Anda di halaman 1dari 6

Penyalahgunaan Narkoba Dikalangan Anak Remaja

(Anak Jalanan)

Anak remaja adalah aset bangsa dan bagian dari generasi muda yang berperan sangat
strategis, yaitu sebagai pewaris (successor) bangsa, penerus cita-cita perjuangan bangsa,
sekaligus sebagai potensi sumber daya manusia dalam perkembangan nasional. Menurut
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, hak anak adalah bagian dari
hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, masyarakat,
pemerintah dan negara serta disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke
bawah. Anak jalanan merupakan kelompok yang rentan dalam melakukan perilaku berisiko
terhadap kesehatan. Kelompok umur remaja merupakan bagian terbesar dari kelompok anak
jalanan sehingga masalah kesehatan pada anak jalanan masalah perilaku remaja yaitu
kebiasaan merokok, menggunakan napza, perilaku seksual berisiko, dan masalah kesehatan
reproduksi seperti infeksi menular Seksual dan HIV-AIDS. Menurut Undang-undang No. 5 tahun
1997, menyatakan bahwa zat adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif yang apabila
dikomsumsi oleh organisme hidup dapat mengakibatkan kerja biologi, serta menimbulkan
ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan atau efek ingin menggunakannya secara terus
menerus, yang jika dihentikan mendapat efek lelah yang luar biasa atau rasa sakit luar
biasa.Penyalahgunaan zat adiktif biasa didasari atas beberapa hal. Pertama, sebab-sebab yang
berasal dari faktor individu seperti pengetahuan, sikap, kepribadian, jeins kelamin, usia,
dorongan kenikmatan, perasaan ingin tahu, dan untuk memecahkan persoalan yang sedang
dihadapi. Penyebab kedua berasal dari lingkungannya seperti pekerjaan, ketidakharmonisan
keluarga, status ekonomi dan kelompok teman sebaya.

Bentuk penyalahgunaan zat adalah terjadinya kecanduan atau ketergantungan, yang


berkaitan gangguan pada kesehatan jasmani, kejiwaan, dan fungsi sosialnya. Ketergantungan
tidak berlangsung seketika, terapi melalui rangkaian proses penyalahgunaan. Adapun beberapa
tahap dan pola pemakain zat adiktif sebagai berikut tahap coba-coba yang mulanya hanya
mencoba, tahap pemula tahap eksperimen atau coba-coba, tahap berkala pemakian narkoba
terdorong untuk memakai lebih sering lain dan tahap tetap/madat pemakai zat adiktif akan
dituntut oleh tubuhnya sendiri untuk semakin sering memakai zat adiktif dengan dosis yang
lebih tinggi, bila tidak ia akan merasa penderitaan (sakaw). Bahaya yang diakibatkan
penyalahgunaan zat adiktif dapat bermacam-macam dan terkadang pecandunya kebanyakan
tidak mengetahui organ tubuh mana saja yang dapat terserang. Bahayanya tidak hanya
menyerang organ tubuh seperti otak, jantung dan paru-paru, bahkan virus pun akan lebih
mudah masuk kedalam tubuh mereka. Tidak hanya menyerang 3 fisik, melainkan mental,
emosional dan spiritual mereka pun akan terganggu.

Data tentang remaja yang menyalahgunakan zat adiktif berdasarkan data Badan
narkotika nasional (BNN), sekitar 1,99 % dari jumlah seluruh penduduk Indonesia merupakan
pengguna narkoba dengan perkiraan pengguna mencapai 2,56 % pada tahun 2013 dan rentang
usia pengguna narkoba tersebut adalah 10-59 tahun. Remaja yang di kategorikan sebagai
pengguna narkoba di Indonesia sekitar 14.000 orang yang diakukan oleh badan narkotika
nasional (BNN) tahun 2011 adalah pengguna narkoba yang paling banyak dan pengguna
narkoba pertama kali rata-rata pada usia 16 tahun serta jenis narkoba yang dipakai adalah
ganja, ekstasi, sabu, dan ngelem. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2010,
jenis narkoba yang satu tahun terakhir dipakai oleh pengguna yaitu zat yang sengaja dihirup
sampai mabuk (fly) di Perkotaan Nasional adalah sebanyak 35,3%. Menurut Badan Narkotika
Nasional (BNN) pada tahun 2010, pola konsumsi narkoba pada anak jalanan tahun 2004 yang
pernah pakai lem (Aica, Aibon, UHU) yaitu sebanyak 4,0% kemudian meningkat menjadi 4,8%
pada tahun 2008. Jumlah anak jalanan di Kota Kendari yang terjaring razia di Dinas Sosial kota
Kendari pada tahun 2014 dengan jumlah 24 anak, pada tahun 2015 menigkat secara signifikan
sebesar 41 anak, pada tahun 2016 terus 4 meningkat menjadi 49 anak yang terjaring razia dan
terbanyak pada daerah mandonga.

Berdasarkan Laporan Dinas Sosial, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Kota Kendari
bahwa pada tahun 2017, terdapat 49 anak jalanan yang terjaring razia telah melakukan aktivitas
ngelem dan mumbul. Zat adiktif yang digunakan untuk merupakan napza yang sangat mudah
didapat karena keberadaannya. Hal ini yang menyebabkan penyalahgunaan pemakaian zat
adiktif ini sangat cepat perkembangannya terutama di dunia anak jalanan. Hasil survey
pendahuluan pada anak jalanan di Kota Kendari pada 2-3 orang remaja berpendapat alasan
mereka melakukan tindakan penyalahgunaan zat adiktif diantaranya yaitu karena pergaulan
teman sebaya akhirnya remaja mencoba memakai zat adiktif. Selain itu mereka
mengungkapkan berada di lingkungan yang memakai zat adiktif lebih mudah ikut menggunakan
zat adiktif tersebut.
Hasil penelitian faktor yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkotika dan bahan
adiktif pada remaja dalam lingkungan anak jalanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara persepsi keharmonisan keluarga, keformalitasan teman sebaya dan
tingkat religiusitas dengan penyalahgunaan narkoba. Artinya ketidak harmonisan keluarga,
tingginya keformalitasan teman sebaya dan rendahnya religiusitas menyebabkan
kecenderungan remaja menjadi penyalahguna narkoba. Anak jalanan adalah anak yang
melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan sehari-
hari di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan pusat-pusat keramaian lainnya.
Kondisi kehidupan anak jalanan dapat dikatakan marginal karena pekerjaan yang mereka
lakukan tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai, dan umumnya tidak menjanjikan
kehidupan yang layak di masa depan.

Dikatakan rentan karena resiko yang besar dari jam kerja yang panjang dalam
lingkungan yang tidak mendukung dari aspek kesehatan dan sosial. Kemudian dikatakan
eksploitatif karena berada dalam posisi tawar-menawar yang lemah (kurang kompetitif)
sehingga rawan terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh oknum yang tidak bertanggung
jawab. Anak jalanan, anak gelandangan, atau kadang disebut juga anak mandiri, sesungguhnya
adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang. Hal ini
dibuktikan karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini, mereka sudah harus berhadapan
dengan lingkungan kota yang tidak kondusif dan bahkan sangat tidak bersahabat. Alasan anak
jalanan yang mengatakan bahwa tinggal di jalanan adalah sekadar untuk menghilangkan rasa
lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarga tampaknya secara sosial kurang atau
bahkan tidak dapat diterima oleh masyarakat umum. Hal ini mengakibatkan timbulnya
steorotipe bahwa anak jalanan dianggap sebagai penggangu ketertiban dan membuat kota
menjadi kotor sehingga yang namanya razia bukan lagi hal yang mengejutkan bagi mereka.
Marginal, rentan dan eksploitatif adalah istilah-istilah yang sangat erat untuk menggambarkan
kondisi dan kehidupan anak jalanan. Marginal karena mereka melakukan jenis pekerjaan yang
tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai dan umumnya juga tidak menjanjikan prospek
apapun di masa depan. Rentan karena resiko yang harus ditanggung akibat jam kerja yang
sangat panjang secara kenyataaan dari segi kesehatan maupun sosial sangat rawan.
Sedangkan disebut eksploitatif karena mereka biasanya memiliki posisi tawar-menawar yang
sangat lemah, tersubordinasi dan cenderung menjadi objek perlakuan yang sewenang-wenang
dari ulah preman atau oknum aparat yang tidak bertanggung jawab.
Jenis pekerjaan anak jalanan oleh depertemen sosial dikelompokkan menjadi 4 kategori
yaitu pertama, usaha dagang yang terdiri dari penjualan koran dan majalah, penjual sapu dan
lap kaca mobil. Kategori kedua, yaitu usaha bidang jasa yang terdiri dari pembersih bus,
pengatur lalu lintas, kuli angkut pasar, ojek payung, tukang semir sepatu, dan kernek atau
calok. Kategori ketiga yaitu meminta-minta dan pengamen serta kategori keempat kerja
serabutan yaitu anak jalanan tidak mempunyai pekerjaan yang tetap seperti diatas dalam arti
mereka berubah-ubah pekerjaan menurut kehendak mereka. Sebagai bagian dari pekerja anak
(child labour), anak jalanan bukanlah kelompok yang homogen. Mereka cukup beragam dan
dapat dibedakan atas dasar pekerjaannya, hubungannya dengan orang tua atau orang dewasa
terdekat, waktu dan jenis kegiatannya di jalanan, serta jenis kelaminnya. Secara garis besar
anak jalanan terbagi atas tiga kategori, yaitu : 1. Children on the street, yaitu anak-anak yang
mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. A)
Anak-anak jalanan yang masih tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah
setiap hari. B) Anak-anak yang tinggal di jalanan namun masih mempertahankan hubungan
dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin. 2.
Children of the street, yaitu anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar
waktunya di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi dan ia memutuskan hubungan
dengan orangtua atau keluarganya. Ada beberapa di antara mereka masih mempunyai
hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak di
antara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab, biasanya kekerasan, sehingga lari
atau pergi dari rumah. Anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah,
baik secara sosial-emosional, fisik maupun seks. 3. Children from families of the street yaitu
anak yang keluarganya memang di jalanan yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan
yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di jalanan.

Anak jalanan memiliki ciri khas baik secara psikologisnya maupun kreativitasnya
sebagai berikut: a. Anak-anak ini mudah tersinggung perasaannya. b. Anak-anak ini mudah
putus asa dan cepat murung, kemudian nekad tanpa dapat dipengaruhi secara mudah oleh
orang lain yang ingin membantunya. c. Tidak berbeda dengan anak-anak yang lainnya yang
selalu menginginkan kasih sayang. d. Anak ini biasanya tidak mau bertatap muka dalam arti bila
diajak bicara, mereka tidak mau melihat orang lain secara terbuka. e. Sesuai dengan taraf
perkembangannya yang masih kanak-kanak mereka sangatlah labil, tetapi keadaan ini sulit
berubah meskipun mereka telah diberi pengarahan yang positif. f. Mereka memiliki suatu
keterampilan, namun keterampilan ini tidak selalu sesuai bila diukur dengan ukuran normatif
masyarakat umumnya. Secara garis besar, faktor yang menyebabkan anak menjadi anak
jalanan antara lain : 1. Faktor ekonomi keluarga 2. Ketidakharmonisan rumah tangga orang tua
3. Masalah dalam hubungan anak dengan orang tua 4. Pengaruh teman atau kerabat.

Berdasarkan surat edaran Badan Narkotiak Nasional Nomor SE/03/IV/2002/BNN,


narkoba adalah istilah baku yang digunakan sebagai akrolin dari narkotika, psikotropika dan
bahan-bahan adiktif lainnya. Yang berarti kata narkoba merupakan suatu kata simbolik untuk
menyimbolkan narkotika, psikotropika dan bahan-bahan adiktif lainnya. Narkoba (narkotika dan
obat/bahan berbahaya), disebut juga NAPZA (narkotika, psikotropika, zat adiktif lain) adalah
obat, bahan,atau zat bukan makanan yang jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau
disuntikan, berpengaruh pada kerja otak (susunan saraf pusat) dan sering kali menimbulkan
ketergantungan (Martono & Joewana, 2008). VeronicaColondam (2007), menyatakan bahwa
narkoba merupakan semua zat yang mempengaruhi cara bekerja pikiran, perasaan, persepsi,
dan kehendak, yang di bagi menjadi jenis narkotika, pisikotropika dan zat adiktif lainnya.
Adapun narkotika itu sendiri menurut UU RI Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun bukan
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran, hilangnya rasa, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana
yang terlampir dalam undangundang ini atau yang kemudian ditetapka dengan keputusan
mentri kesehatan. Antara lain golongan-golongan tersebut adalah ganja, tanaman opium
sampai heroin, tanaman koka sampai Kokain, Kodein Dan Turunan Kimianya. Sedangkan
Pisikotropika Menurut UU RI Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Pisikotropika adalah zat atau obat,
baik alami maupun sintetis bukan narkotika, yang berkasiat pisiko aktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
perilaku, yang tergolong dalam pisikotropika adalah amfetamin, metamferamin, dan turunannya
seperti pil ekstasi, shabu atau ice, dan turunan kimia sejenisnya. Berdasarkan beberapa
pernyataan tersebut, disimpulkan bahwa narkoba merupaka, sebuah kata yang mewakili jenis
zat atau barang terlarang yang terbagi dalam narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya,
yang apabila di konsumsi akam memberikan efek-efek tertentu seperti halusinogen (halusinasi),
depresan (penenang) dan stimulan (perangsang). Serta memberi efek samping gangguan
kesehatan tubuh, ganguan mental, gangguan dalam bersosialisasi, ketergantungan, dan
kematian.

Zat adiktif adalah Zat-zat kimia secara cepat akan memasuki cairan darah melalui paru-
paru dan organ lainnya, dan kadang-kadang akan mengakibatkan kerusakan fisik dan mental,
yang permanen dan tidak dapat disembuhkan. Zat adiktif lain yang dimaksudkan disini adalah
bahan atau zat yang berpengaruh psikoaktif, meliputi minuman beralkohol, inhalansi dan
tembakau. Beberapa faktor penyebab penyalahgunaan Zat adiktif diantaranya yaitu : faktor
pribadi adalah genetik, bilogis, personal, kesehatan dan gaya hidup yang memiliki pengaruh
dalam menetukan anak jalanan terjerumus dalam penyalahgunaan Zat adiktif. Faktor keluarga,
anak yang kurang perhatian dari orang tuanya cenderung mencari perhatian diluar, biasanya
mereka juga mencari kesibukan bersama teman-temanya. Faktor lingkungan masyarakat yang
individualis, lingkungan yang individualistik dalam kehidupan kota besar cenderung kurang
peduli dengan orang lain, sehingga setiap orang hanya memikirkan permasalahan dirinya tanpa
peduli dengan orang sekitarnya. Faktor teman sebaya, adanya satu atau dari beberapa anggota
kelompok teman sebaya yang menjadi pengedar Zat adiktif, ajakan bujukan atau iming-iming
teman sebaya, pelaksanaan dan tekanan teman sebaya, bila tidak ikut melakukan
penyalahgunaan Zat adiktif dianggap tidak setia kepada kelompok.

Anda mungkin juga menyukai