Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

KONSEP TOILET TRAINING & CARA


MENGATASINYA

Dosen Pengampu :
Ns. Hellena Delli, M.Kep

Program B 2019

SITI NURHALIZA
1911166160

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, saya panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Anak tentang Konsep Toilet Training dan
Cara Mengatasinya.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Konsep Toilet Training
dan Cara Mengatasinya ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Pekanbaru , 27 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Toilet Training..................................................................................3
2.2 Faktor Penyebab Keberhasilan Toilet Training..................................................5
2.3 Faktor Penyebab Kegagalan Toilet Training.....................................................5

2.4 Dampak Kegagalan Toilet Training.................................................................6


2.5 Cara Mengatasi Masalah Toilet Training..........................................................7

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.............................................................................................................7
3.2 Saran.......................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak usia toddler (1-3 tahun) merujuk konsep periode kritis dan plastisitas
yang tinggi dalam proses tumbuh kembang maka usia satu sampai tiga tahun sering
disebut sebagai golden periode dimana anak dapat meningkatkan kemampuan
setinggi- tingginya adalah pertumbuhan sel otak cepat dalam waktu yang singkat peka
terhadap stimulasi dan pengalaman fleksibel mengambil alih fungsi sel sekitarnya
dengan membentuk sinap sinap yang mempengaruhi periode tumbuh kembang
selanjutnya. Anak pada usia ini harus mendapatkan perhatian yang serius dalam arti
tidak hanya mendapatkan nutrisi yang memadai saja tetapi memperhatikan juga
intervensi stimulasi dini untuk membantu anak meningkatkan potensi dengan
memperoleh pengalaman yang sesuai dengan perkembangannya (Hidayat, 2008).

Pada masa toddler, anak mulai mengembangkan kemandiriannya dengan lebih


memahirkan keterampilan yang telah dipelajarinya ketika bayi. Keseimbangan tubuh
sudah mulai berkembang terutama dalam berjalan yang sangat diperlukan untuk
menguatkan rasa otonomi untuk mengendalikan kemauannya sendiri(Suciati &
Rahayuningsih) Tumbuh kembang yang paling nyata pada tahap ini adalah
kemampuan untuk mengeksplor dan memanipulasi lingkungan tanpa tergantung pada
orang lain. Tampak saling keterkaitan antara perkembangan dan pertumbuhan fisik
dengan Psikososial. Toddler juga belajar mengendalikan buang air besar dan kecil
menjelang usia tiga tahun. Sangat penting bagi mereka untuk mengembangkan
ketrampilan motorik seperti belajar penerapan toilet training dengan benar (Wong,
2009).

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. toilet training ini
dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 2 tahun.
Dalam melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan
persiapan baik secara fisik, psikologis maupun secara intelektual, melalui persiapan
tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil
secara mandiri (Hidayat, 2008).

Di USA dan Eropa, toilet training sudah menjadi prosedur tetap pada anak yang
dimulai usia 3 tahun. Jika dalam usia itu belum di toilet training, maka akan
dikonsultasikan ke dokter specialis anak yang akan bekerjasama dengan psikolog.
Akhir-akhir ini sudah menjadi trend, bagi ibu-ibu untuk memakaikan diapers bagi
anak balita mereka, padahal banyak sekali kekurangannya, selain menyebabkan
infeksi juga dapat mengiritasi kulit, selain itu harganya pun lebih mahal (Natalia,
2006).

Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30 % dari 250 juta jiwa penduduk
Indonesia, dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional
diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB dan BAK (ngompol) di usia
toddler sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena ini dipicu karena
banyak hal, pengetahuan ibu yang kurang tentang cara melatih BAB dan BAK,
pemakaian DIAPERS (popok sekali pakai) , hadirnya saudara baru dan masih banyak
lainnya (Wawan & Dewi, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Toilet Training ?
2. Apa saja Faktor Keberhasilan Toilet Training ?
3. Apa saja Faktor Penghambat Toilet Training ?
4. Apa dampak Ketidakberhasilan Toilet Training ?
5. Bagaimana Cara Mengatasi Ketidakberhasilan Toilet Training ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mahasiswa mengetahui pengertian dari toilet training
2. Mahasiswa mengetahui faktor keberhasilan toilet training
3. Mahasiswa mengetahui faktor penghambat toilet training
4. Mahasiswa mengetahui dampak ketidakberhasilan toilet training
5. Mahasiswa mengetahui cara mengatasi Ketidakberhasilan toilet training

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toilet Training

Toilet training adalah suatu teknik untuk mengajarkan anak buang air besar
(BAB) maupun buang air kecil (BAK) di toilet pada waktu yang dapat diterima
secara sosial dan usia (Chandra, 2015).

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. toilet training ini
dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 2 tahun.
Dalam melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak membutuhkan
persiapan baik secara fisik, psikologis maupun secara intelektual, melalui persiapan
tersebut diharapkan anak mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil
secara mandiri (Hidayat, 2008).

Toilet training pada anak merupakan usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Hal ini dapat
dicapai dengan selalu memberikan contoh yang baik.Toilet training juga dapat
menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa
untuk melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar
(Keperawatan, Medan, & Helvetiamedan, 2019).

2.2 Faktor Penyebab Keberhasilan Toilet Training

1. Peran Keluarga

Pelatihan yang terlalu terlambat atau latihan saluran kemih yang tidak benar oleh
orang tua juga merupakan faktor yang berkontribusi penting yang keluarga harus
lakukan mendukung anak agar tidak mengompol di malam hari dan ditawarkan
sentuhan khusus bahkan penghargaan bila anak tidak mengompol di tempat
tidurnya, batasi untuk tidak meminum air terlalu banyak, khususnya menjelang
waktu tidur minta anak untuk buang air kecil dan buang air besar lebih dahulu
sebelum tidur. Ketidaksabaran, rasa tidak aman, rasa cemas dan perilaku
orangtua yang kaku merupakan penghalang keberhasilan penanganan enuresis,
keluarga harus melihat ke situasi dan mencari tahu penyebabnya jika anak
mengalami masalah ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tria Fatmawati tentang hubungan peran orang tua dengan keberhasilan toilet
training pada usia toddler di Desa Tunggal Pager Kecamatan Pungging
Kabupaten Mojokerto Tahun 2015.

2. Fasilitas Toilet Training Anak

Keluarga masih ada yang kurang motivasi seperti kurang berkomunikasi


langsung dengan anaknya mengenai bagaimana cara BAB dan BAK yang baik.
Biasanya keluarga yang memiliki kesibukan di luar rumah, tidak sempat
memperhatikan lingkungan di rumahnya yang tampak kotor, sehingga anak
kurang nyaman dengan fasilitas untuk BAB dan BAK di toilet, anak masih
mengompol, anak BAB dan BAK disembarang tempat, anak menjadi susah
diatur (Jurnal Keperawatan Helvetia, 2019).

3. Jenis Kelamin Anak

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kemampuan toilet training yaitu jenis


kelamin anak, dimana sebagian besar (66,7%) jenis kelamin anak adalah
perempuan. Hasil penelitian menegaskan bahwa anak laki-laki memang memulai
dan menguasai toilet training lebih lama dibanding anak perempuan. Perbedaan
ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sistem saraf anak laki-laki
berkembang lebih lama, wanita cenderung jadi pengasuh utama sehingga anak
laki- laki tidak memperhatikan sesama laki-laki yang menjadi figur panutan
sesering anak perempuan, anak laki-laki kurang sensitif dengan rasa basah di
kulit mereka (Dhianita, 2006). Anak perempuan biasanya lebih mudah
mengikuti perintah dengan baik dan mudah dikendalikan sehingga lebih cepat
menangkap dan menirukan apa yang diajarkan oleh orang tuanya daripada anak
laki-laki yang sulit untuk diatur dan dikendalikan.

2.3 Faktor Penghambat Toilet Training

Anak yang belum siap dalam melakukan toilet training, anak masih memerlukan
bantuan keluarga saat cebok sesudah buang air besar, sehingga tentu sangat
dibutuhkan dukungan keluarga, namun masih ada yang kurang motivasi seperti
kurang berkomunikasi langsung dengan anaknya, keluarga lebih memakai cara
praktis dengan pemakaian diapers atau pempes sehingga keluarga tidak perlu
susah untuk melakukan toilet training pada anak. Hal ini tentu dapat berdampak
pada kebutuhan kemandirian anak di kemudian hari.

2.4 Dampak Kegagalan Toilet Training

Kegagalan dalam toilet training dapat berpengaruh terhadap perkembangan anak


pada tahapan usia selanjutnya. Kegagalan toilet training dapat disebabkan karena
perlakuan atau aturan yang ketat dari orang tua kepada anak, sehingga dapat
meng- ganggu kepribadian anak dimana anak cenderung bersikap keras kepala
dan kikir. Hal ini dapat ditunjukkan oleh orang tua yang sering me- marahi anak
pada saat buang air kecil maupun besar atau melarang anak untuk buang air kecil
maupun besar saat bepergian (Mujahidatul, 2014).

1. Anak usia prasekolah yang mengompol

Anak yang didalam masa toodler nya mengalami kegagalan atau bahkan tidak
mendapatkan pengajaran toilet training di keluarganya, menyebabkan anak
menjadi sulit mengungkapkan keinginan nya untuk melakukan toileting seperti
BAK dan BAB. Hal ini tentu membawa dampak yang negatif sampai anak
berada di usia pra sekolah ataupun masa sekolah, anak menjadi tidak tahu apa
yang harus mereka lakukan, sehingga banyak ditemukan anak usia pra sekolah
yang masih mengompol.
2. Anak mengompol di sembarang tempat

Penggunaan tempat BAK dan BAB yang salah adalah hasil dari
ketidakberhasilannya toilet training pada usia toodler. Anak yang tidak pernah
diajari oleh orang tua tentang bagaimana cara dan tempat yang benar untuk BAK
dan BAB menyebabkan anak sering mengompol di sembarang tempat.

3. Kepribadian Anak

Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya
perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat
mengganggu kepribadian anak atau kecenderungan bersifat retentif dimana anak
cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir (Jurnal Universitas
Muhammadiyah Pontianak).

2.5 Cara Mengatasi Masalah Toilet Training

1. Teknik Oral

Teknik oral merupakan salah satu teknik yang dapat diajarkan orang
tua kepada anak dalam toilet training. Teknik oral diajarkan dengan cara
orang tua memberikan instruksi pada anak dengan kata-kata sebelum dan
sesudah BAK/BAB. Teknik oral berperan dalam memberikan rangsangan
kepada anak untuk BAK/BAB (Hidayat, 2005).

Orang tua yang melatih toilet training pertama kali dengan cara
menyuruh anak pergi ke kloset ketika merasakan BAK/BAB, anak akan
merasa bingung sehingga instruksi tersebut dapat mengejutkan anak. Keadaan
tersebut dapat terjadi karena sebelumnya anak belum mengenal tentang alat-
alat yang terdapat di kamar mandi dan bagaimana cara menggunakannya
(Kurniasih, 2008). Akibatnya anak menjadi kurang tertarik untuk melakukan
toilet training (Hardiani & Rahmawati, 2012).
2. Teknik Modelling

Teknik modelling merupakan cara melatih anak untuk mengontrol


BAK/BAB dengan meniru atau memberikan contoh bagaimana BAK/BAB.
Contoh tersebut dapat dilakukan oleh orang tua langsung kepada anak.

Anak usia toddler mempunyai kebiasaan senang meniru apa yang


diperbuat oleh orang lain, terutama anggota keluarganya (Nursalam, 2005).
Meniru adalah bagian besar dari proses belajar pada umur dua tahun. Jadi,
tonggak penting pada umur dua tahun adalah meniru perilaku orang lain,
terutama orang dewasa dan anak yang lebih tua (Shelov, 2004).

Mereka sering tertarik dengan aktivitas dalam kamar mandi keluarga,


sehingga sangat bijak ketika membiarkan anak memperhatikan orang tuanya
saat pergi ke kamar mandi. Dengan melihat orang dewasa menggunakan
toilet, anak akan mengamati bagaimana caranya menggunakan toilet sehingga
akan membuat mereka mempunyai keinginan yang sama (Sekartini, 2006).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Toilet training pada anak merupakan suatu usaha melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Ada banyak faktor
yang dapat mempengaruhi toilet training, mulai dari peran orang tua, jenis kelamin
anak, kesiapan anak dan fasilitas toilet training. Jika dilakukan dengan baik, maka
pengajaran pada anak tentang toilet training akan menghasilkan pengetahuan dan
perilaku yang positif oleh anak terhadap bagaimana penatalaksaan toilet training yang
baik. Namun sebaliknya, bila faktor tersebut mengalami kegagalan, maka anak akan
mengalami ketidakberhasilan dalam toilet training yang berdampak pada tidak ada
nya kemandirian pada anak serta kepribadian anak yang menjadi menyimpang. Oleh
karena itu, diharapkan orang tua dapat melakukan berbagai teknik dan cara
komunikasi yang baik saat usia toodler agar anak berhasil melewati fase toilet
training.

3.2 Saran

Diharapkan orang tua mampu melakukan komunikasi yang baik langsung


kepada anak tentang bagaimana cara toilet training yang baik dan menginstruksikan
dengan cara serta mencontohkan agar anak tidak menjadi bingung serta tidak
menyebabkan perilaku yang tidak sesuai akibat kegagalan toilet training di masa
yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Chandra, F. (2015). Gambaran pengetahuan dan sikap ibu tentang pelaksanaan toilet
training pada anak usia 1-3 tahun di wilayah kerja posyandu desa kubang jaya.
2(2), 1–16.

Hardiani, R. S., & Rahmawati, S. (2012). Jurnal Keperawatan Soedirman (The


Soedirman Journal of Nursing), Volume 7, No.1, Maret 2012. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), 7(1), 1–9.

Keperawatan, A., Medan, H., & Helvetiamedan, A. K. (2019). 1 , 2 1. 2(2), 15–24.

Musfiroh,M (2014). Memberikan, D., Training, T., & Anak, P. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 9(2), 157–166.

Suciati, N., & Rahayuningsih, S. I. (n.d.). Kesiapan Toilet Training Pada Anak
Toddler Di Banda Aceh Comparison Of Toilet Training Readiness. 1–6.

Anda mungkin juga menyukai