkan nama Marquis de Sade, pria Perancis yang
terkenal menulis cerita tentang kenikmatan mencapai kepuasan seksual dengan
memberikan rasa sakit atau rasa malu pada orang lain. Orang dengan parafilia jenis ini
ada yang mewujudkan fantasi mereka atau malah terganggu dengan dengan adanya
fantasi tersebut.
Banyak orang memiliki fantasi sadistik atau masokistik pada saat-saat tertentu
melakukan permainan seks yang melibatkan simulasi atau bentuk ringan

7
sadomasokisme (sadomasochism) dengan pasangan mereka. Sadomasokisme
menggambarkan interaksi seksual yang secara mutual memuaskan yang melibatkan
baik tindakan sadistik maupun masokistik.
Orang yang terlibat dalam sadomasokisme biasanya saling bertukar peran saat
melakukan aktivitas seksual atau dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya. Diagnosis
klinis untuk masokisme atau sadisme seksual biasanya tida diberikan kecuali orang
tersebut merasa tertekan akibat perilaku atau fantasinya, atau tindakannya
membahayakan orang lain.
9. Parafilia Lainnya

C. Perspektif Teoritis
Parafilia dapat disebabkan oleh interaksi dari faktor biologis, psikologis, dan sosial.
Usaha untuk menangani parafilia harus dikompromikan dengan fakta bahwa sebagian
besar orang dengan gangguan ini tidak ingin berubah. Berbagai hal dapat menjadi
penyebabnya diantaranya (Nevid, Rathus dan Greene, 2003):
1. Perspektif teori belajar
 Stimulus yang tidak biasa menjadi stimulus terkondisi untuk rangsangan seksual
akibat pemasangannya dengan aktifitas seksual di masa lalu.
 Stimulus yang tidak biasa dapat menjadi erotis dengan cara melihatkannya dalam
fantasi erotis dan masturbasi.
2. Perspektif psikodinamika
Kecemasan kastrasi yang tidak terselesaikan dari masa kanak-kanak yang
menyebabkan rangsangan seksual dipindahkan pada objek atau aktifitas yang lebih
aman.
3. Perspektif multifaktor
Penganiayaan seksual atau fisik pada masa kanak-kanak dapat merusak pola
rangsangan seksual yang normal.
Model perkembangan parafilia (Durand dan Barlow, 2006) :
1. Asosiasi atau pengalaman seksual yang tidak semestinya pada masa anak-anak
(sebagian secara tidak disengaja dan sebagian melihat pengalaman orang lain).
2. Kemungkinan terjadinya perkembangan yang tidak adekuat pada pola rangsangan
orang dewasa atas dasar suka sama suka.
3. Kemungkinan terjadinya perkembangan keterampilan sosial yang adekuat untuk
berhubungan dengan orang dewasa
4. Fantasi seksual tak pantas yang timbul berulang kali, yang berhubungan dengan
kegiatan masturbasi dan memperoleh penguatan.
5. Usaha yang berulang kali dilakukan untuk menghambat rangsangan dan perilaku yang
tidak diinginkan yang (secara paradoksal) justru meningkatkan pikiran, fantasi dan
perilaku prafilia.

D. Penanganan Parafilia

8
Orang dengan parafilia biasanya tidak mencari penanganan atas keinginan sendiri.
Mereka biasanya menerima penanganan di penjara setelah mereka divonis melakukan
penyerangan seksua. Atau mereka dirujuk ke sebuah penyedia penanganan oleh
pengadilan. Dalam kondisi ini, tidak mengherankan bahwa pelaku penyerangan seksual
seringkali melawan atau menolak penanganan. Terapis menyadari penanganan dapat
menjadi sia-sia jika klien kurang termotivasi untuk mengubah perilaku mereka. Namun
demikian, bukti menunjukan bahwa sejumlah bentuk penanganan, terutama terapi
perilaku dan terapi kognitif-behavioral (CBT), dapat membantu pelaku penyerangan
seksual yang ingin mengubah perilaku mereka. Salah satu teknik behavioral yang
digunakan untuk menangani parafilia adalah aversive conditioning. Tujuan dari
penanganan ini adalah membangkitkan respon emosional negative pada stimulus atau
fantasi yang tidak tepat (Nevid, Rathus dan Greene, 2003).
1. Penanganan psikologis (Durand dan Barlow, 2006).:
 Covert desensitization (desentisasi tertutup) yakni intervensi kognitif behavioral
untuk mengurangi perilaku yang tidak dikehendaki dengan meminta klien
membayangkan konsekuensi-konsekuensi yang sangat aversif dari perilakunya
dan membangun asosiasi negative dan bukan asosiasi positif dengan
konsekuensii-konsekuensi tersebut.
 Orgasmic reconditioning yaitu prosedur belajar untuk membantu klien
memperkuat pola-pola rangsangan seksual yang semestinya dengan cara
memasangkan stimuli yang tepat dengan sensasi yang menyenangkan dari
masturbasi.
 Relapse prevention yaitu memperpanjang kemajuan terapeutik dengan mengajari
klien tentang cara mengatasi situasi sulit di masa yang akan datang.
2. Penanganan obat (Durand dan Barlow, 2006).:
Obat paling popular yang digunakan untuk menangani parafilia (Bradford, 1997)
adalah antiandrogen yang disebut cyproterone acetate. Obat ini mengeliminasi nafsu
dan fantasi seksual dengan mengurangi tingkat testosterone secara dramatis. Tetapi,
fantasi dan rangsangan itu segera kembali bila obat dihentikan.

E. Kasus Gangguan Parafilia


Tersangka Pamer Kelamin: Tiba-tiba Pingin Saja, Ada Kepuasan
26 Maret 2019, 16: 53: 32 WIB | editor : Mochamad Chariris
Kapolres AKBP Setyo Koes Heriyatno (kiri) menginterogasi tersangka Rachmad di
Mapolres Mojokerto, Senin (25/3). (Khudori Aliandu/radarmojokerto.id)
MOJOKERTO - Tindakan asusila jalanan dengan modus menunjukkan alat kelamin yang
sempat viral akhirnya diringkus Unit Resmob Satreskrim Polres Mojokerto. Pelakunya
diketahui bernama Rachmad Kusnandar, 38, warga Perum Jetis Permai, Kecamatan Jetis,
Kabupaten Mojokerto. Selain dilakukan penahanan, akibat permuatannya dia terancam 10
tahun penjara.
Kapolres Mojokerto AKBP Setyo koes Heriyatno, menjelaskan, pelaku diamankan di
rumahnya Jumat (15/3) setelah sebelumnya sempat membuat heboh publik akibat aksinya
kepada para wanita. “Pelaku melakukan ini secara sadar,” katanya.

9
Kondisi itu juga dikuatkan dengan hasil pemeriksaan psikologis pelaku di Mapolda Jatim.
“Hasil psikologis itu dia mengalami penyimpangan seksual ringan atau parafilia”
tambahnya. Parafilia adalah gangguan seksual yang ditandai oleh khayalan seksual yang
khusus dan desakan serta praktik seksual yang kuat, biasanya berulang kali dan
menakutkan.
Namun, Setyo belum menjelaskan detail penyimpangan yang dialami pelaku. Dengan
yang berhak menjelaskan adalah psikiater sekaligus sebagai saksi ahli. “Yang jelas ini,
dilakukan spontan. Merasa ada kepuasan tersendiri kalau sudah mengeluarkan (alat
kelamin) itu kepada wanita yang menjadi targetnya,” bebernya.
Polisi masih mendalami kasus tersebut dengan mengumpulkan alat bukti dugaan tindak
pidana yang diperbuat pelaku. Setyo mengungkapkan, perilaku menyimpang pelaku
sudah berlangsung dalam dua tahun terakhir.
Bahkan, kendati telah berkeluarga, informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Mojokerto
setidaknya pelaku sudah melakukan tindakan aneh itu di 16 tempat kejadian perkara
(TKP). “Artinya, penyimpangan pelaku tidak selalu. Pas lagi hasratnya timbul saja,”
tuturnya.
Dalam penangkapan itu, petugas berhasil mengamankan beberapa alat bukti. Di
antaranya, sepeda motor Honda Supra X 125 Nopol S 6587 TC, helm, dan satu set
pakaian milik pelaku. Rachmad Kusnandar dijerat dengan pasal 36 UU RI Nomor 44
Tahun 2008 tentang Pornografi.
“Ancaman pidananya paling lama 10 tahun. Atau denda paling banyak Rp 5 miliar,”
tandas Setyo. Sementara itu, saat ditanya motif di balik dia menunjukkan kemaluan di
depan umum dan wanita, Rachmad hanya menjawab yang dilakukan hanya spontanitas.
Dengan alasan, dia merasa puas ketika sudah menunjukkan alat kelaminnya di depan
umum atua seorang wanita.  “Tiba-tiba pingin saja. Ada kepuasan,” ungkapnya.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

11
DAFTAR PUSTAKA

Durand, V. M dan Barlow, D. H. 2006. Psikologi Abnormal (Edisi Keempat),


Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nevid, J.F, Rathus, S. A dan Greene B. 2003. Psikologi Abnormal (Edisi Kelima),
Jakarta: Erlangga
Chariris, Mochamad. 2019. Tersangka Pamer Kelamin: Tiba-tiba Pingin Saja, Ada
Kepuasan. https://radarmojokerto.jawapos.com/read/2019/03/26/127738/tersangka-
pamer-kelamin-tiba-tiba-pingin-saja-ada-kepuasan. (20 September 2019)

12

Anda mungkin juga menyukai