Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMAJA DENGAN GANGGUAN JIWA :

HARGA DIRI RENDAH

Oleh :

Kelompok 2

1. Risdawati

2. Rulyanis

3. Umrah

4. Nurfadilah
5. Muhrina

6. Jumasing

7. Muh Arjun Wiraya

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2018/2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh

Pertama-tama marilah senantiasa kita memanjatkan puji syukur atas kehadirat

Allah swt, karena atas berkah limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kita masih

masih diberikan kekuatan, kesehatan, dan kesempatan untuk masih dapat bekerja

demi dunia dan akhirat kita. Tak lupa pula kita menyampaikan sholawat dan salam

kepada Rasulullah Saw, beserta sahabat dan keluarganya sekalian, yang sang

Murobbi terbaik kita di dunia dan akhirat.

Dalam makalah ini, kami membahas mengenai “Asuhan Keperawatan pada

Remaja dengan Gangguan Jiwa : Harga Diri Rendah”. Makalah ini bersumber dari

berbagai referensi berupa buku dan jurnal.

Semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman dan bermanfaat bagi

pembaca semua. Terima kasih.Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.

Samata , 22 Oktober 2018

(Kelompok 2)
Daftar Isi

Halaman Sampul…………………………............……………………….....................

Kata Pengatar………………………………………………….....................................

Daftar Isi…………………………………………………….…………...…………….

BAB I PENDAHULUAN………………………………………...…..……...................

A. Latar Belakang…………………………………………...….…………………

B. Rumusan Masalah…………………………………………….………………..

C. Tujuan Penulisan…………………………………………….…………………

D. Manfaat Penulisan……………………………………………..……………….

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….........................

A. Konsep Teori Harga Diri Rendah………………………………………………

B. Konsep Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah pada Remaja………………

C. Contoh Kasus Harga Diri Rendah pada Remaja…….….….….........................

BAB III PENUTUP……………………………………………….....….......................

A. Kesimpulan……………….…………………….……….…..…………………

B. Saran…………………….…………………….………….…..…..……………

DAFTAR PUSTAKA………………………………..………….……..………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang

rentan terhadap terjadinya masalah psikososial. Harga diri yang tinggi dan konsep diri

positif adalah karakteristik penting dari kesejahteraan individu. Menurut taylor peplau

dan sears, orang dengan harga diri rendah akan berpikir buruk tentang dirinya sendiri,

tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, cenderung pesimis tentang masa depan,

mengingat masa lalu mereka lebih negative dan berkubang dalam suasana hati

negative mereka dan lebih rentan terhadap sepresi ketika mereka menghadapi stress.

Usia remaja mempunyai kecenderungan memiliki kebiasaan makan yang

salah seperti makan yang tidak teratur, mengurangi jumlah porsi makan yang sangat

ekstrem, dan melakukan diet ketat tanpa pengawasan khususnya pada remaja putri

seringkali menimbulkan gangguan makan. Gangguan makan bisa muncul dari

perasaan menderita atau keprihatinan tentang berat atau bentuk tubuh yang tidak

ideal.

Gangguan makan yang umum diderita khususnya oleh remaja perempuan

adalah bulimia nervosa, anorexia nervosa dan binge eating. Menurut Brown (2005)

dalam Goi et al (2012) Gangguan makan terjadi pada jutaan orang dalam waktu

kapanpun, pada umumnya diderita oleh wanita umur 12 sampai 35 tahun. Penelitian

yang dilakukan Putra (2008) dalam Goi et al (2012) di sekolah menengah atas di

Jakarta dan melaporkan bahwa sebanyak 88,5% remaja memiliki kecenderungan

perilaku makan menyimpang dengan spesifikasi 11,8% cenderung pada anorexia


nervosa, 23.3% pada bulimia nervosa, 5% pada binge eating dan 48,5% pada

EDNOS.

Bulmia Nervosa merupakan salah satu gangguan makan yang tidak hanya

menimbulkan masalah fisik melainkan juga psikososial. Masalah psikososial yang

sering terjadi yaitu harga diri rendah kronik. Harga diri rendah merupakan perasaan

negatif terhadap diri yang telah berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau dirawat.

Sensitivitas terhadap komentar yang berkaitan dengan makanan, berat badan, bentuk

tubuh atau berolahraga. Gejala psikologi Bullimia Nervosa yaitu rendah harga diri

dan perasaan malu, kebencian diri atau rasa bersalah, terutama setelah makan,

memiliki citra tubuh yang terdistorsi (misalnya melihat diri mereka sebagai lemak

bahkan jika mereka berada di kisaran berat badan yang sehat untuk usia dan tinggi

mereka), obsesi dengan makanan dan kebutuhan untuk kontrol, depresi, kecemasan

atau lekas marah, dan ketidakpuasan tubuh yang ekstrim.

Masalah psikososial harga diri rendah pada remaja dengan Bullimia terjadi

komplikasi dan gangguan psikologi yang berat bahkan memungkinkan adanya resiko

bunuh diri. Harga diri rendah yang sering terjadi pada remaja perlu dilakukan

hubungan terapeutik yang baik dan penyuluhan motivasional. Dukungan dari


keluarga dibutuhkan dalam meyelesaikan kasus ini mengingat keluarga merupakan

hal penting dalam membentuk kepribadian konsep diri pada anak.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep teori harga diri rendah ?

2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada remaja dengan gangguan jiwa :

harga diri rendah?

3. Bagaimana contoh kasus dari gangguan jiwa : harga diri rendah pada remaja?
C. Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep teori harga diri rendah.

2. Untuk mengetahui tahapan asuhan keperawatan pada ganguuan jiwa : harga

diri rendah.

3. Untuk mengetahu contoh kasus asuhan keperawatan gangguan jiwa : harga

diri rendah pada remaja.

D. Manfaat penulisan

1. Untuk memenuhi penugasan pada mata kuliah keperawatan kesehatan jiwa 2.

2. Sebagai bahan ajar pada mata kuliah keperawatan kesehatan jiwa 2.

3. Sebagai acuan literature pada mata kuliah keperawatan kesehatan jiwa 2.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Harga Diri Rendah

1. Definisi

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan

tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal

maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan

kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri
dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari

orang lain. (Keliat, 2001) Menurut Schult & videbeck (1998) gangguan harga diri

rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang

diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.

Gejala gangguan harga diri rendah berawal dari penggambaran perasaan

yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri,

merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan

produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu,

mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial (Keliat, 2001).

Menurut Keliat (2001) gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah

dapat terjadi secara situasional maupun secara kronik. Harga diri rendah

situasional dalam NANDA (2015) adalah munculnya presepsi negatif tentang

makna diri sebagai respon terhadap situasi saat ini. harga diri rendah situasional

terjadi karena trauma secara tiba-tiba karena suatu keadaan. Penyebab harga diri

rendah situasional yaitu pribadi yang kurang diperhatikan dan harapan akan

struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat atau sakit

dan perlakuan seseorang yang tidak menghargai.


Menurut NANDA (2015) Harga diri rendah konik adalah munculnya

presepsi negatif tentang makna diri sebagai respon terhadap situasi saat ini.

Sedangkan menurut Yosep (2007) harga diri rendah kronik yaitu perasaan negatif

terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit atau dirawat. Pada

tahap ini seseorang dnegan harga diri rendah kronik mempunyai cara berfikir

yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif

terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi

ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis. Dalam tinjauan

sejarah hidup klien penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang, misalnya

sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima

dalam kelompok.

Menurut NAnda (2005),harga diri rendah adalah berkembangnya persepsi

diri yang negatif dalam berespon terhadap situasi yang sedang terjadi.

Sedangkam menurut CMHN (2006), harga diri rendah adalah perasaan tidak

berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi

negative terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Harga diri rendah adalah

suatu kondisi dimana individu menilai dirinya atau kemampuan dirinya negatif
atau suatu perasaan menganggap dirinya sebagai seseorang yang tidak berharga

dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.

Herdman (2012), mengatakan bahwa, harga diri rendah kronik merupakan

evaluasi diri negatif yang berkepanjangan/ perasaan tentang diri atau kemampuan

diri Harga diri rendah yang berkepanjangan termasuk kondisi tidak sehat mental

karena dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan lain, terutama kesehatan

jiwa.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat kita simpulkan bahwa: harga diri

rendah dikarenakan penilaian internal maupun penilaian eksternal yang negatif.

Penilaian internal merupakan penilaian dari individu itu sendiri, sedangkan

penilaian eksternal merupakan penilaian dari luar diri individu (seperti orang tua,

teman saudara dan lingkungan) yang sangat mempengaruhi penilaian individu

terhadap dirinya.

Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negative

terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa

gagal mencapai keinginan. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat

terjadi secara:

1) Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,

kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada pasien

yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang

diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak

sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan perianal, dll) harapan akan struktur,

bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit,

perlakuan petugas yang tidak menghargai.


2) Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama

sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian

sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini

mengakibatkan respons yang maladaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien

gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.(Nurhalimah, 2016)

B. Psikopatologi / Psikodinamika

1. Faktor Predisposisi

a. Biologis
Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota keluarga

yang mengalami gangguan jiwa Selain itu adanya riwayat penyakit kronis

atau trauma kepala merupakan merupakan salah satu faktor penyebab

gangguan jiwa,

b. Psikologis

Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri

rendah adalah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan,

penolakan dari lingkungan dan orang terdekat serta harapan yang tidak

realistis. Kegagalan berulang, kurang mempunyai tanggungjawab

personal dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang lain

merupakan faktor lain yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain itu

pasiendengan harga diri rendah memiliki penilaian yang negatif terhadap

gambaran dirinya, mengalami krisis identitas, peran yang terganggu, ideal

diri yang tidak realistis.

c. Faktor Sosial Budaya

Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan harga diri rendah

adalah adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial


ekonomi rendah, pendidikan yang rendah serta adanya riwayat penolakan

lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak.

2. Faktor presipitasi

a. Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan pengalaman

psikologis yang tidak menyenangkan, menyaksikan peristiwa yang

mengancam kehidupan, menjadi pelaku, korban maupun saksi dari

perilaku kekerasan.

b. Ketegangan peran: Ketegangan peran dapat disebabkan karena:


1) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan

dengan pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-kanak ke

remaja.

2) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya

anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.

3) Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran dari kondisi

sehat kesakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain karena

kehilangansebahagian anggota tuhuh, perubahan ukuran, bentuk,

penampilan atau fungsi tubuh.Atau perubahan fisik yang

berhubungan dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis dan

keperawatan.(Nurhalimah, 2016)

C. Rentang Respon Konsep Diri

RENTANG RESPONS KONSEP DIRI

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

Aktualisasi konsep diri harga diri kerancuan depersonilisasi

Diri positif rendah identitas

Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah

penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh

perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah

adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak


bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka

cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan

penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain,

aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang

lain.(Nurhalimah, 2016)

D. Pohon Masalah

Isolasi Sosial

CP Harga Diri Rendah

Mekanisme Koping Mekanisme Koping


Individu Tidak Efektif Keluarga Tidak Efektif

(Nurhalimah, 2016)

E. Penentuan Diagnosa
1. Batasan karakteristik perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang

rendah sebagai berikut :

a. Mengritik diri sendiri dan/ atau orang lain

b. Penurunan produktivitas

c. Destruktif yang diarahkan pada orang lain

d. Gangguan dalam berhubungan

e. Rasa diri penting yang berlebihan


f. Perasaan tidak mampu
g. Rasa bersalah

h. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan

i. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri

j. Ketegangan peran yang dirasakan

k. Pandangan hidup yang pesimis

l. Keluhan fisik

m. Pandangan hidup yang bertentangan

n. Penolakan terhadap kemampuan personal

o. Destruktif terhadap diri sendiri

p. Pengurangan diri

q. Menarik diri secara social

r. Penyalahgunaan zat

s. Menarik diri dari realitas

t. Khawatir

2. Tanda dan gejala harga diri rendah Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352),

Keliat B.A (1994 : 20) sebagai berikut :

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak

setelah mendapat terapi sinar pada kanker

b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika

saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri

sendiri.

c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu,

saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa


d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin

bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.

e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang

memilih alternatif tindakan.

f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang

g. suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan. (Keliet, 2001)

Ungkapan negatif tentang diri sendiri merupakan salah satu tanda dan gejala

harga diri rendah. Selain itu tanda dan gejala harga diri rendah didapatkan dari

data subyektif dan obyektif, seperti tertera dibawah ini

1. Data Subjektif : Pasien mengungkapkan tentang:

a. Hal negatif diri sendiri atau orang lain

b. Perasaan tidak mampu

c. Pandangan hidup yang pesimis

d. Penolakan terhadap kemampuan diri

e. Mengevaluasi diri tidak mampu mengatasi situasi

2. Data Objektif:

a. Penurunan produktivitas
b. Tidak berani menatap lawan bicara

c. Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi

d. Bicara lambat dengan nada suara lemah

e. Bimbang, perilaku yang non asertif

f. Mengekspresikan tidak berdaya dan tidak berguna

Menurut CMHN (2006), tanda dan gejala harga diri yang rendah adalah:

1. Mengkritik diri sendiri

2. Perasaan tidak mampu


3. Pandangan hidup yang pesimis

4. Penurunan produktifitas

5. Penolakan terhadap kemampuan diri

6. Kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapih, selera makan

kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara

lambat dengan nada suara lemah.

Townsend (1998), menambahkan karakteristik pasien dengan harga diri

rendah adalah:

1. Ekspresi rasa malu atau bersalah

2. Ragu-ragu untuk mencoba hal-hal baru atau situasi-situasi baru

3. Hipersensitifitas terhadap kritik(Nurhalimah, 2016)

F. Terapi Kognitif Pada Remaja Dengan Harga Diri Rendah

Terapi kognitif diberikan dalam 3 sesi yaitu sesi 1 identifikasi pikiran

otomatis negative, sesi 2 penggunaan tangga pan rasional terhadap pikiran

otomatis negative, dan sesi 3 manfaat tanggapan rasional terhadap pikiran

otomatis yang negative. Terapi dilakukan sebanyak 6 pertemuan masing-masing

pertemuan dilakukan setiap minggu berkisar 45-60 menit pada masing-masing


responden.

Remaja dengan korban bullying akan menerjemahkan pengalaman bullying

dalam kehidupan sehari-hari. Penerjemahan ini dimulai dari pemikiran apa yang

telah terjadi sehingga timbul asumsi, ketika asumsi tersebut terus berulang maka

akan mengaktifkan asumsi buruk yang akan menghasilkan pikiran otomatis

negative dan akhirnya diterjemahkan melalui perasaan, pikiran, perilaku baik

interpersonal ataupun intrapersonal.


Dari sesi terapi teridentifikasi pikiran otomatis negative dari responden

korban bullying antara lain merasa dirinya bodoh, merasa tidak bisa melakukan

apapun karena selalu dinilai salah, merasa diawasi oleh teman sekitar dan

diperbincangkan, setiap ada 2 orang atau lebih yang berkumpul pasti sedang

membicarakan dirinya, merasa tidak berguna, merasa tidak beruntung, tidak

dihargai dan dihormati, berfikir bahwa dirinya memang seperti apa yang

diolokkan temannya, merasa tidak disukai teman. Pikiran otomatis negative yang

dihasilkan korban bullying ini menghasilkan perilaku maladaptive yang

mengarah kepada harga diri rendah.

Di sesi akhir terapis berdiskusi tentang manfaat berpikir positif dan

bagaimana manfaat latihan selama ini sehingga diharapkan responden akan

menyadari pentingnya mengontrol pikirn negative dan dilakukan terus jika

pikiran otomatis negative muncul. Kesadaran akan pentingnya suatu hal

dilakukan merupakan modal perubahan seseorang kea rah yang lebih baik. Allen

(2006) mengatakan bahwa latihan kognitif yang dilakukan responden akan

meningkatkan kemampuan mengontrol pikiran otomatis negative.(Febriana,

Betie, 2016)
G. Konsep Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah

1. Pengkajian Harga Diri Rendah

Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada

pasiendan keluarga(pelaku rawat).Tanda dan gejala harga diri rendah dapat

ditemukan melalui wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana penilaian Anda tentang diri sendiri?

b. Coba ceritakan apakah penilaian Anda terhadap diri sendiri

mempengaruhi hubungan Anda dengan orang lain?


c. Apa yang menjadi harapan Anda?

d. Apa saja harapan yang telah Anda capai?

e. Apa saja harapan yang belum berhasil Anda capai?

f. Apa upaya yang Anda lakukan untuk mencapai harapan yang belum

terpenuhi?

2. Diagnose Keperawatan Harga Diri Rendah

Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala harga

diri rendah yang ditemukan. Pada pasiengangguan jiwa, diagnosis

keperawatan yang ditegakkan adalah: gangguan Konsep Diri: Harga diri

rendah merupakan core problem (masalah utama). Apa bila harga diri

rendah pasien tidak diintervensi akan mengakibatkan isolasi sosial.

Penyebab harga diri rendah pasien dikarenakan pasien memilik i mekanisme

koping yang inefektif dan dapat pula dikarenakan mekanisme koping

keluarga yang inefektif.

3. Tindakan Keperawatan Harga Diri Rendah

Tindakan keperawatan harga diri rendah dilakukan terhadap pasiendan

keluarga/ pelaku yang merawat klien. Saat melakukan pelayanan di poli


kesehatan jiwa, Puskesmas atau kunjungan rumah, perawat menemui

keluarga terlebih dahulu sebelum menemui klien. Bersama keluarga,

perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasiendan keluarga.

Setelah itu, perawat menemui pasienuntuk melakukan pengkajian dan

melatih cara untuk mengatasi harga diri rendah yang dialami klien. Setelah

perawat selesai melatih pasien maka perawat kembali menemui dan melatih

keluarga untuk merawat klien, serta menyampaikan hasil tindakan yang telah

dilakukan terhadap pasiendan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk
membimbing pasien melatih kegiatan yang telah diajarkan oleh perawat

untuk mengatasi harga diri rendah.

Tindakan keperawatan untuk pasiendan keluarga dilakukan pada setiap

pertemuan, minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasiendan

keluarga mampu mengatasi harga diri rendah.

a. Tindakan Keperawatan untuk PasienHarga Diri Rendah

Tujuan: Pasien mampu:

1) Membina hubungan saling percaya

2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

3) Menilai kemampuan yang dapat digunakan

4) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan

5) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan

6) Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya

Tindakan Keperawatan:

1) Membina hubungan saling percaya, dengan cara:

a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.

b) Perkenalkan diri dengan klien: perkenalkan nama dan nama


panggilan yang Perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama

panggilan pasienyang disukai.

c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasiensaat ini.

d) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama

klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.

e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang

diperoleh untuk kepentingan terapi.

f) Tunjukkan sikap empati terhadap klien.


g) Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan.

2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki

klien. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah :

a) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif

pasien(buat daftar kegiatan)

b) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian

yang negatif setiap kali bertemu dengan klien.

3) Membantu pasiendapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :

a) Bantu pasienmenilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini

(pilih dari daftar kegiatan): buat daftar kegiatan yang dapat

dilakukan saat ini.

b) Bantu pasienmenyebutkannya dan memberi penguatan terhadap

kemampuan diri yang diungkapkan klien.

4) Membantu pasiendapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan

daftar kegiatan yang dapat dilakukan. Tindakan keperawatan yang

dapat dilakukan adalah :


a) Diskusikan kegiatan yang akan dipilih untuk dilatih saat

pertemuan.

b) Bantu pasienmemberikan alasan terhadap pilihan yang ia

tetapkan.

c) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya).

d) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari.

e) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang

diperlihatkan klien.
5) Membantu pasiendapat merencanakan kegiatan sesuai

kemampuannya dan menyusun rencana kegiatan. Tindakan

keperawatan yang dapat dilakukan adalah :

a) Berikesempatan pada pasienuntuk mencoba kegiatan yang telah

dilatihkan.

b) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan

pasiensetiap hari.

c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan

perubahan setiap aktivitas.

d) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasiendan

keluarga.

e) Beri kesempatan pasienuntuk mengungkapkan perasaannya

setelah pelaksanaan kegiatan.

f) Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang

dilakukan klien.

b. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga dengan PasienHarga Diri

Rendah Keluarga diharapkan dapat merawat pasienharga diri rendah di


rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi klien.

Tujuan: Keluarga mampu:

1) Mengenal masalah harga diri rendah

2) Mengambil keputusan untuk merawat harga diri rendah

3) Merawat harga diri rendah

4) Memodifikasi lingkungan yang mendukung meningkatkan harga

diri klien

5) Menilai perkembangan perubahan kemampuan klien


6) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan

Tindakan Keperawatan:

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien

2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya harga

diri rendah dan mengambil keputusan merawat klien

3) Melatih keluarga cara merawat harga diri rendah

4) Membimbing keluarga merawat harga diri rendah

5) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan

yang mendukung meningkatkan harga diri klien

6) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan

rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan

7) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara

teratur.

4. Strategi Pelaksanaan pada Pasien Harga Diri Rendah

Pasien

Sp 1 :

a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien


b. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat

digunakan

c. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan

kemampuan pasien

d. Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih

e. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien

f. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Sp II
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

b. Melatih kemampuan kedua

c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Keluarga

Sp 1

a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien

b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami

pasien beserta proses terjadinya

c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah

Sp II

a. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga

diri rendah

b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien

harga diri rendah

Sp III

a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk

minum obat (discharge planning)


b. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

5. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga Dalam Merawat Pasien

Harga Diri Rendah

a. Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan apabila pasiendapat:

1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

2) Menilai dan memilih kemampuan yang dapat dikerjakan

3) Melatih kemampuan yang dapat dikerjakan

4) Membuat jadwal kegiatan harian


5) Melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan harian

6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan positif dalam mengatasi

harga diri rendah

b. Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan apabila keluarga dapat:

1) Mengenal harga diri rendah yang dialami pasien(pengertian, tanda

dan gejala, dan proses terjadinya harga diri rendah)

2) Mengambil keputusan merawat harga diri rendah

3) Merawat harga diri rendah

4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung

pasienuntuk meningkatkan harga dirinya

5) Memantau peningkatan kemampuan pasiendalam mengatasi harga

diri rendah

6) Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh, dan

melakukan rujukan.

6. Dokumentasi Hasil Asuhan Keperawatan

Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan setiap selesai melakukan

tindakan keperawatan dengan pasiendan keluarga. Berikut ini contoh


pendokumentasian asuhan keperawatan harga diri rendah pada pertemuan

pertama.

IMPLEMENTASI EVALUASI

Tanggal …..,, bulan …,tahun…. Jam….. S: Pasien

Data Subyektif Klien: Pasienmengatakan:

Pasienmengatakan merasa tidak berguna, 1. mempunyai

merasa hidup ini tidak berarti, merasa tidak memiliki kemampuan

kemampuan. bermain memasak,


Saat berinteraksi pasiensering menundukkan kepala, kontak berenang,

mata kurang. merapikan tempat

Data Keluarga: tidur,

Keluarga mengatakan bingung, tidak tahu cara merawat menyapu, dan

anaknya menyulam.

Diagnosis Keperawatan: 2. akan melatih

Harga diri rendah merapikan tempat

Tindakan Keperawatan: tidur, menyapu,.

Klien: 3. merasa senang

. Mendiskusikan kemampuan yang dimiliki klien setelah latihan

. Membantu pasienmenilai dan memilih kemampuan yang merapikan tempat

masih dapat digunakan saat ini tidur

. Melatih kegiatan pertama: merapikan tempat tidur S: Keluarga

. Membantu pasienmemasukkan latihan merapikan tempat Keluarga mengatakan

tidur ke dalam jadwal kegiatan harian. merasa senang

Keluarga: berlatih cara merawat

. Mendiskusikan masalah dalam merawat anaknya dan


. Melatih keluarga cara merawat akan memotivasi

Rencana Tindak Lanjut: anaknya merapikan

Tgl…bulan… tahun….pukul…. tempat tidur sesuai

Klien: Latih kegiatan kedua: menyapu jadwal.

Keluarga: O:Klien

Latihkeluargamerawatkliendengancaramendampingiklienberl Mampu merapikan

atihmenyapu. tempat tidur

O:Keluarga
Mampu

mempraktekkan cara

memberi pujian pada

anaknya

A: harga diri rendah

teratasi

P:

P Klien: merapikan

tempat tidur

sesuai jadwal (bangun

tidur pagi dan

pkl. 04.00 sore).

P Keluarga:

mengingatkan

pasienuntuk

merapikan tempat

tidur
sesuai jadwal (jika

pasienlupa) dan

memberikan pujian

setelah

pasienmelakukannya.

Perawat

(Nurhalimah, 2016)
C. Contoh Kasus Harga Diri Rendah pada Remaja

1. Kasus

Nn. T berusia 20 tahun seorang artis cilik, terdiagnosis Bullimia Nervosa

selama tiga tahun. Sejak kecil Nn.T memang menggemaskan karena tubuhnya

yang gemuk. Ketika Nn.T beranjak remaja, ia menjadi korban bully dari teman-

temannya karena tubuhnya yang gemuk.Nn.T selalu memendam hal tersebut

sampai ia mengalami setres berat. Nn.T melampiaskan rasa setresnya dengan

makan dan bulimia. Ia mengatakan pernah memiliki berat badan 78 kg kala

tingginya 140 cm. Sampai pada akhirnya ia melakukan diet ketat bahkan sampai

harus diopname karena menolak makan. Demi bertubuh langsing. Nn.T mengaku

sempat merogoh tenggorokan hingga memuntahkan segala makanan yang sudah

masuk perut, berolahraga secara berlebihan Sepanjang itu, tidak ada anggota

keluarganya yang tahu. Nn.T kerap depresi ketika berhadapan dengan angka

timbangan yang tidak kunjung bergerak ke arah kiri, bahkan sempat membanting

dua timbangan. Nn.T sempat pun sempat merasakan ketakutan akan penyakit

tersebut dan harus berhenti atau live or die. (Astuti et al, 2014)

2. Hasil Pengkajian Kasus Berdasarkan Stuart Model


Faktor predisposisi dilihat dari aspek biologi : klien terdiagnosis Bullimia

Nervosa selama 3 tahun hingga ia memiliki berat badan 78 kg saat tinggi

badannya 140 cm. Psikologis: klien merasa setres berat akibat kerap dibully

karena tubuhnya yang gemuk Sosiokultural: klien berjenis kelamin perempuan

berusia 17 tahun, ia menjadi seorang artis sejak kecil.

Faktor Presipitasi dari aspek sifat : klien menderita penyakit Bullimia

nervosa dan merasa mengalami harga diri rendah dengan keadaan tubuhnya.

Aspek asal : klien merasa harga dirinya rendah karena kondisi tubuhnya yang
gemuk. Aspek waktu : klien menderita Bullimia Nervosa selama 3 tahun. Aspek

Jumlah : klien merasa malu karena bentuk tubuhnya yang gemuk dan klien ingin

melakukan segala cara untuk terlihat langsing.

Penilaian terhadap stressor secar respons kognitif : klien merasa malu

keadaan tubuhnya yang gemuk dan ia kebingungan mencari solusi atas

penyakitnya. Respons afektif : klien sempat merasakan ketakutan akan penyakit

yang ia derita hingga ia berfikir ingin berhenti atau jika tidak ia akan mati.

Respons fisiologis : mengaku sempat merogoh tenggorokan hingga

memuntahkan segala makanan yang sudah masuk perutnya karena ia takut

dietnya gagal. Respons perilaku : klien kerap depresi ketika berhadapan dengan

angka timbangan yang tidak kunjung bergerak ke arah kiri dan sempat

membanting dua timbangan. Respons sosial : klien menyembunyikan setres dari

anggota keluarganya

Kemampuan mengatasi masalah dalam aspek dukungan sosial (sosial

support) : keluarga klien selalu memberikan dukungan atas keadaan klien. Aspek

Material asset: klien merupakan keluarga dari orang yang berkecukupan dan ia

juga berstatus sebagai artis sehingga mudah untuk mengakses pelayanan


kesehatan.

Mekanisme koping yang klien lakukan yaitu mekanisme secara destruktif :

yang mana klien tidak mampu mengekspresikan perasaan terkait dengan

perubahan kondisi kesehatannya dan menjadi merasa tertekan atau depresi, dan ia

tidak bisa menyatakn ekspresi yang ia alami kepada anggota keluarganya dan ia

selalu menghindarkan diri dari keadaan sosialnya.

3. Diagnose Medis dan Diagnosa Keperawatan

a. Diagnose Medis
Bulimia nervosa (BN) digambarkan dengan episode berulang

makan berlebihan (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan

kompensatori (muntah, berpuasa, beriadah, atau kombinasinya). Makan

berlebihan disertai dengan perasaan subjektif kehilangan kawalan ketika

makan. Muntah yang dilakukan secara sengaja atau beriadah secara

berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin dan

tiroksin juga boleh terjadi (Chavez dan Insel, 2007).

Menurut Davidson (2010) Gangguan makan Bulimia Nervosa

mencakup episode mengonsumsi makanan dengan jumlah besar secara

cepat kemudian diikuti dengan perilaku kompensatori seperti muntah,

puasa atau olahraga secara berlebihan untuk mencegah bertambahnya

berat badan. Pada pasien bulimia, makan berlebihan biasanya dilakukan

secara diam-diam, hal tersebut dapat terjadi karena dipicu oleh stres dan

berbagai emosi negatif yang ditimbulkannya dan akan terus berlangsung

hingga orang yang bersangkutan akan merasa sangat kekenyangan.

DSM-IV membagikan BN kepada dua bentuk yaitu purging dan

nonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali


makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik

atau enema. Pada tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara

lain selain cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau

beriadah secara berlebihan (American Psychiatric Association, 2005)

b. Diagnose Keperawatan

Diagnosa Keperawatan menurut NANDA (2015) yang muncul pada

kasus diatas adalah sebagai berikut :

1. Harga diri rendah kronik


2. Gangguan citra tubuh

3. Isolasi social

3 Penatalaksanaan (Terapi Medis dan Keperawatan)

a. Penatalaksanaan Medis

1) Farmakoterapi

Antidepresan, termasuk tetrasiklik (Tofranil), Serotonin spesipik

re–uptake inhibitor (SSRI) (fluoksetin (prozac)) dan penghambat

monoamin oksidase (MAOI) (fenelzin (Nardil)) bermamfaat untuk

mengobati depresi pada buklimia nervosa. Semua obat itu digunakan

sebagai bagian dari suatu program therapi yang menyeluruh dengan

psikotherapi. Khusus bagi pasien dengan cemas dan agitasi dapat

diberikan lorazepam (Ativan) per oral atau IM.

2) Psikoterapi

a) Terapi perilaku kognitif

Terapi perilaku kognitif diberikan karena pasien mengalami

depresi yang memiliki dimilikinya serta kerentanan dan

kekambuhan dimasa mendatang dapat dikurangi. Terapi perilaku


kognitif harus dipertimbangkan sebagai acuan ,tetapi lini pertama

bulimia nervosa : Menghentikan siklus perilaku makan berlebihan

dan diet yang dipertahankan sendiri. Mengubah kognisi dan

keyakinan seseorang yang mengalami disfungsi mengenai makanan

, berat dan bentuk tubuh , serta konsep diri secara keseluruhan.

b) Psikoterapi interpersonal

Terapi ini digunakan untuk mengobati depresi dan gangguan

makan, yang fokus kepada aspek interpersonal penyakit. Hubungan


dekat dan pembicaraan hati-hati penting dilakukan agar pemicu

masalah ditemukan kemudian bisa diartikan sebagai kendala dalam

transisi peran pasien, pertentangan interpersonal, rendahnya kualitas

hubungan pribadi atau berkabung.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Diagnose Keperawatan NOC NIC

Harga diri rendah Harga diri Peningkatan Harga

kronik Definisi: penilaian harga diri

Definisi: evaluasi diri diri sendiri 1. Dukung pasien untuk

atau perasaan negatif 1. Klien dapat bisa mengidentifikasi

tentang diri sendiri atau mengatakan secara kekuatan

kemampuan diri yang verbalisasi menerima 2. Bantu pasien untuk

berlangsung lama diri sebelumya dari menemukan

Batasan Karakteristik: skala 1 (tidak pernah penerimaan

1. Bergantung pada dilakukan) menjadi 4 3. Bantu pasien untuk

pendapat orang lain (sering dilakukan) mengatur tujuan yang

2. Ekspresi rasa bersalah 2. Klien mampu realistik dalam


3. Ekspresi rasa malu menerima gambaran rangka mencapai

(akibat bentuk dirinya dari skala 1 harga diri yang lebih

tubuhnya yang gemuk (tidak pernah tinggi

yang tidak bisa dilakukan) menjadi 4 4. Bantu pasien untuk

diterima dikalangan (sering dilakukan) mengatasi bulying

temannya) 3. Klien dapat atau ejekan

4. Enggan mencoba hal berkomunikasi secara (mengajarkan pasien

baru terbuka dari skla 2 untuk mengatasi


5. Kegagalan hidup (jarang dilakukan) bulliying yang

berulang menjadi 5 (konsisten dialami menjadi

6. Kontak mata kurang dilakukan) sebuah motivasi

(tidak bisa 4. Klien dapat untuk bangkit)

mengungkaplkan meningkatkan 5. Fasilitasi lingkungan

perasaan yang ia alami kepercayaan diri dari dan aktivitas yang

kepada keluarga atau skala 1 (tidak pernah akan meningkatkan

orang terdekatnya) dilakukan) menjadi 4 harga diri (dilakukan

7. Melebih-lebihkan (sering dilakukan). dengan memberikan

umpan balik negatif 5. Klien dapat menerima lingkungan yang

tentang diri sendiri terhadap kritik yang nyaman dengan

8. Menolak umpan balik membangun dari skala sosialisasi yang

positif tentang diri 1 (tidak pernah sesuai dengan

sendiri dilakukan) menjadi 4 keadaan klien)

9. Meremehkan (sering dilakukan) Peningkatan Citra

kemampuan mengatasi 6. Klien mampu Tubuh

situasi menggambarkan 1. Tentukan harapan


10. Pasif tentang sukses di citra diri pasien

11. Perilaku bimbang sekolah dari skala 1 didasarkan pada

12. Perilaku tidak asertif (tidak pernah tahap perkembangan

(berusaha keras dilakukan) menjadi 4 2. Bantu pasien untuk

menjadi yang (sering dilakukan). mengembangkan

diinginkan tanpa 7. Klien mampu harapan citra tubuh

melihat keadaan) menggambarkan yang lebih realistik

13. Secara berlebihan tentang bangga pada 3. Monitor frekuensi


mencari penguatan diri sendiri dari skala dari pernyataan

14. Sering kali mencari 1 (tidak pernah mengkritisi diri

penegasan dilakukan) menjadi 5 4. Bantu pasien untuk

(dilakukan secara mengidentifikasi

konsisten) tindakan-tindakan

8. Klien dapat merasakan yang akan

tentang nilai pada meningkatkan

dirinya dari skala 1 penampilan

(tidak pernah

dilakukan) menjadi 4 Dukungan emosional

(konsisten dilakukan) 1. Rangkul atau sentuh

pasien dengan penuh

dukungan.

(dilakukan dengan

memberikan motivasi

pada pasien saat pasien)

2. Dorong pasien untuk


mengekspresikan

perasaan cemas, marah,

atau sedih.

(dilakukan dengan

menciptakan hubungan

saling percaya pada

pasien sehingga pasien

tidak enggan untuk


mengungkapkan

perasaannya)

3. Dengarkan dan

dorong ekspresi

keyakinan dan perasaaan

(dilakukan dengan

menjadi pendengar yang

baik sehingga pasien

bisa mengekspresikan

keyakinan serta perasaan

yang pasien pendam)


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan

tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka

cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan

penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek

utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain. (Keliat, 2001)

Menurut Schult & videbeck (1998) gangguan harga diri rendah adalah penilaian

negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung

maupun tidak langsung.

B. Saran

Bagi tenaga kesehatan khusunya perawat diharapkan mampu memiliki

keterampilan dalam hubungan terapeutik untuk mengatasi masalah psikososial harga

diri rendah kronik yang terjadi pada usia remaja guna meminimalisir terjadinya

kesalahan persepsi antara klien dan perawat, karena usia remaja merupakan masa

perkembangan yang labil. Sebagai seorang perawat diharapkan juga bisa melakukan

upaya promotif yang dapat dilakukan perawat dengan memberikan motivasi kepada

klien. Upaya preventif dengan membantu mengatasi masalah yang dialami klien

sebelum menjadi harga diri rendah. Upaya kuratif yang dapat dilakukan yaitu dengan

memberikan pengobatan dan asuhan keperawatan yang tepat untuk penyembuhan

masalah harga diri rendah agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

Upaya rehabilitatif merupakan upaya terakhir yaitu dengan mengembalikan bekas

penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat bersosialisasi kembali sebagai anggota

masyarakat yang dapat menggunakan kemampuannya semaksimal mungkin.


Daftar Pustaka

Astuti, Lutfi Dwi Puji., Paramitha, Tasya., Syartiqa, Shalli. 2014. Derita Bulimia

Tina Toon.

Febriana, Betie, D. (2016). Pengaruh Terapi Kognitif Terhadap Harga Diri Remaja

Korban Bulyying. Jurnal Ilmu Keperawatan, 4.

Keliat, B.A. 2001. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

NANDA International. 2015. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications

2015-2017. Jakarta : EGC

Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia.

Stuart, G. Wischarz. 2013. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 10th

Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh B. Anna. Keliat, dan J. Pasaribu.

2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Edisi Indonesia
Pertama. Singapore: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai