Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

PEMANTAUAN SISTEM ENDOKRIN

Dosen Pengampu :
Yesi Hasneli, SKp,MNS

Program B2019
Kelompok 2:

IIS DIAN SAVIQOH (1911166340


SEMIANI (1911165353)
SITI NURHALIZA (1911166160)
EFRITA MEIGA DIAH SARI (1911166302)
KASREL ARPENTA SINUHAJI (1911166132)
LATIFA OKTIFANI (1911165724)
MERIN SEMBIRING (1911166538)
MEYSHIN ADELINA NAIBAHO (1911166577)
MIFTAHUL FAUZIAH DASRIL (1911166488)
NINTHA KARINA SINUHAJI (1911166133)
RAJA RESTA ASNAWATI (1911166587)
TITANIA AURILIA (191116096)
ZULKHAIRI (1511123848)

PROG B 2019
PRODI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Kritis yang berjudul “ Pemantauan Fungsi
Neurologi”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Pekanbaru , 22 Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.........................................................................................................1
2. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
3. Tujuan Penulisan ......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Sistem Endokrin.........................................................................................3


2. Fungsi Sistem Endokrin............................................................................................4
3. Anatomis Fisiologis Sistem Endokrin......................................................................4
4. Jenis-jenis sistem endokrin.......................................................................................5
5. Mekanisme Kerja Sistem Endokrin........................................................................12
6. Patofisiologi Umum Sistem Endokrin....................................................................14
7. Pengkajian Sistem Endokrin...................................................................................15
8. Pengobatan Sistem Endokrin..................................................................................17
9. Gangguan Sistem Endokrin....................................................................................21
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...........................................................................................................25
3.2 Saran.....................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang
nengirimkan hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar dalam
jaringan kelenjar tanpa melewatiduktus atau saluran dan hasil sekresinya
disebut hormon. Secara umum sistem endokrin adalah sistem yang berfungsi
untuk memproduksihormon yang mengatur aktivitas tubuh. Terdiri atas
kelenjar tiroid, kelenjar hipofisa/putuitari, kelenjar pankreas, kelenjar kelamin,
kelenjar suprarenal, kelenjar paratiroid dan kelenjar buntu.
Beberapa dari organ endokrin ada yang menghasilkan satu macam
hormon (hormontunggal) disamping itu juga ada yang menghasilkan lebih
dari satu macam hormon atauhormon ganda misalnya kelenjar hipofise
sebagai pengatur kelenjar yang lain. Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan
sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini
bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi
mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan
dengankarakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise
posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural).
Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua
kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf. Bila sistem
endokrinumumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja melalui
neurotransmiter yangdihasilkan oleh ujung-ujung saraf. Kelenjar endokrin
melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah . Kelenjar endokrin ini
termasuk hepar, pancreas (kelenjar eksokrin dan endokrin), payudara, dan
kelenjar lakrimalis untuk air mata.
Berbagai gangguan dapat terjadi pada sistem endokrin, oleh karena itu
diperlukan pemantauan yang lebih spesifik terhadap pasien dengan kondisi
kritis di ICU agar keadaan pasien tidak semakin memburuk.

1
2. Rumusan Masalah
a) Apa definisi sistem endokrin ?
b) Apa fungsi sistem endokrin ?
c) Bagaimana mekanisme kerja sistem endokrin?
d) Apa saja macam-macam sistem endokrin ?
e) Bagaimana patofisiologi sistem endokrin ?
f) Bagaimana Askep pasien kritis dengan gangguan sistem endokrin?
3. Tujuan Penulisan
1) Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan kritis pasien
dengan gangguan sistem endokrin
2) Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu memahami definisi sistem endokrin
b) Mahasiswa mampu memahami fungsi sistem endokrin
c) Mahasiswa mampu memahami mekanisme kerja sistem endokrin
d) Mahasiswa mampu memahami macam-macam sistem endokrin
e) Mahasiswa mampu memahami patofisiologi sistem endokrin
f) Mahasiswa mampu memahami Askep pasien kritis dengan gangguan
sistem endokrin

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Sistem Endokrin

Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasiikan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalu aliran darah unuk
mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan
dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh. yang selanjutnya akan
menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak
memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-
kelenjar lain dalam saturan gastroinstestin (Nixson, et al, 2017).

Kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang tidak mempunyai saluran, yang


menyalurkan sekresi hormonnya langsung ke dalam darah. Hormon tersebut
memberikan efeknya ke organ atau jaringan target. Beberapa hormon seperti insulin
dan tiroksin mempunyai banyak organ target. Hormon lain seperti kalsitonin dan
bebcrapa hormon kelenjar hipofisis. hanya memiliki satu atau beberapa organ target
(Nixson, et al, 2017).

Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan


memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling
berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya,
medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf
(neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat. maka fungsi dari kedua kelenjar
ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf. Bila sistem endokrin umumnya bekerja
melalui hormon, maka sistem saraf bekerja melalui neurotransmiter yang dihasilkan
oleh ujung-ujung saraf (Nixson, et al, 2017)

3
2. Fungsi Kelenjar Endokrin
1) Menghasilkan hormon-hormon yang dialirkan ke dalam darah yang
diperlukan oleh jaringan-jaringan dalam tubuh tertentu.
2) Mengontrol aktifitas kelenjar tubuh.
3) Merangsang aktifitas kelenjar tubuh.
4) Merangsang pertumbuhan jaringan.
5) Mengatur metabolisme, oksidasi, meningkatkan absorpsi glukosa pada
usus halus.
6) Mempengaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat arang, vitamin, mineral
dan air.

3. Anatomi Fisiologi Kelenjar Endokrin


Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang
mempunyai susunan mikroskopis sangat sederhana. Kelompok ini terdiri dari
deretan sel-sel, lempengan atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat
halus yang banyak mengandung pembuluh kapiler. Sistem endokrin, dalam
kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh.
Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis
tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat
dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan
kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika
keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini
sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Kelenjar endokrin tidak memiliki saluran, hasil sekresi dihantarkan
tidak melaui saluran, tapi dari selsel endokrin langsung masuk ke pmbuluh
darah. Selanjutnya hormon tersebut dibawa ke sel-sel target (responsive cells)
tempat terjadinya efek hormon. Sedangkan ekresi kelenjar eksokrin keluar
dari tubuh kita melalui saluran khusus, seperti uretra dan saluran kelenjar
ludah. Tubuh kita memiliki beberapa kelenjar endokrin. Diantara kelenjar-
kelenjar tersebut, ada yang berfungsi sebagai organ endokrin murni artinya

4
hormon tersebut hanya menghasilkan hormon misalnya kelenjar pineal,
kelenjar hipofisis / pituitary, kelenjar tiroid, kelenjar  paratiroid, kelenjar
adrenal suprarenalis, dan kelenjar timus.

4. Jenis Kelenjar Endokrin


1) Kelenjar Hipofise
Suatu kelenjar endokrin yang terletak didasar tengkorak .yang
memegang peranan penting dalam sekresi hormon dari semua organ-organ
endokrin. Dapat dikatakan sebagai kelenjar pemimpin sebab hornon-
hormon yang dihasilkannya dapat mempengaruhi pekerjaan kelenjar
lainnya. Kelenjar hipofise terdiri dari 2 lobus.
Lobus anterior (adenohipofise). Menghasilkan sejumlah hormon
yang bekerja sebagai zat pengendali produksi :an semua organ endokrin
yang lain.
a. Hormon somatotropik, mengendalikan pertumbuhan tubuh.
b. Hormon tirotropik, mengendalikan kegiatan kelenjar tiroid dalam
menghasilkan hormon tiroksin.
c. Hormon adrenokortikotropik (ACTH), mengendalikan kelenjar
suprarenal dalam menghasilkan kortisol yang berasal dari korteks
keler jar suprarenal.
d. Hormon gonadotropik berasal dari Follicle Stimulating Hormone
(FSH) yang merangsang perkembangan folikel degraf dalam ovarium
dan pembentukan spermatozoa dalam testis.
e. Luteinizing Hormone (LH), mengendalikan sekresi estrogen dan
progesteron dalam ovarium dan testosteron dalam testis. Interstitial
Cell Stimulating Hormone (ICSH).
Lobus posterior disebut juga Neurohipofise. Mengeluarkan 2 jenis
hormone antara lain :

5
a. Hormon anti diuretik (ADH), mengatur jumlah air yang keluar
melalui ginjal membuat kontraksi otot polos ADH disebut juga
hormon pituitrin.
b. Hormon oksitoksin merangsang dan menguatkan kontraksi uterus
sewaktu melahirkan dan mengeluarkan air susu sewaktu menyusui.
Kelenjar hipofise terletak di dasar tengkorak, di dalam foss hipofise
tulang spenoid.

2) Kejelenjar Tiroid

Terdiri atas 2 buah lobus yang terletak disebelah kanan dari trakea
diikat bersama oleh jaringan tiroid dan yang melintasi trakea di sebelah
depan. Merupakan kelenjar yang terdapat di dalam leher bagian depan
bawah, melekat pada dinding Taring. Atas pengaruh hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofise lobus anterior, kelenjar tiroid ini dapat
memproduksi hormon tiroksin. Adapun fungsi dari hormon tiroksin;
mengatur pertukaran zat/metabolisme dalam tubuh dan mengatur
pertumbuhan jasmani dan rohani.

Struktur kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel-vesikel


yang dibatasi oleh epitelium silinder, disatukan oleh jaringan ikat. Sel-
selnya mengeluarkan sera, cairan yang bersifat lekat yaitu; Koloidae tiroid
yang mengandung zat senyawa yodium dan dinamakan hormon tiroksin.
Sekret ini mengisi vesikel dan dari sini berjalan ke aliran darah baik
langsung maupun melalui saluran limfe. Fungsi kelenjar tiroid, terdiri
dari:

a. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi.


b. Mengatur penggunaan oksidasi.
c. Mengatur pengeluaran karbondioksida.
d. Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan.

6
e. Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.

Hipofungsi dapat menyebabkan penyakit kretinismus dan penyakit


miksedema. Hiperfungsi menyebabkan penyakit eksotalmikgoiter. Sekresi
tiroid diatur oleh sebuah hormon dari lobus anterior kelenjar hipofise yaitu
oleh hormon tirotropik.

Fungsi kelenjar tiroid sangat eras bertalian dengan kegiatan metabolik


dalam hal pengaturan susunan kimia dan jaringan bekerja sebagai
perangsang proses oksidasi, mengatur penggunaan oksigen dan mengatur
pengeluaran karbondioksid.

Hiposekresi hipotiroidisme. Bila kelenjar tiroid kurang mengeluarkan


sekret pada waktu bayi mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal
sebagai kretinisme berupa hambatan pertumbuhan mental dan fisik, pada
orang dewasa kekurangan sekresi menyebabkan miksedema proses
metabolik mundur dan terdapat kecenderungan untuk, bertambah berat,
geraknya lambat, cara berfikir dan berbicara lamban, kulit menjadi tebal
dan keringat, rambut rontok, suhu-badan di bawah normal dan denyut nadi
perlahan.

Hipersekresi penambahan sekresi kelenjar tiroid disebut hipertiroid


dimana semua gejalanya merupakan kebalikan dari miksedema yaitu:
kecepatan metabolisme meningkat suhu tubuh tinggi, berat badan turun,
gelisah, mudah marah, denyut nadi naik.

Vaskuler mencakup fibrilasi atrium kegagalan jantung pada keadaan


yang dikenal sebagai penyakit trauma atau gondok eksoptalmus, mata
menonjol keluar, efek ini disebabkan terlampau aktifnya hormon tiroid,
ada kalanya tidak hilang dengan pengobatan.

3) Kelenjar Paratiroid

7
Terletak disetiap sisi kelenjar tiroid yang terdapat di dalam leher,
kelenjar ini bedumlah 4 buah yang tersusun berpasangan yang
menghasilkan para hormon atau hormon para tiroksin. Kelenjar paratiroid
berjumlah 4 buah.

Masing-masing melekat pada bagian belakang kelenjar tiroid,


kelenjar paratiroid menghasilkan hormon yang berfungsi mengatur kadar
kalsium dan fosfor di dalam tubuh.

Terjadinya kekurangan kalsium di dalam darah atau hipokalsemia


mengakibatkan keadaan yang disebut tetani, dengan gejala khas kejang
khususnya pada tangan dan kaki disebut karpopedal spasmus, gejala-
gejala ini dapat diringankan dengan pemberian kalsium.

Biasanya ada sangkut pautnya dengan pembesaran (tumor) kelenjar.


Keseimbangan distribusi kalsium terganggu, kalsium dikeluarkan kembali
dari tulang dan dimasukkan kembali ke serum darah. Akibatnya terjadi
penyakit tulang dengan tanda-tanda khas beberapa bagian kropos.

Disebut osteomielitis fibrosa sistika karena terbentuk kristal pada


tulang, kalsiumnya diedarkan di dalam ginjal dan dapat menyebabkan batu
ginjal dan kegagalan ginjal. Fungsi paratiroid;

a. Mengatur metabolisme fospor.


b. Mengatur kadar kalsium darah.

Hipofungsi, mengakibatkan penyakit tetani. Hiperfungsi,


mengakibatkan kelainan-kelainan seperti; Kelemahan pada otot-otot, sakit
pada tulang, kadar kalsium dalam darah meningkat begitu juga dalam urin,
dekolsifikasi dan deformitas, dapat juga terjadi patch tulang spontan.
Kelainan-kelainan di atas dapat juga terjadi pada tumor kelenjar paratiroid

4) Kelenjar Timus

8
Terletak di dalarn mediastinum di belakang os sternum, kelenjar
timus hanya dijumpai pada anak-anak di bawah 18 tahun. Kelenjar timus
terletak di dalam toraks kira-kira setinggi bifurkasi trakea, warnanya
kemerah-merahan dan terdiri atas 2 lobus. Pada bayi baru lahir sangat
kecil danberatnya kira-kira 10grarn atau lebih sedikit. Ukurannya
bertambah pada masa remaja dari 30-40 gram kemudian berkerut lagi.
Adapun hormon yang dihasilkan kelenjar timus berfungsi sebagai berikut;

a. Mengaktifkan pertumbuhan badan.


b. Mengurangi aktifitas kelenjar kelamin.

5) Kelenjar Suprarenalis / Adrenalin

Kelenjer suprarenal jumlahnya ada 2, terdapat pada bagian atas dari


ginjal kiri dan kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 5-9
gram. Kelenjar suprarenal ini terbagi atas 2 bagian yaitu:

a. Bagian luar yang berwarna kekuningan yang menghasilkan kortisol


yang disebut korteks.
b. Bagian medula yang menghasilkan adrenalin (epinefrin) dan nor
adrenalin (nor epinefrin).

Zat-zat tadi disekresikan dibawah pengendalian sistem persarafan


simpatis. Selcresinya bertambah dalam keadaan emosi seperti marah dan
takut Berta dalam keadaan asfiksia dan kelaparan. Pengeluaran yang
bertambah itu menaikkan tekanan darah guna melawan shok.

Noradrenalin menaikan tekanan darah dengan jalan meranigsang


serabut otot didalam dinding pembuluh darah untuk berkontraksi,
adrenalin membantu metabolisme kar-bohidrat dengan jalan menambah
pengeluaran glukosa dari hati.

9
Beberapa hormon terpenting yang disekresikan oleh korteks adrenal
adalah; Hidrokortison, aldosteron dan kortikosteron. Semuanya bertalian
eras dengan metabolisme, pertumbuhan fungsi ginjal dan kondisi otot.

Pada insufiesiensi adrenal (penyakit addison) pasien menjadi kurus


dan nampak sakit paling lemah, terutama karenatidak adanya hormon ini,
sedangkan ginjal gagal menyimpan natrium dalam jumlah terlampau
banyak, penyakit ini diobati dengan kortison. Fungsi kelenjar supra renalis
bagian korteks terdiri dari ;

a. Mengatur keseimbangan air, elektrolit clan garamgaram.


b. Mengatur/mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan
protein.
c. Mempengaruhi aktifitas jafingan limfoid.

Hipofungsi, menyebabkan penyakit addison. Hiperfungsi. Kelainan-


kelainan yang timbul akibat hiperfungsi mirip dengan tumor suprarenal
bagian korteks dengan gejala-gejala pada wanita biasa, terjadinya
gangguan pertumbuhan seks sekunder. Fungsi kelenjar suprarenalis bagian
medula terdiri dari :

a. Vaso konstriksi pembuluh darah perifer.


b. Relaksasi bronkus.

Kontraksi selaput lendir dan arteriole pada kulit sehingga berguna


untuk mengurangi perdarahan pada operasi kecil.

10
6) Kelenjar Pienalis (Epifise)

Kelenjar ini terdapat di dalam otak, di dalam ventrikel berbentuk


kecil merah seperti sebuah Gemara. Terletak dekat korpus. Fungsinya
belum diketahui dengan jelas, kelenjar ini menghasilkan sekresi interns
dalam membantu pankreas dan kelenjar kelamin.

7) Kelenjar Pankreatika

Terdapat pada belakang lambung di depan vertebra lumbalis I dan II


terdiri dari sel-sel alpa dan beta. Sel alpa menghasilkan hormon glukagon
sedangkan sel-sel beta menghasilkan hormon insulin. Hormon yang
diberikan untuk pengobatan diabetes, insulin merupakan sebuah protein
yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencernaan protein.

a. Fungsi hormon insulin


Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagai
pengobatan, memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk
mengobservasi dan menggunakan glukosa dan lemak.
b. Pulau langerhans
Pulau-pulau langerhans berbentuk oval tersebar di seluruh
pankreas dan terbanyak pada bagian kedua pankreas. Dalam
tubuh manusia terdapat 1-2 juta pulau-pulau langerhans, sel dalam
pulau ini dapat dibedakan atas dasar granulasi dan pewarnaannya
separuh dari sel ini mensekresi insulin, yang lainnya
menghasilkan polipeptida dari pankreas diturunkan pada bagian
eksokrin pankreas.
Fungsi kepulauan langerhans; Sebagai unit sekresi dalam
pengeluaran homeostatik nutrisi, rnenghambat sekresi insulin,
glikogen dan polipeptida pankreas serta mengnambat sekresi
glikogen.

11
8) Kelenjar Kelamin

Kelenjar testika. Terdapat pada pria terletak pada skrotum


menghasilkan hormon testosteron. Hormon testosteron. Menentukan sifat
kejantanan, misalnya adanya jenggot, kumis, jakun dan lain-lain,
menghasilkan sel mani (spermatozoid) serta mengontrol pekerjaan seks
sekunder pada laki-laki.

Kelenjar ovarika. Terdapat pada wanita, terletak pada ovarium di


samping kiri dan kanan uterus. Menghasilkan hormon progesteron clan
estrogen, hormon ini dapat mempengaruhi pekerjaan uterus serta
memberikan sifat kewanitaan, misalnya pinggul yang besar, bahu sempit
dan lain-lain.

5. Mekanisme Kerja Sistem Endokrin


Mekanisme kerja sistem endokrin menurut (Andasa & Khadijah, 2012) :
1. Kelenjar endokrin akan mengeluarkan hormone bila ada stimulus atau
rangsangan. Hormone yang akan dikeluarkan kemudian diangkut oleh darah
menuju kelenjar-kelenjar yang sesuai sehingga bagian tubuh yang sesuai
tersebut akan merespon misalnya insulin yang disekresikan pancreas apabila
kadar gula dalam darah tinggi.
2. Berikut mekanisme kerja hormone secara spesifik :
a. Stimulasi kerja enzim yang ada dalam sel. Aktivasi enzim melibatkan
system reseptor terikat membrane (pembawa pesan kedua).
b. Molekul-molekul dari berbagai hormone protein dan polipeptida
(pembawa pesan pertama) berikatan dengan reseptor tetap pada
permukaan sel yang spesifik terhadap hormone tersebut.
c. Kompleks hormone reseptor menstimulasi pemebentukan adenosine
3,5 – monofosfat siklik (cAMP) sebagai pengantar pesan kedua, yang
dapat menyampaikan pesan pertama dari berbagai hormone.

12
d. Sintesis cAMP melibatkan lebih dari satu G-protein terikat membrane,
yang termasuk keluarga protein regulator pengikat nukelotida guanine.
e. G-protein mengalami perubahan bentuk, sehingga guanosin
difosfat(GDP) yang tidak aktif dapat diganti dengan enzim
pengaktivasi, guanosin trifosfat (GTP).
f. Kompleks G-protein-GTP mengaktivasi enzim adenilat siklase, untuk
memproduksi cAMP.
3. Setiap molekul cAMP mengaktivasi berbagai moleki cAMP-dependen protein
kinase yang sesuai.
a. Enzim protein kinase mengkatalisis rreaksi fosforilasi khusu (transfer
gugus fosfat) untuk enzim kunci dalam sitoplasma.
b. Setiap molekul protein kinase mengaktivasi berbagai molekul yang
sesuai dengan enzimnya. Dengan demikian, suatu konsentrasi rendah
dari hormone yang bersirkulasi dapat diperkuat sehingga
mengakibatkan aktivitas enzim intraseluler utama
4. Aktivasi enzim oleh protein kinase mengakibatkan efek fisiologis dan reaksi
kimia, bergantung pada sifat bawaan sel.
5. cAMP terurai dengan cepat oleh enzim intraseluler fosfodisterase. Ini akan
membatasi durasi efek cAMP.
a. Aktivasi gen melibatkan system reseptor intraselular
b. Hormone steroid, hormone tiroid, dan beberapa jenis hormone
polipeptida, menembus membrane untuk masuk ke dalam sel.
Hormone tersebut berikatan dengan reseptor internal bergerak dalam
sitoplasma atau nucleus sel.
c. Kompleks reseptor-hormon bergerak ke DNA di sisi atau di dekat gen
yang transkripsinya distimulasi oleh hormone. Disisi ini, kompleks
akan berikatan dengan reseptor DNA spesifik untuk hormone.
d. Gen kemudian diaktivasi oleh kompleks ini untuk membentuk
transkripsi mRNA yang akan berdifusi ke dalam sitoplasma.

13
e. mRNA kemudian ditransisi menjadi protein dan enzim yang memicu
respons selular terhadap hormone.

6. Patofisiologi Umum Sistem Endokrin


Seperti lazimnya kelainan-kelainan pada organ tubuh, pada kelenjar endokrin
pun berlaku hal yang sama dimana gangguan fungsi yang terjadi dapat
diakibatkan oleh (Nixson et al, 2017) :
a) Peradangan atau infeksi
b) Tumor atau keganasan
c) Degenerasi
d) Idiopatik
Dampak yang ditimbulkan oleh kondisi patologis diatas terhadap kelenjar
berupa :
a) Perubahan bentuk kelenjar tanpa disertai perubahan sekresi hormonal
b) Peningkatan sekresi hormon yang dihasilkan oleh kelenjar edokrin sering
diistilahkan sebagai hiperfungsi kelenjar
c) Penurunan sekresi hormon yang dihasilkan oleh kelenjar edokrin sering
diistilahkan sebagai hipofungsi kelenjar

Adanya hubungan timbal balik antara kelenjar hipofise sebagai master of


gland dengan kelenjar targetnya, hipofise terhadap hipotalamus, serta jarigan
atau organ sasaran dengan kelenjar target, memungkinkan penyebab dari
suatu kasus dapat lebih dari satu artinya mungkin saja penyebab ada pada
jaringan atau organ sasaran, atau pada kelenjar hipofise atau hipotalamus.
Penyebab yang bersifat primer bila pnyebabnya ada pada penghasil
hormon itu sendiri. Bersifat sekunder, bila penyebabnya pada kelenjar
diatasnya dan penyebab tersier bila penyebabnya diluar primer dan sekunder
seperti penggunaan obat-obatan tertentu pada organ tubuh yang dapat
mempengaruhi fungsi kelenjar.

14
7. Pengkajian sistem endokrin
Mengkaji sistem endokrin pasien diperlukan riwayat kesehatan yang akurat
dan pemeriksaan fisik. Ketika pasien dengan gangguan endokrin di ruang ICU
informasi yang dibutuhkan meliputi, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan tes
diagnostic yang digunakan untuk pengobatan dan stabilkan pasien. (Sole, Klein,
& Moseley, 2013)
1. Riwayat kesehatan
a. Status kesehatan sekarang
Tanyakan pada pasien keluhannya seperti kelelahan, lemah, perubahan
berat badan, perubahan status mental, polyuria, polydipsia, dan kelainan
kematangan dan fungsi seksual
b. Status kesehatan terdahulu
Tanyakan pada pasien riwayat kesehatan terdahulu, identifikasi gejala
berbahaya dan tidak terlihat disfungsi endokrin jika pasien memiliki
fraktur tengkorak, pembedahan, komplikasi dari pembedahan atau infeksi
otak misalnya meningitis atau enchepalitis
c. Riwayat keluarga
Tanyakan riwayat keluarga karena beberapa gangguan endokrin misalnya
diabetes mellitus atau gangguan tiroid cenderung diwariskan dari keluarga
d. Gaya hidup
Tanyakan pada pasien intoleran suhu mengindikasikan gangguan tiroid,
misalnya intoleransi dingin bisa mengindikasikan hipotiroid dan intoleran
panas, hipertiroid
2. Pengkajian fisik
Termasuk evaluasi seluruh tubuh dan pengkajian neurologis komplit karena
kerja hipotalamus berperan penting dalam regulasi sistem endokrin. Ukur
tinggi badan, berat badan dan vital sign. Tekanan darah pasien saat berdiri dan
duduk, bandingkan temuan dengan nilai normal. Kemudian inspeksi, palpasi
dan auskultasi untuk memperoleh data yang objektif
a. Inspeksi

15
Kaji status fisik, mental dan emosional pasien. Evaluasi tubuh umum,
perkembangan termasuk postur tubuh, bentuk tubuh, proporsionalitas
bagian tubuh dan distribusi lemak tubuh.
Kaji warna kulit pasien secara keseluruhan , inspeksi kulit dan membrane
mukosa adanya lesi, bagian yang menonjol, kedalam atau pigmentasi.
Kemudian kaji tekstur dan kelembapan kulit.
Kaji jumlah rambut, distribusi, kondisi dan tekstur. Kaji adanya
ketidaknormalan pertumbuhan dan kehilangan rambut.
Kaji kuku pasien adakah keretakan, mengelupas, terpisah dari dasar kuku
(onkolosis) dan clubbing finger, observasi infeksi jamur, pertumbuhan
kuku, perubahan warna , panjang dan kedalaman kuku.
Kaji muka pasien secara keseluruhan warna dan eritema terutama di leher.
Ekspresi wajah, kesakitan, cemas , tumpul, datar atau waspada. Kaji
adanya eksofmtalmus, ketidaksempurnaan penutupan mata dan edema
periorbital. Minta pasien menjulurkan lidah, periksa warna, ukuran, lesi,
posisi dan tremor atau gerakan tidak biasa.
Kaji kesimetrisan leher dan posisi garis lurus trakea pasien. Pembesaran
kelenjar tiroid bisa berdifusi dan asimetris di leher pasien
Kaji ukuran , bentuk dan kesimetrisan dada pasien, tidak ada deformitas.
Pada wanita kaji ukuran, bentuk, kesimetrisan, pigmentasi, cairan pada
putting (galakotorea) payudara . pada pria observasi pembesaran
payudara (ginekomastia) dan pengeluaran cairan pada putting.
Pada ekstremitas pasien cek tremor, perkembangan otot, kesimetrisan,
warna dan ditribusi rambut. Kaji ukuran kaki, lesi,kapalan akibat sepatu.
Inspeksi jari kaki ada maserasi atau retakan diantaranya.
b. Palpasi
Palpasi kelenjar tiroid jika memungkinkan. Kaji tanda chvostek dan tanda
trosseeau jika dicurigai pasien hipokalsemia terkait sekresi PTH yang
kurang atau tidak efektif dari hipoparatiroidisme atau operasi
pengangkatan kelenjar paratiroid.

16
c. Auskultasi
Jika ada pembesaran tiroid, auskultasi di kelenjar untuk bising sistolik
tanda hipertiroidisme. Bising terdengar saat aliran darah dipercepat
melalui arteri tiroid menghasilkan getaran.
(Baid, Creed, & Hargreaves, 2016)
3. Test diagnostic
Berbagai macam tes disaranakan untuk kelainan endokrin. Fungsi endokrin
diuji secara langsung dan tidak langsung dan pencitraan.
Metode tes langsung untuk mengukur level hormone di dalam darah dan urin :
- Immunoradiometric assay (IRMAs)
- Radioimmunoassay (RIA)
- Tes urin 24 jam
(Chulay, Hill, Carolina, & Burns, 2010)

8. Pengobatan
Gangguan sistem endokrin bisa mempengaruhi semua sistem tubuh, dan jika tidak
dikoreksi bisa mengancam jiwa. Perawatan pasien yang sakit parah dengan gangguan
sistem endokrin adalah proses kompleks yang mungkin termasuk terapi obat,
perawatan non bedah, dan prosedur bedah seperti transplantasi pankreas.
Terapi obatan-obatan
Obat-obatan biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan endokrin misalnya
krisis adrenal, ketoasidosis diabetes,koma mixudema, krisis tirotoksid. Beberapa
terapi obat biasanya digunakan mengobati pasien kritis dengan gangguan endokrin
akut meliputi:
 Terapi insulin
 Obat anti tiroid
 Obat pengganti tiroid
 Kortikosteroid
 ADH

17
18
19
(William & Wilkins, 2012)
Pengobatan non-bedah
Pengobatan non bedah untuk pasien gangguan sistem endokrin termasuk perencanaan
makanan pasien dengan diabetes dan penggunaan selimut panas-dingin untuk
pengobatan pasien dengan hipertemia karena peningkatan status hipermetabolik di
krisis tirotoksik.
Ketika kondisi pasien stabil, rencanakan konsultasi dengan ahli gizi. Jelaskan
kebutuhan khusus makanan untuk mengontrol gula darah. Atur diet pasien sesuai
anjuran ahli gizi berdasarkan kandungan karbohidrat, lemak dan protein termasuk
produk susu, sayuran, buah-buahan, roti, daging dan lemak.
Pembedahan
Di ruang ICU bisa ditemui pasien dengan stadium akhir penyakit pancreas yang
membutuhkan operasi tranplantasi. Biasanya transplantasi diikuti dengan
transplantasi ginjal. Prosedur ini disebut dengan simultan pancreas-ginjal /
Simultaneous pancreas-kidney (SPK). Transplantasi pancreas bisa juga setelah
transplantasi ginjal disebut prosedur transplantasi pancreas setelah ginjal. Di kasus
lain, transplantasi pancreas saja.

20
9. Gangguan sistem endokrin
Beberapa gangguan sistem endokrin termasuk dalam ruang lingkup keperawatan
kritis seperti krisis adrenal akut, diabetes insipidus, diabetes mellitus, ketoasidosis
diabetic, hyperosmolar hiperglikemik non-ketosis syndrome, koma mixudema,
syndrome anti diuretic hormone dan badai tiroid
1. Penyakit Addison
a. Defenisi
Penyakit Addison disebut juga hipofungsi adrenal atau insufiensi adrenal,
dalam bentuk : primer dan sekunder. Penyakit ini relative jarang diderita
oleh orang di segala usia dan kedua jenis kelamin. Penyakit Addison bisa
berkembang menjadi krisis adrenal.
Krisis adrenal akut disebut juga krisis Addison karena kekurangan
mineral kortikoid dan gluko kortikoid membutuhkan pengobatan segera.
Penyakit Addison diklasifikasikan menurut hipofungsi primer dan
sekunder.
Hipofungsi primer karena kelenjar adrenal kira-kira 90% dari kelenjar
tersebut mengalami kerusakan akibat proses autoimun. Penyebab lain
hipofungsi primer termasuk tbc, adrenalektomi bilateral, perdarahan
kelenjar adrenal, neoplasma, infeksi.
b. Hipofungsi sekunder penyebabnya terletak diluar kelenjar adrenal:
 Kelenjar pituitary
 Penghentian steroid mendadak karena atropi adrenal dari terapi
panjang (menekan pengeluaran kortikotropin oleh pituitary)
 Pengangkatan tumor yang mensekresi kortikotropin
c. Gambaran klinis penyakit Addison:
 Hipotensi berat
 Dehidrasi
 Kelemahan dan kelelahan berat
 Nausea dan vomitus

21
 Hipoglikemia
 Perubahan neurologis
 Hyperkalemia
 Hiponatremia
 Hiperkalsemia
 Takikardia
 Hiperpigmentasi
d. Tes diagnostic:
 Penurunan kortisol plasma
 Serum sodium dan penurunan kadar glukosa darah yang cepat
 Peningkatan kortikotropin
 Serum potassium meningkat
 Kadar Serum BUN meningkat
 X-Ray
e. Pengobatan :
 I.V bolus hidrokrotison 100 mg diikuti dengan pengenceran
hidrokortison dengan normal salin dengan tambahan elektrolit sampai
keadaan pasien stabil
 Penggantian cairan sampai 5L I.V saline dengan penggantian
elektrolit seperti sodium dan potassium
 Vasopressor (jika pasien tidak berespon dengan pengobatan) sepeti
epinefrin atau norepinefrin melalui pembuluh darah pasien
 Mengganti hormon seperti hidrokortison atau fludrocortisone
 Manajemen gula darah dengan I.V dextrose
 Pemeliharaan kortikosteroid saat kondisi pasien stabil
f. Intervensi:
 Jelaskan semua prosedur dan tes pada pasien dan keluarga
 Monitor tanda-tanda vital dan saturasi oksigen pasien. Kaji status
hemodinamik dan monitor tanda syok

22
 Monitor irama jantung dan kaji kemungkinan aritmia
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor kadar glukosa darah pasien
 Monitor keseimbangan elektrolit Na dan K
 Monitor fungsi ginjal dan hasil labor termasuk Hb,Ht, elektrolit serum
dan kadar glukosa darah
 Monitor NGT pasien jika ada muntahan
 Jika diperlukan ventilasi mekanik untuk kasus serangan jantung
 Jaga lingkungan nyaman
 Jaga pengendalian infeksi

2. Diabetes insipidus
a. Defenisi
Diabetes insipidus adalah gangguan metabolism air karena defisiensi
ADH. ADH juga disebut vasopressin. Tidak adanya ADH memungkinkan
air yang disaring untuk dikeluarkan melalui urin sebagai pengganti
diserap kembali. Diabetes insipidus menyebabkan buang air kecil
berlebihan, haus dan minum berlebihan.
b. Penyebab:
 Tumor pituitary
 Tumor hipotalamus
 Trauma kepala
 Pembedahan kepala
 Stroke
 Obat tertentu (litium eskalith, penitoin, Dilantin dan alcohol)
 Bentuk genetic terkait gen resesif X
 Idiopatic, neprogenik atau neuorgenik
c. bentuk diabetes insipidus:
 Neruogenik

23
 Neprogenik
 Psikogenik
d. Manifestasi klinis:
 Polyuria
 Polydipsia
 Kehilangan berat badan
 Pusing, lemah
 Nokturia yang menyebabkan gangguan tidur dan kelelahan
 Tanda dehidrasi seperti demam, kering di kulit dan membran mukosa
 Hipotensi dan takikardia
 Kelelahan
e. Tes diagnostic:
 Urinalisis menunjukkan urin hampir tidak berwarna dengan
osmolaritas 50 – 200 mOsm/kg
 Osmolalitas serum meningkat (lebih dari 300 mOs/kg)
 Berat jenis urin menurun (<1,005)
 Natrium serum >147 mEq/L
 Tes dehidrasi mengidentifakasi defisiensi vasopressin
f. Intervensi:
 Pemberian vasopressin dapat menyebabkan hipertensi, angina dan
MCI akibat efek vasokontriksi. Pantau status jantung pasien dengan
cermat, termasuk tanda-tanda vital, irama jantung dan parameter
hemodinamik
 Pantau urin output
 Pantau pengeluaran lainnya seperti tabung drainase
 Pantau berat badan harian, hasil tes labor dan turgor kulit
 Kaji penerimaan pasien terhadap vasopressin seperti tanda-tanda
keracunan cairan, termasuk kantuk, sakit kepala, pusing, kejang atau
koma

24
3. Diabetes mellitus
4. Diabetes ketoasidosis
5. Hyperosmolar hiperglikemik non-ketosis syndrome
6. Koma mixudema
a. Definisi
Miksedema adalah keadaan lebih lanjut yang diakibatkan oleh karena kadar
hormon tiroid dalam darah berkurang. Hormon tiroid dalam darah
berkurang karena kurang aktifnya kelenjar tiroid dalam menghasilkan
hormon tiroid atau hormon tiroid yang dihasilkan terlalu sedikit
(Hipotiroidisme) pada orang dewasa. Koma Miksedema adalah keadaan
yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan)
semua gejala hipotiroidisme
b. Etiologi
Banyak kasus koma miksidema dilatarbelakangi karena Hipotiroidisme
berat, pembedahan kelenjar tiroid, atau karena pengaruh radioaktif yodium
pada pengobatan gangguan tiroid.  Koma miksidema diakibatkan oleh
malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan
oleh malfungsi Kelenjar Tiroid, maka kadar HormonTiroid (HT) yang
rendah akan disertai oleh peningkatan kadar Tiroid Stimulating Hormon
(TSH) dan Tiroid Releaxing Hormon (TRH) karena tidak adanya umpan
balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. 
Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT
yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus
tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. 
Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan
menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH. Penurunan Hormon
Tiroid dalam darah menyebabkan laju metabolism basal turun, yang
mempengaruhi semua sistem tubuh.

25
Beberapa faktor yang memicu terjadinya koma miksidema secara tiba-tiba
terutama pada penderita hipotiroidisme, antara lain :
1. Obat-obatan (sedative, narkotika, dan obat anesthesi).
2. Faktor infeksi.
3. Stroke.
4. Trauma.
5. Gagal Jantung.
6. Perdarahan saluran pencernaan.
7. Hypotermia 
8. Kegagalan pengobatan gangguan kelenjar tiroid.

c. Gambaran Klinis
1. Sistem neuromuskuler, terjadi kelambanan, perlambatan daya pikir, dan
gerakan yang lambat dan canggung.
2. Sistem Kardiovaskuler, terjadi penurunan frekuensi denyut jantung,
pembesaran jantung (jantung miksedema), dan penurunan curah jantung.
3. Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di
pergelangan kaki.
4. Penurunan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori,
penurunan nafsu makan dan penyerapan zat gizi dari saluran cerna.
5. Sistem pencernaan terjadi konstipasi.
6. Sistem pernafasan, terjadi sesak nafas saat aktifitas, pembengkakan pada
lidah dan apnea pada tidur yang diamati.
7. Perubahan-perubahan dalam fungsi reproduksi siklus menstruasi
menjadi tidak teratur bagi perempuan. Kesulitan dalam hamil dan
wanita hamil mungkin keguguran. 
8. Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala, alis tumbuh tipis, rapuh
dan mudah rontok.
9. Akibat lebih jauh karena hipotirodisme ini adalah keadaan yang disebut
miksidema yang ditandai muka oedema terutama pada sekitar bibir,

26
hidung dan kelopak mata, terjadi bradikardia, hypotermia tanpa
menggigil, hypotensi, hypoventilasi dan penurunan kesadaran sampai
koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberi hormon tiroid dan
stabilisasi semua gejala.

d. Patofisiologi
Gangguan pada kelenjar tiroid menyebabkan penurunan produksi hormon
tiroid, sehingga mengganggu proses metabolisme tubuh. Yang berakibat :
1. Produksi ATP dan ADP menurun terjadi kelelahan (intoleransi aktifitas).
2. Gangguan fungsi pernafasan, terjadi depresi ventilasi (hipoventiasi).
3. Produksi kalor (panas) turun terjadi hipotermia.
4. Gangguan fungsi gastroentestinal, terjadi peristaltik usus menurun
sehingga absorbsi cairan meningkat terjadi konstipasi.
5. Karena terjadi hipoventilasi suplai 02 ke jaringan berkurang demikian
juga dengan otak sehingga terjadi perubahan pola kognitif terjadi
perubahan proses piker.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar Hormon Tiroid (T3 dan T4),
Tiroid Stimulating Hormon, dan Tiroid Releasing Hormon akan dapat
mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat
atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi
tiroid biasanya menunjukkan:
1. T4 serum rendah, TSH meningkat.
2. Respon dari TSH ke TRH meningkat.
3. Cholesterol meningkat.
4. Hiponatremia, konsentrasi pCO2 meningkat (Hipoksemia).
5. Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran
jantung.
6. Pemeriksaan EKG dan enzim-enzim jantung diperlukan untuk
mengetahui adanya gangguan fungsi jantung.

27
7. Pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama
pemeriksaan refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran
alis matanya rontok, rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar,
kuku rapuh, lengan dan tungkainya membengkak serta fungsi mentalnya
berkurang. Tanda-tanda vital menunjukkan perlambatan denyut
jantung,tekanan darah rendah dan suhu tubuh rendah.

f. Penatalaksanaan
Miksedema / Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa
yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala
hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi,
hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma.
Penatalaksanaan dilakukan untuk stabilisasi semua gejala dan mencegah
terjadinya kematian. Dalam keadaan darurat (misalnya koma
miksedema), obat yang diberikan antara lain :
1. 500 μg tiroksin i.v sesegera mungkin diikuti dengan
2. 100 μg T4 setiap hari dan
3. Hidrocortison 100 μg i.v tiap 8 jam

g. Pengkajian Keperawatan
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh
karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat
menggali sebanyak mungkin informasi antara lain :
1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit
tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang
sama.
2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c. Pola aktivitas.

28
3. Tempt tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.
4. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh :
a. Sistem pulmonari.
b. Sistem pencernaan.
c. Sistem kardiovaslkuler.
d. Sistem muskuloskeletal.
e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis.
f. Sistem reproduksi.
g. Metabolik.
5. Pemeriksaan fisik mencakup
a. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema
sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah
kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur
tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun.
c. Perbesaran jantung.
d. Disritmia dan hipotensi.
e. Parastesia dan reflek tendon menurun.
6. Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan
lingkungannya, mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien
sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari.

h. Diagnosa dan Intervensi


1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan. kelelahan dan penurunan proses
kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian.
Intervensi
a) Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan
latihan yang dapat ditolerir.

29
Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk
mendapatkan istirahat yang adekuat.
b) Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan
lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam
aktivitas perawatan mandiri.
c) Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak
menimbulkan stress.
Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress
pada pasien.
d) Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas.
Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang
berlebihan atau kurang.
2. Perubahan suhu tubuh.
Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal.
Intervensi
1. Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas.
2. Hndari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal
pemanas, selimut listrik atau penghangat).
Rasional : Mengurangi risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler.
3. Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar
suhu normal pasien.
Rasional : Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan dimulainya koma
miksedema
4. Lindungi terhadap pajanan hawa. dingin dan hembusan angin.
Rasional : Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan
lebih lanjut kehilangan panas.

30
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
Intervensi
a) Dorong peningkatan asupan cairan.
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas.
b) Berikan makanan yang kaya akan serat.
Rasional : Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar.
c) Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak
mengandung air
Rasional : Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses
tidak keras
d) Pantau fungsi usus.
Rasional : Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola
defekasi yang normal.
e) Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi
latihan.
Rasional : Meningkatkan evakuasi feses.
f) Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan
Rasional : Untuk mengencerkan fees.
4. Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi
penggantian tiroid seumur hidup.
Tujuan : Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang
diresepkan.
Intervensi
a) Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi penggantian hormon tiroid.
Rasional : Memberikan rasional penggunaan terapi penggantian hormon
tiroid seperti yang diresepkan, kepada pasien
b) Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pada pasien
Rasional : Mendorong pasien untuk mengenali perbaikan status fisik dan
kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon tiroid.

31
c) Bantu pasien menyusun jadwal dan cheklist untuk memastikan
pelaksanaan sendiri terapi penggantian hormon tiroid.
Rasional : Memastikan bahwa obat yang; digunakan seperti yang
diresepkan.
d) Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang
berlebihan dan kurang.
Rasional : Berfungsi sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan
apakah tujuan terapi terpenuhi.
e) Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan
keluarganya.
Rasional : Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau
hipertiroidisme akan dapat dideteksi dan diobati.
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan : Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang
normal.
Intervensi
a) Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi
dan gas darah arterial
Rasional : Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau
perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas intervensi.
b) Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk
Rasional : Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang
adekuat.
c) Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati
Rasional : Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan
pernapasan akibat gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.
d) Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan
dukungan ventilasi jika diperlukan.
Rasional : Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi
mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan.

32
7. Syndrome ketidakseimbangan anti diuretic hormon

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan
memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk
mempertahankan homeostasis tubuh.
b. Sistem endokrin memiliki fungsi untuk menghasilkan hormon-hormon yang
dialirkan ke dalam darah yang diperlukan oleh jaringan-jaringan dalam tubuh
tertentu, mengontrol aktifitas kelenjar tubuh, merangsang aktifitas kelenjar
tubuh, merangsang pertumbuhan jaringan, mengatur metabolisme, oksidasi,
meningkatkan absorpsi glukosa pada usus halus, dan mempengaruhi
metabolisme lemak, protein, hidrat arang, vitamin, mineral dan air.
c. Pada sistem endokrin ini terdapat beberapa kelenjar diantaranya hipofisis
anterior posterior, kelenjar thyroid, empat kelenjar  parathyroid, dua kelenjar
edrenal, pulau langerhans, dua ovarium, dua testis, kelenjar pineal, kelenjar
timus.
d. Mekanisme kelenjar endokrin pertama  akan mengeluarkan hormone bila ada
stimulus atau rangsangan. Hormone yang akan dikeluarkan kemudian
diangkut oleh darah menuju kelenjar-kelenjar yang sesuai sehingga bagian
tubuh yang sesuai tersebut akan merespon.
2. Saran
Pada sistem endokrin ditemukan berbagai macam gangguan dan kelainan yang
berpengaruh pada keadaan homeostasis tubuh. Untuk klien dengan kondisi kritis,
perawat diharapkan mampu melakukan pemantauan secara komprehensif agar dapat
memenuhi kebutuhan klien sehingga menurunkan mordibitas dan mortilitas.

33
34
DAFTAR PUSTAKA

Baid, H., Creed, F., & Hargreaves, J. (2016). Oxford Handbook of Critical Care
Nursing. In Oxford University Press (2nd ed.). Oxford University Press.
Chulay, M., Hill, C., Carolina, N., & Burns, S. M. (2010). AACN Essentials of
Critical Care Nursing.
Manurung, Nixson et al (2017). Asuhan keperawatan sistem endokrin. Jakarta:
Depublish
Sole, M. Lou, Klein, D. G., & Moseley, M. J. (2013). Introduction to critical care
nursing. In Elsevier (6th ed.). Elsevier Ltd.
William, L., & Wilkins. (2012). Critical care nursing handbook. J. Christopher
Burghadt.

35

Anda mungkin juga menyukai