Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa masyarakat telah menjadi bagian dari masalah kesehatan


masyarakat di Indonesia.Berbagai masalah multi-dimensional yang masih dan
akan terus dihadapi masyarakat menyangkutmasalah ekonomi, bencana alam,
wabah penyakit merupakan faktor pencetus terjadinya masalah pada
kesehatan jiwa masyarakat Indonesia. Masalah kesehatan jiwa di masyarakat
dampaknyasangat luas dan kompleks. Meskipun secara tidak langsung
menyebabkan kematian, namun akan mengakibatkan si penderita gangguan
jiwa menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga dan
lingkungan masyarakat di sekitarnya. Salah satu masalah psikososial yang ada
di masyarakat yaitu anak jalanan.
Anak jalanan merupakan masalah sosial yang menjadi fenomena menarik
dalam kehidupan bermasyarakat. Kita bisa menjumpai anak-anak yang
sebagian besar hidupnya berada di jalanan pada berbagai titik pusat keramaian
di kota besar, seperti di pasar, terminal, stasiun, traffic light, pusat pertokoan,
dan sebagainya.
Kehidupan jalanan mereka terutama berhubungan dengan kegiatan
ekonomi, antara lain mengamen, mengemis, mengasong, kuli, loper koran,
pembersih mobil, dan sebagainya. Meskipun ada pula sekumpulan anak yang
hanya berkeliaran atau berkumpul tanpa tujuan di jalanan (Suyanto, 2010).
Kejadian tersebut merupakan fenomena gunung es yang membutuhkan
penanganan serius karena meledaknya jumlah anak jalanan.
Menurut United Nations International Children’s Fund (UNICEF) jumlah
anak jalanan di dunia mencapai 100 juta jiwa, 30 juta diantaranya terdapat di
Asia (Arifin, 2001). Dari data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) Departemen Sosial Republik Indonesia (Depsos RI) tahun 2007,
jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai 104.497 jiwa. Di Kota Surakarta

1
tahun 2009 tercatat 62 anak jalanan yang tersebar di lima kecamatan yakni
Serengan, Banjarsari, Laweyan, Pasar Kliwon, dan Jebres. Selanjutnya tahun
2010 tercatat 70 anak jalanan. Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak
Pinggiran (PPAP) SEROJA mendata sebanyak 50 anak jalanan yang dapat
terjangkau oleh programnya. Ini menunjukkan peningkatan jumlah anak
jalanan yang signifikan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Keperawatan Kesehatan Jiwa ?
2. Pengertian Anak Jalanan ?
3. Latar Belakang Munculnya Anak Jalanan ?
4. Jenis dan Ciri Anak Jalanan ?
5. Faktor munculnya Anak Jalanan ?
6. Hubungan yang Dibahas dengan Aspek Psikologis ?
7. Masalah yang sering Muncul pada Anak Jalanan ?
8. Strategi penanganan Masalah Anak Jalanan ?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana peran perawat dalam menangani
masalah psikososial pada kelompok khusus : anak jalanan
b. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian anak jalanan
b) Mahasiswa mampu mengetahui latar belakang munculnya anak jalanan
c) Mahasiswa mampu mengetahui jenis dan ciri anak jalanan
d) Mahasiswa mampu mengetahui faktor munculnya anak jalanan
e) Mahasiswa mampu mengetahui hubungan yang dibahas dari aspek
psikologis anak jalanan
f) Mahasiswa mampu mengetahui masalah yang sering muncul pada anak
jalanan

2
g) Mahasiswa mampu mengetahui berbagai strategi penanganan masalah
anak jalanan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keperawatan Kesehatan Jiwa

Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat nonmateri, tetapi fungsi dan
manifestasinya sangat terkait pada materi, jiwa bersifat abstrak dan tidak
berwujud benda. Hal ini karena jiwa memang bukan berupa benda, melainkan
sebuah sistem perilaku, hasil olah pemikiran, perasaan, persepsi, dan berbagai
pengaruh lingkungan sosial. Semua ini merupakan manifestasi sebuah kejiwaan
seseorang. Oleh karena itu, untuk mempelajari ilmu jiwa dan keperawatannya,
pelajarilah dari manifestasi jiwa terkait pada materi yang dapat diamati berupa
perilaku manusia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam keadaan bugar
dan nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman adalah
relatif, karena bersifat subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan
merasakan.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menjelaskan kriteria
orang yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan hal berikut.
1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu
buruk.
2. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.
3. Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.
4. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.
5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling
memuaskan.
6. Mempunyai daya kasih sayang yang besar.
7. Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian hari.

3
8. Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif.
Menurut WHO, kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang menceerminkan
kedewasaan kepribadiannya. UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966 tentang
Upaya Kesehatan Jiwa, memberikan batasan bahwa upaya kesehatan jiwa adalah
suatu kondisi dapat menciptakan keadaan yang memungkinkan atau mengizinkan
perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal pada seseorang,
serta perkembangan ini selaras dengan orang lain. Menurut UU Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, pada Bab IX tentang kesehatan jiwa menyebutkan Pasal
144 ayat 1 “Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat
menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan
gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa”. Ayat 2, “Upaya
kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas preventif,
promotif, kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa, dan masalah psikososial”.

2.2 Pengertian Anak Jalanan


Istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika
selatan, tepatnya di Brazilia, dengan nama Meninos de Ruas untuk menyebut
kelompok anak-anak yang hidup di jalanan dan tidak memiliki ikatan
dengan keluarga. Istilah anak jalanan berbeda-beda untuk setiap tempat,
misalnya di Columbia mereka disebut “gamin” (urchin atau melarat) dan
“chinces” (kutu kasur), “marginais” (criminal atau marjinal) di Rio, “pa’jaros
frutero” (perampok kecil) di Peru, “polillas” (ngrengat) di Bolivia,
“resistoleros” (perampok kecil) di Honduras, “Bui Doi” (anak dekil) di
Vietnam, “saligoman” (anak menjijikkan) di Rwanda. Istilah-istilah itu
sebenarnya menggambarkan bagaimana posisi anak-anak jalanan ini dalam
masyarakat.
Anak jalanan adalah mereka yang berumur sekitar atau kurang dari 21
tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalan dengan

4
bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonomi atau hanya untuk hidup
dijalan (Permadie, 1999). Fenomena anak jalanan adalah salah satu masalah
yang kompleks dan berkaitan dengan masalah sosial lain, terutama
kemiskinan.
Anak jalanan memiliki konsep diri yang cenderung positif yang
ditandai dengan adanya anggapan bahwadirinya adalah seorang yang pekerja
keras, mandiri, kreatif dan tegar. Sisi kehidupan anak jalanan yang berbeda
dengan anak-anak pada umumnya berpengaruh terhadap konsep diri yang
dimilikinya (Pramuchtia, 2010).
Anak jalanan memaknai peran dirinya dalam keluarga dan masyarakat
sebagai individu yang mandiri, bertanggungjawab pada diri dan keluarga,
otonom atau berusaha melepaskan diri dari ketergantungan dengan orang lain,
dan individu yang berusaha memiliki hubungan sosial dalam konteks di
jalanan (Bajari, 2009).

2.3 Latar Belakang Menjadi Anak Jalanan

Rata-rata anak jalanan mengaku pergi ke jalan merupakan keinginan


diri sendiri, Namun demikian motif tersebut bukanlah semata-mata motif
biologis yang muncul dari dalam diri mereka melainkan juga di dorong oleh
faktor lingkungan. Menurut kalangan LSM peduli anak, beberapa penyebab
anak turun ke jalanan ialah:
1. Kondisi ekonomi keluarga yang miskin seringkali dipahami sebagai faktor
utama yang memaksa anak turun ke jalan.
2. Kekerasan dalam keluarga. Kekerasan yang terjadi dalam keluarga
menjadi faktor penting yang mendorong anak untuk turun ke jalan. Hal ini
bisa terjadi ketika keluarga mengalami berbagai masalah akibat beban
ekonomi tidak tertahankan. Sebagian atau seluruh masalah keluarga itu
kemudian terpaksa dibebankan kepada anak- anak mereka.

5
3. Ketiga, faktor lingkungan terbukti juga menjadi penyebab anak turun ke
jalanan. Tidak sedikit anak dipaksa lingkungan untuk turun ke jalan.
Ada kalanya sebelum terpengaruh faktor lingkungan, seorang anak
memang berasal dari keluarga miskin, sehingga faktor lingkungan,
seperti diajak teman atau bermasalah di sekolah, menjadi penguat alasan
untuk turun ke jalan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Saparinah Sadli bahwa ada berbagai
faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah
anak jalanan, antara lain : faktor kemiskinan (structural), faktor
keterbatasan kesempatan kerja (factor intern dan ekstern), faktor yang
berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi dengan faktor
pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan
keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya.

2.4 Ciri-Ciri dan Jenis-Jenis Anak Jalanan

Menurut Surbakti dan kawan-kawan (dalam Suyanto, 2010) ada tiga


kategori anak jalanan:
1. Children on the street yakni adalah anak-anak yang mempunyai
kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak dijalanan, namun masih
mempunyai hubungan kuat dengan orang tua mereka. Sebagian
penghasilan mereka dijalanan diberikan kepada orang tuanya. Fungsi
anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat
penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan
kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri
oleh kedua orang tuanya.
2. Children of the street, yakni anak- anak yang berpartisipasi penuh
dijalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara
mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi

6
frekuensi pertemuan tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah
anak-anak yang karena suatu sebab seperti kekerasan, lari atau pergi
dari rumah.
3. Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal
dari keluarga yang hidup dijalanan. Walaupun anak-anak mempunyai
hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka
terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan segala
resikonya.

Adapun kategori anak jalanan dapat di sesuaikan dengan kondisi anak


jalanan di masing-masing kota. Secara umum kategori anak
jalanan adalah sebagai berikut:
1. Anak Jalanan Yang Hidup Di Jalanan, Dengan cirinya Sebagai
Berikut:

a. Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya


minimal setahun yang lalu.
b. Berada di jalanan seharian untuk bekerja dan menggelandang.
c. Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat seperti
di emperan toko, kolong jembatan, taman, terminal, stasiun, dll.
d. Tidak bersekolah lagi.

2. Anak Jalanan Yang Bekerja Di Jalanan, Cirinya Adalah:


a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, yakni pulang
secara periodik misalnya: seminggu sekali, sebulan sekali, dan
tidak tentu. Mereka umumnya berasal dari luar kota yang bekerja
di jalanan.
b. Berada di jalanan sekitar 8-12 jam untuk bekerja, sebagian
mencapai 16 jam.

7
c. Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau
bersama teman, dengan orang tua/saudaranya, atau di tempat
kerjanya di jalan.
d. Tidak bersekolah lagi.

3. Anak Yang Rentan Menjadi Anak Jalanan, cirinya adalah:

a. Setiap hari bertemu dengan orang tuanya ( teratur )

b. Berada di jalanan sekitar 4-6 jam untuk bekerja.

c. Tinggal dan tidur dengan orang tua/wali.

d. Masih bersekolah.

4. Anak remaja jalanan bermasalah (ABG) Karakteristiknya:


a. Menghabiskan sebagian waktunya di jalanan.
b. Sebagian sudah putus sekolah.
c. Terlibat masalah narkotika dan obat-obatan lainnya.
d. Sebagian dari mereka terlibat pergaulan seks bebas, pada
beberapa anak perempuan mengalami kehamilan dan
mereka rawan untuk terlibat prostitusi.
e. Berasal dari keluarga yang tidak harmonis.
Lebih rinci dalam buku “ intervensi psikososial “ bahwa karakteristik
anak jalanan di tuangkan dalam matrik berupa tabel ciri-ciri fisik
dan psikis anak jalanan berikut ini:

8
CIRI FISIK CIRI PSIKIS

Warna kulit kusam Mobilitas tinggi

Rambut kemerah-merahan Acuh tak acuh

Kebanyakan berbadan kurus Penuh curiga

Pakaian tidak terurus Sangat sensitive

Berwatak keras

Kreatif

Semangat hidup tinggi

Berani menanggung resiko

Mandiri

2.5 Faktor-Faktor Munculnya Anak Jalanan

Orangtua dari anak jalanan kebanyakan berpendidikan rendah dan sebagian


besarnya tidak memiliki pekerjaan yang layak atau hanya bekerja serabutan seperti
halnya sama dengan anak-anak mereka yaitu bekerja sebagai pengemis dan penjual
koran.

1. Faktor Ekonomi

Mayoritas anak jalanan dieksploitasi karena desakan oleh orang tua mereka,
alasannya adalah karena himpitan ekonomi yang terus membelenggu keluarga
sehingga anak jalanan dipaksa membantu orang tua untuk mencukupi kebutuhan
keuangan keluarga.

9
2. Faktor Penggangguran dan Pendapatan Orang Tua

Berbicara tentang penggangguran sudah pasti sangat berkaitan erat dengan


pendapatan atau penghasilan seseorang, orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap
bahkan tidak mempunyai pekerjaan sama sekali bagaimana mungkin mampu untuk
memenuhi kebutuhan hidup didalam keluarganya, apalagi dijaman sekarang ini yang
semua keperluan dan kebutuhan hidup seseorang hampir semuanya membutuhkan
uang.

3. Faktor Sosial Budaya

Sejak kecil anak-anak sudah diperkenalkan, dididik untuk bekerja misalnya di sektor
pertanian, perikanan, industri kerajinan, nelayan dan lain-lain. Namun, pekerjaan
yang dilakukan tidaklah berbahaya bagi kondisi kesehatan anak secara fisik,
psikologis dan sosial sehingga tidak melanggar hak-hak mereka sebagai seorang
anak. Kebanyakan orang tua anak jalanan memaksa anak mereka bekerja untuk
memberikan pemasukan tambahan bagi keluarga tanpa memandang rasa khawatir
serta resiko yang kapan saja dapat menimpa anak-anak mereka ketika berada
dijalanan

4. Faktor Pendidikan

Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan pendidikan dipandang sebagai suatu hal


yang elit dan mewah terutama dikalangan masyarakat miskin keluarga anak jalanan.
Orang tua tidak sadar akan pentingnya pendidikan bagi masa depan seorang anak
jalanan dan hanya menyuruh anak jalanan bekerja dan bekerja, karena pemahaman
mereka mengenai sekolah hanya menghabiskan uang dan waktu saja padahal uang
untuk makanpun sangat susah terpenuhi mengingat penghasilan yang tidak menentu
perharinya.

2.6 Hubungan yang Dibahas dengan Aspek Psikologis

a. Terdapat hubungan antara kemiskinan dengan anak jalanan.

10
b. Terdapat hubungan antara rendahnya pendidikan dengan kemiskinan.
c. Anak-anak jalanan merasa tertekan karena beban yang didapat tidak sesuai
dengan keadaan.
d. Anak-anak jalanan bekerja karena paksaan dari orang tua untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
e. Anak-anak jalanan sangat membutuhkan pendidikan yang setara dengan
anak-anak lainnya.

2.7 Masalah yang Sering Muncul pada Anak Jalanan

SKEMA 2.1

Anak Jalanan

Menghabiskan banyak waktu di jalan,


sehingga berisiko terjadi

1. Eksploitasi
2. Diskriminasi
3. Pelecehan seksual
4. Human trafficking

Model Pendekatan Centre Based:


Kegiatan yang dilakukan oleh rumah singgah anak jalanan
1. Penjangkauan dan pendampingan di jalan
2. Identifikasi anak
3. Resosialisasi
4. Pemberdayaan untuk anak jalanan
5. Pemberdayaan untuk orang tua anak jalanan
6. Terminasi

11
1. Waktu di jalanan berkurang
2. Dapat diterima di masyarakat
3. Berwawasan dan berketerampilan
4. Anak jalanan dapat berfungsi secara sosial

2.8 Strategi Penanganan Masalah Anak Jalanan

Pada tahun 1981, Longres mengadakan pengamatan tentang strategi


intervensi dan program yang bertujuan untuk menangani masalah sosial.
dalam penanganan masalah sosial ini, Longres menghubungkan antara asumsi
dan ideologi yang membentuk masalah tersebut, serta menjadi norma dasar
dilakukannya intervensi. Yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh
Lusk pada tahun 1984. Strategi yang dibuat Longres berawal dari adaptasi
sistem sosial hingga kebutuhan individu, dari adaptasi individu hingga
prasyarat sistem sosial. dengan demikian pengembangan program strategi
intervensi bagi anak jalanan tersebut meliputi (Lusk, 1984:65).

a. Pendekatan Koreksional
Anak jalanan dalam pandangan ini didominasi oleh pemikiran bahwa anak
jalanan banyak yang berurusan dengan dunia kriminal. Oleh karena itu,
intervensi yang cocok adalah memindahkan anak dari jalanan dan
memperbaiki perilaku mereka. Pendekatan ini fokus pada mendidik kembali
agar sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

b. Pendekatan Rehabilitasi

Anak jalanan dilihat sebagai anak yang dirugikan oleh lingkungannya,


sehingga mengakibatkan banyak program-program sukarela muncul.
Pendekatan rehabilitatif memandang anak jalanan sebagai anak yang berada
dalam kondisi ketidakmampuan, membutuhkan, ditelantarkan, dirugikan,
sehingga intervensi yang dilakukan adalah dengan melindungi dan
merehabilitasi.

12
c. Pendekatan yang dilakukan di Jalanan

Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hal terbaik untuk menanggulangi


masalah anak jalanan adalah dengan mendidik dan memberdayakan anak
jalanan. Para pendidik jalanan yakin kesenjangan struktur sosial merupakan
penyebab dari masalah ini. Dengan melibatkan partisipasi dari anak jalanan
itu sendiri maka dapat dipelajari tentang situasi mereka dan mengikutsertakan
dalam aksi bersama guna menemukan pemecahan dari masalah bersama.

d. Pencegahan

Pendekatan ini memandang penyebab dari masalah anak jalanan adalah


dorongan masyarakat itu sendiri. strategi pencegahan berusaha memberikan
pendidikan dan advokasi serta mencoba menemukan penyelesaian dari apa
yang diperkirakan menjadi penyebab permasalahannya. Yaitu dengan cara
berusaha menghentikan kemunculan anak di jalanan.

Keempat program strategi intervensi di atas kemudian lebih dikerucutkan lagi


oleh Lusk menjadi tiga program strategi intervensi. Yang mana program
strategi intervensi ini cukup dikembangkan di banyak rumah singgah sebagai
model pendekatan dalam menangani anak jalanan. menurut Lusk yang dikutip
oleh Sudrajat (1997:4), antara lain sebagai berikut:

1) Street Based
Merupakan penganan di jalan atau tempat-tempat anak jalanan berada,
kemudian para street educator datang kepada mereka, berdialog,
mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima situasinya serta
menempatkan diri sebagai teman. Dalam beberapa jam, anak-anak
diberikan materi pendidikan dan keterampilan, di samping itu anak jalanan
memperoleh kehangatan hubungan dan perhatian yang bisa menumbuhkan
kepercayaan satu sama lain yang berguna bagi pencapaian tujuan
intervensi.

13
2) Centre Based
Pendekatan ini merupakan penanganan di lembaga atau panti. Anak-anak
yang masuk dalam program ini di tampung dan diberikan pelayanan di
lembaga atau panti seperti pada malam hari diberikan makanan dan
perlindungan, serta perlakukan yang hangat dan bersahabat dari pekerja
sosial. pada panti yang permanen disedikan pelayanan pendidikan,
keterampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian, dan pekerjaan. Dalam
penanganan di lembaga atau di panti terdapat beberapa jenis atau model
penampungan yang bersifat sementara (drop in centre) dan tetap
(residential centre) untuk anak jalanan yang masih bolak balik ke jalan
biasanya dimasukan ke dalam drop in centre, sedangkan untuk anak-anak
yang sudah benar-benar meninggalkan jalanan akan di tempatkan di
residential centre.
3) Community Based
Di dalam community based penanganan melibatkan seluruh potensi
masyarakat, utamanya keluarga atau orang tua anak jalanan. Pendekatan
ini bersifat preventif, yakni mencegah anak-anak turun ke jalan. Keluarga
diberikan kegiatan penyuluhan pengasuhan anak dan peningkatan taraf
hidup, sementara anak-anak diberi kesempatan memperoleh pendidikan
formal maupun informal, pengisian waktu luang dan kegiatan lainnya.
Pendekatan ini bertujuan meningkatkan kemampuan keluarga dan
masyarakat agar sanggup melindungi, mengasuh dan memenuhi
kebutuhan anak-anaknya.

Ketiga model ini adalah alternatif dari pendekatan penanganan anak


jalanan. Jika ditelisik dari tipologinya, ketiga pendekatan tersebut
memiliki fokus masing-masing, yaitu:

14
TABEL 1
Pendekatan dan
Penanganan Anak Jalanan
Pengelompokan Anak Pendidikan Fungsi Intervensi
Jalanan Program/Strategi
Anak yang masih Community based Preventif
berhubungan/tinggal
dengan orang tua
Anak yang masih ada Street Based Perlindungan
hubungan dengan
keluarga tetapi jarang
berhubungan/tinggal
dengan orang tua
Anak tersisih/putus Centre Based Rehabilitasi
hubungan dengan
keluarga/orang tua
Sumber: Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia

2.10 Metode Penanganan Masalah Psikososial Anak Jalanan

1. Bimbingan sosial perseorangan (social case work)

Perorangan dalam hal ini individu anak jalanan atau orangtuanya.


Fokus dari bimbingan sosial perseorangan ini adalah “perseorangan dalam
situasi”, yang mencakup kekuatan psikologis (internal) dan kekuatan sosial
(ekternal) yang memberikan pertimbangan dalam proses pertolongan.

2. Bimbingan sosial kelompok ( social group work)

Fokus dari bimbingan sosial kelompok adalah dinamika kelompok.


Setiap individu beinteraksi dengan orang lain dan punya kecenderungan untuk
berkelompok sesuai dengan minat dan atau kepentingan masing-masing.
Kelompok sebagai pluralitas individu-individu yang berinteraksi satu sama
lain, yang menempatkan satu sama lain dalam tanggung jawab, dan mereka

15
menyadari kesamaan yang berarti. Pemahaman dan pemanfaatan kelompok
penting untuk usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan dalam hal ini
penanganan masalah sosial anak jalanan.

3. Bimbingan sosial masyarakat ( community development )

Fokus dari bimbingan sosial masyarakat adalah masyarakat sebagai


lingkungan yang berarti bagi perorangan anggotanya, dengan asumsi;
perubahan pada masyarakat akan menimbulkan perubahan pada individu-
individu anggotanya.

16
BAB III
PENUTUP

2.8 Kesimpulan

Anak jalanan adalah mereka yang berumur sekitar atau kurang dari 21
tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalan dengan
bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonomi atau hanya untuk
hidup dijalan. Fenomena anak jalanan adalah salah satu masalah yang
kompleks dan berkaitan dengan masalah sosial lain, terutama kemiskinan.
Oleh karena itu, sebagai seorang praktisi kesehatan jiwa perawat dapat
melakukan cara penangan untuk menyelesaikan masalah psikososial
tersebut, misalnya dengan melakukan pendidikan dan pemberdayaan agar
anak jalanan dapat diterima kembali sebagai pribadi yang utuh secara
sosial.

2.9 Saran

Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari dalam


pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan.
Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca untuk penulisan-penulisan yang lebih baik ke depannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anandar,R. Model Pendekatan Centre Based dalam Menangani Masalah Anak


Jalanan. Social Work Journal Universitas Padjajaran.Vol.5 No.2 (106-208)

Yusuf.AH. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit


Salemba Medika

18

Anda mungkin juga menyukai