Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

“ANAK JALANAN”

DI SUSUN OLEH

ABDUL BAHRI NGGULE

SRI YULIN DJAILANI

EKA RIA NOVRITA R. MOHAMAD

NIRMWATI S. MOHAMAD

MEI LINA HESTI DWI SAPUTRI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI KESEHATAN GORONTALO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Bsa, atas segala karuniaNya. Sehingga

kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini kami susun untuk memenuhi

tugas seminar angkatan dengan judul : ‘Asuhan Keperawatan Pada anak jalanan”.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena

itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan makalah

kami selanjutnya. Akhir kata, Penulis menyampaikan terima kasih dan berharap semoga

makalah yang kami susun ini berguna bagi pembaca.

Gorontalo, September 2023

Kelompok 1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak jalanan adalah anak- anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk

bekerjadi jalanan kawasan urban. Sedangkan menurut Departemen Sosial RI, anak jalanan

merupakan anak yang berusia di bawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari

dalam 6 hari dalam seminggu.

Anak jalanan ini setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Peningkatan ini

merupakan salah satu akibat dari krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia. Akibat dari

krisis ini banyak sekali permasalahan yang muncul baik di bidang perekonomian,sosial, dan

kesehatan.

Dalam keadaan seperti ini, sangatlah besar kemungkinan bagi anak untuk

terjerumus kejalanan. Perekonomian yang kacau akibat krisis moneter menyebabkan terjadi

pemutusan hubungan kerja dimana- mana. Hingga pada akhirnya anak- anak pun sampai

diperkerjakan oleh orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Mereka yang

seharusnya bermain dan belajar telah ikut menanggung beban keluarga. Pada akhirnya

mereka menjadi penghuni tetap jalanan yang menghabiskan waktunya untuk bekerja dan

menggantungkan hidup di jalanan sehingga mereka menjadi anak jalanan.

Jumlah anak jalanan terus bertambah setiap tahunnya. Lembaga Perlindungan

Anak mencatat pada tahun 2003 terdapat 20.665 anak jalanan di Jawa Barat dan 4.626 di

antaranya berada di kotamadya Bandung. Data dari Pusdatin Kementerian Sosial RI tahun

2008 diketahui populasi anak jalanan di seluruh nusantara 232.000 orang dan 12.000

diantaranya berada diwilayah Jabotabek serta 8000 ada di Jakarta. Begitu pula di Semarang

yang merupakan ibu kota provinsi Jawa Tengah jumlah anak jalanan pun semakin tahun

mengalami peningkatan. Dari data pada tahun 2005 terdapat 335 anak

Pada tahun 2007 didapatkan data sebanyak 416 menurut yayasan Setara

Semarang.Peningkatan ini semakin signifikan tiap tahunnya, bahkan berdasarkan majalah

Gemari edisi 106 tahun 2010, menyebutkan bahwa jumlah anak jalanan di Semarang

mencapai hampir 2000 anak. (Ernawati, 2012)


1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan anak jalanan?

2. Bagaimana latar belakang munculnya anak jalanan?

3. Factor apa yang menyebabkan munculnya anak jalanan?

4. Bagaimana solusi yang tepat untuk menangani problem anak jalanan?

1.3 Tujuan

1) Tujuan Umum

Untuk memnuhi tugas salah satu mata kuliah keperawatan jiwa serta mengetahui

bagaimana bentuk kesehatan jiwa di masyarakat khsusunya anak jalanan

2) Tujuan Khusus

a. Dapat mengenali anak jalanan secara pendekatan

b. Mengetahui latar belakang munculnya anak jalanan

c. Mengetahui factor-faktor apa saja yang menyebabkan munculnya anak jalanan

d. Mencari tahu solusi yang tepat untuk menangani problem anak jalanan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Keperawatan Kesehatan Jiwa

Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat nonmateri, tetapi fungsi dan

manifestasinya sangat terkait pada materi, jiwa bersifat abstrak dan tidak berwujud benda.

Hal ini karena jiwa memang bukan berupa benda, melainkan sebuah sistem perilaku, hasil

olah pemikiran, perasaan, persepsi, dan berbagai pengaruh lingkungan sosial. Semua ini

merupakan manifestasi sebuah kejiwaan seseorang. Oleh karena itu, untuk mempelajari ilmu

jiwa dan keperawatannya, pelajarilah dari manifestasi jiwa terkait pada materi yang dapat

diamati berupa perilaku manusia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam keadaan bugar dan

nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman adalah relatif, karena

bersifat subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan merasakan. World Health

Organization (WHO) pada tahun 2008 menjelaskan kriteria orang yang sehat jiwanya adalah

orang yang dapat melakukan hal berikut.

1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk.

2. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.

3. Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.

4. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.

5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan.

6. Mempunyai daya kasih sayang yang besar.

7. Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian hari.

8. Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.

Menurut WHO, kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang

menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang menceerminkan kedewasaan

kepribadiannya. UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966 tentang Upaya Kesehatan Jiwa,

memberikan batasan bahwa upaya kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dapat menciptakan

keadaan yang memungkinkan atau mengizinkan perkembangan fisik, intelektual, dan

emosional yang optimal pada seseorang, serta perkembangan ini selaras dengan orang lain.
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Bab IX tentang kesehatan jiwa

menyebutkan Pasal 144 ayat 1 ‘Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap

orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat,

bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa”.

Ayat 2, Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas preventif,

promotif, kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa, dan masalah psikososial”.

2.2 Pengertian anak jalanan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam keadaan bugar dan

nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman adalah relatif, karena

bersifat subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan merasakan. Anak jalanan atau sering

disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak- anak yang mempunyai

kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya.

Menurut Departmen Sosial RI (1999), pengertian tentang anak jalanan adalah anak- anak di

bawah usia 18 tahun yang karena berbagai faktor, seperti ekonomi, konflik keluarga hingga

faktor budaya yang membuat mereka turun ke jalanan.

UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu Street Child are those

who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen

years of age, and have drifted into a nomadic streat life. Berdasarkan hal tersebut, maka

anak jalanan adalah anak-anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari

keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat terdekantnya, larut dalam kehidupan

berpindah-pindah di jalan raya. Menurut UU no 23 tentang kesehatan jiwa menyebutkan

penyebab munculnya anak jalanan dan gelandangan psikotik adalah:

1. Keluarga tidak perduli

2. Keluarga malu

3. Keluarga tidak tahu

4. Obat tidak diberikan

5. Tersesat ataupun karena Urbanisasi


2.3 Etiologi

Seiring dengan berkembangnya waktu, fenomena anak jalanan atau pekerja anak

banyak terkait dengan alasan ekonomi keluarga (kemiskinan) dan kecilnya kesempatan untuk

memperoleh pendidikan. Pendapatan orang tua yang sangat sedikit tidak mampu lagi untuk
mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehingga memaksa mereka untuk ikut bekerja.

Menurut Mulandar (1996), penyebab dari fenomena anak bekerja antara lain:

a. Dipaksa orang tua

b. Tekanan ekonomi keluarga

c. Diculik dan terpaksa bekerja oleh orang yang lebih dewasa

d. Asumsi dengan bekerja bisa digunakan sebagai sarana bermain

e. Pembenaran dari budaya bahwa sejak kecil anak harus bekerja.

Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam

kehidupan di jalanan antara lain:

a. Kesulitan keuangan

b. Tekanan kemiskinan

c. Ketidakharmonisan rumah tangga

d. Hubungan orang tua dan anak

Kombinasi dari faktor ini sering kali memaksa anak-anak mengambil inisiatif

mencari nafkah atau hidup mandiri di jalanan. Kadang pengaruh teman atau kerabat juga ikut

menentukan keputusan hidup di jalanan. Studi yang dilakukan Depsos Pusat dan Unika Atma

Jaya Jakarta (1999) di Surabaya yang mewawancarai 889 anak jalanan di berbagai sudut kota

menemukan bahwa faktor penyebab atau alasan anak memilih hidup di jalanan adalah karena

kurang biaya sekolah (28,2%) dan (28,6%)membantu pekerjaan orang tua (Suyanto, 2010).

Pada batas-batas tertentu, memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi yang mendorong

anak-anak hidup di jalanan.

Namun, bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan

yang menyebabkan anak lari dari rumah dan terpaksa hidup di jalanan. Menurut penjelasan

Baharsjah, kebanyakan anak bekerja di jalanan bukanlah atas kemauan mereka sendiri,

melainkan sekitar 60% di antaranya karena dipaksa oleh orang tua. Biasanya, anak-anak

yang memiliki keluarga, orang tua penjudi dan peminum alkohol, relatif lebih rawan untuk

memperoleh perlakuan yang salah. Pada kasus semacam ini, ibu sering kali menjadi objek

perasaan ganda yang membingungkan. Ia dibutuhkan kasih dan perlindungannya, namun

sekaligus dibenci karena perbuatannya (Farid, 1998). Anak yang hidup dengan orang tua

yang terbiasa menggunakan bahasa kekerasan seperti, menampar anak karena kesalahan

kecil, melakukan pemukulan sampai dengan tindak penganiayaan. Apabila semuanya sudah
dirasa melampaui batas toleransi anak itu sendiri, maka mereka akan fenderung memilih

keluar dari rumah dan hidup di jalanan. Bagi anak jalanan sendiri, sub-kultur kehidupan

urban menawarkan kebebasan, kesetiaan dan dalam taraf tertentu juga ‘perlindungan”

kepada anak-anak yang minggat dari rumah akibat diperlakukan salah, telah menjadi daya

tarik yang luar biasa. Menurut Farid (1998), makin lama anak hidup di jalan, maka makin

sulit mereka meninggalkan dunia dan kehidupan jalanan itu.

2.4 Tanda dan gejala

a. Orang dengan tubuh yang kotor sekali,

b. Rambutnya seperti sapu ijuk

c. Pakaiannya fompang-famping dengan membawa bungkusan besar yang berisi mafam

mafam barang

d. Bertingkah laku aneh seperti tertawa sendiri

e. Sukar diajak berkomunikasi

f. Pribadi tidak stabil

g. Tidak memiliki kelompok

2.5 Layanan yang dibutuhkan oleh anak jalanan

a. Kebutuhan fisik, meliputi kebutuhan makan, pakaian, perumahan dan kesehatan

b. Kebutuhan layanan psikis meliputi terapi medis psikiatris. keperawatan dan psikologis

c. Kebutuhan sosial seperti rekreasi, kesenian dan olah raga

d. Layanan kebutuhan ekonomi meliputi ketrampilan usaha, ketrampilan kerj a dan

penempatan dalam masyarakat.

e. Kebutuhan rohani

2.6 Asuhan keperawatan pada anak jalanan

2.6.1 Pengkajian

a. Faktor predisposisi

 Genetik

 Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem neurotransmiter.

 Teori virus dan infeksi

b. Faktor presipitasi

 Biologis

 Sosial kutural
 Psikologis

c. Penilaian terhadap stressor

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Berfikir logis - Pemikiran sesekali - Gangguan pemikiran

- Terdistorsi - Waham/halusinasi
- Persepsi akurat
- Kesulitan pengolahan
- Emosi konsisten dengan - Ilusi
- Emosi
pengalaman - Reaksi emosi
- Perilaku kacau dan isolasi
Berlebih Dan tidak social
- Perilaku sesuai
bereaksi
- Berhubungan sosial
- Perilaku aneh

- Penarikan tidak bisa


berhubungan sosial

d. Sumber koping

 Disonasi kognitif ( gangguan j iwa aktif )

 Pencapaian wawasan

 Kognitif yang konstan

 Bergerak menuju prestasi kerja

e. Mekanisme koping

 Regresi ( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan pengeluaran

sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)

 Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan

menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)

 Menarik diri

 Pengingkaran

2.6.2 Diagnosa Keperawatan

1) Harga Diri Rendah

2) Resiko perilaku kekerasan/perilaku kekerasan

3) Defisit perawatan diri


2.6.3 Intervensi keperawatan

Diagnosa 1. Harga Diri Rendah

Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan dengan

orang lain dan lingkungan.

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,

b. Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,

c. Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)

d. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya

e. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien

f. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan

bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Tindakan :

a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,

c. Utamakan memberi pujian yang realistis

d. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

e. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan

Tindakan :

a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

3. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang

dimiliki

Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai

kemampuan

b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

4. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan

Tindakan :

a. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan

b. Beri pujian atas keberhasilan klien

c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada

Tindakan :

a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien

b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat

c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 2: Perilaku kekerasan

Tujuan Umum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Tujuan Khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan:

a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan

jelaskan tujuan interaksi.

b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:

a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.

c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap

tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

Tindakan :

a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.

b. Observasi tanda perilaku kekerasan.

c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Tindakan:

a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:

a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.

b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

Tindakan :

a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

b. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal,

berolah raga, memukul bantal / kasur.

c. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
d. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi

kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan:

a. Bantu memilih cara yang paling tepat.

b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.

c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.

d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.

e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.

Tindakan :

a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga.

b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:

a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek

samping).

b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara

dan waktu).

c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri kebersihan diri,

berdandan, makan, BAB/BAK.

Tujuan Khusus :

a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri

b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik


c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik

d. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri

1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri

a) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.

b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri

c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan din

d) Melatih pasien mempraktekkan cara menj aga kebersihan diri

2. Melatih pasien berdandan/berhias

a. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:

1) Berpakaian

2) Menyisir rambut

3) Bercukur

b. Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :

1) Berpakaian

2) Menyisir rambut

3) Berhias

3. Melatih pasien makan secara mandiri

a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan

b. Menjelaskan cara makan yang tertib

c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan

d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri

a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BA

c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anak jalanan adalah anak yang dalam kesehariannya hidup dijalanan. Mereka

bermain, bergaul dan mencari nafkah dijalanan. Anak jalanan adalah anak bangsa juga,

kehadiranya tidak perlu dikucilkan, dijauhi, ataupun ditelantarkan. Pada hakikatnya

mereka tidak ingin menjadi anak jalanan, namun kondisi sosial dan ekonomi yang

membuat mereka menjadi seperti itu. Mereka harus dibina, dididik, dirangkul, dirawat

dan dipelihara oleh negara. Anak jalanan memiliki potensi-potensi seperti layaknya anak-

anak lain. Mereka bisa berprestasi seperti anak- anak yang lain namun karena

keterbatasan ekonomi mereka menjadi terlantar. Potensi yang ada pada diri mereka harus

diberdayakan. Dalam memberdayakan anak jalanan yang tersebar di seluruh penjuru

negeri ini tidaklah mudah. Dengan bertumpu pada peran pemerintah untuk

memberdayakan potensi anak jalanan tidaklah cukup . Untuk memberdayakan potensi

anak jalanan diperlukan sinergitas (penyatuan kekuatan berbagai pihak).

3.2 Saran

Pemerintah, masyarakat, LSM dan pihak-pihak lain harus bersatu untuk

membantu memberdayakan anak jalanan. LSM melalui para pendampingnya memiliki

peranan yang sangat vital. Para pedamping anak jalanan adalah ujung tombak

pemberdayaan anak jalanan. Sukses atau tidak proses pemberdayaan di LSM bergantung

pada para pendamping selaku aktor utama dalam proses pemberdayaan.

Anda mungkin juga menyukai