Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

BAB I.............................................................................................................................2

PENDAHULUAN.........................................................................................................2

1.1 Latar belakang masalah....................................................................................2

1.2 Pembatasan masalah....................................................................................6

1.3 Tujuan...............................................................................................................7

BAB II...........................................................................................................................7

PEMBAHASAN............................................................................................................7

2.1  Pengertian pergaulan bebas.............................................................................7

2.1 Pengertian Remaja............................................................................................8

2.2 Ciri-ciri Fisik dan Psikologis............................................................................9

2.4 Pergaulan Bebas.............................................................................................17

BAB III........................................................................................................................23

PENUTUP...................................................................................................................23

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................23

3.2 Saran dan Kritik.............................................................................................23

BAB IV........................................................................Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

 Penelitian tentang pergaulan bebas telah banyak diteliti baik di tingkat

nasional

maupun internasional.Pergaulan bebas identik dengan pergaulan remaja yang

menyimpang dan yang biasanya mengarah terhadap perbuatan seks.Di zaman

yang

semakin berkembang semakin beragam pula tingkah laku serta masalah sosial

yang terjadi di masyarakat terutama masalah remaja.

Perkembangan teknologi sekarang ini telah banyak memberi pengaruh buruk

bagi remaja sehingga menyebabkan terjadinya kenakalan remaja.Masa remaja

merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap

ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola

perilaku, dan juga penuh dengan masalah-maslah (Hurlock, dalam Roy, 2011).

Remaja yang disebabkan orang tuanya yang terlalu kejam, tidak dapat

menyesuaikan didikan dengan keperluan anak untuk berautonomi, ataupun

sebaliknya menyebabkan orang tua tersebut tidak peduli untuk memantau

perkembangan sosial anak tersebut (Dishion, Patterson, Stoolmiller, Skinner

(1991)

2
Fuligni dan Eccles (1993). Pelajar seperti ini berpotensi untuk mencari teman

sebaya yang mempunyai masalah yang kemudian menjadi faktor penarik untuk

terlibat dalam gejala sosial. Kekecewaan terhadap keluarga ataupun lingkungan

sekitarnya terus berpengaruh kepada perilaku remaja yang menyimpang untuk

mengespresikan perasaanya (Nor Ba’yah, 2004) rasa untuk disayangi

menyebabkan individu resah takut ditinggalkan dan sanggup melakukan apa

saja untuk mendapatkan kasih saying (Bartholomew dan Horowitz, 1991).

Pelajar yang merasakan diri mereka dilamun cinta mereka tidak dapat

mengendalikan persahabatan yang sehat sebaliknya terlalu obsesif, ataupun

terlalu mengikut perintah teman sebaya ataupun orang tersayang sehinggakan

terjalinnya pergaulan bebas (Rubiah, 2001). Kegagalan menangani hubungan

menjadikan remaja dan individu awal dewasa terjebak dalam gejala social

seperti perzinaan, kehamilan luar nikah, kelahiran anak luar nikah,

pengguguran bayi dan sebagainya.Selain dari pada itu, cinta yang tidak terurus

mengakibatkan

kebanyakan pelajar mengalami kegagalan dalam pelajaran.

Pakar seks juga spesialis Obstentri dan Ginekologi Boyke Dian Nugraha di

Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan

hubungan seks bebas semakin meningkat.

Dari sekitas 5% pada tahun 1980-an, menjadi 20% pada tahun 2000 kisaran

angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa

kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu, Banjarmasin, bahkan

di Palu Sulawesi Tengah, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah

3
melakukan hubungan seks bebas mencapai 29,9% sementara penelitian yang

dilakukan oleh Boyke sendiri tahun (1999) lalu terhadap pasien yang datang di

klinik pasutri, tercatat sekitar 18% remaja pernah melakukan hubungan seksual

pranikah, kelompok remaja yang masuk pada penelitian tersebut rata-rata

berusia 17-

21 tahun, umumnya masih bersekolah di tingkat sekolah lanjutan tingkat atas

(SLTA) atau mahasiswa. Namun beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak

yang

duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Gunawan, 2011).

Pada sebuah penelian nasional (survei nasional mengenai tingkah laku beresiko

pada remaja/national youth risk behavior survey), 54% remaja yang duduk di

kelas 3 SMP sampai 3 SMU mengatakan bahwa mereka telah melakukan

hubungan seksual.

Penelitian lain menunjukan bahwa remaja laki-laki lebih cenderung

mengatakan telah melakukan hubungan seks dan aktif secara seksual dari pada

remaja perempuan. (Hayes dalam Santrock, 2003). Permasalahan pergaulan

bebas ini sudah merajalela baik di kalangan pelajar dengan alasan mulai

dibilang gaul dan demi mencari kesenangan semata, misalnya yang terjadi di

Desa Masaloka dimana dulu sangat menjunjung tinggi rasa malu dan menjaga

perilaku agar tidak menjadi bahan gunjingan, namun kini hal yang dianggap

tabu ini seolah menjadi hal yang biasa untuk dipertontonkan, misalnya

fenomena berpacaran dikalangan pelajar bukan hal yang asing lagi untuk

dibicarakan karena kita bisa melihat fenomena berpacaran dimana saja,

4
berpelukan, berpegangan, berdua-duaan, merokok, minuman keras karena

miras dianggap sebagai penyambung tali silaturahim diantara kaum laki-laki.

Dahulu orang yang berdua-duaan dianggap sebagai orang yang tidak memiliki

rasa malu, apa lagi sampai berpelukan dan berciuman, sangat ditentang oleh

masyarakat dan langsung terkena hukum adat dengan cara dinikahkan atau

membayar uang adat, yaitu dengan cara kawin cerai dimana pihak laki-laki

wajib untuk membayar uang adat kepada pihak perempuan sesuai dengan

jumlah uang yang diminta oleh pihak perempuan.

Pergaulan bebas adalah salah satu bentuk salah satu bentuk perilku

menyimpang yang mana “Bebas” yang dimaksud adalah melewati batas batas

norma ketimuran yang ada. Mesalah pergaulan bebas ini sering kita dengar

baik dilingkungan maupu  dari media masa. Remaja adalah individu labil yang

emosionalnya sangat rentan pengetahuan yang minim dan ajakan teman  yang

bergaul bebas membuat makin berkurangnya potensi generasi muda dalam

kemajuan zaman.

Pergaulan Bebas adalah salah satu kebutuhan hidup dari makluk sosial yang

dalam kesehariannya  membutuhkan orang lain dan hubungan antar manusia

melalui suatu pergaulan ( interpersonal relationship)

Pergaulan adalah HAM setiap individu dan itu harus dibebaskan, sehingga

setiap manusia tidak boleh bibatasi dalam pergaulan, apalagi melakukan

diskriminasi, sebab hal itu melanggar HAM. Jadi perhgaulan manusia

hendaknya bebas, tetapi tetap mematui norma, hukum, norma agama, Budaya,

serta norma bermasyarakat, jadi kalau secara medis kalau pergaulan bebas

5
namun tidak teratur terbatasi aturan aturan dan norma norma hidup manusia

tentunya tidak menimbulkan akses akses seperti saat ini.

Remaja adalah generasi penerus yang akan membangun bangsa kea rah yang

lebih baik yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang

dapat menguntungkan diri sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Maka dari

itu remaja tersebut harus mendapatkan perhatian khusus,baik oleh dirinya

sendiri,orang tua,dan masyarakat sekitar.

 Banyak kita basa di media massa maupun kita lihat di media elektronik

adanya remaja yang berprestasi juga ada remaja yang melakukan tindakan atau

perbuatan yang merugikan dirinya sendiri,keluarga dan masyarakat sekitar.

 Pada makalah ini kami akan mencoba membahas cara mengatasi pergaulan

bebas terhadap remaja.

1.2 Pembatasan masalah

Kesempatan ini kami hanya akan membatasi pengaruh media massa,media

elektronik terhadap pergaulan remaja. Media massa (cetak) perlunya remaja

membaca hal-hal yang positif.Dan media elekronik,tayangan-tayangan di

televisi yang dapat merusak aqidah dan moral remaja tidak layak untuk

ditonton oleh para remaja missal tayangan yang berbau misteri dan film-film

yang berbau alam gaib.

6
1.3 Tujuan

Makalah ini kami buat dengan bertujuan agar remaja-remaja masa kini terarah

pergaulanny yaitu dengan melakukan kegiatan yang positif yang berguna

untuk dirinya sendiri,keluarga,dan masyarakat sekitar. Dan supaya agar

remaja tidak terjebak di dalam pergaulan bebas.Maka dari itu perlu kiranya

remaja membentengi diri denan iman yang kuat.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian pergaulan bebas

Pergaulan bebas identik sekali dengan yang namanya “dugem” (Dunia

Gemerlap), yang sudah menjadi rahasia umum bahwa didalamnya marak

sekali  pemakaian Narkoba, ini identik dsekali dengan sek bebas yang

akhirnya  berujung pada HIV /AIDS  dan pastinya setelah terkena Virus ini

kehidupan remaja akan menjadi  sangat timpang dari segala segi.

7
Pergaulan remaja saat ini menjadi sorotan utama, karena pada masa

sekarang pergaulan remaja sangat mengawatirkan dikarenakan perkembangan

arus remajanya pada saat ini sangant mengkhawatirkan bangsa karena ditangan

generasi mudalah bangsa ini akan dibawa, baik buruknya bangsa ini sangat

bergantung pada generasi muda.

2.1 Pengertian Remaja

     Kehidupan yang kita alami,mungkin salah satu tahap yang paling tak

terlupakan adalah masa remaja,karma tampaknya tidak ada fase lain banyak

dipenuhi dengan pengalaman tentang patah hati,konflik batin,dan

kesalahpahaman selain masa remaja. Kita masih dapat mengingat antara rasa

sakit dan kebahagiaan bercampur menjadi satu yang kita alami saat remaja.Kita

tetap menyimpan kenangan betapa kita disalahpahami, betapa kita begitu

sering dan cepat berubah-rubah,betapa kita begitu mengharapkan

penerimaan,dan betapa kita begitu merasakan kesepian dan kesendirian.

 Kadang kita juga merasa mengapa tidak ada orang yang mau mengerti tentang

kita.Kita merasa heran bagaimana semua ini dimulai dan darimana.Semua ini

terjadi pada masa remaja,saat yang penuh gejolak dan keinginan,tetapi tidak

jarang mengakibatkan begitu banyak persoalan jika tidak disikapi secara arif

dan bijak.

Remaja seing diidenntikan dengan usia belasan tahun sehingga dalam bahasa

inggris ”remaja” juga disebut dengan istilah “Teenager”,selain kata

8
adolescent.Akan tetapi remaja tidak hanya dapat diidentifikasi berdasarkan

usia,tetapi juga bisa ditelisik dari kehidupan yang penuh dengan

keceriaan,warna-warni,dan permulaan usia mengenal lawan jenis.

 Selain itu,di usia remaja kita juga biasanya mulai bertemu dengan nilai-nilai

dan norma-norma baru yang berbeda dengan nilai dan norma yang selama ini

kita kenal.Pada masa remaja juga kita pada umumnya mulai merasakan

kegelisahan dalam hubungan kita dengan orang tua dan teman-teman

sebaya;kita ingin menunjukkan kemandirian kita di satu sisi,teapi di sisi lain

kita belum dapat melepaskan diri sepenuhnya dari pengawasan dan

ketergantungan kita dari orang tua.

2.2 Ciri-ciri Fisik dan Psikologis

Bila merujuk pada psikologi perkembangan akan kita temukan pembagian

tahap perkembangan psikologis kita menjadi tiga tahap: sembilan tahun

pertama, sembilan tahun kedua dan sembilan tahun ketiga. Sembilan tahun

pertama dalam kehidupan kita dapat disebut sebagai masa kanak-kanak. Pada

masa ini kita hamper sepenuhnya bergantung pada perhatian dan bimbingan

orang lain, utamanya orangtua kita. Dari persoalan mandi, makan, apa yg kita

pakai, pilihan sekolah, dan teman hamper semuanya di pengaruhi oleh

keputusan dan kebijakan orangtua kita. Masa kanak-kanak ditandai dengan

perkembangan dan pertumbuhan fisik yg sangat cepat: mulai dari belajar

telungkup, merangkak, berjalan, berbicara, dan berpikir. Usia remaja berada

pada perkembangan psikologis kedua dan sembilan tahun kedua setelah kita

9
melewati masa kanak-kanak. Pada masa ini kita mulai diajari tantang

kemandirian dan bagaimana membuat keputusan untuk diri kita sendiri. Selain

itu, karakteristik umum dari pertumbuhan dan perkembangan fisik kita pada

periode usia ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan pada umumnya lambat dan

mantap; pertumbuhan yang sangat cepat pada masa kanak-kanak telah selesai

dan perubahan-perubahan menginjak usia remaja mulai tampak. Pada usia ini

kita cenderung mengalami perubahan hormonal,berupa perubahan suara, mulai

tumbuhnya bulu-bulu di bagian tubuh tertentu, dan penonjolan-penonjolan

pada bagian tubuh tertentu bagi perempuan.

Pada tingkat usia ini system peredarn darah, pencernaan dan pernapasan

sudah berfungsi secara lengkap meskipun pertumbuhan masih terus berlanjut.

Parui-paru kita sudah hampir berkembang secara lengkap dan tingkat respirasi

orang dewasa. Tekanan darah meningkat menjadi sedikit lebih rendah dari

pada tekanan orang dewasa. Otak dan urat syaraf tulang belakang ( spinal

cord ) menjadi orang dewasa pada usia 10 tahun, tetapi perkembangan sel-sel

yg berkaitan dengan perkembangan mental belum sempurna dan terus berlanjut

selama beberapa tahun kemudian. Pada usia 10 thun, mata kita telah mencapai

ukuran dewasa dan fungsinya sudah berkembang secara maksimal.

 Masa remaja adalah saat ketika kita tidak lagi menjadi kanak-kanak, tetapi

belum memasuki usia dewasa. Meskipun begitu, ada juga di antara kita,

remaja, yg kekanak-kanakan atau remaja yg sudah mampu berpikir layaknya

10
orang dewasa. Saat masih kanak-kanak hamper sepenuhnya kita bergantung

pada orang lain, terutama orangtua atau wali kita. Masa kanak-kanak adalah

masa “ketergantungan aktif” ketika kita sepenuhnya mengharapkan kasih-

sayang dan perhatian orang lain. Tetapi pada masa kanak-kanak kita juga sadar

tantang ketergantungan kita dan berjuang untuk membebaskan diri meskipun

kita tidak sepenuhnya menyadari: bebas dari apa atau kebebasan untuk apa ?

Secara tidak langsung kita menjadi sadar bahwa, meminjam ungkapan Norton,

selam ini kita telah “salah-diidentifikasi,” bahwa kita selama ini bukan

“budak”, bahwa kita adalah pribadi-pribadi yang sama dengan “orang lain”

dalam kehidupan kita-bukan sekedar “derivasi-derivasi”. Kita menjadi

tergugah untuk menemukan diri  kita. Ketergugahan dan keingintahuan itulah

yg merupakan titik yg akan menjembatani antara masa kanak-kanak dan masa

remaja. Tetapi bahkan masa kanak-kanak kita yg diaktualisasikan secara

lengkap pun belum dpat mempersiapkan diri kita secara baik untuk

menghadapi masa remaja. Tahap krhidupan baru Ini memiliki nilai-nilai yg

sama sekali unik, demikian juga dengan kewajiban-kewajiban dan kebajikan-

kebajikannya. Masa remaja menuntut sebuah kehidupan baru yg lebih agresif

dimana apa yg telah kita pelajari pada masa kanak-kanak hanya memeliki

sedikit peran dan pengaruh.

 Masa remaja juga biasanya dikaitkan dengan masa “puber” atau pubertas.

Istilah “puber” kependekan dari “pubertas”, berasal dri bahasa Latin. Pubertas

berarti kelaki-lakian dan menunjukan kedewasaan yg dilandasi oleh sifat-sifat

kelaki-lakian dan ditandai oleh kematangan fisik. Istilah “puber” sendiri

11
berasal dari akar kata ”pubes”, yg berarti rambut-rambut kemaluan, yg

menandakan kematangan fisik. Dengan demikian, masa pubertas meliputi masa

peralihan dari masa anak sampai tercapainya kematangan fisik, yakni dari

umur 12 tahun sampai 15 tahun. Pada masa ini terutama terlihat perubahan-

perubahan jasmaniah berkaitan dengan proses kematangn jenis kelamin.

Terlihat pula adanya perkembangan psikososial berhubungan dengan ber

fungsinya kita dalam lingkungan social, yakni dengan melepaskan diri dari

ketergantungan penuh kepada orangtua, pembentukan rencana hidup dan

system nilai-nilai yg baru. Dalam literature Barat, remaja juga disebu sebagai

adolescent dan masa remaja disebut sebagai adolescentia atau adolesensia.

Beberapa tokoh psikologi menekankan pembahasan tentang adolesensia atau

masa remaja pada perubahan-perubahan penting yg terjadi di dalamnya. Jean

Piaget, misalnya, lebih menitik beratkan pada perubahan-perubahan yg

dianggap penting dengan memandang “adolesensia” sebagai suatu fase

kehidupan, dengan terjadinya perubahan-perubahan penting pada fungsi

inteligensia, yr tercakup dalam aspek kognitif seseorang. Tokoh lain, Ana

Freud, menggambarkan masa adolesensia sebagai suatu proses perkembangan

yg meliputi perubahan-perubahan berhubungan dengan perkembangan

psikoseksual, perubahan dalam hubungan kita dengan orangtua dan cita-cita. F.

Neidhart juga melihat masa adolesensia sebagai masa peralihan ditintau dari

kedudukan ketergantungannya dalam keluarga menuju ke kehidupan dengan

kedudukan “mandiri”.

12
Sedangkan E. H. Erikson mengemukakan timbulnya perasaan baru tentang

identitas dalam diri kita pada masa adolesensia. Terbentuknya gaya hidup

tertentu sehubungan dengan penempatan diri kita, yg tetap dapat dikenal oleh

lingkungan walaupun telah mengalami perubahan baik pada diri kita maupun

kehidipan sehari-hari.

Dalam pembahasan kemudian, istilah “adolesensia” diartikan sebagai “masa

remaja” dengan pengertian yg luas, meliputi seluruh perubahan yg terjadi di

dalamnya. Remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan

masa dewasa, yakni antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian

remaja tersebut meninjukan pada masa peralihan sampai tercapainya masa

dewasa, maka sulit menentukan batasan umurnya. Tetapi setidaknya dapat

dikatakan bahwa masa remaja dimulai pada saat timbulnya perubahan-

perubahan berkaitan dengan tanda-tanda kedewasaan fisik yakni pada usia 11

tahun atau mungkin 12 tahun pada anak permpuan sedangkan pada anak laki-

lakinumumnya terjadi di atas 12 tahun. 2.3 Mengenali Kebutuhan-kebutuhan

[ Psikologis ] Remaja Konsepsi “ kebutuhan pada hakikatnya lrbih berkaitan

dengan implikasi-implikasi social dari pada sekedar sebuah penggambaran

tentang perilaku manusia berkaitan dengan insting-insting yg dimilikinya.

Insting, berdasarkan definisinya, merupakan sebuah atribut bagi seseorang

individu. Kebutuhan mengisyaratkan kerjasama (cooperation) kelompok untuk

dapat memenuhinya. Ia mengarahkan perhatian dari individu kepada

masyarakatnya dengan cara-cara yg, jika diperlukan, mungkun digunakan oleh

13
suatu kelompok untuk memodifikasi metodo-metodenya dengan harapan

mendapatkan pelbagai perubahan yg dihasilkan dalam reaksi seorang individu.

Pelbagai jenis kebutuhan kita sebagai remaja selama ini telah di

kompilasikan dari kebutuhan-kebutuhan psikologis mendasar. Salah satu

penjelasan paling awal mengenai kebutuhan-kebutuhan remaja adalah bahwa

pada mas remaja pada umumnya kita merindukan pengalaman baru, rasa aman,

resons, dan pengakuan. Di usia ini kita seringkali merasa bahwa rumah tempat

kita tinggal telah memberi kita monotomi [bukan otonomi], rasa tidak aman

dan penolakan. Penyimpangan yg kita lakukan kadang-kadang dapat

digambarkan sebagai upaya yg salah arah untuk menenukan kepuasan atau

pemenuhan atas keinginan-keinginan kita yg paling fundamental. Salah satu

kebutuhan psikologis kita yg paling penting dan juga kebutuhan seluruh

manusi adalah peneromaan oleh kelompoksosial di sekitarnya. Kebutuhan ini

mencakup kebutuhan akan kasih saying dalam lingkungan dekat dalam rumah,

penghormatan di antara teman-teman kita sebaya dan apresiasi dari orangtua

atau guru-guru yg mengajar kita. Kebutuhan ini mengambil bentuk-bentuk yg

berbeda pada tahap-tahap usia yg berbeda dan dalam hubunganya dengan

orang-orang berbeda. Tetapi kebutuhan ini tampaknya muncul dari watak

esensial manusia sebagai makhluk social sebagai anggota kelompok sosisal

tertentu. Pengalaman akan penerimaan ini pada masa balita dan kanak-kanak

mengarahkan pada rasa aman yg kemudian membentuk salah satu bahan

penting untuk kesehatan mental semangat juang dari warga sipil atau tentara yg

karena diperkuat oleh perasaan ini, mampu menghadapi pelbagai kesulitan dan

14
kekecewaan tanpa kecemasan yg berlebihan. Hilanhnya perasaan ini pada

umumnya akn diikuti oleh rsa tertekan yg kemudian dapat memeunculkan

penyimpangan dan disharmoni mental. Anak-anak yg ditolak atau tidak

diinginkan pada masa balitanya lebih besar kemungkinanya untuk menjadi

nak-anak yg sulit diatur dan akan menyulitkan para gurunya pda usia sekolah. 

Bersamaan dengan kebutuhan ini, manusia pada umumnya juga memiliki

kebutuhan untuk “memberi dan menerima” untuk menunjukan rasa kasih

saying, merasakan penghormatan, mengekspresikan penghargaan Pelbagai

studi kasus yg dilakukakn C.M. Fleming, misalnya, menunjukan efek-efek yg

merugikan akibat dihalanginya komplemen atas penerimaan oleh kelompok

sosial ini. Hilangnya rasa ini larangan atas kasih saying dalam bentuk ekstrem

mengarah pada penekana yg berlebihan atas nilai kepuasaan-kepuasaan

pengganti semisal hasrat yg besar akan kekuasaa ataau atas kesenangan.

Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan untuk mempelajari hal-hal baru

kebutuhan untuk mengalami “petualangan-petualangan segar”.Kebutuhan ini

terkait erat dengan impuls organisme manusia terhadap pertumbuhan dan

perkembangan; tetapi tidak terbatas hanya pada pertumbuhan fisikal semata.

Kebutuhan ini tampaknya dirasakan secara terus-menerus sebagai atribut umat

manusia dari kelahiran hingga kematiannya. Pada masa kanak-kanak,

kebutuhan ini ditunjukan sebagai eksplorasi atas ruangan, rumah, atau jalan.

Pada tahap selanjutnya, kebutuhan ini kemudian meluas hingga mencakup

pengalaman-pengalaman baru di sekolah dan lingkungan; dan, pada masa

15
remaja atau dewasa, kebutuhan ini secara potensial meluas sampai pada batas-

batas pengetahuan mengenai suku, bangsa atau ras. Penaklukannya dari satu

langkah menuju langkah lainnya ditandai dengan pengalaman akan hasilan

pengakuan yg diberikan olah kelompok, atau individu itu sendiri, pada fakta

bahwa sebuah kemenangan baru telah diraih.

Yang sepadan dengan kebutuhan ini adalah kebutuhan akan pemahaman

pencarian jawaban atas pelbagai pertanyaan berkaitan dengan apa yg sedang

terjadi, dan, (dalam peradabanyg kita kenal dengan baik), dari usia empat atau

lima tahun dan seterusnya, pertanyaan berkaitan dengan mengapa hal-hal itu

terjadi seperti sekarang ini. Pertanyaan-pertanyaan metafisikal seseorang anak

kecil secara langsung sejalan dengan pemikiran keagamaan atau filosofis dari

seorang remaja atau dewasa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampaknya

diasosiasikan dengan kebutuhan yg selalu hadir dengan mendapatkan wawasan

berkaitan dengan pengalaman yg terus berubah dan kesalingterkaitan yg juga

terus bergeser daru umat manusia sebagai makhluk sosial dalam pelbagai

kelompok sosial dimana anak itu merupakan salah seorang anggotanya..

Kebutuhan lain yg melengkapi kebutuhan akan petualangan dan pemahaman

ini adalah kebutuhan untuk melaksanakan tanggung jawab dalam jenis tertentu

untuk memberi sumbangan secara progresif melalui tindakan tertentu bagi

kesejahteraan kelompok. Seorang anak kecil yg berbahagia dalam kehidupan

keluarganya pada umumnya dapat dilibatkan untuk melakukan kerjasama aktif

dalam kehidupan keluarga. Seorang anak kecil sebaiknya diizinkan untuk

16
berbagi “tugas-tugas ringan” dengan ibu atau ayahnya, maupun dengan

saudara-saudaranya. Hal ini dimaksudkan untuk memupuk rasa percaya diri

dan tanggung jawab pada si anak agar si anak merasa aman dan nyaman di

rumahnya sendiri. Kebutuhan-kebutuhan yg kita miliki sebagai remaja

mempunyai keterkaitan satu sama lain yg tidak dapat dipisahkan.

2.4 Pergaulan Bebas 

Akibat persepsi dan pemaknaan yg keliru tentang cinta, tidak jarang kita

terlibat dalam pergaulan yg terlalu bebas dan permisif. Apapun boleh

dilakukan, asal dilakukan atas dasar suka sama suka. Tidak ada lagi

pertimbangan tentang sebab dan akibat. Tidak ada lagi pertimbangan

berdasarkan hati nurani dan akal sehat. Dengan dalih cinta, apa pun akan

dilakukan. Biasanya kita baru merasa sadar ketika efek atau akibat dari

pergaulan bebas tersebut membawa dampak yg negative semisal kehamilan di

luar nikah, perasaan minder akibat kita merasa tidak seperti remaja-remaja

lain yg masih “bersih”.

Meskipun angka kehamilan remaja yg belum menikah sulit untuk diketahui

dengan pasti akibat belum adanya statistik mengenai kehamilan remaja belum

menikah, akan tetapi, dari pelbagai berita di media massa, baik cetak maupun

elektronik, dan hasil-hasil penelitian mengenai kehamilan di luar nikah,

terlepas dari keabsahan penelitian tersebut, menunjukan kecenderungan

bahwa kehamilan remaja di luar nikah cenderung selalu meningkat dari tahu

ke tahun.

17
Yayah Khisbiyah (1994), misalnya, mengutip pelbagai hasil penelitian yg

menunjukkan intensitas angka kehamilan remaja di luar nikah. Lembaga

konseling remaja, Sahabat Remaja, menemukan dari pelbagai kasus yg

mereka tangani pada tahun 1990 dijumpai ada 80 remaja usia 14-24 tahun yg

hamil sebelum nikah. Penalitian di Manado yg dilaporkan oleh Warouw

mengambil 663 sampel secara acak dari 3.106 orang meminta induksi haid

ditemukan sebanyak 472 responden yg belum menikah (71,3%) mengalami

kehamilan yg tidak dikehendaki (unwanted pregnancy). Dari jumlah tersebut,

291 responden (28,8%) berusia 14-19 tahun, 345 responden (52%) berusia

20-24 tahun.

Penelitian lain yg dikutip Khisbiyah adalah penelitian yg dilakukan

Widyantoro pada tahun 1989 di Jakarta dan Bali. Widyantoro menemukan

405 kasus kehamilan tak dikehendaki yg terkumpul di klinik WKBT di dua

kota tersebut selama satu tahun. Dari data yg terkumpul terungkap bahwa 95

persen kehamialn adalah kehamilan pada remaja berusia 15-25 tahun. Dari

segi pendidikan, 47 persen remaja tersebut duduk di tingkat SLTP dan SLTA.

Selanjutnya Khisbiyah melaporkan bahwa data dari klinik dan praktik dokter

di sekitar kabupaten Magelang diduga ada sekitar 1456 kasus kehamilan

remaja dalam setahun. Tentu saja kasus yg terjadi sebenarnya berbeda dari

laporan penelitian tersebut. Boleh jadi angkanya jauh lebih besar mengingat

ada sebagian kasus yg luput dari penelitian atau tidak terdektesi oleh klinik

atau dokter setempat karena mereka dating ke “tempat lain” untuk melakukan

“pengobatan”.

18
Jika sinyalemen ini bener, maka selayaknya kita merasa prihatin dan

mencari penangan atas masalah tersebut secara lebih serius dan

komprehensif. Kehamilan remaja di luar nikah tidak hanya membawa

dampak negatif bagi si calon ibu, tetapi juag bagi anak yg di kandungnya.

Selain itu, keluarga dari remaja yg hamil di luar nikah itu pun akan

mengalami tekanan batin tertentu mumgkin akan diterima oleh si remaja

maupun keluarganya. Rasa malu pada tetangga dan teman-teman merupakan

penderitaan batin tersendiri yg harus ditanggung si remaja dan keluarganya.

Meskipun ada sebagian orang yg tidak malu dengan kehamilannya di luar

nikah.

1) Perkembangan Kognitif 

Aspek kognitif yg menonjol dalam kehidupan kita adalah kecerdasan.

Kecerdasan kita terdiri atas beberapa aspek yg salah satunya adalah kemampuan

berbahasa dan menalar. Perkembangan kognitif kita dapat dipengaruhi oleh

beberapa hal, anara lain perawatan kesehatan, keadaan gizi, dan stimulasi mental

yg diberikan oleh lingkungan, terutama kedua orangtua. Selain itu, kondisi sosial

dan eoknomi serta kematangan psikologis kedua orangtua kita pun ikut berperan

besar dalam mempengaruhi perkembangan kognitif kita.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian di Amerika, misalnya, anak yg dilahirkan

oleh ibu-ibu remaja rata-rata memiliki tingkat kecerdasan yg lebuh rendah

dibandingkan dengan anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu yg usianya lebuh dewasa

(lihat Baldwin & Cain, 1978). Perkembangan bahasa dan penalaran anak-anak

19
yg lahir dari ibu-ibu remajaumumnya jauh lebuh terbelakang dibandingkan

dengan anak-anak yg lahir dari ibu-ibu yg usianya lebih dewasa. 

Menurut sebagian pakar psikologi, sebagaimana dikutip Ancok dan Suroso

(1995), rendahnya tingkat kecerdasan anak-anak tersebut disebabkan oleh si ibu

yg belum mampu memberikan stimulasi mental yg baik pada anak-anak mereka.

Hal ini, antara lain disebabkan ibu-ibu yg masih remaja ini belum memiliki

kesiapan untuk menjadi seorang ibu. Perkembangan bahasa seorang anak sangat

banyak dipengaruhi oleh bagaimana cara kedua orngtuanya berbicara kepada si

anak. Aspek-aspek kecerdasan lainnya akan berkembang jika kedua orangtua

dan lingkungannya dapat memberikan permainan atau stimulasi mental dengan

baik. Orangtua yg masih remaja pada umumnya kurang mampu memberikan

stimulasi mental semacam ini.

Mengingat kecerdasan memiliki peran yg sangat penting dalam keberhasilan

di bidang akademik maupun karier, maka rendahnya tingkat kecerdasan anak-

anak yg lahir dari ibu-ibu remaja di luar nikah ini boleh jadi akan mengakibatkan

kesulitan hidup bagi si anak itu kelak.

2) Perkembangan Sosial dan Emosinal 

Meskipun penelitian mengenai dampak kehamilan ibu remaja diluar nikah

terhadap perkembangan sosial dan emosinal anaknya belum menunjukan hasil-

hasil yg konsisten; tetapi cukup banyak penelitian yang menemukan dampak

negatif dari kehamilan semacam ini. Baldwin dan Cain (1981), misalnya,

20
menemukan bahwa anak-anak yg lahir dari ibu remaja lebih banyak memiliki

sifat hiperaktif, rasa bermusuhan yg besar , kurang mampu mengontrol emosi

dan lebih impulsive jika dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu

dewasa.

Sifat-sifat negatif seperti di atas sedikit banyak akan mempengaruhi proses

penyesuaian diri kita terhadap lingkungannya, baik di sekolah maupun dalam

kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Selain itu, prestasi kita di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemempuan kognitif

kita (kecerdasan kita) dan kemampuan menyesuaikan diri dengan sekolah. Anak

yg tingkat kecerdasannya rendah biasanya memiliki prestasi kurang (atau bahkan

tidak) baik di sekolah. Selain itu, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan

keadaan di sekolah memiliki pengaruh yg cukup besar terhadap prestasi belajar

anak. Anak yg agresif, suka menyerang, suka diatur biasanya memiliki prestasi

yg kurang baik. Para guru biasanya tidak menyukai anak-anak hiperaktif, nakal,

dan suka mengganggu teman-temannya.

Eric Taylor (1988), misalnya, pernah menceritakan seorang anak yg bernama

Ari, anak berusia sembilan tahun, yg memiliki masalah yg berkaitan dengan

sikap agresif Ari dan ketelengasannya kepada anak lain. Dalam sebuah

perkelahian Ari pernak mendorong lawannya keluar dari jendeladan pernah

menikam lawannya yg lain dengan gunting. Dua sekolahnya yg dahulu telah

menyatakan bahwa Aria tidak dapat dikendalikan dank arena itu dikeluarkan.

Setiap orang yg mengenalnya sependapat bahwa di luar biasa over aktif, tidak

21
pernah mengasyiki suatui kegiatan apa pun, dikucilkan oleh teman-teman

sebayanya, dan mudah mengamuk bila merasa frustasi. Pola perilaku seperti ini

sudah tampak sejak Ari masih berusia satu tahun, tetapi bersamaan dengan

tambahnya usia, nyata sekali dia menjadi semakin menjadoi pemurung. Sifat

lekas marah dan kecurigaannya yg berlebihan sebagian besar agaknya terkait

dengan suasana rumahnya yg penyh “badai”, dimana perbantahan menyangkut

kebiasaan buruk ayahnya seringkali tidak terkendalikan dan meningkat menjadi

percekcokansecara fisik.

Dalam kasus Ari, jelas sekali perangi atau watak yg ditunjukan orangtua

memiliki pengaru yg besar terhadap perkembangan psikologis seorang anak.

Ada sebuah ungkapan bijak yg menyatakan,”Jika seorang anak dan pujian, dia

akan belajar untuk menghormati orang lain. Jika seorang anak dibesarkan

dengan caci maki dan hinaan, dia akan belajar untuk membenci orang lain”.

3) Perkembangan Seksual 

Mungkin ada pertanyaan yg pernah terbersit dalam benak sebagian kita:

Apakah anak perempuan yg dilahirkan oleh ibu remaja di luar nikah pada saat

anak itu menginjak remaja nanti lebuh memiliki kemungkinan untuk hamil di

luar nikah jika dibandingkan dengan anak-anak yg dilahirkan oleh ibu-ibu

dewasa dalam pernikahan yg sah? Pertanyaan ini cukup menarik untuk dikaji

lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya efek estafet dari kehamilan remaja di

luar nikah terhadap generasi penerusnya.

22
Baldwin dan Cain (1981) melaporkan bahwa tanda-tanda terjadinya efek

estafet itu memang ada. Anak-anak yg lahir dari ibu remaja memiliki

kemungkinan lebih besar untuk hamil di luar nikah pada usia remaja jika

dibandingkan dengan anak-anak yg lahir dari ibu dewasa dan dalam pernikahan

yg sah. Ini memang logis mengingat remaja pada umumnya belum siap untu

menerima kehadiran seorang anak sebagai bagian darikehidupannya.

Ketidaksiapan ini kemudian yg, antara lain, menyebabkan kurangnya

kemampuan orangtua untuk mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik dan

benar sehingga risiko untuk terjerumus kedalam hal-hal yg negatif akan lebih

besar.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kami kira remaja harus pintar dalam memilih teman agar tidak terjerumus

dalam pergaulan bebas yang telah merusak aqidah dan moral sebagian remaja di

negeri ini. Oleh karena itu remaja itu perlu mengikuti kegiatan-kegiatan seperti

pengajian remaja,karang taruna,dan kegiatan lainnya

3.2 Saran dan Kritik

a) Saran

23
Perlu kiranya remaja melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang positif

baik di sekolah maupun di lingkungannya yang tentunya harus mendapatkan

dorongan dan restu dari orang tua.

b) Kritik

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih kurang baik oleh

karena itu kami sangat membutuhkan kritikan yang membangun dari para

pembaca

DAFTAR PUSTAKA

Husniaty, E.Noor. 2006. Menjadi Remaja Kreatif Dan Mandiri.Yogyakarta: Dozz

publisher.

24

Anda mungkin juga menyukai