Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK JALANAN


MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA II

Disusun oleh:

1. Desi Ramadhani (2007013)


2. Diana Evitasari (2007016)
3. Dina Siti Maisyaroh (2007017)
4. Dinda Melani Putri (2007018)
5. Ema Vinadia Dinda Nirmala (2007019)
6. Fadhilah Azzaro Amalia (2007021)

Dosen Pengampu: Ns. Emilia Puspitasari, S.Kep.,M.Kep.,S.p.J

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN 2022
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak jalanan adalah anak- anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerjadi
jalanan kawasan urban. Sedangkan menurut Departemen Sosial RI, anak jalanan merupakan anak
yang berusia di bawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari dalam 6 hari dalam
seminggu.
Anak jalanan ini setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Peningkatan ini merupakan
salah satu akibat dari krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia. Akibat dari krisis ini banyak
sekali permasalahan yang muncul baik di bidang perekonomian, sosial, dan kesehatan.
Dalam keadaan seperti ini, sangatlah besar kemungkinan bagi anak untuk terjerumus kejalanan.
Perekonomian yang kacau akibat krisis moneter menyebabkan terjadi pemutusan hubungan kerja
dimana- mana. Hingga pada akhirnya anak- anak pun sampai diperkerjakan oleh orang tuanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Mereka yang seharusnya bermain dan belajar telah
ikut menanggung beban keluarga. Pada akhirnya mereka menjadi penghuni tetap jalanan yang
menghabiskan waktunya untuk bekerja dan menggantungkan hidup di jalanan sehingga mereka
menjadi anak jalanan.
Jumlah anak jalanan terus bertambah setiap tahunnya. Lembaga Perlindungan Anak mencatat
pada tahun 2003 terdapat 20.665 anak jalanan di Jawa Barat dan 4.626 di antaranya berada di
kotamadya Bandung. Data dari Pusdatin Kementerian Sosial RI tahun 2008 diketahui populasi
anak jalanan di seluruh nusantara 232.000 orang dan 12.000 diantaranya berada diwilayah
Jabotabek serta 8000 ada di Jakarta. Begitu pula di Semarang yang merupakan ibu kota provinsi
Jawa Tengah jumlah anak jalanan pun semakin tahun mengalami peningkatan. Dari data pada
tahun 2005 terdapat 335 anak
Pada tahun 2007 didapatkan data sebanyak 416 menurut yayasan Setara Semarang.Peningkatan
ini semakin signifikan tiap tahunnya, bahkan berdasarkan majalah Gemari edisi 106 tahun 2010,
menyebutkan bahwa jumlah anak jalanan di Semarang mencapai hampir 2000 anak. (Ernawati,
2012)
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak jalanan.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak jalanan
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada anak jalanan
3. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan jiwa yang muncul pada anak jalanan
4. Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada anak jalanan
BAB 2
TI NJAUAN TEORI
A. Pengertian Anak Jalanan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam keadaan bugar dan nyaman seluruh
tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman adalah relatif, karena bersifat subjektif sesuai
orang yang mendefinisikan dan merasakan.
Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-
anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan
keluarganya. Menurut Departmen Sosial RI (1999), pengertian tentang anak jalanan adalah anak-
anak di bawah usia 18 tahun yang karena berbagai faktor, seperti ekonomi, konflik keluarga hingga
faktor budaya yang membuat mereka turun ke jalanan.
UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu Street Child are those who have
abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age,
and have drifted into a nomadic streat life. Berdasarkan hal tersebut, maka anak jalanan adalah
anak-anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah, dan
lingkungan masyarakat terdekantnya, larut dalam kehidupan berpindah-pindah di jalan raya.
Menurut UU no 23 tentang kesehatan jiwa menyebutkan penyebab munculnya anak jalanan dan
gelandangan psikotik adalah:
1. Keluarga tidak peduli
2. Keluarga malu
3. Keluarga tidak tahu
4. Obat tidak diberikan
5. Tersesat ataupun karena Urbanisasi
B. Etiologi
Seiring dengan berkembangnya waktu, fenomena anak jalanan atau pekerja anak banyak terkait
dengan alasan ekonomi keluarga (kemiskinan) dan kecilnya kesempatan untuk memperoleh
pendidikan. Pendapatan orang tua yang sangat sedikit tidak mampu lagi untuk mencukupi
kebutuhan hidup keluarga sehingga memaksa mereka untuk ikut bekerja. Menurut Mulandar
(1996), penyebab dari fenomena anak bekerja antara lain:
1. Dipaksa orang tua
2. Tekanan ekonomi keluarga
3. Diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang lebih dewasa
4. Asumsi dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain
5. Pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja.
Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam
kehidupan di jalanan antara lain:
1. Kesulitan keuangan
2. Tekanan kemiskinan
3. Ketidakharmonisan rumah tangga
4. Hubungan orang tua dan anak
Kombinasi dari faktor ini sering kali memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari
nafkah atau hidup mandiri di jalanan. Kadang pengaruh teman atau kerabat juga ikut
menentukan keputusan hidup di jalanan. Studi yang dilakukan Depsos Pusat dan Unika Atma
Jaya Jakarta (1999) di Surabaya yang mewawancarai 889 anak jalanan di berbagai sudut kota
menemukan bahwa faktor penyebab atau alasan anak memilih hidup di jalanan adalah karena
kurang biaya sekolah (28,2%) dan (28,6%)membantu pekerjaan orang tua (Suyanto, 2010).
Pada batas-batas tertentu, memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi yang mendorong
anak-anak hidup di jalanan.
Namun, bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan yang
menyebabkan anak lari dari rumah dan terpaksa hidup di jalanan. Menurut penjelasan
Baharsjah, kebanyakan anak bekerja di jalanan bukanlah atas kemauan mereka sendiri,
melainkan sekitar 60% di antaranya karena dipaksa oleh orang tua. Biasanya, anak-anak yang
memiliki keluarga, orang tua penjudi dan peminum alkohol, relatif lebih rawan untuk
memperoleh perlakuan yang salah. Pada kasus semacam ini, ibu sering kali menjadi objek
perasaan ganda yang membingungkan. Ia dibutuhkan kasih dan perlindungannya, namun
sekaligus dibenci karena perbuatannya (Farid, 1998). Anak yang hidup dengan orang tua
yang terbiasa menggunakan bahasa kekerasan seperti, menampar anak karena kesalahan kecil,
melakukan pemukulan sampai dengan tindak penganiayaan. Apabila semuanya sudah dirasa
melampaui batas toleransi anak itu sendiri, makamereka akan cenderung memilih keluar dari
rumah dan hidup di jalanan.
Bagi anak jalanan sendiri, sub-kultur kehidupan urban menawarkan kebebasan, kesetiaan
dan dalam taraf tertentu juga “perlindungan” kepada anak-anak yang minggat dari rumah
akibat diperlakukan salah, telah menjadi daya tarik yang luar biasa. Menurut Farid (1998),
makin lama anak hidup di jalan, maka makin sulit mereka meninggalkan dunia dan kehidupan
jalanan itu.
C. Tanda Gejala
1. Orang dengan tubuh yang kotor sekali,
2. Rambutnya seperti sapu ijuk
3. Pakaiannya compang-camping dengan membawa bungkusan besar yang berisi macam-
macam barang
4. Bertingkah laku aneh seperti tertawa sendiri
5. Sukar diajak berkomunikasi
6. Pribadi tidak stabil
7. Tidak memiliki kelompok.
D. Mekanisme Koping
1. Regresi(berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan pengeluaran sejumlah
besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
2. Proyeksi (upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan menetapkan
tanggung jawab kepada orang lain)
3. Menarik diri
4. Pengingkaran
E. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif


- Berfikir logis - Pemikiran sesekali - Gangguan
- Persepsi akurat - Terdistrosi pemikiran
- Emosi konsisten dengan - Ilusi - Waham/halusinasi
pengalaman - Reaksi emosi berlebih - Kesulitan
- Perilaku sesuai dan tidak bereaksi pengolahan
- Berhubungan sosial - Perilaku aneh - Emosi
- Penarikan tidak - Perilaku kacau dan
bisa isolasi sosial
berhubungan sosial
F. Penatalaksanaan

Layanan yang dibutuhkan oleh anak jalanan dan gelandangan

1. Kebutuhan fisik, meliputi kebutuhan makan, pakaian, perumahan dan kesehatan

2. Kebutuhan layanan psikis meliputi terapi medis psikiatris keperawatan dan psikologis

3. Kebutuhan sosial seperti rekreasi, kesenian dan olah raga

4. Layanan kebutuhan ekonomi meliputi ketrampilan usaha, ketrampilan kerja dan penempatan dalam
masyarakat.

5. Kebutuhan rohani
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus

Pada tanggal 03 Juni 2020 saya menemui seorang anak jalanan bernama An. H di jalan Wr.
Supratman, dia mengatakan sudah 4 tahun hidup dijalanan. Ia mencari uang dengan cara
mengamen di perempatan. Putus sekolah yang menjadikan ia hidup dijalanan dan juga sering
melihat orang tuanya bertengkar sehingga ia frustasi. Tampilannya tidak rapi, dan bajunya kotor
tampak tidak pernah mandi. Dia juga mengatakan malu dan tidak percaya diri jika bertemu
dengan orang lain. Ia merasa hidupnya hancur, dan tidak memiliki masa depan lagi. Tak jarang
juga ia mendapat ancaman dari teman dijalanan karena merasa tersaingi saat bekerja sebagai
pengamen sehingga tak jarang jika melakukan tindakan kekerasan.

B. Pengkajian
a. Identitas
Nama : An. H
Tempat Tanggal Lahir : Mojo, 32 Januari 2004
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Wr supratman
Agama : Islam
Tanggal Pengkajian : 03 Juni 2020
1. Faktor predisposisi
Klien mengatakan sudah 4tahun hidup dijalanan, putus sekolah yang menjdikan ia hidup
dijalanan dan sering melihat orangtuanya bertengkar sehingga membuat ia frustasi. Dari segi
sosial cultural, klien mengatakan malu dan tidak percaya diri jika bertemu dengan orang lain,
menjadikan klien menarik diri. Tak jarang klien mendapat ancaman dari teman dijalanan dan
tak jarang klien mendapat ancama kekerasan.
1. Penilaian terhadap stressor

Respon Adaptif Respon Maladaptif


- Berfikir logis - Pemikiran sesekali - Gangguan pemikiran
- Persepsi akurat - Terdistorsi - Waham/halusinasi
- Emosi - Ilusi - Kesulitan pengolahan
konsisten dengan - Reaksi emosi - Emosi
pengalaman berlebih Dan tidak - Perilaku kacau dan isolasi
bereaksi social
- Perilaku sesuai - Perilaku aneh
- Berhubungan social - Penarikan tidak bisa
berhubungan sosial

2. Sumber koping

a) Disonasi kognitif :
3. Mekanisme koping
a) Adaptif :
 Mau berbicara dengan orang lain
b) Maladaptif :
 Menciderai diri,miliki perasaan tidak berguna,merasa hidupnya tidak bahagian .
 Klien menarik diri dari lingkungan
C. Diagnosa Keperawatan

1. Defisit perawatan diri : mandi, berpakaian, makan, dan BAK/BAB b.d


ketidakmampuan untuk merawat diri t.d penampilan yang kurang menarik

2. Harga diri rendah b.d tidak memiliki rasa percaya diri t.d tidak bias
berinteraksi sosial dengan orang lain
3. Resiko perilaku kekerasan/Perilaku kekerasan b.d masalah yang ada dijalanan
t.d riwayat bertengkar dengan temannya

D. Intervensi Keperaawatan

No DIAGNOSA Tujuan /KH INTERVENSI Rasional

1 Defisit perawatan Setelah dilakukan 1. Diskusikan bersama 1. Agar klien mengetahui


diri : mandi, perawatan selama ... klien pentingnya bahwa kebersihan itu
berpakaian, x24 jam klien dapat kebersihan diri sangatlah penting
makan, dan mengenal tentang dengan cara sehingga dia mau
BAK/BAB b.d pentingnya kebersihan menjelaskan melakukan perawatan
ketidakmampuan diri dan melakukan pengertian tentang diri.
untuk merawat kebersihan diri secara arti bersih dan tanda- 2. Agar klien mengetahui
diri t.d mandiri. tanda bersih. bahwa penampilan diri
penampilan yang Kriteria Hasil : 2. Anjurkan klien untuk dan kebersihan itu
kurang menarik 1. Klien dapat mandi dan ganti baju sangat penting
menyebutkan setiap hari 3. Mendorong pasien untuk
pentingnya 3. Monitor klien untuk melakukan perawatan
kebersihan diri memelihara diri secara rutin.
dalam waktu 2 kali kebersihan diri 4. Agar klien dapat
pertemuan seperti : mandi 2x mepertahankan
- Tanda-tanda sehari, dan kebersihan diri
bersih menggosok gigi
- Badan tidak 4. Jelaskan tempat
bau BAK/BAB yang
- Rambut rapi, sesuai
bersih dan
tidak bau
- Gigi bersih,
dan tidak bau
- Baju rapi, dan
tidak bau
2. Klien berusaha
untuk memelihara
kebersihan diri,
yaitu:
 Mandi pakai
sabun dan
disiramdengan
air sampai
bersih
 Mengganti
pakaian bersih
sehari
sekali dan
merapikan
penampilan
3. Klien dapat
menjelaskan cara
merawat diri
4. Klien dapat
melakukan
eliminasi dengan
benar
2 Harga diri rendah Setelah dilakukan 1. Bina hubungan 1. Hubungan saling
b.d tidak tindakan keperawatan saling percaya : percaya sebagai dasar
memiliki rasa selama ... x 24 jam salam terapeutik, interaksi yang terapeutik
percaya diri t.d klien dapat perkenalan diri, antara perawat dan klien
tidak bias berinteraksi 2. Jelaskan tujuan 2. Lingkungan yang tenang
berinteraksi sosial dan interaksi, ciptakan membuat klien lebih
sosial dengan berhubungan dengan lingkungan yang rileks
orang lain orang lain dan tenang, 3. Ungkapan perasaan
lingkungan sekitar 3. Beri kesempatan dapat memberikan rasa
Kriteria Hasil : pada klien untuk lega sehingga
1. Penilaian diri mengungkapkan mengurangi kecemasan
positif perasaannya 4. Untuk mengetahui
2. Perasaan memiliki 4. Diskusikan kemampuan/ketergantun
kelebihan atau kemampuan dan gan dalam merawat diri
kemampuan aspek positif yang sehingga dapat
positif dimiliki membantu klien
3. Penerimaan 5. Rencanakan bersama memenuhi kebutuhan
penilaian positif klien aktivitas yang hygienenya
terhadap diri dapat dilakukan 5. Dapat membantu klien
sendiri setiap hari sesuai mengembalikan
4. Minat mencoba kemampuan kekuatan secara
hal baru bertahap dan menambah
5. Berjalan kemandirian
menampakkan dalam memenuhi
wajah kebutuhannya
6. Postur tubuh
menampakkan
wajah
7. Kemampuan
membuat
keputusan
3 Resiko perilaku Setelah dilakukan 1. Monitor adanya 1. Dapat menyeba
peluang un
kekerasan b.d tindakan perawatan benda yang
melakukan tin
masalah yang ada selama ...x24 jam berpotensi
kekerasan
dijalanan t.d klien dapat terhindar membahayakan
Mencegah tinda
riwayat dari mencederai diri, (misal : benda tajam)
yang berbahaya
bertengkar orang lain dan 2. Pertahankan
2. Ungkapan peras
dengan temannya lingkungan. lingkungan bebas
dapat member
Kriteria Hasil : bahaya secara rutin
rasa
1. Verbalisasi 3. Latih cara
sehingga
ancaman kepada mengungkapkan
mengurangi
orang lain perasaan secara
kecemasan
2. Verbalisasi asertif
3. Membuat peras
umpatan 4. Latih mengurangi
lebih rileks, sehin
3. Perilaku kemarahan secara
bisa mengontrol d
menyerang verbal dan nonverbal
4. Perilaku melukai (misal : relaksasi,
diri sendiri/ orang bercerita)
lain
5. Perilaku merusak
lingkungan sekitar
6. Perilaku
agresif/amuk
7. Suara keras
8. Bicara ketus
E. Implementasi Keperawatan

Tang
No DIAGNOSA IMPLEMENTASI gal/ EVALUASI
Jam
1 Defisit perawatan diri : 1. Mendiskusikan bersama klien S : Px mengatakan sudah
mandi, berpakaian, pentingnya kebersihan diri bisa melakukan
makan, dan BAK/BAB dengan cara menjelaskan perawatan diri secara
b.d ketidakmampuan pengertian tentang arti bersih mandiri
untuk merawat diri t.d dan tanda-tanda bersih. O : Penampilannya sudah
penampilan yang kurang 2. Menganjurkan klien untuk tampak rapi
menarik mandi dan ganti baju setiap hari A : Defisit perawatan diri
3. Memonitor klien untuk teratasi
memelihara kebersihan diri P : Hentikan intervensi
seperti : mandi 2x sehari, dan
menggosok gigi
4. Menjelaskan tempat BAK/BAB
yang sesuai
2 Harga diri rendah b.d 1. Membina hubungan saling S : Px mengatakan
tidak memiliki rasa percaya : salam terapeutik, sedikit berani untuk
percaya diri t.d tampak perkenalan diri, berinteraksi dengan
malu berinteraksi sosial 2. Menjelaskan tujuan interaksi, orang lain
dengan orang lain ciptakan lingkungan yang O : Sudah berani
tenang, berinteraksi dengan
3. Memberi kesempatan pada lingkungan sekitar
klien untuk mengungkapkan A : Harga diri rendah
perasaannya teratasi sebagian
4. Mendiskusikan kemampuan dan P : Lanjutkan intervensi
aspek positif yang dimiliki 1-5
5. Merencanakan bersama klien

aktivitas yang dapat dilakukan


setiap hari sesuai kemampuan

3 Resiko perilaku 1. Memonitor adanya benda yang S : Px mengatakan


kekerasan b.d masalah berpotensi membahayakan bahwa ia sekarang lebih
yang ada dijalanan t.d (misal : benda tajam) bisa mengontrol emosi
riwayat bertengkar 2. Mempertahankan lingkungan O : Tampak lebih tenang
dengan temannya bebas bahaya secara rutin A : Resiko perilaku
3. Melatih cara mengungkapkan kekerasan teratasi
perasaan secara asertif P : Hentikan intervensi
4. Melatih mengurangi kemarahan
secara verbal dan nonverbal
(misal : relaksasi, bercerita)
BAB 4
PEMBAHASAN

Anak jalanan adalah anak- anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk
bekerjadi jalanan kawasan urban. Sedangkan menurut Departemen Sosial RI,
anak jalanan merupakan anak yang berusia di bawah 18 tahun dan berada di jalan
lebih dari 6 jam sehari dalam 6 hari dalam seminggu. Anak jalanan atau sering
disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak- anak yang
mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan
dengan keluarganya. Menurut Departmen Sosial RI (1999), pengertian tentang
anak jalanan adalah anak- anak di bawah usia 18 tahun yang karena berbagai
faktor, seperti ekonomi, konflik keluarga hingga faktor budaya yang membuat
mereka turun ke jalanan.
Seiring dengan berkembangnya waktu, fenomena anak jalanan atau pekerja
anak banyak terkait dengan alasan ekonomi keluarga (kemiskinan) dan kecilnya
kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Pendapatan orang tua yang sangat
sedikit tidak mampu lagi untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehingga
memaksa mereka untuk ikut bekerja. Menurut Mulandar (1996), penyebab dari
fenomena anak bekerja antara lain:
6. Dipaksa orang tua
7. Tekanan ekonomi keluarga
8. Diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang lebih dewasa
9. Asumsi dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain
10. Pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja.
Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus
dalam kehidupan di jalanan antara lain:
5. Kesulitan keuangan
6. Tekanan kemiskinan
7. Ketidakharmonisan rumah tangga
8. Hubungan orang tua dan anak

BAB 5

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Anak jalanan
adalah anak- anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk
bekerjadi jalanan kawasan urban. Sedangkan menurut Departemen
Sosial RI, anak jalanan merupakan anak yang berusia di bawah 18
tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari dalam 6 hari dalam
seminggu. Jumlah anak jalanan terus bertambah setiap tahunnya.
Lembaga Perlindungan Anak mencatat pada tahun 2003 terdapat
20.665 anak jalanan di Jawa Barat dan 4.626 di antaranya berada di
kotamadya Bandung. Data dari Pusdatin Kementerian Sosial RI tahun
2008 diketahui populasi anak jalanan di seluruh nusantara 232.000
orang dan 12.000 diantaranya berada diwilayah Jabotabek serta 8000
ada di Jakarta. Begitu pula di Semarang yang merupakan ibu kota
provinsi Jawa Tengah jumlah anak jalanan pun semakin tahun
mengalami peningkatan. Dari data pada tahun 2005 terdapat 335
anak

Anda mungkin juga menyukai