Anda di halaman 1dari 2

A.

N : Nabila Zalfa Qonitah Barham

Kelas : 7 sains 2

PENTINGNYA PENDIDIKAN BAGI ANAK JALANAN

Menurut UU No.20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan,akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setinggi-tingginya. Sedangkan pengertian pendidikan menurut H.Horne adalah proses
yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah
berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi
dalam alam sekitar intelektual, emosionl dan kemanusiaan dari manusia.

Pendidikan adalah hal yang teramat penting yang harus dimiliki setiap orang.Pendidikan juga menjadi
salah satu cara agar kita terbebas dari kemiskinan. Menurut (Lodge, 1974) menjelaskan Pendidikan
merupakan hal yang sangat penting dalam proses kehidupan kehidupan adalah pendidikan dan
pendidikan adalah kehidupan karena dengan pendidikan suatu bangsa akan memperoleh masyarakat
yang cerdas dan pada akhirnya bahwa tersebut akan sejahtera dan makmur.

Namun sayangnya masih banyak anak Indonesia yang tidak mengenyam pendidikan. Kemiskinan,
kurangnya tanggung jawab orang tua dan kemalasan menjadi salah satu faktor penyebab seorang
anak tidak mendapat pendidikan. Tidak mendapatnya pendidikan memutuskan mereka untuk turun
dan mencari nafkah di jalan. Anak-anak inilah yang biasa kita sebut anak jalanan. Anak jalanan
didefinisikan sebagai anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau
berkeliaran dijalanan atau tempat-tempat umum lainnya (Sudrajat, 1999). Biasanya kondisi fisiknya
lusuh tidak pernah terawat kulitnya berwarna coklat karena sengatan matahari yang bercampur dan
asap kendaraan (Lestari, 2017).

Anak jalanan adalah istilah yang sudah sangat akrab bagi kita. Manakala menyebut anak jalanan,
perhatian kita akan tertuju pada sosok-sosok kumuh, dekil, liar, nakal dan selalu hadir di perempatan
jalan, tumpukan sampah, pusat-pusat hiburan, keramaian atau terminal-terminal. Sosok anak jalanan,
hingga kini merupakan manusia yang menempati kedudukan sangat hina di mata masyarakat umum.
Penampilannya yang tidak menarik, penghasilan ekonomi yang rendah dengan tempat tinggal di
lingkungan kumuh dan kebanyakan bukan milik pribadi.

Perilakunya yang liar dan sering melakukan kejahatan dan kekerasan pada sesama anak jalanan.
Sehingga menyebabkan pandangan masyarakat pada mereka sangat rendah. Ironisnya lagi,
masyarakat banyak yang memandang remeh pada mereka. Sebab dalam anggapan mereka, anak
jalanan adalah sampah yang tidak mempunyai masa depan dan tidak dapat diharapkan sebagai
generasi penerus pembangunan dan tidak mempunyai manfaat bagi masyarakat.

Seperti yang sering kita lihat di kota-kota besar banyak sekali anak-anak usia sekolah dasar pada saat
jam sekolah mereka banyak yang berkeliaran di jalan dengan melakukan aktivitas mengamen,
mengemis, bukan hanya pada kota-kota besar seperti di ibu kota saja, namun di kota kudus pun juga
demikian. Akan tetapi, sebagian anak jalanan ada yang masih bisa bersekolah di pagi hari sampai siang,
dan sepulang dari sekolah baru melakukan aktivitas seperti mengamen dan lainnya.

Banyak sekali faktor yang bisa dijadikan alasan mengapa anak jalanan tidak mendapat pendidikan yang
layak seperti anak-anak lain yang seusianya. Hal ini disebabkan karena faktor ekonomi, sehingga
menjadikan mereka terpaksa untuk putus sekolah.

Anak jalanan dilatarbelakangi kemiskinan dan faktor lingkungan sekitar. Faktanya memang sebagian
berasal dari keluarga miskin. Sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Seharusnya
dengan situasi seperti ini keluarga adalah benteng utama untuk melindungi anak -anak mereka.
Namun faktanya berbeda,justru anak-anak dimanfaatkan untuk membantu mencari nafkah.

Anak–anak jalanan tersebut seharusnya mengenyam pendidikan, namun karena tuntutan ekonomi
keluarganya dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan membuat mereka terpaksa
turun ke jalan dan menjadi tulang punggung keluarganya serta tidak terlalu peduli dengan pendidikan
mereka. Kebiasaan anak jalanan yang menerima uang dari hasil ngamen membuat mereka lebih
mementingkan sesuap nasi dibandingkan pendidikan. Karena anggapan mereka tanpa pendidikan
mereka sudah dapat menghasilkan uang dan membiayai kehidupan mereka

Anda mungkin juga menyukai