JALANAN
Disusun oleh:
Annisa Shada
(173080007)
Kelompok umur remaja (usia 14-18 tahun) merupakan bagian terbesar dari
kelompok anak jalanan. Anak jalanan menghabiskan sebagian besar waktu di
jalanan sehingga meningkatkan kerentanan mereka terhadap gangguan
kesehatan. Anak jalanan secara psikologi memiliki konsep diri negatif, tidak
atau kurang percaya diri, mudah tersinggung, ketergantungan pada orang lain
dan emosi yang tidak stabil. Kondisi ini menyebabkan mereka mudah
terpengaruh orang lain dan cenderung berperilaku antisosial seperti bekelahi,
mencuri, merampas, menggunakan dan menjalankan bisnis narkotika, dan
perilaku seks bebas. Mereka juga dapat mengalami eksploitasi fisik dan
seksual terutama oleh orang dewasa hingga kehilangan nyawa, sehingga
timbul masalah kesehatan reproduksi seperti infeksi menular seksual
(KemenKes, 2014). Masalah kesehatan reproduksi ketika melakukan seks
bebas pada anak jalanan yang sering mereka lakukan tidak terlepas dari
keadaan yang membuat anak jalanan itu harus bergantung kepada kehidupan
anak jalanan dan dipengaruhi oleh rasa keingintahuan terhadap seks serta
adanya pengaruh dari teman sekitar maupun pergaulan (Purba, 2012).
Berbagai akibat muncul disebabkan oleh perilaku seksual, antara lain KTD
(Kehamilan Tidak Diinginkan), terkena PMS (Penyakit Menular Seksual), dan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Sunanti, 2001).
Pada awal masa remaja, remaja biasanya merasakan adanya tekanan agar
mereka menyesuaikan dengan norma-norma dan harapan kelompoknya.
Gambaran tentang dirinya banyak dipengaruhi oleh bagaimana mereka dapat
berperilaku sesuai dengan kelompok atau sifat-sifat yang dikehendaki oleh
kelompoknya. Oleh karena itu sistem nilai merekapun sering bergantung
kepada nilai-nilai orang lain. Keberhasilan mereka dalam kelompok akan
memberikan gambaran diri positif, sebaliknya kegagalan-kegagalan akan
memberikan gambaran diri yang negatif. Dalam kehidupan kelompok
biasanya remaja juga akan melakukan perbandingan antara dirinya dan orang
lain dan penilaian diri ini sangat mempengaruhi gambaran diri mereka.
Apabila mereka menilai dirinya lebih baik dibandingkan orang lain maka akan
memberikan gambaran diri yang positif dan mereka memiliki konsep diri yang
tinggi. Sebaliknya apabila dirinya kurang baik bila dibandingkan orang lain
maka akan memberikan gambaran diri yang negatif dan mereka akan memiliki
konsep diri yang rendah (Soetjiningsih, 2004).
Menjadi anak jalanan bukan pilihan hidup yang diinginkan oleh setiap
orang dan bukan pula pilihan yang menyenangkan, terutama terkait dengan
keamanannya. Anak jalanan sering dianggap sebagai masalah bagi banyak
pihak, yang disebut sebagai ‘sampah masyarakat’. Masyarakat seringkali
menganggap anak jalanan merupakan kaum yang urakan, tidak tahu aturan
dan sangat dekat dengan tindak kriminal. Umumnya anak jalanan memang
tidak dihargai, melakukan pekerjaan yang tidak jelas, tidak ada tujuan hidup,
serta yang dilakukan hanya mendapatkan uang untuk makan hari ini saja.
Kondisi ini memosisikan anak jalanan sebagai korban dari kekeliruan atau
ketidaktepatan pemilihan model pembangunan yang selama ini dilakukan.
Selama ini, pembangunan di Indonesia lebih banyak menekankan aspek
pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang terlalu terpusat pada kota-kota
besar. Kebijakan pembangunan antardaerah yang tidak merata, berimbas pada
kesenjangan sosial dan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat. Saat
pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik, jumlah anak jalanan juga
meningkat. Pola ini menunjukkan bahwa ada satu sisi kemiskinan yang belum
terungkap, yang berpotensi untuk terus menumbuhkan anak jalanan di
Indonesia.
Keberadaan dan berkembangnya jumlah anak jalanan merupakan
persoalan yang perlu mendapat perhatian, mengingat anak-anak melakukan
kegiatan atau tinggal di jalanan senantiasa berhadapan dengan situasi buruk.
Anak jalanan rentan untuk mendapatkan situasi yang buruk seperti menjadi
korban dari berbagai perlakuan salah dan eksploitasi, diantaranya adalah
kekerasan fisik, penjerumusan tindak kriminal, penyalahgunaan narkoba,
objek seksual dan sebagainya. Situasi serta lingkungan semacam itu jelas akan
menimbulkan berbagai dampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Anak yang seharusnya berada dalam lingkungan belajar, bermain dan
berkembang, justru harus mengarungi kehidupan yang keras dan penuh
dengan berbagai bentuk eksploitasi. Situasi semacam tersebut, jelas akan
mempengaruhi pembentukan konsep diri, dimana lingkungan atau pola asuh
merupakan salah satu faktor pembentuk konsep diri.
Konsep diri adalah semua bentuk kepercayaan, perasaan, dan penilaian
yang diyakini individu tentang dirinya sendiri dan mempengaruhi proses
interaksi sosial dengan lingkungan sekitar (Pambudi, 2012). Konsep diri juga
merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri. Menurut
Chaplin (dalam Pardede, 2008) mengemukakan bahwa konsep diri adalah
evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penafsiran mengenai
diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Konsep diri memberikan sebuah
gambaran yang menentukan bagaimana seseorang mengolah informasi yang
didapatkan.
Remaja melihat gambaran diri mereka dan melakukan perbandingan
dirinya dengan orang lain. Saat remaja menilai gambaran dirinya yang positif
maka mereka memiliki konsep diri yang tinggi. Sebaliknya jika remaja
menilai gambaran dirinya yang negatif bila dibandingkan dengan orang lain
maka remaja akan memiliki konsep diri yang rendah. Kesadaran mengenai
gambaran diri sendiri ini yang dimaksud dengan konsep diri. Apa yang
dipersepsikan individu lain mengenai diri individu, tidak terlepas dari struktur,
peran, dan status sosial yang disandang seorang individu (Papalia, Olds, dan
Feldman, 2004).
Seorang remaja sangat tergantung konsep diri yang dibangun dengan
adanya intervensi dari lingkungan sekitar. Keluarga, saudara, teman sebaya
dan kondisi lingkungan sekitar memberikan andil yang besar dalam
pembentukan konsep diri seorang remaja. Masa remaja adalah mencari jati
diri, remaja lebih sering menghabiskan waktunya dengan teman-temannya dari
pada dengan orang tuanya. Dengan begitu teman-teman sebaya mempunyai
pengaruh dalam pembentukan konsep diri pada remaja.
Anak Jalanan
Faktor Eksternal:
Faktor Internal:
1. Status sosial
ekonomi 1. Intelegensi
2. Hubungan 2. Pendidikan
Konsep Diri
keluarga
3. Orang lain
Konsep Diri Positif
Konsep Diri Negatif
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Metode kualitatif merupakan tata cara penelitian
yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden
secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata (Soerjono Soekanto, 2014).
Penelitian ini dikatakan kualitatif karena pada dasarnya penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji atau meneliti suatu objek pada latar alamiah tanpa
ada manipulasi didalamnya serta hasil yang diharapkan berupa pemahaman
yang mendalam dari fenomena kasus yang diamati. Studi kasus memusatkan
perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk
dikaji secara mendalam sehingga mampu membongkar realitas dibalik
fenomena (Mudjia Rahardjo, 2017). Pendekatan studi kasus sendiri dipilih
karena peneliti ingin menyelidiki secara cermat suatu peristiwa, aktivitas,
proses atau sekelompok individu (Creswell, 2012), dalam hal ini terkait
dengan konsep diri pada anak jalanan.
3.2 Fokus Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konsep diri
pada anak jalanan serta faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada
anak jalanan.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, R. A. & Byrne, D., 2003. Psikologi Sosial. 10 ed. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Creswell, John W. 2012. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Fadila & Hartini, 2017. Konsep Diri Anak Jalanan. Jurnal Fokus Konseling, III.
67-77.
Mudjia , R. 2017. Studi Kasus dalam Penelitian Kualitatif: Konsep dan
Prosedurnya. Malang.
Murniatun. 2004. Problematika Anak Jalanan Studi Mengenai Pengamen di Kota
Yogyakarta. Laporan Praktikum II. UGM (Universitas Gajah Mada)
Nasti, S. H. H., 2016. Konsep Diri Anak Jalanan. Surakarta.
Pambudi, P. S. & Wijayanti, D. Y., 2012. Hubungan Konsep Diri dengan Prestasi
Akademik pada Mahasiswa Keperawatan. Jurnal Nursing Studies. 149-
156.
Pardede, Y. O. K., 2008. Konsep Diri Anak Jalanan Usia Remaja. Jurnal
Psikologi, I. 146-151.
Purwanto, W. T., 2017. Konsep Diri Anak Jalanan Usia Remaja. Malang.
Riyadi, A., 2016. Hubungan Konsep Diri dengan Kenakalan Anak Jalanan. Jurnal
Ilmiah Psikologi, I. 23-34.
Soetjiningsih. 2004. Buku Ajar: Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Jakarta : Sagung Seto
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta