Anda di halaman 1dari 36

KONSEB ATRAUMATIK CARE PADA ANAK

DI SUSUN OLEH :

Kelompok 4

IKA NOVIKA ALBAR AMAL

FIDYAWATI ELI ARIANTI PUTRI

RIFKA ANNISA A. SARI YUDA WIDYA ASTUTI

JUSNIATI ARMAND

PRODI SI KEPERAWATAN

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha

penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya kepada kami,

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang bertemakan tentang Atraumatic

care pada anak.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari

berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu

kami menyampaikan banyak terima kasih.

Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu

dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan sanggahan dari pembaca

agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang sistem perkemihan dan

manfaatnya untuk kesehatan sehingga dapat memberikan manfaat maupun isnpirasi

terhadap pembaca.

2
Daftar Isi

Bab I Pendahuluan ......................................................................................

1.1 Latar belakang .......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................

1.3 Tujuan ...................................................................................................

Bab II Pembahsaan ......................................................................................

2.1 Defenisi Perawatan Atraumtik Pada Anak. ...........................................

2.2 Manfaat Atraumitik Pada Anak. ...........................................................

2.3 Tujuan Atraumatik Pada Anak. .............................................................

2.4 Prinsip Atruamatik Pada Anak. .............................................................

2.5 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi. ...................................................

2.6 Permainan Terapeutik. ..........................................................................

2.7 Pencegahan Kecelakaan Pada Anak .....................................................

2.8 Hambatan Perawat Anak Dalam Pelaksanaan Atraumatic Care. .........

2.9 Menjelaskan Intervensi Keperawatan. .................................................

2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit

3
2.11 Jurnal. .................................................................................................

Bab III Penutup ...........................................................................................

3.1 Kesimpulan ...........................................................................................

3.2 Saran ......................................................................................................

Daftar Pustaka .............................................................................................

4
BAB I

PENDAHULAN

1.1 LATAR BELAKANG

Atraumatic care atau asuhan yang tidak menimbulkan trauma pada anak da

keluarganya merupakan asuhan yang terapeutik karena bertujuan sebagai terapi bagi

anak. Dasar pemikiran pentingnya asuhan terapeutik ini adalah bahwa walaupun

ilmu pegetahuan dan teknologi di bidang pediatrik telah berkembang pesat, tindakan

yang dilakukan pada anak tetap menimbulkan trauma, rasa nyeri, marah, cemas dan

takut pada anak. Sangat disadari bahwa sampai saat ini belum ada teknologi yang

dapat mengatasi masalah yang timbul sebagai dampak perawatan tersebut diatas. Hal

ini memerlukan perhatian khusus dari tenaga kesehatan, khususnya perawat dalam

melaksanakan tindakan pada anak dan orang tua (Supartini, 2004).

Beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit yang

dapat menimbulkan trauma bagi anak adalah lingkungan fisik rumah sakit, tenaga

kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih, alat-alat yang digunakan, dan

lingkunagan sosial antar sesama pasien. Dengan adanya stresor tersebut, distres yang

dapat dialami anak adalah gangguan tidur, pembatasan aktivitas, perasaan nyeri, dan

suara bising, sedangkan dostres psikologis mencakup kecemasan, takut, marah,

kecewa, sedih, malu, dan rasa bersalah (Supartini, 2004).

2.2 RUMUSAN MASLAH

5
1. Menjelaskan defenisi perawatan atraumtik pada anak.

2. Menjelaskan manfaat atraumitik pada anak.

3. Menjelaskan tujuan atraumatik pada anak.

4. Menjelaskan prinsip atruamatik pada anak.

5. Menjelaskan Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi.

6. Menjelaskan Permainan Terapeutik.

7. Pencegahan kecelakaan pada anak .

8. Hambatan Perawat Anak Dalam Pelaksanaan Atraumatic Care.

9. Menjelaskan Intervensi Keperawatan.

10. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care di rumah sakit

11. Jurnal.

1.3 Tujuan

1. Memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak.

2. Mengetahui dan memahami apa itu atraumatik pada anak.

6
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Defenisi Perawatan Atraumatik Pada Anak

Menurut Hidayat (2005), atraumatik care adalah perawatan yang

tidak menimbulkan adanya trauma pada anak maupun keluarga. Perawatan

tersebut difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan

bagian dalam keperawatan anak. Perhatian khusus kepada anak sebagai

individu yang masih dalam usia tumbuh kembang, sangat penting karena

masa anak merupakan proses menuju kematangan.

Dengan demikian, atraumatik care sebagai bentuk perawatan

terapeutik dapat diberikan kepada anak dan keluarga dengan mengurangi

dampak psikologis dari tindakan keperawatan yang diberikan seperti

memperhatikan dampak tindakan yang diberikan dengan melihat prosedur

tindakan atau aspek lain yang kemungkinan berdampak adanya trauma

(Hidayat, 2005).

Menurut (Whaley and Wong 1995) dalam Wong (2005) atraumatic

care merupakan sebagai ketetapan dan kepedulian dari tim pelayanan

kesehatan melalui intervensi yang meminimalkan atau meniadakan stressor

yang dialami oleh anak dan keluarga di rumah sakit baik fisik maupun psikis.

Perawatan atraumatik juga disebut dengan perawatan yang terapeutik

yang meliputi pada pencegahan trauma, hasil diagnosa, dan mengurangi

7
dampak kondisi-kondisi yang akut maupun kronis. Dan Wiggins (1994) dalam

(Wong, 2005) mengungkapkan bahwa stresor lingkungan yang sering dialami

oleh anak adalah lingkungan rumah sakit yang tidak nyaman bagi mereka

yang mengakibatkatkan anak stress selam dirawat dirumah sakit.

B. Manfaat atraumatic care

Anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang perlu

perhatian lebih, karena masa anak merupakan proses menuju kematangan.

Berbagai peristiwa yang dialami anak, seperti sakit atau hospitalisasi akan

menimbulkan trauma pada anak seperti cemas, marah, nyeri, dan lain-lain.

Kondisi tersebut jika tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan

masalah psikologis pada anak yang akan mengganggu perkembangan anak.

Oleh karena itu, manfaat atraumatic care adalah mencegah masalah

psikologis (kecemasan) pada anak, serta mengoptimalkan pertumbuhan dan

perkembangan anak (Hidayat, 2012). Beberapa penelitian juga telah

membuktikan bahwa penerapan atraumatic care memiliki pengaruh atau

hubungan terhadap penurunan respon kecemasan pada anak yang di

hospitalisasi (Bolin, 2011 & Breving, et al., 2015).

8
C. Tujuan atraumatic care

Atraumatic care sebagai asuhan terapeutik memiliki beberapa tujuan,

yaitu:

1. Jangan melukai, hal tersebut dinyatakan Wong dan koleganya (2009)

2. sebagai tujuan utama dari atraumatic care.

3. Mencegah dan mengurangi stres fisik (Supartini, 2014).

4. Mencegah dan mengurangi stres psikologis (Supartini, 2014).

5. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa prinsip atraumatic

care

6. sebagai kerangka kerjanya (Wong, et al., 2009).

D. Prinsip Perawatan Atraumatik pada Anak

Pada umumnya anak yang dirawat di rumah sakit akan timbul rasa

takut baik pada dokter maupun perawat, apalagi jika anak telah mempunyai

pengalaman mendapatkan imunisasi. Dalam bayangannya, perawat atau

dokter akan menyakiti dan menyuntik. Selain itu anak juga merasa terganggu

hubungannya dengan orang tua dan saudaranya. Lingkungan di rumah tentu

berbeda bentuk dan suasananya dengan ruang perawatan. Reaksi pertama

selain ketakutan, tidak mau makan dan minum bahkan menangis. Untuk

mengatasi masalah tersebut adalah memberikan perawatan atraumatik.

Ada beberapa prinsip perawatan atraumatik yang harus dimiliki

oleh perawat anak (Hidayat, 2005) yaitu:

9
1. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.

Dampak perpisahan dari keluarga, anak akan mengalami

gangguan psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangmya kasih

sayang, gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan

dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Bila anak

dirawat di rumah sakit dan selama itu tidak boleh berhubungan dengan

orang tuanya, maka ia akan merasa ditolak oleh keluarga dan

mengakibatkan anak cendrung emosi saat kembali pada keluarganya.

Pada umumnya anak bereaksi negatif waktu pulang ke rumah

(Mc.Ghie, 1996) dalam Juli (2008). Selama anak mengalami

hospitalisasi, keluarga memainkan peran bersifat dukungan moril

seperti kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan dukungan materil

berupa usaha keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga.

Jika dukungan tersebut tidak ada, maka keberhasilan untuk

penyembuhan sangat berkurang.

Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dari

keluarga dapat dilakukan dengan cara melibatkan orang tua berperan

aktif dalam perawatan anak dengan cara membolehkan mereka untuk

tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming in), jika tidak mungkin

untuk rooming in, beri kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap

saat dengan maksud mempertahankan kontak antar mereka dan

mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, diantaranya dengan

10
memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman sekolah dan lain-lain

(Supartini, 2004).

2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol

perawatan pada anak.

Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak

diharapkan anak mampu dalam kehidupannya. Anak akan selalu

berhati-hati dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap

waspada dalam segala hal. Serta pendidikan terhadap kemampuan dan

keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak. Dan

fokuskan intervensi keperawatan pada upaya untuk mengurangi

ketergantungan dengan cara memberi kesempatan anak mengambil

keputusan dan melibatkan orang tua.

3. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak

psikologis)

Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan

dalam keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri tidak bisa

dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai

teknik misalnya, distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan

pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung

lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan anak.

11
Untuk meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa

nyeri dilakukan dengan cara mempersiapkan psikologis anak dan orang

tua untuk tindakan prosedur yang mnimbulkan rasa nyeri, yaitu dengan

menjelaskan apa yang akan dilakukan dan memberikan dukungan

psikologis pada orang tua.

Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan

persiapan fisik anak, misalnya dengan bercerita yang berkaitan dengan

tindakan atau prosedur yang akan dilakukan pada anak. Aktivitas

bermain dilakukan perawat pada anak akan memberikan keuntungan

seperti meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga dan

perawat karena bermain merupakan alat komunikasi yang efektif antara

perawat dan klien, aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan

perasaan mandiri pada anak, dan bisa mengekspresikan perasaan anak.

Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua pada saat

dilakukan atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri apabila mereka

tidak dapat menahan diri, bahkan menangis bila melihatnya. Dalam

kondisi ini, tawarkan pada anak dan orang tua untuk mempercayakan

kepada perawat sebagai pendamping anak.

Tunjukkan sikap empati sabagai pendekatan utama dalam

mengurangi rasa takut akibat prosedur yang menyakitkan. Pada

tindakan pembedahan elektif, lakukan persiapan khusus jauh hari

sebelumnya apabila memungkinkan. Misalnya, dengan

12
mengorientasikan kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan dan lain-

lain.

4. Tidak melakukan kekerasan pada anak

Secara umum kekerasan didefenisikan sebagai sutu tindakan

yang dilakukan oleh individu terhadap individu lain yang

mengakibatkan gangguan fisik dan psikis. Kekerasan pada anak adalah

tindakan yang dilakukan seseorang atau individu pada mereka yang

belum genap berusia 18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik dan

psikis terganggu (Sugiarno, 2007).

Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis

yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat

anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian

kematangan akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada

anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak

seperti melakukan tindakan keperawatan yang berulang-ulang (dalam

pemasangan IVFD).

5. Modifikasi lingkungan fisik.

Melalui modifikasi lingkungan fisik rumah sakit yang

bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan

nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan

merasa nyaman di lingkungannya. Modifikasi ruang perawatan dengan

cara membuat situasi ruang rawat seperti di rumah dan Ruangan

13
tersebut memerlukan dekorasi yang penuh dengan nuansa anak, seperti

adanya gambar dinding berupa gambar binatang, bunga, tirai dan sprei

serta sarung bantal yang berwarna dan bercorak binatang atau bunga,

cat dinding yang berwarna, serta tangga yang pegangannya berwarna

ceria.

Wong (2005) mengungkapkan ada 3 prinsip perawatan

atraumatik yang harus dimiliki oleh tim kesehatan dalam merawat

pasien anak yaitu diantaranya adalah mencegah atau meiminimalkan

stressor fisik dan psikis yang meliputi prosedur yang menyakitkan

seperti suntikan, kegelisahan, ketidakberdayaan, tidur yang tidak

nyaman, pengekangan, suara bising, bau yang tidak sedap dan lain-lain,

mencegah dampak perpisahan orang tua dan anggota keluarga yang

lain, bersikap empati kepada keluarga dan anak yang sedang dirawat

serta memberikan pendidikan kesehatan tentang kondisi sakit yang

dialami anak.

14
E. Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi

Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia

perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem

pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada

umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena

perpisahan,kehilangan,

perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Reaksi anak pada hospitalisasi:

1. Masa bayi (0-1 Tahun)

Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas:

a. Menangis keras

b. Pergerakan tubuh yang banyak

c. Ekspresi wajah yang tak menyenangkan

2. Masa todler (2-3 Tahun)

Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon

perilaku anak berlangsung dalam beberapa tahap yaitu:

a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang

lain

b. Putus asa menangis berkurang, anak tak aktif, kurang

menunjukkan minat bermain, sedih, apatis.

c. Pengingkaran/denial terhadap kecemasan

1) Mulai menerima perpisahan

2) Membina hubungan secara dangkal

15
3) Anak mulai menyukai lingkungannya

3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )

a) Menolak makan

b) Sering bertanya

c) Menangis perlahan

d) Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan

Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman.

Sehingga ada perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi

agresif, marah, berontak,tidak mau bekerja sama dengan perawat.

4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun

Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan

yang dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan

kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dlm

klg, kehilangan klp sosial,perasaan takut mati, kelemahan fisik. Reaksi

nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal.

5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun )

Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok

sebayanya. Saat MRS cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan

aktifitas kehilangan control Reaksi yang muncul :

a. Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan

b. Tidak kooperatif dengan petugas

Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :

16
1) bertanya-tanya

2) menarik diri

3) menolak kehadiran orang lain. Reaksi orang tua terhadap

hospitalisasi

Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi: Takut dan

cemas,perasaan sedih dan frustasi:

F. Permainan Terapeutik

Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan

dan merupakan suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi anak

bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak

seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anak-anak

memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan

perkembangan emosinya. Dengan bermain anak dapat menstimulasi

pertumbuhan otot-ototnya, kognitifnya dan juga emosinya karena mereka

bermain dengan seluruh emosinya, perasaannya dan pikirannya.

Elemen pokok dalam bermain adalah kesenangan dimana dengan

kesenangan ini mereka mengenal segala sesuatu yang ada disekitarnya

sehingga anak yang mendapat kesempatan cukup untuk bermain juga akan

mendapatkan kesempatan yang cukup untuk mengenal sekitarnya sehingga ia

akan menjadi orang dewasa yang lebih mudah berteman, kreatif dan cerdas,

bila dibandingkan dengan mereka yang masa kecilnya kurang mendapat

kesempatan bermain.

17
Macam – macam bermain :

a) Bermain aktif

Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan

diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif

meliputi :

1) Bermain mengamati/menyelidiki (Exploratory Play)

Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa

alat permainan tersebut, memperhatikan, mengocok-ocok apakah

ada bunyi, mencium, meraba, menekan dan kadang-kadang berusaha

membongkar.

2) Bermain konstruksi (Construction Play)

Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok

menjadi rumah-rumahan.

3) Bermain drama (Dramatic Play)

Misalnya bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan

dengan teman-temannya.

b) Bermain fisik

Misalnya bermain bola, bermain tali dan lain-lain. Untuk di

hospitalisasi bermain fisik harus disesuaikan dengan kemampuan dan

kesehatan anak saat itu.

18
c) Bermain pasif

Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat dan

mendengar. Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bernmain aktif

dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.

Contoh: Melihat gambar di buku/majalah ,mendengar cerita atau

musik, menonton televisi dan sebagainya. Dalam kegiatan bermain

kadang tidak dapat dicapai keseimbangan dalam bermain, yaitu apabila

terdapat hal-hal seperti dibawah ini :

1) Kesehatan anak menurun. Anak yang sakit tidak mempunyai

energi untuk aktif bermain.

2) Tidak ada variasi dari alat permainan.

3) Tidak ada kesempatan belajar dari alat permainannya.

4) Tidak mempunyai teman bezrmain.

G. Pencegahan kecelakaan pada anak

Ada beberapa cara pencegahan kecelakaan terhadap anak sebagai

berikut (Sacharin, 1996).

1. Jatuh dari tempat tidur

Hal ini merupakan kecelakaan yang umum terjadi pada anak-anak

di bangsal rumah sakit. Tempat tidur harus dirancang sehingga bagian

sisi tempat tidur dapat dikunci dan cukup tinggi sehingga anak yang

mulai berjalan tidak dapat memanjat keluar. Karena itu perawat harus

19
menjamin bahwa sisi tempat tidur terkunci setelah menyelesaikan suatu

tindakan.

2. Mandi

Tersiram air panas ataupun tenggelam merupakan konsekuensi dari

perencanaan dan prosedur yang sembrono. Oleh karena itu suhu air

harus aman bagi anak. Untuk mencegah tenggelam maka diperlukan

pengawasan yang konstan selama mandi. Tidak selalu memungkinkan

untuk mencegah anak masuk kamar mandi, karena hal ini sebagian

besar tergantung pada penataan bangsal.

3. Obat-obatan Penyimpanan

Obat-obatan secara aman merupakan ketentuan hukum yang

mengikat semua perawat. Selama pembagian obat harus dibawah

pengawasan perawat.

4. Peralatan (rumah sakit)

Setiap peralatan yang digunakan harus dalam keadaan dapat

dipakai dan secara mekanis dan listrik dalam keadaan aman seperti

termometer, mainan dari rumah sakit, spuit, dan lain-lain.

H. Hambatan Perawat Anak Dalam Pelaksanaan Atraumatic Care

a. Perbedaan Persepsi Orang Tua Atau Keluarga Dengan Perawat.

Dalam pelaksanaan atraumatic care, perawat anak memiliki

hambatan yang dikarenakan oleh perbedaan persepsi orang tua atau

keluarga. Hasil penelitian Yagil, luria, Admi, Eilon, dan Linn (2010)

20
menyatakan bahwa perbedaan persepsi dikarenakan kurangnya

kepekaan perawat terhadap harapan dan kebutuhan dari keluarga.

Selain itu, pentingnya negosiasi antara orang tua dengan perawat

untuk menghindari tindakan keperawatan yang dilakukan oleh orang

tua (Aein, Alhani, Mohammadi, dan Kazemnejad, 2009).

Orang tua akan memiliki persepsi yang sama ketika perawat

mampu menjelaskan prosedur tindakan dengan tepat, dan keluarga

dapat menerimanya (Hamilton, Lerner, Presson, dan Klitzner, 2012).

Selain itu perawat harus mampu berperan sebagai komunikator

dengan orang tua sehingga tidak terjadi miskomunikasi dan perbedaan

persepsi.

b. Keterbatasan Fasilitas Rumah Sakit

Keterbatasan fasilitas rumah sakit menjadi hambatan karena,

Rumah Sakit terkhusus ruang anak harus menyediakan ruang tindakan

khusus untuk pengendalian infeksi saat melakukan tindakan invasif

(Rose & Blythe, 2009). Selain itu, harus mempunyai ruang bermain

khusus untuk mensejahterakan anak baik mental maupun fisik.

Menurut Masson, Elfving, Petersson ,Wahl, dan Tuneli (2013)

mendatangkan badut ke Rumah Sakit juga mempunyai dampak positif

bagi anak-anak, karena badut dapat mengalihkan perhatian mereka.

Tetapi, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lucas, Bulbul,

Thabet, & Anumba (2013) yang menyatakan bahwa rumah sakit

21
seharusnya memiliki fasilitas yang lebih efisien dan efektif untuk

mendukung kegiatan manajemen fasilitas di lingkungan kesehatan

yang memiliki tujuan untuk mengurangi infeksi nosokomial.

Hal tersebut bertolak belakang dengan konsep ruang bermain

yang bersifat tidak efisien dan efektif seperti ruangan yang penuh

dengan mainan ataupun gambar-gambar yang ditempel di dinding

yang dapat menyebabkan infeksi.

c. Kurangnya Dukungan Orang Tua Dan Keluarga

Kurangnya dukungan keluarga menjadi hambatan hal tersebut

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Perawat memerlukan

dukungan dari keluarga untuk memberikan asuhan keperawatan yang

berkualitas (Coyne, O’neill, Murphy, Costello & O’shea, 2011).

Dukungan orang tua dan keluarga memiliki dampak positif bagi perawat

maupun anak, sehingga perawat mampu melakukan tindakan atraumatic

care dengan baik dan membuat anak merasa nyaman, dan sejahtera.

d. Kurangnya Pengalaman Kerja Perawat

Kurangnya pengalaman kerja perawat menjadi hambatan dalam

pelaksanaan atraumatic care dikarenakan, minimnya pengalaman dan

pengetahuan yang dimiliki berpengaruh pada kualitas pelayanan yang

diberikan (Halcomb, Salamonson, Raymond & Knox, 2011).

Hal tesebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh

Numminen, Meretoja, Isoaho, Kilpi (2012) yang menyatakan bahwa

22
dalam memberikan asuhan keperawatan perawat juga harus memiliki

kompetensi dan kualitas pelayanan yang profesioanal yang juga

dipengaruhi oleh pengalaman dan masa kerja perawat. Berbeda dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Sodeify, Vanaki, & Mohammadi

(2013) yang menyatakan bahwa pengalaman kerja perawat tidak

berpengaruh terhadap pelayanan dan tindakan yang diberikan tetapi,

faktor internal perawat sendiri misalnya, persepsi dan komitmen akan

pekerjaannya.

Selain itu, perawat baru luluspun dapat memberikan pelayanan

dan kualitas yang baik. Sebab perawat yang baru lulus masih memiliki

ilmu yang baru dan dapat mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan

keperawatan (Barrere & Durkin, 2014).

I. Intervensi Keperawatan

Fokus intervensi keperawatan adalah

a. Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress

Dapat dilakukan dengan cara :

1) Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan

2) Mencegah perasaan kehilangan kontrol

3) Mengurangi / meminimalkan rasa takut

terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri

b. Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan

23
1) Melibatkan orang tua berperan aktif dalam

perawatan anak

2) Modifikasi ruang perawatan

3) Mempertahankan kontak dengan kegiatan

sekolah

4) Surat menyurat, bertemu teman sekolah

c. Mencegah perasaan kehilangan kontrol:

1) Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat

kooperatif.

2) Bila anak diisolasi lakukan modifikasi

lingkungan

3) Buat jadwal untuk prosedur

terapi,latihan,bermain

4) Memberi kesempatan anak mengambil

keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan

kegiatan

d. Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh

dan rasa nyeri

1) Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua

untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri

2) Lakukan permainan sebelum melakukan

persiapan fisik anak

24
3) Menghadirkan orang tua bila memungkinkan

4) Tunjukkan sikap empati

5) Pada tindakan elektif bila memungkinkan

menceritakan tindakan yang dilakukan melalui cerita,

gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang

kemampuan psikologis anak menerima informasi ini

dengan terbuka.

e. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak

1. Membantu perkembangan anak dengan

memberi kesempatan orang tua untuk belajar .

2. Memberi kesempatan pada orang tua untuk

belajar tentang penyakit anak.

3. Meningkatkan kemampuan kontrol diri.

4. Memberi kesempatan untuk sosialisasi.

5. Memberi support kepada anggota keluarga.

f. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di

rumah sakit

1. Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia

anak.

2. Mengorientasikan situasi rumah sakit.

Pada hari pertama lakukan tindakan :

a. Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya.

25
b. Kenalkan pada pasien yang lain.

c. Berikan identitas pada anak.

d. Jelaskan aturan rumah sakit.

e. laksanakan pengkajian.

f. Lakukan pemeriksaan fisik.

J. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan atraumatic care di

rumah sakit

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perawat dalam

melaksanakan atraumatic care di rumah sakit. Notoadmodjo (2010)

menyatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi pelaksanaan

atraumatic care di rumah sakit, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor internal

Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang

yang menjadi rasional untuk seseorang berperilaku terdiri dari persepsi,

pengetahuan, keyakinan, keinginan, motivasi, niat, dan sikap.

a. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni

indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

26
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Sebelum

seseorang mengadopsi perilaku, ia harus tahu terlebih dahulu apa

arti atau manfaat perilaku tersebut. Perawat akan melaksanakan

atraumatic care apabila ia tahu apa definisi, tujuan, manfaat, prinsip

dan intervensi atraumatic care tersebut.

b. Sikap

Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek

(Notoatmodjo, 2012). Sikap seseorang terhadap objek adalah

perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan

tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek

tersebut (Berkowits, 1972 dalam Azwar, 2007).

Notoatmodjo (2012) juga menyatakan bahwa sikap

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan

tertentu sebagai penghayatan terhadap objek. Secara lebih sederhana

sikap dapat dianggap sebagai suatu predisposisi umum untuk

berespon atau bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu

objek atau orang disertai emosi positif atau negatif.

Sikap membutuhkan penilaian, ada penilaian positif, negatif

atau netral tanpa reaksi afektif apapun (Maramis, 2006).Sikap

positif merupakan sikap yang menunjukkan atau mempertahankan,

27
menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma

yang berlaku dimana individu itu berada. Sikap negatif merupakan

sikap yang menunjukkan, memperlihatkan penolakan atau tidak

menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu

berada (Niven, 2002).

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri seseorang

yang mendukung seseorang untuk bertindak (berperilaku) atau mencapai

tujuan yang diinginkan, seperti pengalaman, fasilitas, dan sosiobudaya

(Notoadmodjo, 2010). Fasilitas atau sarana di rumah sakit sangat

diperlukan untuk mewujudkan sikap perawat agar menjadi tindakan,

seperti tersedianya ruang bermain atau alat-alat permainan untuk

melakukan intervensi bermain pada anak, tersedianya tirai bergambar

bunga atau binatang lucu, hiasan dinding bergambar dunia binatang atau

fauna, papan nama pasien bergambar lucu, dan tersedianya pakaian

berwarna warni untuk perawat di ruang anak (Supartini, 2014).

28
K. Jurnal

Jurnal 1

Judul “Pengaruh Penerapan Atraumatic Care Terhadap Respon

Kecemasan Anak Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rsu

Pancaran Kasih Gmim Manado DanRsup Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado”

peneliti Ramadini Marniaty de Breving, Amatus Yudi Ismanto,Franly

Onibala

tahun 2016

Apa yang PENERAPAN ATRAUMATIC CARE DENGAN STRES

diteliti HOSPITALISASI PADA ANAK DI RUANG ANAK

Hasil Pada penelitian ini untuk menganalisa data menggunakan

penelitian paired samples t-test (uji t dependen). Sedangkan untuk

pengujianya dengan tehnik independent samples t-test (uji t

independen). Dari analisa tersebut didapatkan hasil bahwa ;

Terdapat pengaruh antara penerapan Atraumatic Care

Terhadap Respon Kecemasan Anak Yang Mengalami

Hospitalisasi Di Rsu Pancaran Kasih Gmim Manado

DanRsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado . Dengan hasil

analisa sebagai berikut ;

1. Sampel penelitian adalah 34 anak usia 1-14 tahun di

29
Rsu Pancaran Kasih Gmim Manado DanRsup Prof. Dr.

R. D. Kandou Manado.

2. Berdasarkan usia responden didapatkan bahwa yang

berusia 1-3 tahun sebanyak 10 responden (29,4%), 4-6

tahun sebanyak 8 responden (38,2%), 7-10 tahun

sebanyak 13 responden (38,2%) dan 11-13 tahun

sebanyak 3 responden (8,8%).

3. Berdasarkan frekuensi jenis kelamin didapatkan bahwa

responden terbanyak pada jenis kelamin perempuan

sebanyak 19 responden (55,9%).

4. Berdasarkan lama hari rawat responden terbanyak

adalah 1 hari pada saat pemasangan infus yaitu

sebanyak 15 responden (44,1%), 2 hari sebanyak 6

responden (17,6%), 3 hari sebanyak 4 responden

(11,8%), 4 hari sebanyak 2 responden (5,9%), 5 hari

sebanyak 2 responden (5,9%),8 hari sebanyak 3

responden (8,8%), 9 hari sebanyak 1 responden (2,9%)

dan 18 hari sebanyak 1 responden (2,9%).

5. Berdasarkan frekuensi pengalaman dirawat yaitu

sebanyak 17 responden (50%), 1 kali sebanyak 6

responden (17,6%), 2 kali sebanyak 6 responden

30
(17,6%), 3 kali sebanyak 3 responden (8,8%), 5 kali

sebanyak 1 responden (2,9%) dan 6 kali sebanyak 2

responden (2,9%).

6. Berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan yaitu

rata-rata respon kecemasan anak sebelum pemberian

kompres es batu dan mainan pada kelompok intervensi

yaitu 39,82 dan rata-rata sesudah lebih rendah yaitu

29,59 dengan standar deviasi 3,639. Dibandingkan

dengan rata-rata respon kecemasan anak sebelum pada

kelompok kontrol yaitu 37,24 dan rata-rata sesudah

lebih tinggi yaitu 39,71 dengan standar deviasi 5,509.

Sementara itu skor kecemasan terendah adalah 31 dan

skor kecemasan tertinggi adalah 49.

7. Berdasarkan Uji normalitas pada kelompok intervensi

dan kelompok kontrol dapat dilihat bahwa uji normalitas

dari hasil uji skewness dibagi standart error pada respon

kecemasan anak didapatkan hasil data terdistribusi

normal (nilai ≤ 2).

8. Berdasarkan hasil analisis pengaruh pemberian kompres

es batu dan pemberian mainan menggunakan paired

samples t-test (uji t dependen) menunjukkan nilai p

31
adalah 0,000 pada kompres es batu dan pemberian

mainan, dengan demikian pada alpha 5%, p Value < α

(0,000 < 0,05) terlihat pengaruh penerapan atraumatic

care dalam pemasangan infus terhadap respon

kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi

menunjukkan adanya penurunan skor kecemasan

9. Berdasarkan hasil analisis perbedaan rata-rata respon

kecemasan anak pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol menggunakan independent samples t-

test (uji t independen) terlihat adanya perbedaan yang

signifikan menunjukkan skor kecemasan sesudah antara

rata-rata respon kecemasan anak pada kelompok

intervensi kompres es batu dan pemberian mainan..

denganmenggunakan media

gambarterhadapsikapkemandiriananak.

Jurnal 2

Judul HUBUNGAN PENERAPAN ATRAUMATIC CARE DENGAN

STRES HOSPITALISASI PADA ANAK DI RUANG ANAK

RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA KABUPATEN ACEH

UTARA TAHUN 2015

32
peneliti Siti Rahmahdan Ns Fitriani Agustina

tahun 2016

Apa yang pengaruh penerapan atraumatic care terhadap respon

diteliti kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi.

Hasil Hasil penelitian membuktikan bahwa ada hubungan penerapan

penelitian keperawatan atraumatik terhadap stres hospitalisasi pada anak di

ruang anak Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten

Aceh Utara tahun 201 5. Untuk itu diharapkan kepada

perawat dapat melibatkan keluarga dalam menerapkan atraumatic

care pada setiap intervensi keperawatan dan dapat mempercepat

proses penyembuhan dengan menekan tingkat stres anak.

Jurnal 3

Judul Hubungan penerapan atraumatic care oleh perawat dengan stres

orangtua selama hospitalisasi bayi

peneliti Fivin Maria Ulfa , Eka Oktavianto , Ririn Zuleha

tahun 2018

Apa yang penerapan atraumatic care oleh perawat dengan stres orangtua

diteliti selama hospitalisasi bayi

Hasil Penerapan atraumatic care yang baik yang

33
penelitian dilakukan oleh perawat cenderung akan membuat

tingkat stres orangtua rendah selama proses

hospitalisasi bayi yakni sebanyak 41 (43.1%).

Berdasarkan hasil uji Kendall tau didapatkan nilai

p=0.000 (nilai p<0.05). Karena nilai p<0.05, maka

disimpulkan terdapat hubungan antara penerapan

atraumatic care yang dilakukan oleh perawat

dengan stres orangtua selama proses hospitalisasi

bayi. Nilai r = 0.889, menunjukan bahwa terdapat

hubungan yang sangat kuat dengan arah yang

positif antara penerapan atraumatic care dengan

stres orangtua selama proses hospitalisasi bayi.

Arah yang positif menunjukan bahwa semakin baik

penerapan atraumatic care yang dilakukan oleh

perawat, maka semakin rendah stres yang dialami

oleh orangtua. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Maghfuroh, yang menunjukkan bahwa

semakin baik penerapan atraumatic care yang

diberikan oleh perawat, maka semakin kecil resiko

kecemasan yang dialami oleh anak prasekolah saat

proses hospitalisasi

34
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Atraumatic care merupakan asuhan keperawatan yang tidak menimbulkan

trauma pada anak dan keluarganya dan merupakan asuhan yang teurapetik karena

bertujuan sebagai therapi pada anak. Atraumatic care merupakan bentuk

perawatan teurapetik yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan

kesehatan anak, melalui penggunakan tindakan yang dapat mengurangi stres fisik

maupun stres psikologis yang dialami anak maupun orang tuanya. Atraumatic car

ebukan suatu bentuk intervensi yang nyata terlihat, tetapi memberikan perhatian

pada apa, siapa, dimana, mengapa dan bagaimana prosedur dilakukan pada anak

dengantujuan mencegah dan mengurangi stres fisik maupun psikologis.

B. Saran

Diharapkan dengan adanya penjelasan mengenai perawatan atraumatik,

dapat menunjang kita dalam proses pembelajaran pada mata kuliah Keperawatan

Anak serta menjadi bahan pembelajaran. Oleh karena itu dengan adanya bahan

materi ini diharapkan kita dapat mengaplikasikan konsep ini saat praktek

keperawatan anak di RS dan dalam melaksanakan profesi kita sebagai perawat

nantinya.

35
Daftar Pustaka

a. w. (n.d.). peran perawat anak terhadap prinsip perawat atraumatik pada anak. Retrieved
12 03, 2019, from academia. edu:
https://www.academia.edu/29927222/Peran_Perawat_Anak_terhadap_Prinsip_Perawatan
_Atraumatik_Pada_Anak

de Breving, R. M., Ismanto, A. Y., & F. O. (2015). PENGARUH PENERAPAN ATRAUMATIC CARE
TERHADAP RESPON KECEMASAN ANAK YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RSU
PANCARAN KASIH GMIM MANADO DAN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO.
Keperawatan .

JunAmbar. (2014, januari 08). Makalah Atraumatic Care. Retrieved 12 03, 2019, from scribd:
https://id.scribd.com/doc/197249660/Makalah-Atraumatic-Care

olivia. (2018, april 26). makalah atraumatic care. Retrieved 12 03, 2019, from scribd:
https://id.scribd.com/document/377420136/Makalah-Atraumatic-Care-docx

S. R. (2016). HUBUNGAN PENERAPAN ATRAUMATIC CARE DENGAN STRES HOSPITALISASI


PADA ANAK DI RUANG ANAK RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA KABUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2015. Jurnal Kesehatan Almuslim .

Ulfa, F. M. (2018). Hubungan penerapan atraumatic care oleh perawat dengan stres
orangtua selama hospitalisasi bayi. Health Sciences and Pharmacy Journal .

36

Anda mungkin juga menyukai