Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena


berkat rahmat,hidayahnya, saya mampu menyelesaikan sebuah
makalah yang berjudul Anak Jalanan. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar. Dalam
penyusunan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas ini

Depok, 23 Oktober 2015

Penulis
Reyhansyah Prawira
Daftar Isi

Kata Pengantar              
Bab I.   Pendahuluan                                   
I.1 Latar Belakang Masalah               
I.2 Rumusan Masalah                       
I.3.Tujuan                                                                            
Bab II.Landasan Teori
          II.1 Definisi dan Batasan Anak Jalanan
          II.2 Pengelompokkan Anak Jalanan
          II.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Adanya Anak Jalanan
          II.4 Solusi untuk Mengatasi Anak Jalanan             
Bab III.Pembahasan                
Bab IV.Penutup   
          IV.1 Kesimpulan
          IV.2 Saran                     
Daftar Pustaka                        
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, mencari
nafkah atau berkeliaran dijalan-jalan atau tempat umum lainnya (Sudarsono,
2009). Pengertian anak jalanan menurut dinas sosial propinsi DIY tahun 2010
adalah anak yang melewatkan atau memanfaatkan waktunya dijalanan sampai
dengan umur 18 tahun. Anak jalanan adalah anak yang penampilannya
kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi Departemen
Sosial RI, 2005.

Anak-anak jalanan sering melakukan tingkah laku yang meresahkan


masyarakat, salah satu tingkah lakunya yaitu tingkah laku agresi. Perilaku agresi
yang muncul ini disebabkan karena adanya tekanan-tekanan dari lingkungan
dan ketidak berdayaan serta ketidakmampuan anak untuk menangani
permasalahan-permasalahannya yang 2 menimbulkan perasaan frustrasi di
dalam diri anak, pada anak yang memiliki tipe kepribadian tertentu yang tidak
tahan terhadap perubahan berpotensi dengan perilaku ngelem Moci (2013).
Eysenck dalam teori kepribadiannya membagi tipe keprbadian menjadi bagian-
bagian yang bergerak secara kontinum (dimensional) Nasution (2004). Faktor
pencetus kekambuhan yang utama adalah rendahnya komitmen untuk pulih
yang tergantung pada kondisi psikologis dan kepribadian tertentu (BNN, 2009).

Faktor kepribadian berasal dari diri seseorang, yang memiliki pengaruh besar
dalam menentukan seseorang untuk mencoba dan mengkonsumsi lem,
kepribadian merupakan bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan
bagi individu lain atau organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu
yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas sehingga
mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya Sunaryo (2004). 3
Kepribadian individu dapat dibedakan antara dua sisi yaitu introvert dan
extrovert. Kepribadian Extrovert adalah kecendrungan seseorang untuk
mengarahkan perhatian keluar dari dirinya, sehingga segala minat, sikap,
keputusan yang diambil lebih ditentukan oleh peristiwa yang terjadi di luar
dirinya. Tipe kepribadian introvert adalah seseorang yang cenderung untuk
menarik diri dari lingkungan sosialnya (Djaali, 2012).
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan
sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan
pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak
bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah”
bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian
terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Padahal
mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus
dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia
dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.
Pada tahun 2008 jumlah anak jalanan sekitar 8.000 orang, pada tahun
2009 jumlah mereka mencapai lebih dari 12.000 jiwa. Dan pada tahun 2010,
ketika pertama kali dilakukan pendataan secara nasional, ditemukan ada sekitar
240.000 anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia. Angka yang fantastik jika
sekarang pada tahun 2011 ini angka tersebut mengalami kenaikan lagi. Padahal,
Pemprov DKI menjadikan penekanan jumlah anak jalanan sebagai salah satu
agenda kerja prioritas tahun lalu. Oleh karena itu, sebagai sesama manusia
sudah selayaknyalah kita membuat suatu kontribusi yang dapat membantu anak-
anak kurang beruntung tersebut dengan cara apapun yang dapat kita usahakan
sebagai suatu penghormatan terhadap sesama manusia ciptaan-Nya.
Pemerintah nampaknya harus bekerja lebih keras, mengingat dalam UUD
1945 pasal 34 yang berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
negara”. Artinya sesungguhnya mereka yang hidup terlantar (termasuk anak
jalanan) juga harus menjadi perhatian negara. Ironisnya pemerintah seolah
angkat tangan dalam menangani anak jalanan. Malah terkadang pemerintah
melakukan razia baik untuk gepeng (gelandangan dan pengemis) ataupun anak
jalanan. Padahal sebenarnya hal itu bukanlah solusi, karena akar dari
permasalahan anak jalanan itu sendiri adalah kemiskinan. Jadi kalau ingin tidak
ada anak jalanan ataupun gepeng pemerintah harusnya memikirkan cara
mengentaskan mereka dari kemiskinan. Mengentaskan kemiskinan adalah hal
yang sulit, alternatif lain dengan cara meningkatkan pendidikan pada anak
jalanan, karena mereka juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain.
Di ibukota Jakarta pun bahkan sampai ada perda yang mengatur  tentang
pemberian uang di jalanan kepada anak-anak jalanan yaitu Perda No 8 tahun
2007 tentang Ketertiban Umum. yang dalam pelaksanaannya masih belum
sesuai dengan harapan, bahkan hingga saat ini masih banyak pro dan kontra.
“Namun akan kita usahakan agar semuanya tepat sasaran. Tujuannya
melindungi anak-anak tersebut dan juga pengendaranya,” jelas Supeno, Kepala
Biro Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta. Hal ini senada dengan apa yang
diungkapkan oleh Ketua Satgas PA Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI), Muhammad Ichsan mengatakan, harus ada solusi konkret dari
pemerintah terkait pengentasan anak-anak jalanan dengan cara menempatkan
petugas Satpol PP, dan memonitor masyarakat yang memberikan uang kepada
anak-anak di jalanan. “Satpol PP harus memberikan sanksi kepada yang
memberikan uang kepada mereka. Karena uang yang diberikan itu yang
membuat mereka bertahan di jalanan. Kalau mau memberikan jangan di
jalanan,” tegasnya seperti dilansir situs berita Jakarta.

I.2     Rumusan Masalah


Pembahasan mengenai anak jalanan dan solusi untuk penanganannya,
akan dibatasi pada hal-hal berikut:
1.      Apa saja faktor munculnya anak jalanan?
2.      Masihkah ada ruang bagi anak jalanan?
3.      Apa saja solusi yang tepat untuk problem anak jalanan?

I.3     Tujuan
Kami melakukan penelitian ini dengan mengangkat tema “Anak Jalanan”,
dengan judul “Pengaruh Lingkungan Terhadap Anak Jalanan”, bertujuan untuk:
1. Dapat mengenali anak jalanan secara pendekatan.
2. Mengetahui latar belakang munculnya anak jalanan.
3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan munculnya
    anak jalanan.
4. Mencari tahu solusi yang tepat untuk menangani problem anak jalanan.
BAB II
LANDASAN TEORI

1. Definisi dan Batasan Anak Jalanan


Departemen Sosial RI mendefinisikan, “anak jalanan adalah anak yang
sebagian besar menghabiskan waktunyauntuk mencari nafkah atau berkeliaran
di jalanan atau tempat-tempat lainnya”.
UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are
those who have abandoned their homes, school and immediate communities
before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life
(anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah
melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya,
larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya (H.A Soedijar,
1988) Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang
menyenangkan, melainkan  keterpaksaan yang harus mereka terima karena
adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena
yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anak-
anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional
yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan
dunia jalanan yang keras dan cenderung  berpengaruh negatif bagi
perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini
berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka
yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif
oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan
pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, sampah masyarakat yang harus
diasingkan.
Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini justru akan memicu
perasaanalineatif mereka yang pada gilirannya akan melahirkan
kepribadian introvert, cenderung sukar mengendalikan diri dan asosial. Padahal
tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa untuk masa
mendatang
2. Pengelompokkan Anak Jalanan
Himpunan mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marjinal Kota (HIMMATA)
mengelompokan anak jalanan menjadi dua kelompok, yaitu anak semi jalanan
dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang
hidup dan mencari penghidupan dijalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan
dengan keluarga. Sedangkan anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak
yang hidup dan menjalani kehidupannya di jalanan tanpa punya hubungan
dengan keluarganya (Asmawati, 2001 : 28 ).
Menurut Tata Sudrajat (1999:5) anak jalanan dapat dikelompokan menjadi 3
kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu :Pertama, Anak
yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan
(anak yang hidup dijalanan / children the street). Kedua,anak yang berhubungan
tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah, kembali ke orang tuanya
seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau tiga bulan sekali biasa
disebut anak yang bekerja di jalanan (Children on the street). Ketiga, Anak
yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok ini masuk kategori
anak yang rentan menjadi anak jalanan ( vulnerable to be street children).
Sementara itu menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (1999 ; 22-24)
anak jalanan  dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya (children
of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua
fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah
terputus. Kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga,
mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua.
Umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan
solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka. 
2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka
adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka seringkali
diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada
orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingg sore
hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung, dan
kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan
saudara atau teman-teman senasibnya. 
3. Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka
tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau sesudah
sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri,
membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktivitas usaha mereka yang paling
menyolok adalah berjualan koran.
4. Anak-anak jalanan yang berusia di atas 16 tahun. Mereka berada di
jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya
mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban
yang mengikuti orang dewasa (orang tua ataupun saudaranya) ke kota.
Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang
belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.
Secara garis besar terdapat dua kelompok anak jalanan, yaitu :
a . Kelompok anak jalanan yang bekerja dan hidup di jalan. Anak yang
hidup di jalan melakukan semua aktivitas dijalan, tidur dan menggelandang
secara berkelompok.
b. Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan (masih pulang ke
rumah orang tua). 

3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Adanya Anak Jalanan

 Banyak faktor yang kemudian diidentifikasikan sebagai penyebab


tumbuhnya anak jalanan. Parsudi Suparlan berpendapat bahwa adanya orang
gelandangan di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah kota,
tetapi justru karena tekanantekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian
warga desa yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat
memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota (Parsudi
Suparlan, 1984 : 36).
Menurut Saparinah Sadli (1984:126) bahwa ada berbagai faktor yang saling
berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah gelandangan, antara
lain: faktor kemiskinan (struktural dan pribadi), faktor keterbatasan kesempatan
kerja (faktor intern dan ekstern), faktor yang berhubungan dengan urbanisasi
dan masih ditambah lagi dengan faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa
hidup sesuai dengan keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya.
Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000:11)
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan
berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena:
1). Kekerasan dalam keluarga.
2). Dorongan keluarga.
3). Ingin bebas.
4). Ingin memiliki uang sendiri.
5). Pengaruh teman. 
Beragam faktor tersebut yang paling dominan menjadi penyebab
munculnya anak jalanan adalah faktor kondisi sosial ekonomi di samping karena
adanya faktor broken home serta berbagai faktor lainnya.

4. Solusi untuk Mengatasi Anak Jalanan


Menurut Nugroho ada tiga pendekatan untuk mengatasi masalah anak
jalanan, yaitu:
1.     Pendekatan Penghapusan (abolition)
Lebih mendekatkan pada persoalan struktural dan munculnya gejala anak
jalanan. Anak jalanan adalah produk dari kemiskinan, dan merupakan akibat
dari bekerjanya sistem ekonomi politik masyarakat yang tidak adil. Untuk
mengatasi masalah anak jalanan sangat tidak mungkin tanpa menciptakan
struktur sosial yang adil dalam masyarakat. Pendekatan ini lebih menekankan
kepada perubahan struktur sosial atau politik dalam masyarakat, dalam rangka
melenyapkan masalah anak jalanan.
2.     Pendekatan Perlindungan (protection)
Mengandung arti perlunya perlindungan bagi anak-anak yang terlanjur
menjadi anak jalanan. Karena kompleksnya faktor penyebab munculnya
masalah kemiskinan, maka dianggap mustahil menghapus kemiskinan secara
tuntas. Untuk itu anak-anakyang menjadi korban perlu di lindungi dengan
berbagai cara, misalnya:melalui perumusan hukum yang melindungi hak-hak
anak. Fungsionalisasi lembaga pemerintah, LSM dan lembaga-lembaga sosial
lainnya. Perlindungan ini senada dengan pendapat pemerintah melalui
departemen sosial, praktisi-praktisi LSM dan UNICEF di mana tanggal 15 Juni
1998 membentuk sebuah lembaga independent yang melakukan perlindungan
pada anak. Yaitu lembaga perlindungan anak (LPA) membentuk LA tersebut
didasarkan pada prinsip dasar terbentuknya embrio LPA, yaitu:
1) Anak di fasilitasi agar dapat melaporkan keadaan dirinya.
2) Menghargai pendapat anak.
3) LPA bertanggung jawab kepada masyarakat bukan kepada pemerintah.
4) Accountability Menurut Nugroho, sisi negatif dari pendekatan
perlindungan tersebutadalah strategis perlindungan hanya akan menjadi ajang
kepentingan para elitdan tokoh masyarakat sehingga berimplikasi pada tidak
tuntasnyapenyelesaian problem anak jalanan. Produk-produk hukum yang
dirumuskan sebagai wujud bagi perlindungan terhadap anak.
3.     Pendekatan Pemberdayaan (empowerment)
Menekankan perlunya pemberdayaan bagi anak jalanan. Pemberdayaan
ini bermaksud menyadarkan mereka yang telah menjadi anak jalanan agar
menyadari hak dan posisinya dalam konteks social, politik ekonomi yang abadi
di masyarakat. Pemberdayaan biasanya di lakukan dalam bentuk pendampingan.
Yang berfungsi sebagai fasilitator, dinamisator, katalisator bagi anak jalanan.
Pemberdayaan ini dikatakan berhasil jika anak jalanan berubah menjadi kritis
dan mampu menyelesaikan permasalahannya secara mandiri.
Selain itu ada cara lain yang mampu mengatasi masalah anak jalanan, yaitu
sebagai berikut:
1.     Melakukan pembatasan terhadap arus urbanisasi (termasuk arus masuknya
anak-anak) ke Jakarta, dengan cara operasi yustisi, memperkuat koordinasi
dengan daerah asal, pemulangan anak jalanan ke daerah asal dll.
2.     Melakukan identifikasi terhadap akar permasalahan guna menyelesaikan
masalah anak jalanan tersebut dengan menyentuh pada sumber
permasalahannya. Sebagai contoh: banyak diantara anak jalanan yang menjadi
tulang punggung keluarganya. Jika ini yang terjadi, maka pemerintah tidak bisa
hanya melatih, membina atau mengembalikan si anak ke sekolah. Tapi lebih
dari itu, pemerintah harus melakukan pendekatan dan pemberdayaan ekonomi
keluarganya.
3.     Mengembalikan anak jalanan ke bangku sekolah.
4.     Memberikan perlindungan kepada anak jalanan tanpa terkecuali. UU nomor
23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa perlindungan
anak perlu dilakukan dengan tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia dan sejahtera.
5.     Menciptakan program-program yang responsif terhadap perkembangan anak,
termasuk anak jalanan.
6.     Melakukan penegakan hukum terhadap siapa saja yang memanfaatkan
keberadaan anak-anak jalanan.
7.     Membangun kesadaran bersama bahwa masalah anak jalanan sesungguhnya
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, keluarga,
dan orang tua.
BAB III
ASKEP YANG MENGACU PADA ANAK JALANAN
BAB IV

PENUTUP

Permasalahan anak putus sekolah (anak jalanan) akan semakin rumit jika
dibiarkan saja. Semakin hari angka tersebut akan semakin tinggi, jika tidak
dilakukan upaya tegas dari pemerintah. Banyaknya anak putus sekolah dan
beralih menjadi anak jalanan sebab yang mendasar adalah masalah ekonomi
keluarga. Disini peran pemerintah sangat diperlukan. Untuk menanggulanginya
pemerintah dapat menciptakan lapangan kerja, program kredit usaha rakyat atau
koperasi, memberikan ketrampilan dan modal usaha agar para orang tua bekerja
dan mampu menyekolahkan anak mereka. Dan yang terpenting adalah
sosialisasi atau kampanye tentang arti penting pendidikan. Memberikan
pemahaman tentang arti penting dari generasi sekarang untuk masa depan
bangsa ini.

1. Kesimpulan
Masalah anak jalanan adalah masalah yang sangat kompleks yang menjadi
masalah kita bersama. Masalah ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu pihak
saja melainkan harus ditangani bersama-sama oleh berbagai pihak yang perduli
permasalahan ini juga dapat diatasi dengan suatu program yang komprehensi
dan tidak akan dapat tertangani secara efektif bila dilaksanakan secara persial.
Dengan demikian kerja sama antara berbagai pihak, pemerintah, LSM, masa
media mutlak diperlukan.
Khusus mengenai aspek hukum yang melindungi anak jalanan yang
terpaksa bekerja juga merupakan komponen yang perlu diperhatikan karena
masih lemahnya peraturan dan perundang-undangan yang mengatur masalah
ini.

2. Saran
Saran saya dalam menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan
adanya semacam kampanye kepada masyarakat luas untuk peduli dan
meningkatkan kesadaran terhadap anak anak jalanan yang ada di Indonesia ini
melalui poster, iklan layanan dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Anne. Memfasilitasi Pendidikan bagi Anak Jalanan, (online),


(http://anneahira.com, diakses pada tanggal 7 april 2013, pukul 09.32 WIB).

Arief, Armai. 15 Juni 2004. Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan, (online),


(http://anjal.blogdrive.com, diakses pada tanggal 7 april 2013, pukul 11.07
WIB).

Hapsari, Endah. 09 April 2013. Awas, Kasih Uang ke Anak Jalanan Bisa


Kena Sanksi,(online), (http://republika.co.id, diakses pada tanggal 7 april 2013,
pukul 09.47 WIB).

 Syaifudin. Ketidakberfungsian Lembaga Pemerintah terhadap Masalah


Putus Sekolah, (online), (http://edukasi.kompasiana.com, diakses pada tanggal
23 mei 2013, pukul 13.21 WIB).

Anda mungkin juga menyukai