Anda di halaman 1dari 10

PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

ANAK JALANAN
Dosen Pengampu : Arif S.Sos., M.AP

SHAFIRA PUTRI RAMADHANI 190910301041

PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2019
1. DEFINISI ANAK JALANAN
Mungkin kita sering melihat anak yang mengamen di jalan, anak yang tidur di
kolong jembatan, anak yang duduk-duduk di lampu lalu lintas. Mungkin itu
yang bisa digambarkan seperti itulah anak jalanan yang tidak hidup dengan
orang tua, yang kurang akan kasih sayang dan perhatian oleh keluarganya,
hingga cara anak yang melampiaskan dirinya untuk memilih jalan hidupnya
sendiri.
Hidup yang berada dijalan bukan hal yang mudah karena berbagai sebab yang
mungkin terdengar mengerikan seperti kriminalitas, kekerasan, bahkan
pemerkosaan terhadap perempuan. Bagaimana jika kita memikirkan anak-
anak yang hingga saat ini masih hidup dijalanan yang sepanjang harinya hak-
hak mereka dirampas yang seharusnya mereka memiliki hak yang sama
seperti kita saat tumbuh dan berkembang.

Gambar 1 Anak jalanan


(sumber : metro.tempo.co)

a. Pengertian anak
Anak merupakan sosok seorang individu yang membutuhkan
perhatian, kasih sayang, dan ketulusan yang dilakukan oleh orang
terdekatnya seperti keluarga yang selalu berada disisinya. Anak dilahirkan
pada awalnya tidak mengetahui apa-apa tentang hal yang ada didunia ini.
Dengan dirinya dididik oleh keluarganya, anak tersebut tumbuh dan
berkembang dengan orang yang selalu memperhatikan setiap dirinya
mendapatkan hal yang baru. Hal ini dibuktikan bahwa anak membentuk
karakternya disebabkan oleh orang terdekatnya. Berikut ini merupakan
pengertian anak dari berbagai ahli yaitu sebagai berikut :
Anak merupakan generasi penerus suatu bangsa, maka anak juga
mempunyai suatu hak-hak yang harus di akui dan di lindungi Negara, hak
anak juga merupakan bagian dari HAM meskipun anak masih dalam
kandungan seorang ibu. Yang dimaksud dengan perlindungan anak sendiri
adalah segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, merehabilitasi dan
memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi
dan penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak secara wajar, baik fisik maupun sosialnya. (Sholeh
Soeaidy, 2001 : 4).
Pengertian anak memiliki arti yang sangat luas, anak di kategorikan
menjadi beberapa kelompok usia, yaitu masa anak anak (berumur 0-12
tahun), masa remaja (berumur 13-20 tahun), dan masa dewasa (berumur
21-25 tahun). Pada masa anak-anak sendiri anak cenderung memiliki sifat
yang suka meniru apa yang dilakukan orang lain dan emosinya sangat
tajam. Pada masa ini pula anak mulai mencari teman sebaya dan memulai
berhubungan dengan orang-orang dalam lingkungannya, lalu mulai
terbentuk pemikiran mengenai dirinya sendiri. Selanjutnya pada masa ini
pula perkembangan anak dapat berkembang dengan cepat dalam segala
bidang baik itu perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap sosial dan
kepribadian. (Gatot Supramono, 2000 : 2-3).
Anak merupakan generasi penerus suatu bangsa, maka anak juga
mempunyai suatu hak-hak yang harus di akui dan di lindungi Negara, hak
anak juga merupakan bagian dari HAM meskipun anak masih dalam
kandungan seorang ibu. Yang dimaksud dengan perlindungan anak sendiri
adalah segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, merehabilitasi dan
memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi
dan penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak secara wajar, baik fisik maupun sosialnya. (Sholeh
Soeaidy, 2001 : 4).

b. Pengertian jalanan
Jalanan merupakan prasarana transportasi yang berada di area darat seperti
lalu lintas, bangunan, jembatan, dan lain sebagainya yang berada di jalan.
Jalanan biasanya dilewati orang-orang atau masyarakat yang melakukan
aktivitas sehari-hari. Sudah pastinya setiap harinya jalanan adalah tempat
yang selalu dilalui masyarakat. Tentu saja jalanan merupakan tempat
umum yang tidak seharusnya digunakan untuk tempat tinggal. Bagaimana
jika ada masyarakat yang menggunakan jalanan sebagai tempat tinggal
mereka.

c. Pengertian anak jalanan


Menurut Bagong Suyanto (2010:204) menyampaikan bahwa anak jalanan
pada hakikatnya adalah korban dan fenomena yang timbul sebagai efek
samping dari kekeliruan atau ketidak tepatan pemelihan model
pembangunan yang selama ini terlalu menekangkan pada aspek
pertumbuhan dan bias pembangunan wilayah yang terlalu memusat di
berbagai kota besar. Memperlakukan anak jalanan sebagai bagian dari
kehidupan dunia kriminal kota dan orang-orang yang berperilaku
menyimpang akibat ketidakmampuan mereka merespon perkembangan
kota yang terlalu cepat, untuk sebagian mungkin akan membuat kita
merasa telah selesai berbuat sesuatu, karena dari sana dapat dihindari
kesulitan untuk membuat program intervensi yang rumit dan bertele-tele.

Anak jalanan menurut Arifin (2007;26) bahwa pengertian secara baku


tentang anak jalanan belum ada, tetapi apabila dilihat dari cara kerjanya
dan sasaran perbuatannya serta usia, perilkau, maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan anak jalanan adalah sekelompok orang
yang cenderung memiliki warna kehidupan status dan terkadang
diorganisir oleh tokoh yang mempunyai kharisma di lingkungannya serta
pelaku sehari-hari yang cenderung menyimpang dari aturan/ ketentuan
yang berlaku.

Menurut Mursyid Itsnaini, (2010), Anak jalanan termasuk kategori anak


yang tidak berdaya. Secara psikologis, anak jalanan adalah anak-anak
yang pada suatu taraf tertentu. Belum memiliki cukup mental dan
emosional yang kuat, sementara mereka harus bergelut dengan dunia
jalanan yang keras dan cenderung. Berpengaruh negative bagi
perkembangan dan pembentukan kepribadiannya.

Aptekar (1988b) and Visano (1990) defined the process of moving from
home to the streets in stages beginning with a slow but progressive
amount of time away from home until there is a full matriculation to street
life and culture.
Cosgrove (1990) has used two dimensions to define street children: the
degree of family involvement and the amount of deviant behavior.
According to Cosgrove, a street child is "any individual under the age of
majority whose behavior is predominantly at variance with community
norms, and whose primary support for his/ her development needs is not a
family or family substitute"(p. 192). Cosgrove's definition assumes a great
deal of cultural consistency, but deviance and "family substitutes" are
greatly embedded in cultural particulars.

2. KARAKTERISTIK ANAK JALANAN

Gambar 2. Modus eksploitasi anak jalanan di Jakarta terungkap


(sumber: beritagar.id)

Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan yang diinginkan oleh siapapun.
Mereka menjadi anak jalanan karena tidak ada yang memperhatikan mereka
bahkan dalam hal sekecil apapun sehingga mereka menjadi seorang yang
dapat diperhatikan oleh banyak orang. Pikiran mereka menjadi anak jlanan
merupakan hal yang sangat luar biasa. Bahkan terkadang mereka sangat
bangga terhadap dirinya sendiri.
Biasanya anak jalanan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Anak jalanan cenderung sensitif jika diajak bicara karena mereka tidak
pernah belajar akademik maupun etika karena setiap harinya hidup
dijalanan yang membuat mereka tidak mempunyai nilai kesopanan
terhadap orang-orang yang bukan ranah mereka. Bahkan, mereka
cenderung tidak bisa menghargai seperti mudah curiga dengan orang-
orang yang ingin mengenal mereka.
- Rambut yang kemerahan karena setiap harinya hidup dijalanan sekaligus
bekerja yang membuat mereka terpapar sinar matahari.
- Anak jalanan cenderung berani mengambil resiko yang membahayakan
dirinya tetapi hal itulah yang membuat mereka dapat mandiri.
- Kreatif dalam hal mencari nafkah.
Berikut ini karakteristik anak jalanan menurut beberapa ahli :
Menurut Surbakti dkk. (1997: 59), berdasarkan hasil kajian di lapangan,
secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam 3 kelompok yaitu: Pertama,
Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi –
sebagai pekerja anak- di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat
dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalankan pada
kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi
keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung
tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya. Kedua, Children of
the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara
sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai
hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak
menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab
lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial,
emosional, fisik maupun seksual. Ketiga, Children from families of the street,
yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Meskipun
anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi
hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan
segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan
kehidupan jalanan sejak anak masih bayi, bahkan sejak anak masih dalam
kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah dapat ditemui di berbagai
kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api dan pinggiran
sungai, walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti.
Menurut Nusa Putra (1996:111) dalam artikel yang berjudul Potret Buram
Anak Jalanan, menyebutkan bahwa ciri-ciri umum anak jalanan adalah;
(1) Berada di tempat umum (jalan pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan)
selama 3-24 jam sendiri.
(2) Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, sedikit sekali yang
tamat SD).
(3) Berasal dari keluarga-keluarga tidak mampu (kebanyakan kaum urban,
beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya).
(4) Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sektor
informal).
Menurut Sadli (Sudarsono, 2009), anak jalanan memiliki ciri khas baik secara
psikologisnya maupun kreativitasnya, sebagai berikut :
(1) Mudah tersinggung perasaannya
(2) Mudah putus asa dan cepat murung
(3) Nekat tanpa dapat dipengaruhi secara mudah oleh orang lain yang ingin
membantunya
(4) Tidak berbeda dengan anak-anak yang lainnya yang selalu menginginkan
kasih sayang
(5) Tidak mau bertatap muka dalam arti bila mereka diajak bicara, mereka
tidak mau melihat orang lain secara terbuka.
(6) Sesuai dengan taraf perkembangannya yang masih kanak-kanak, mereka
sangatlah labil
(7) Mereka memiliki suatu keterampilan, namun keterampilan ini tidak selalu
sesuai bila diukur dengan ukuran normative masyarakat pada umumnya.

Asmawati (1999:30) mengelompokkan anak jalanan menjadi dua yaitu anak


semi jalanan dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan diistilahkan untuk
anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan, tetapi tetap
mempunyai hubungan dengan keluarga. Sementara itu, anak jalanan murni
diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan menjalani kehidupannya di
jalanan tanpa punya hubungan dengan keluarganya.
Tata Sudrajat (1999:5) membagi anak jalanan dalam tiga kelompok
berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu: Pertama, anak yang putus
hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah, dan tinggal di jalanan (anak
yang hidup di jalanan/ children the street); Kedua, anak yang berhubungan
tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah, kembali ke orang tuanya
seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau tiga bulan sekali, biasa
disebut anak yang bekerja di jalanan (children on the street ); Ketiga, anak
yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok ini masuk kategori
anak yang rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be street children).
Lusk (1992) developed four categories of children found in the street.
Each group has its own psychological characteristics. First, there are poor
working children returning to their families at night. They are likely to attend
school and not be delinquent. Second, there are independent street workers.
Their family ties are beginning to break down, their school attendance is
decreasing, and their delinquency is increasing. Third, there are children of
street families who live and work with their families in the street.

3. FAKTOR PENYEBAB ANAK JALANAN


Anak merupakan seorang manusia yag masih kecil yang masih memerlukan
kasih sayang dan perhatian dari lingkungan sekitarnya. Sebagai seorang anak,
tentu saja sedang dalam tahap tumbuh dan berkembang sebagaimana anak-
anak pada umumnya. Dalam suatu masalah sosial yang ada di masyarakat
seringkali kita mendengar kata anak jalanan itu disebabkan anak kurang
diberikan kasih sayang oleh keluarganya. Umumnya, mereka tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada beberapa hal yang menyebabkan anak
turun di jalanan karena faktor sebagai berikut :
1. Kurangnya perhatian dari pihak keluarganya
2. Fakotr ekonomi yang kurang sehingga anak sebagai pencari nafkah
3. Karena latar belakang keluarga yang memiliki watak yang keras terhadap
anaknya.
4. Karena anak ingin hidup mandiri dari keinginannya sendiri.
Berikut ini merupakan faktor penyebab menurut beberapa tokoh :
Cosgrove (1990) has used two dimensions to define street children: the degree
of family involvement and the amount of deviant behavior. According to
Cosgrove, a street child is "any individual under the age of majority whose
behavior is predominantly at variance with community norms, and whose
primary support for his/ her development needs is not a family or family
substitute"(p. 192). Cosgrove's definition assumes a great deal of cultural
consistency, but deviance and "family substitutes" are greatly embedded in
cultural particulars.

When foreigners conduct ethnographic observations, they bring cultural biases


that determine the interpretations of what they observe. Many times these
biases lie beneath the surface and are not understood by the researcher.
Because of this, and because the children bring out strong emotional and
judgmental feelings, it is helpful for the writer conducting qualitative cross-
cultural research with street children to offer the reader some self-disclosure
that orients the reader to the writer's feelings and what has been done to
reduce the bias such feelings may produce (Aptekar, 1992b).
Abu Huraerah (2006:78) menyebutkan beberapa penyebab munculnya anak
jalanan, antara lain:
1. Orang tua mendorong anak bekerja dengan alasan untuk membant ekonomi
keluarga.
2. Kasus kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua semakin
meningkat sehingga anak lari ke jalanan.
3. Anak terancam putus sekolah karena orang tua tidak mampu membayar
uang sekolah.
4. Makin banyak anak yang hidup di jalanan karena biaya kontrak rumah
mahal/meningkat.
5. Timbulnya persaingan dengan pekerja dewasa di jalanan, sehingga anak
terpuruk melakukan pekerjaan berisiko tinggi terhadap keselamatannya dan
eksploitasi anak oleh orang dewasa di jalanan.
6. Anak menjadi lebih lama di jalanan sehingga timbul masalah baru; atau
7. Anak jalanan jadi korban pemerasan, dan eksploitasi seksual terhadap anak
jalanan perempuan.

Surjana dalam Andriyani Mustika (2012:211) mengungkapkan ada tiga


tingkat faktor yang sangat kuat mendorong anak untuk turun ke jalanan, yaitu:
1. Tingkat Mikro (Immediate Causes). Faktor yang berhubungan dengan anak
dan keluarga. Sebab-sebab yang bisa diidentifikasi dari anak jalanan lari dari
rumah (sebagai contoh, anak yang selalu hidup dengan orang tua yang
terbiasa dengan menggunakan kekerasan: sering memukul, menampar,
menganiaya karena kesalahan kecil), jika sudah melampaui batas toleransi
anak, maka anak cenderung keluar dari rumah dan memilih hidup di jalanan,
disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah, dalam rangka bertualang,
bermain-main dan diajak teman. Sebab-sebab yang berasal dari keluarga
adalah: terlantar, ketidakmampuan orangtua menyediakan kebutuhan dasar,
kondisi psikologis karena ditolak orangtua, salah perawatan dari orangtua
sehingga mengalami kekerasan di rumah (child abuse).
2. Tingkat Meso (Underlying cause). Yaitu faktor agama berhubungan dengan
faktor masyarakat. Sebab-sebab yang dapat diidentifikasi, yaitu: pada
komunitas masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk meningkatkan
ekonomi keluarga. Oleh karena itu, anak-anak diajarkan untuk bekerja. Pada
masyarakat lain, pergi ke kota untuk bekerja.
3. Tingkat Makro (Basic Cause). Yaitu faktor yang berhubungan dengan
struktur masyarakat (struktur ini dianggap memiliki status sebabakibat yang
sangat menentukan dalam hal ini,sebab: banyak waktu di jalanan, akibatnya:
akan banyak uang).
4. DAMPAK ANAK JALANAN

Odi Shalahudin (2004:71) tentang faktor-faktor yang menyebabkan anak


turun ke jalan, beberapa yang merupakan faktor pada tingkat makro yaitu:
1) Dampak program
Niat baik tidaklah selalu menghasilkan hal baik. Program-program anak
jalanan yang dilangsungkan oleh berbagai pihak tentunya tidak dimaksudkan
untuk mempertahankan anak-anak jalanan melainkan dimaksud sebagai upaya
untuk memberikan perlindungan, kesempatan mendapatkan hak-haknya dan
yang terpenting adalah untuk mengeluarkan anak-anak jalanan dari dunia
jalanan yang dinilai sangat tidak layak untuk diarungi oleh mereka. Salah satu
faktor yang dapat dikatakan sebagai faktor penarik bagi anak untuk pergi ke
jalanan adalah adanya program untuk anak jalanan. Hal ini sangat
mengejutkan dan kiranya dapat menjadi bahan evaluasi dan refleksi yang
hasilnya dapat digunakan untuk mendesain program secara lebih berhati-hati
di dalam memproyeksikan dampak terhadap anak-anak.
2) Korban bencana
Bencana alam seperti banjir, gunung meletus, gempa bumi dan sebagainya
ataupun bencana yang terjadi karena disebabkan oleh suatu akibat dari
kebijakan pembangunan seperti penggusuran perkampungan miskin ataupun
bencana yang ditimbulkan dari adanya konflik bersenjata antar kelompok
masyarakat, negara dengan kelompok masyarakat, atau antar negara yang
kesemuanya menyebabkan komunitas tersebut harus pindah dari tempat
tinggal asalnya dan menjadi pengungsi. Situasi di dalam pengungsian yang
terbatas dengan fasilitas dan persediaan bahan pangan menyebabkan anak-
anak melakukan kegiatan di jalanan seperti menjadi pengemis.
3) Korban penculikan
Korban penculikan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan anak-
anak berada di jalanan. Kasus penculikan yang menimpa anak-anak untuk
dijadikan sebagai anak jalanan hampir terjadi setiap tahun. Tampaknya kasus
ini luput dari perhatian mengingat jumlah kasusnya memang tidak besar.

Anda mungkin juga menyukai