Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


ANAK JALANAN

OLEH:
ALFISASRA ARIF
DWI HERTI MARLIAH
KRISNA SUGIYATNO
PERI PIRNANDO
RAHMAT HIDAYYAH
RAHMI PUTRI SEPTIANI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS
DEHASEN
TAHUN AJARAN 2022/2023
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk melakukan
kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, mencari nafkah atau
berkeliaran dijalan-jalan atau tempat umum lainnya
(Sudarsono, 2009). Pengertian anak jalanan menurut dinas
sosial propinsi DIY tahun 2010 adalah anak yang
melewatkan atau memanfaatkan waktunya dijalanan
sampai dengan umur 18 tahun. Anak jalanan adalah anak
yang penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak
terurus, mobilitasnya tinggi Departemen Sosial RI, 2005.
• Anak-anak jalanan sering melakukan tingkah laku yang
meresahkan masyarakat, salah satu tingkah lakunya yaitu
tingkah laku agresi. Perilaku agresi yang muncul ini
disebabkan karena adanya tekanan-tekanan dari
lingkungan dan ketidak berdayaan serta ketidakmampuan
anak untuk menangani permasalahan-permasalahannya
yang menimbulkan perasaan frustrasi di dalam diri anak,
pada anak yang memiliki tipe kepribadian tertentu yang
tidak tahan terhadap perubahan berpotensi dengan
perilaku ngelem Moci (2013).
• Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor munculnya anak jalanan?
2. Masihkah ada ruang bagi anak jalanan?
3. Apa saja solusi yang tepat untuk problem anak jalanan?

• Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui faktor apa saja munculnya anak jalanan
2. Untuk mengetahui ruang bagi anak jalanan
3. Untuk mengetahui solusi yang tepat untuk problem anak jalanan
PEMBAHASAN
• Definisi Anak Jalanan
• Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum
yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi
di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya
(Suyanto, 2010). Menurut Departemen Sosial RI (1999), pengertian
tentang anak jalanan adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun
yang karena berbagai faktor, seperti ekonomi, konflik keluarga
hingga faktor budaya yang membuat mereka turun ke jalan.
• UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu Street
child are those who have abandoned their homes, school and
immediate communities before they are sixteen years of age, and
have drifted into a nomadic street life. Berdasarkan hal tersebut,
maka anak jalanan adalah anak-anak berumur di bawah 16 tahun
yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan
masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan berpindah-pindah di
jalan raya (Soedijar, 1998).
Ciri-Ciri Anak Jalanan
• Menurut Sadli (Sudarsono, 2009) anak jalanan memiliki ciri khas baik secara
psikologisnya maupun kreativitasnya, sebagai berikut :
1. Mudah tersinggung perasaannya,
2. Mudah putus asa dan cepat murung.
3. Nekat tanpa dapat dipengaruhi secara mudah oleh orang lain yang ingin
membantunya,
4. Tidak berbeda dengan anak-anak yang lainnya yang selalu menginginkan kasih
sayang,
5. Tidak mau bertatap muka dalam arti bila mereka diajak bicara, mereka tidak
mau melihat orang lain secara terbuka,
6. Sesuai dengan taraf perkembangannya yang masih kanak-kanak, mereka
sangatlah labil
7. Mereka memiliki suatu keterampilan, namun keterampilan ini tidak selalu sesuai
bila diukur dengan ukuran normatif masyarakat umumnya.
8. Keterlibatan anak jalanan dalam kegiatan ekonomi akan berdampak kurang baik
bagi perkembangan dan masa depan anak, kondisi ini jelas tidak
menguntungkan bahkan cenderung membutakan terhadap masa depan mereka,
mengingat anak adalah aset masa depan bangsa.
 
Jenis Anak Jalanan

• Berdasarkan kajian lapangan, secara garis besar anak


jalanan dibedakan dalam tiga kelompok (Surbakti, 1997):
1. Children on the street, yakni anak-anak yang
mempunyai kegiatan ekonomi di jalan,
2. Children of the street, yakni anak-anak yang
berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial
maupun ekonomi.
3. Children from families of the street, yakni anak-anak
yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.
Faktor Penyebab

• fenomena anak jalanan atau pekerja anak banyak terkait


dengan alasan ekonomi keluarga (kemiskinan) dan
kecilnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan.
Pendapatan orang tua yang sangat sedikit tidak mampu
lagi untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehingga
memaksa mereka untuk ikut bekerja.
• Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan
anak-anak terjerumus dalam kehidupan di jalanan antara
lain:
1. Kesulitan keuangan
2. Tekanan kemiskinan
3. Ketidakharmonisan rumah tangga
4. Hubungan orang tua dan anak
Masalah Anak Jalanan

• Anak jalanan biasanya melakukan berbagai pekerjaan di


sektor informal, baik yang legal maupun yang ilegal di
mata hukum untuk bertahan hidup di tengah kehidupan
kota yang keras. Ada yang bekerja sebagai pedagang
asongan di kereta api dan bus kota, menjajakan koran,
menyemir sepatu, mencari barang bekas atau sampah,
mengamen di perempatan lampu merah, tukang lap
mobil, dan tidak jarang pula ada anak-anak jalanan yang
terlibat pada jenis pekerjaan berbau kriminal,
mengompas, mencuri, bahkan menjadi bagian dari
komplotan perampok
PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

• Definisi Psychological well being


• Teori psychological well-being dikembangkan oleh Ryff
pada tahun 1989. Psychological well-being merujuk pada
perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari.
Segala aktifitas yang dilakukan oleh individu yang
berlangsung setiap hari dimana dalam proses tersebut
kemungkinan mengalami fluktuasi pikiran dan perasaan
yang dimulai dari kondisi mental negatif sampai pada
kondisi mental positif, misalnya dari trauma sampai
penerimaan hidup dinamakan psychological well-being
(Bradburn dalam Ryff & Keyes,1995).
Dimensi-Dimensi Psychological well being

• Ryff dan rekan-rekannya (Ryff, 1989; Ryff & Keyes, 1995; Ryff &
Singer, 1996 dalam Sugianto, 2000: 68), merumuskan
psychological well being melalui teori psikologi klinis,
perkembangan dan kesehatan mental, dan mengembangkan
sebuah model multidimensional yang meliputi enam dimensi dari
psychological well being dan skala self-report untuk mengukurnya.
Enam dimensi tersebut adalah:
1. Penerimaan Diri (Self-Acceptance)
2.  Hubungan Positif dengan Orang Lain (Positive Relation with
Others)
3. Otonomi (Autonomy)
4. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery)
5. Tujuan Hidup (Purpose in Life)
6. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
• Faktor-faktor yang Terkait dengan Psychological well being
• Terdapat beberapa faktor yang terkait dengan psychological
well being,:
1. Demografis
- Usia
- Jenis kelamin
- Tingkat pendidikan
- Status sosial ekonomi
- Budaya
2. Kepribadian
3. Religuisitas
4. Dukungan Sosial
EXPRESSIVE ARTS THERAPY

1. Expressive Arts Therapy


Expressive therapy didefinisikan sebagai penggunaan seni dan produk seni
lainnya untuk membantu menumbuhkan awareness, mendorong pertumbuhan
emosional, dan meningkatkan relationships dengan orang lain menggunakan
media imajinasi; termasuk seni sebagai terapi, arts psychotherapy, dan
menggunakan seni untuk penyembuhan tradisional dan menekankan interaksi
seni sebagai suatu bentuk terapi (Lesley College, 1995).

2. Komponen Expressive Therapy


Expressive Therapy menambahkan komponen yang unik untuk psikoterapi
dan konseling karena memiliki beberapa karakteristik khusus tidak selalu
ditemukan dalam terapi secara verbal. (1) self expression, (2) Active
Participation, (3) Imagination, dan (4) mind body connection.
• Active Participation
• Imagination
• Mind Body Connection
3. Proses Dalam Expressive Therapy Ditinjau Dari
Psikoanalisis
Malchiodi (2003) menyatakan bahwa ada beberapa
konsep yang terkait dalam hubungan antara art
therapy dan psikoanalisis, yaitu :
• Transferensi
• Ekspresi Spontan
• Aplifikasi dan imajinasi aktif
4. Tahapan Perkembangan Seni Menggambar pada Individu

Lovenfield (1982, dalam Malchiodi, 1998) mengemukakan bahwa ada enam


tahapan utama dari perkembangan artistik pada anak sampai remaja. Yaitu :
• Sribbling (usia dua sampai empat tahun), gambar seringkali berupa
coretan yang tidak teratur, longitudinal, dan sirkular
• Preschematic ( usia empat sampai tujuh tahun), perkembangan awal dari
simbol representatif, penggambaran manusia yang belum sempurna.
• Schematic (Usia tujuh sampai sembilan tahun), melanjutkan
perkembangan simbol representatif, khususnya skema figur, objek,
komposisi, dan warna
• Dawning realism (Usia sembilan sampai sebelas tahun), keterampilan
yang meningkat dalam menggambar kedalaman spasial dan warna, serta
meningkatnya ekspresi seni,
• Pseudorealism (Usia sebelas sampai tiga belas tahun), kesadaran yang
lebih kritis akan figur manusia dan lingkungan, meningkatnya detail,
meningkatnya ekspresi seni, karikatur.
• Period of decision (usia remaja), ekspresi lebih detail, sejumlah anak tidak
mencapai tahap ini kecuali diminta membuat seni.
5. Dasar Teori Expressive Arts Therapy

• Rogers (1993) menciptakan hubugan untuk menguatkan


dan meningkatkan keterkaitan antara arts pada terapi:
hubungan kreatif. Dia percaya bahwa satu bentuk art
yang natural mampu menstimulasi yang lain; contoh,
tarian yang kreatif bisa mempengaruhi kita untuk
mengekspresikan diri melalui menggambar, dan
menggambar mungkin mengaktifkan apa yang kita
rasakan atau yang kita pikirkan. Hubungan yang kreatif ini
bisa melibatkan berbagai rangkaian bentuk seni untuk
terapi; bagaimanapun, individu adalah pusat dari proses
dan keputusan, dengan panduan dan difasilitasi oleh
terapis, arah dari proses yang diambil dan bentuk seni
yang digunakan.
6. GROUP THERAPY
• Definisi Group Therapy

• Group Therapy adalah suatu kegiatan pada kelompok


yang tujuan utamanya untuk membantu anggota-anggota
kelompok rnemperbaiki penyesuaian sosial mereka
(social adjustment), dan tujuan keduanya untuk
membantu kelompok mencapai tujuan-tujuan yang
disepakati oleh masyarakat (National Association of
SociaI Works, 2010).
• Tujuan Group Therapy dalam Expresive Arts Therapy
Menurut Liebmann (2005), group therapy yang diimplementasikan
dalam bentuk expressive arts therapy memiliki sejumlah tujuan pribadi
bagi anggotanya serta tujuan sosial bagi kelompok. tujuan pribadi bagi
masing-masing anggota secara umum menurut Liebmann (2005)
adalah:
a. Kreativitas dan spontanitas.
b. Membangun rasa percaya diri, validasi diri, menyadari potensi diri.
c. Meningkatkan otonomi dan motivasi pribadi, berkembang sebagai
individu 
d. Bebas untuk membuat keputusan, bereksperimen, dan menguji
gagasan-gagasan.
e. Mengekspresikan perasaan, emosi dan konflik 
f. Mengolah fantasi dan alam ketidaksadaran.
g. Insight, kesadaran akan diri, refleksi.
h. Menuangkan pengalaman secara visual dan verbal.
i. Relaksasi
• Manfaat Group Therapy

• Group Therapy memiliki manfaat tersendiri jika dibandingkan dengan


terapi yang bersifat individual, yaitu :
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b. Membentuk sosialisasi
c. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang
hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku
defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif
e. Meningkatkan identitas diri.
f. Menyalurkan emosi secara konstruktif.
g. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial diterapkan sehari-hari.
h. Bersifat rehabilitatif, meningkatkan kemampuan ekspresi diri,
keterampilan sosial, kepercayaan diri, empati, dan kemampuan tentang
masalah kehidupan dan pemecahannya (Yosep, 2007).
Asuhan keperawatan pada anak jalanan
1. Pengkajian
• Faktor predisposisi
a. Genetik
b. Neurobiologis : penurunan volume otak dan
perubahan sistem neurotransmiter.
c. Teori virus dan infeksi
• Faktor presipitasi
a. Biologis
b. Sosial kutural
c. Psikologis
•Penilaian terhadap stressor
Respon Adaptif   Respon Maladaptif

- Berfikir logis - Pemikiran sesekali - Gangguan pemikiran


- Persepsi akurat - Terdistorsi - Waham/halusinasi
- Emosi konsisten denga - Ilusi - Kesulitan pengolahan
pengalaman
- Reaksi emosi berlebih dan tidak - Emosi
- Perilaku sesuai bereaksi
- Perilaku kacau dan isolasi social
- Berhubungan sosial - Perilaku aneh
- Penarikan tidak bisa
berhubungan sosial
• Sumber koping
a. Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
b. Pencapaian wawasan
c. Kognitif yang konstan
d. Bergerak menuju prestasi kerja

• Mekanisme koping
a. Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses
informasi dan pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam
upaya mengelola anxietas)
b. Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang
membingungkan dengan menetapkan tanggung jawab
kepada orang lain)
c. Menarik diri
d. Pengingkaran
2. Diagnosa

1. Harga Diri Rendah


2. Resiko perilaku kekerasan/perilaku kekerasan
3. Defisit perawatan diri
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa 1 : Harga Diri Rendah


• Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial,
bisa berhubungan dengan orang lain dan lingkungan.
• Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
3. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
4. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan
kemampuan
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Diagnosa 2 : Perilaku kekerasan
• Tujuan Umum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
• Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku
kekerasan.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai
program).
• Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri,
berdandan, makan, BAB/BAK
• Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan
diri kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK.
• Tujuan Khusus :
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara
mandiri
2. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara
baik
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai