Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS LANJUT PADA ANAK


(Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas
Populasi Resiko dan Rentan)

OLEH
KELOMPOK 2

EMILIA
DIANA TATI
DOAN PRATAMA
FEBBY WAHYUNITA KASIM
MUSTAJIDAH
SULASTRI SAMBO
SURANDI KETAREN

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan komunitas di tujuhkan untuk mempertahankan Kesehatan, serta
memberikan bantuan melalui intervensi keperawatan sebagai dasar keahliannya
dalam membantu individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam mengatasi
berbagai masalah keperawatan Kesehatan yang di hadapinya dalam kehidupan
sehari- harinya. Perawat sebagai orang pertama dalam tatanan pelayanan
Kesehatan, melaksanakan fungsi- fungsi yang sangat relevan dengan kebutuhan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sehat secara social merupakan
hasil dari interaksi positif di dalam komunitas ( Efendi,2015)
Anak nmerupakan generasi penerus bangsa. Awal kokoh atau rapuhnya suatu
negara dapat di lihat dari kualitas para generasi penerusnya. Jika terlahir anak-
anak dengan tingkat Kesehatan yang rendah, kondisi bangasa bisa menjadi lemah
dan tidak mampu membangun negaranya secara optimal. Indonesia adalah negara
keempat dengan jumlah penduduk terbesar di dunia yaitu 237,6 juta jiwa
( Elisa,2021)
Fenomena kesehatan anak di indonesia menjadi hal yang menarik untuk di kaji
karena anak masih dalam masa perkembangan dan butuh perhatian lebih dari
orang tua atau pengasuhnya. Jika Kesehatan anak terganggu maka
perkembangannya juga menjadi terhambat. Oleh karena itu kebutuhan dasar anak
harus mendapat perhatian lebih dari orang tuanya agar kebutuhan dasar tersebut
dapat terpenuhi dengan baik sehingga kesehatannya menjadi terjaga dan juga
perkembangannya menjadi tidak tergaggu. Tahap perkembangan anak usia
sekolah merupakan waktu yang sangat penting bagi kelangsungan perkembangan
anak.dukungan orang tua guru dan masyarakat merupakan hal yang penting
Depkes,2010).
Situasi Kesehatan anak usia sekolah pada saat ini berdasarkan data Rikesda dan
GSHS pada anak usia SD kondisi Kesehatan lebih terkait pada PHBS dan Gizi,
diantaranya stunting, kurus, gemuk, anemia, kecacingan, kurang makan sayur dan
buah, tidak mengosok gigi 2 kali sehari, tidak mencuci tangan dengan sabun dan
BAB tidak di jamban.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan komunitas pada
kelompok usia anak sekolah
1.2.2 Tujuan umum
 Untuk memahami konsep dan pengertian anak usia sekolah
 Untuk mengetahui Tindakan promotive dan preventif dalam
melakukan intervensi keperawatan komunitas pada kelompok anak
sekolah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anak Usia Sekolah


Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia pertengahan yaitu
anak yang berusia 6-12 tahun (Santrock, 2017), sedangkan menurut (Yusuf, 2016) anak usia
sekolah merupakan anak usia 6-12 tahunyang sudah dapat mereaksikan rangsang intelektual
atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau
kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis, dan menghitung).

Umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah,dengan demikian anak
mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai berhubungan dengan orang-orang di luar
keluarganya dan mulai mengenalsuasana baru di lingkungannya. Hal-hal baru yang dialami
oleh anak-anak yang sudah mulai masuk dalam usia sekolah akan mempengaruhi kebiasaan
makan mereka. Anak-anak akan merasakan kegembiraan di sekolah, rasa takut akan
terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari kebiasaan makan
yang diberikan kepada mereka (Moehji, 2009).

Karakteristik anak usia sekolah menurut Hardinsyah dan Supariasa yaitu anak usia sekolah
(6-12 tahun) yang sehat memiliki ciri di antaranya adalah banyak bermain di luar rumah,
melakukan aktivitas fisik yang tinggi, serta beresiko terpapar sumber penyakit dan perilaku
hidup yang tidak sehat. Secara fisik dalam kesehariannya anak akan sangat aktif bergerak,
berlari, melompat,dan sebagainya. Akibat dari tingginya aktivitas yang dilakukan anak, jika
tidak diimbangi dengan asupan zat gizi yang seimbang dapat menimbulkan beberapa masalah
gizi yaitu di antaranya adalah malnutrisi (kurang energi dan protein), anemia defisiensi besi,
kekurangan vitamin A dan kekuranganyodium (Supariasa & Hardiansyah, 2016).

2.2 Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah


Tahapan tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi dua,yaitu:
1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas masa pranatalmulai embrio (mulai
konsepsi -8 minggu) dan masa fetus (9 minggusampai lahir), serta masa pascanatal mulai
dari masa neonatus (0-28hari), masa bayi (29 hari-1 tahun), masa anak (1-2 tahun), dan
masa prasekolah (3- 6 tahun).
2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, terdiri atas masa sekolah(6-12 tahun) dan
masa remaja (12-18 tahun).
3. Tahapan tumbuh kembang anak usia sekolah

Tahapan ini dimulai sejak anak berusia 6 tahun sampai organ-organseksualnya masak.
Kematangan seksual ini sangat bervariasi baik antar jenis kelamin maupun antar budaya
berbeda. Berdasarkan pembagiantahapan perkembangan anak, ada dua masa perkembangan
pada anak usiasekolah, 19 yaitu pada usia 6-9 tahun atau masa kanak-kanak tengah dan pada
usia 10-12 tahun atau masa kanak-kanak akhir. Setelah menjalanimasa kanak- kanak akhir,
anak akan memasuki masa remaja. Pada usiasekolah, anak memiliki karakteristik yang
berbeda dengan anak-anak yangusianya lebih muda. Perbedaan ini terlihat dari aspek fisik,
mental-intelektual, dan sosial- emosial anak. Pertumbuhan fisik pada anak usiasekolah tidak
secepat pada masamasa sebelumnya. Anak akan tumbuhantara 5-6 cm setiap tahunnya. Pada
masa ini, terdapat perbedaan antaraanak perempuan dan anak laki- laki. Namun, pada usia
10 tahun ke atas pertumbuhan anak laki-laki akan menyusul ketertinggalan
mereka.Perbedaan lain yang akan terlihat pada aspek fisik antara anak laki-lakidan
perempuan adalah pada bentuk otot yang dimiliki. Anak laki-laki lebih berotot dibandingkan
anak perempuan yang memiliki otot lentur (Gunarsa,2016).

Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak merupakan periode pertumbuhan fisik yang
lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas, kira-kira
dua tahun menjelang anak menjadi matang secara seksual, pada masa ini pertumbuhan
berkembang pesat. Oleh karena itu, masa ini sering disebut juga sebagai “periodetenang”
sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang masa remaja, meskipun merupakan masa
tenang, tetapi hal ini tidak berarti bahwa pada masa ini tidak terjadi proses pertumbuhan
fisik yang berarti.

2.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah


Antara usia 7 sampai 12 tahun, yaitu pada tahapan operasianal konkret, anak-anak menguasai
berbagi konsep konservasi untuk melakukan manipulasi logis lainya. Misalnya, mereka dapat
menyusun benda berdasarkan dimensi, seperti tinggi dan berat. Mereka juga dapat
membentuk penyajian mental mengenai serangkain tindakan. Anak-anak yang berumur lima
tahun dapat mencari jalan sendiri ke rumah temenya tetapi tidak dapat menunjukkan kepada
anda atau menelusuri rute atau menelusuri dengan kertas dan pensil. Mereka dapat mencari
jalan karena mereka tahu harus membelok pada tempat- tempat tertentu, tetapi mereka tidak
mempunnyai gambaran rute secara keseluruhan. Sebaliknya anak-anak berumur 8 tahun
sanggup menggambarkan peta rute itu.
Pieget menamakan masa ini tahapan operasional konkret: meskipun anak-anak memakai
istilah abstrak, mereka hanya memakai dalam hubungannya dengan objek yang konkret.
Sebelum mencapai tahapan akhir perkembangan kognitif, pada tahapan operasional formal,
yang dimulai sekitar usia 11 sampai 12 tahun, anak-anak sanggup berfikir logis dengan
berbagai istilah simbolik murni (Dharma & Andryanto, 2010).
Stadium pemahaman moral pieget ketiga dimulai pada sekitar waktu ini. Anak mulai
menghargai bahwa beberapa peraturan adalah kebiasaan sosial-persetujuan bersama yang
dapat sekehandak hati diputuskan dan di ubah jika semua setuju. Realismemoral moral anak
juga menyatakan: saat membuat pertimbangan moral, anak sekarang memberikan bobot pada
pertimbangan “subjektif” seperti maksuk seseorang, dan mereka memandang hukuman
sebagai keputusan manusia, bukan retribusi dari kekuatan yang lebih tinggi.
Awal stadium operasional formal juga timbul bersamaan dengan stadium keempat dan
terakhir pada pemahaman anak tentang peraturan moral. Anak kecil menumjukkan minatnya
dalam membuat peraturan bahkan untuk menghadapi situasi yang belum yang belum pernah
mereka jumpai. Stadium ini ditandai oleh model ideologis penalaran moral, yang menjawab
masalah sosial yang lebih luas ketimbang hanya situasi personal dan interpersonal.
1. Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksirangsangan
intelektuan, atau melaksnakan tugas-tugas belajar yangmenuntut kemampuan intelektual
atau kemampuan kognitif (seperti:membaca, menulis dan menghitung).
Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih bersifat
imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangkan pada usiaSD daya pikirnya sudah
berkembang kearah berfikir konkret danrasional (dapat diterima akal). Pieget
menamakannya sebagai masaoperasi konkrit. Pieget menamakannya sebagai masa
operasi konkret,masa berakhirnya berfikirn khayal dan mulai befikir konkret
(berkaitandengan dunia nyata).
Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru,yaitu
mengklasifikasiakn (mengkelompokkan), menyusun, ataumengasiosikan
(menghubungkan atau manghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang
berkaitan dengan perhitungan (angka),seoerti menambah, mengurangi, mengalikan, dan
membagi. Disamping itu, pada masa ini anak sudah memiliki kemampuanmemecahkan
masalah (problem solving) yang sedarhana.
Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk
menjdidasardiberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau
daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikandasar- dasar keilmuan, seprti
membaca, menulis dan berhitung. Disampin itu, kepada anak diberikan juga
pengetahuan-pengetahuantentang manusian, hewan lingkungan alam sekitar dan
sebagainya.Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan melatih anak untuk
mengungkapkan pendapat,gagasan atau penilaiannya terhadap berbagai hal, baik yang
dialaminya maupun peristiwa yang terjadi di lingkunganya.
Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolahdalam hal ini
guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan
pertanyaan, memberikan komentar atau pendapatnya tentang materi pelajaaran yang
dibacanya atau yangdijelaskan guru, membuat karangan, menyusun laporan (hasil
studytour atau diskusi kelompok).
2. Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana komunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini
mencakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan
dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak menggunakan kata-kata, kalimat bunyi,
lambang, tulisan. Dengan bahasa, semua manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan
nilai-nilai moral atau agama.
Usia sekoalah dasar ini merupakan masa perkembangan pesatnya kemampuan
mengenal dan menguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Pada awal masa ini, anak
suadah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah dapat
menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan
berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita
yang bersifat kritis (tentang perjalanan / petualagan, riwayat para pahlawan, dsb). Pada
masa ini tingkat berfikir anak sudah lebih maju, dia banyak menanyakan soal waktu dan
sebab akibat. Oleh karena itu, kata tanya yang dipergunakan pun yang semula hanya
“apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan: ”dimana”, “darimana”,
“kemana”,”mengapa”, dan“bagaimana”.
Terdapat dus faktor penting yang mempemgaruhi perkembangan bahasa, yaitu
sebagai berikut:
a. Proses menjadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ
suara/bicara sudah berfungsi ) untuk berkata-kata.
b. Proses belajar, yang berati bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu
mempelajari Bahasa orang lain dengan jalan mengimitasikan atau meniru
ucapan/kata-kata yang didengarnya.
Di sekolah, diberikan pelajaran bahasa yang didengan sengajamenambah
pembendaharaan katanya,mengajar menyusun struktur kalimat, peribahasa, kesusastraan
dan keterampilan mengarang.Dengan dibekali pelajaran bahasa ini, diharapkan peserta
didik dapatmenguasai dan mempergunakan sebagai alat untuk:
a. Berkomunikasi dengan orang lain
b. Menyatakan isi hatinya (perasaannya),
c. Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya,
d. Berfikir (menyatakan gagasan atau pendapat),e.Mengembangkan kepribadiannya,
seprti menyatakan sikapdan kenyakinan.
3. Perkembangan sosial
Maksud perkembengan sosial disini adalah pencapai kematangan dalam hubungan
sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan
norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan sosial pada anak-anak
sekolah dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan keluarga
juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman
sekelas, sehingga ruang gerak hubungansosialnya telah tembah luas.
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri- sendri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatiakan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadapat kegiatan-
kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi
anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam
kelompoknya.
Berkat perkembangan sosil, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok
teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses
belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau
dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga
fisik (seperti: membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang
membutuhkan pikiran (seperti: merencanakan kegiatan camping, membuat rencana study
tour).
4. Perkembangan Emosi
Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahawa pengungkapan emosi secara
kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk
mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi di
peroleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasan). Dalam proses peniruan,
kemampuan orang tua dalam mengendalikan emosinya sangat berpengaruh. Emosi-emosi
yang secara dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, iri
hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senang, nikmat, atau bahagia).
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu,
dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan senang,
bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk
mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan
guru, membaca buku, aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar.
5. Perkembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar salah atau baik-buruk)
pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti
konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya. Usaha menanamkan
konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena
informasi yang diterima anak mengenai benar-salah atau baik-buruk akan menjadi
pedoman pada tingkah lakunya di kemudian hari.
Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari
orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami
alasan yang mendasari suatu peratuaran. Di samping itu, anak sudah dapat
mengasosiakan satiap bentuk perilaku dengan konsep benar-benar atau baik-buruk.
Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak
hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Sedangkan perbuatan
jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu yang
benar/baik.
6. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaan ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai pengertian.
b. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan kaidah-
kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari
keagungan-Nya.
c. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual
diterimanya sebagai keharusan moral.
Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai
kelanjutan periode sebrelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh
proses pembetukan atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan dengan hal tersebut,
Pendidikan disekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu,
pendidikan agama (pengajaran, pembiasan, dan penanaman nilai-nilai) di sekolah dasar
harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam pendidikan di SD, bukan hanya
guru agama tetapi kepala sekolah dan guru-guru yang lainnya. Apabila semua pihak yang
terlibat.
7. Perkembangan Motorik
Seiring perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan
motorik anak sudah dapat terkodinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras
dengan kebutuhan atau minatnya.
Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah.
Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang
berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik
(komputer), berenamg, main bola, dan atletik.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran
proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karaena itu,
perkembangan motorik sanagat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa
usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya dicapainya,
karaena itu mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan (Yusuf, 2016).
Sesuai perkembangan fisik (motorik) maka di kelas-kelas permulaan sangat tepat
diajarkan :
a. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar.
b. Keteramilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga (menerima,menendang, dan
memukul).
c. Gerakan-gerakanuntukmeloncat,berlari,berenang,dansebagainya.
d. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban, dan
kedisiplinan.
8. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik cenderung lebih stabil atau tenang sebelum memasuki masa
remaja yang pertumbuhannya sangat cepat. Masa yang tenang ini diperlukan oleh anak
untuk belajar berbagai kemampuan akademik. Anak lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat
serta belajar berbagai keterampilan. Kenaikan tinggi dan berat badan bervariasi antara
anak satu dengan yang lain. Peran kesehatan dan gizi sangat penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak.
9. Perkembangan Bicara
Berbicara merupakan alat komunikasi terpenting dalam berkelompok. Anak
belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Bertambahnya kosakata yang berasal dari berbagai sumber menyebabkan semakin
banyak pembendaharaankata yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi
yang bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh
orang lain. Hal ini mendorong anak untuk meningkatkan pengertiannya.
10. Kegiatan Bermain
Permainan yang disukai cenderung kegiatan bermain yang dilakukan secara
kelompok, kecuali anak-anak yang kurang diterima dikelompoknya dan cenderung
memilih bermain sendiri. Bermain yang sifatnya menjelajah, ketempat-tempat yang
belum pernah dikunjungi baik dikota maupun di desa mengasikkan bagi anak. Permainan
konstruktif yaitu membangun atau membentuk sesuatu adalah bentuk permainan yang
disukai anak serta mampu mengembangkan kreativitas anak. Bernyayi meerupakan
bentuk kegiatan kreatif lainnya. Sealain itu bentuk permainan kelompok yang disenangi
merupakan permainan oleh raga seperti basket, sepak bola, voley dan sebagainya. Jenis
permainan ini membantu perkembangan otok dan perkembangan tubuh.
11. Usia 10-12
Pada usia 10-12 tahun, perhatian membaca puncaknya. Materi bacaan semakin luas.
Anak-anak laki menyenangi hal-hal yang sifatnya menggemparkan, misterius, dan kisah-
kisah pertualangan. Anak perempuan menyenangi cerita kehidupan seputar rumah tangga.
Teman sebaya umumnya adalah teman sekolah dan teman bermain diluar sekolah.
Pengaruah teman sebaya sangat besar bagi arah perkembangan anak baik yang bersifat
positf maupun negatif. Pengaruh positif terlihat pada pengembanagan konsep diri dan
pertumbuhan harga diri. Hanya ditengah-tengah teman sebaya anak bisa merasakan dan
menyadari bagaimana dan dimana kedudukan atau posisi dirinya. Keinginan untuk berada
ditengah-tengah temannya membawa anak untuk keluar rumah menemuinya sepulng
sekolah. Anak merasakan kesepian dirumah, tiada teman. Kegiatan dengan teman sebaya
ini meliputi belajar bersama, melihat pertunjukan, bermain, masak-masakkan, dan
sebagainya. Mereka sering melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan orang dewasa.

2.4 Perilaku Menyimpanga


1. Pengertian Perilaku Menyimpang
Menurut Kartini Kartono (2011: 11) penyimpangan diartikansebagai tingkah laku yang
menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-cirikarakteristik rata-rata dari rakyat
kebanyakan/ populasi. Dalam bukunyayang lain, Kartini Kartono menyebutkan juvenile
delinquency ialah perilaku kenakalan anak-anak; merupakan gejala sakit (patologis)
secarasosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian
sosial sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkahlaku yang menyimpang.
Juvenile deliquency menekankan sebab-sebabtingkah laku yang menyimpang/delinkuen
anak-anak dari aspek psikologis atau sisi kejiwaannya.
Menurut James Vander Zanden (dalam Kamanto Sunarto, 2000;182) penyimpangan
merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orangdianggap sebagai hal yang tercela
dan di luar batas toleransi. Perilaku yangdimaksud yaitu perilaku yang sebaiknya tidak
dilakukan oleh anak usiasekolah. Anak yang menunjukkan tindakan yang diluar batas
toleransidapat dikenai hukuman.
Pendapat lain dikemukakan M. Gold dan J. Petronio penyimpangan perilaku dalam arti
kenakalan anak (dalam Sarwono, 2011: 251)merupakan tindakan oleh seseorang yang
belum dewasa dengan sengajamelanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri
bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum maka anak tersebut
bisa dikenai hukuman. Jadi seorang anak melakukan tindakanmenyimpang secara
sembunyi-sembunyi.
Terdapat penyimpangan perilaku sederhana dan perilaku ekstrim.Penyimpangan perilaku
yang sederhana semisal: mengantuk, sukamenyendiri, kadang terlambat datang.
Sedangkan penyimpangan ekstrim ialah semisal sering membolos, memeras teman-
temannya, ataupun tidak sopan kepada orang lain juga kepada gurunya (Mustaqim dan
AbdulWahib, 1991:138).
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwasemua penyimpangan
terkait dengan istilah-istilah perilaku negativeseperti tindak pidana dan kebrutalan. Akan
tetapi, orang yang bertindak terlalu jauh dari patokan umum lingkungan sekitar bisa juga
disebutsebagai penyimpangan. Penyimpangan kini tidak hanya orangtua, orangmuda,
bahkan anak-anak usia sekolah menengah dan anak usia sekolah.Anggota masyarakat
yang melakukan penyimpangan terhadap normaSuatu perilaku dikatakan menyimpang
apabila perilaku tersebutdapat mangakibatkan kerugian terhadap diri-sendiri maupun
terhadaporanglain. Perilaku menyimpang cenderung mengakibatkan terjadinya
pelanggaran terhadap norma-norma, aturan-aturan, nilai-nilai, dan bahkan hukum yang
berlaku.

2. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang Anak Usia Sekolah


Taufiq Rohman D., dkk (2006: 101) menjelaskan terdapat bentuk-bentuk perilaku
menyimpang di kalangan anak sekolah. Adapun bentuk penyimpangannya meliputi
penyimpangan primer, penyimpangan sekunder, penyimpangan individu, penyimpangan
kelompok, penyimpangan situasional, serta penyimpangan sistematik. Berikut penjelasan
dari berbagai bentuk penyimpangan:
a) Penyimpangan Primer
Penyimpangan primer merupakan penyimpangan yang bersifattemporer atau
sementara. Penyimpangan ini hanya menguasai sebagiankecil kehidupan seseorang.
Seorang yang menunjukkan tindakan penyimpangan temporer ini masih dapat
ditolerir. Misalnya seorangsiswa membolos atau mencontek pekerjaan temannya.
Ciri-ciri dari penyimpangan primer antara lain:
1) Bersifat sementara
2) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang
3) Kesalahannya masih dapat ditolerir
b) Penyimpangan Sekunder
Penyimpangan sekunder merupakan sebuah penyimpanganyang dilakukan oleh
seorang anak secara khas. Anak ini disebutmelakukan penyimpangan sekunder
karena anak ini sudah terbiasamenunjukkan tindakan menyimpang di sekolah.
Ciri-ciri dari penyimpangan sekunder yaitu:
1) Gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang
2) Lingkungan sekolah tidak dapat mentolerir perilaku menyimpang yang dilakukan
siswa
c) Penyimpangan Individu
Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukansecara perorangan.
Penyimpangan ini ditunjukkan seorang anak dengan melakukan perbuatan yang
menyimpang dari aturan yangsudah dibuat. Misalkan seorang siswa mencuri uang
milik temannya.
d) Penyimpangan Kelompok
Penyimpangan kelompok merupakan tindakan menyimpangyang dilakukan
secara berkelompok. Siswa yang berkelompok danmelakukan tindakan menyimpang
biasanya ingin dianggap jagoan disekolah, hanya saja sekelompok siswa ini
menunjukkan dengan carayang salah. Biasanya penyimpangan kelompok ini
dilakukan olehsiswa yang membentuk sebuah gank.
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya sekelompok siswa yang
membuat gank. Sekelompok siswa ini menunjukkan perbuatan yang tidak seharusnya
dilakukan oleh anak usia sekolah.Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti aktivitas
siswa selama berada di sekolah.
e) Penyimpangan Situasional
Penyimpangan jenis ini disebabkan oleh pengaruh bermacam-macam situasi
yang sedang terjadi. Situasi yang dimaksud yaitusituasi atau keadaan di luar kendali
seorang siswa. Siswa terpaksamelakukan tindakan menyimpang karena situasi yang
memaksa siswatersebut melakukan tindakan menyimpang.
Peneliti menemukan siswa yang sesuai dengan kriteria penyimpangan
situasional. Seorang siswa yang bertindak melanggar aturan sekolah karena keadaan
yang memaksa siswa tersebut bertindak melawan aturan sekolah yang sudah
ditetapkan. Siswa yangmelakukan tindak pemalakan terhadap temannya. Siswa
melakukan pemalakah karena siswa tidak mendapat uang saku dari orang tuanya.Jadi
dapat disimpulkan bahwa bentuk tindakan menyimpang yangditunjukkan seorang
siswa tidak hanya dilakukan secara mandiri, akantetapi dapat dilakukan secara
berkelompok. Siswa menunjukkan bentuk tindakan menyimpak dikarenakan banyak
faktor. Salah satunya karenasituasi yang memaksa siswa untuk melakukan tindakan
menyimpang.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menyimpang


Terdapat berbagai faktor yang menyebab kan seseorang melakukan perilaku
menyimpang. Faktor penyebabnya dapat bersasal dari dalam diri seseorang itu sendiri dan
dapat pula berasal dari luar diri seseorang atau yang disebut berasal dari lingkungan.
Menurut Jensen (Sarlito W.Sarwono, 2011: 255) banyak sekali faktor yang menyebabkan
kenakalan remaja maupun kelainan perilaku remaja pada umumnya. Faktor-faktor
tersebut digolongkan sebagai berikut:
1) Rational chioce: teori ini mengutamakan faktor individu dari pada faktor lingkungan.
Kenakalan yang dilakukannya adalah pilihan, interes, motivasi atau kemauannya
sendiri. Di Indonesia banyak yang percaya pada teori ini, misalnya kenakalan remaja
dianggap sebagai kurang iman sehingga anak dikirim ke pesantren kilat atau
dimasukkan ke sekolah agama. Sebagian orang menganggap remaja yang nakal
kurang disiplin sehingga diberi latihan kemiliteran.
Social disorganization: kaum positivis pada umumnya lebihmengutamakan
faktor budaya. Penyebab kenakalan remaja adalah berkurangnya atau menghilangnya
pranata-pranata masyarakat yangselama ini menjaga keseimbangan atau harmoni
dalam masyarakat.Orang tua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban merupakan
penyebab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai pranata kontrol.

2) Strain: intinya adalah bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat,misalnya


kemiskinan, menyebabkan sebagian dari anggotamasyarakat yang memilih jalan
rellibion melakukan kejahatanmelakukan kejahatan atau kenakalan remaja.
3) Differential association: menirut teori ini, kenakalan remaja adalahakibat salah
pergaulan. Anak-anak nakal karena bergaulnya dengananak-anak yang nakal juga.
Paham ini banyak dianut orang tua diIndonesia, yang sering kali melarang anak-
anaknya untuk berkawandengan teman-teman yang pandai dan rajin belajar.
4) Labelling: ada pendapat yang menyatakan bahwa anak nakal selaludianggap atau
dicap (diberi label) nakal. Di Indonesia, banyak orangtua (khususnya ibu-ibu) yang
ingin berbasa-basi dengantamunya, sehingga ketika anaknya muncul di ruang tamu,
iamengatakan pada tamunya, “ini loh, mbakyu, anak sulung saya.Badannya saja yang
tinggi, tetapi nakalnya bukan main”. Kalauterlalu sering anak diberi label seperti itu,
maka ia akan jadi betul- betul nakal.
Male phenomenom: teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebihnakal daripada
perempuan. Alasannya karena kenakalan memangadalah sifat laki-laki atau karena
budaya maskulinitas menyatakan bahwa wajar kalau laki-laki nakal.

Willis (2012: 93) mengatakan adanya perilaku menyimpang terjadikarena faktor


dari dalam diri sendiri, dimana faktor-faktor tersebutyaitu:
a) Predisposing factor
Merupakan faktor bawaan sejak lahir yang yang bersumber dari kelainan otak.
Hal ini dapat terjadi akibat lukadi kepala ketika bayi ditarik dari perut sang ibu.
b) Lemahnya pertahanan diri
Merupakan faktor kontrol dan pertahanan diriterhadap pengaruh- pengaruh
negatif. Anak yang kurangmemiliki pertahanan diri akan mudah terpengaruh
ajakantemannya yang kurang baik.
c) Kurangnya kemampuan penyesuaian diri
Keadaan ini amat sangat terasa dalam pergaulan anak.Anak yang mengalami hal
demikian disebut dengan anak kuper atau kurang pergaulan. Inti persoalannya
adalahketidakmampuan penyesuaian diri terhadap lingkungansosial.
d) Kurangnya dasar-dasar keimanan di dalam diri anak
Masalah agama belum diupayakan secara sungguh-sungguh dari orang tua dan
guru. Padahal agama merupakan benteng diri remaja dari segala godaan dan
cobaan.
Menurut Taufiq Rohman D., dkk (2006: 102), ada beberapafaktor penyebab
terjadinya perilaku menyimpang antara lain sebagai berikut:
a) Sikap mental yang tidak sehat
Perilaku menyimpang dapat pula disebabkan karena sikapmental yang tidak
sehat. Sikap itu ditunjukkan dengan tidak merasa bersalah atau menyesal atas
perbuatannya, bahkan merasa senang.
Mental yang tidak sehat akan berdampak pada sikap yangdilakukan oleh
seseorang. Sikap tersebut biasanya muncul tidak sesuai dengan kondisi yang sedang
terjadi.
b) Ketidakharmonisan dalam keluarga
Tidak adanya keharmonisan dalam keluarga dapat menjadi penyebab terjadinya
perilaku menyimpang. Keadaan keluargayang penuh dengan masalah akan
menjadikan seorang anak merasa tertekan.
Salah satu ketidakharmonisan dalam keluarga yaitu seringterjadinya
pertengkaran orang tua. Pertengkaran orang tua dapatmembuat anak tertekan dan
takut. Efek yang ditimbulkan dari pertengkaran orang tua yakni dapat membuat anak
melakukantindakan-tindakan yang semestinya tidak dilakukan.
c) Pelampiasan rasa kecewa
Seseorang yang mengalami kekecewaan apabila tidak mengalihkannya ke hal positif,
maka ia akan berusaha mencari pelarian untuk memuaskan rasa kecewanya.
Seorang anak dapat dengan mudah merasakan kecewa,akan tetapi tidak mudah untuk
seorang anak mengontrol rasakecewanya. Sehingga pelampiasan rasa kekecewaan
seorang anak biasanya ke dalam hal-hal yang kurang baik seperti
mengamuk,memaki, dan lain sebagainya.
d) Dorongan kebutuhan ekonomi
Perilaku menyimpang juga terjadi karena dorongankebutuhan ekonomi. Perilaku
menyimpang terjadi di kalangankeluarga yang memiliki tingkat perekonomian
tergolong rendah.
Seorang anak biasanya tidak mau tahu bagaimana kondisikeluarganya.
Terkadang anak ingin memiliki barang-barang yangsama dengan yang telah dimiliki
temannya. Akan tetapi orang tuaanak tersebut tidak dapat memenuhi seperti apa yang
dimilikitemannya. Kemungkinan negatif yang dapat terjadi dari doronganekonomi
seperti ini yaitu perbuatan mencuri atau merampok.
e) Ketidaksanggupan menyerap norma
Ketidaksanggupan menyerap norma ke dalam kepribadian seseorang diakibatkan
karena anak menjalani proses sosialisasiyang tidak sempurna, sehingga tidak
sanggup menjalankan peranannya sesuai dengan perilaku yang diharapkan.
Seorangsiswa tidak jarang menunjukkan tingkah laku yang bertentangandengan
aturan atau norma yang berlaku. Anak yang menunjukkantingkah laku yang
menyimpang dari aturan biasanya mendapatcibiran dari temannya.
f) Adanya ikatan sosial yang berlain-lainan
Seorang anak cenderung mengidentifikasikan dirinyadengan kelompok yang paling
dihargai, dan akan lebih senang bergaul dengan kelompok itu daripada dengan
kelompok lainnya.Dengan pengelompokkan tersebut individu akan memperoleh
pola- pola sikap dan perilaku kelompoknya. Jika kelompok yangdigauli memiliki
pola perilaku yang menyimpang, kemungkinan besar individu tersebut akan
berperilaku menyimpang.
g) Keluarga broken home
Dilihat dari keluarga seperti ini tentunya aktivitas, pengawasan, dan perhatian
orang tua sangat kurang sehingga tak heran di era globalisasi saat ini banyak
tindakan-tindakan yang dilakukan anak di luar batas normal.
Seorang anak yang memiliki keluarga tidak utuh merasa kurang mendapat
perhatian yang sempurna. Anak akan terusmencari perhatian dari orang tuanya
dengan berbagai cara.Seringkali anak menunjukkan tindakan yang tidak
semestinyadilakukan oleh seorang anak hanya untuk mendapat perhatian dariorang
tuanya.
h) Orang tua bekerja di luar negeri
Kurang perhatian orang tua yang bekerja di luar negeri semakin menambah
beban mental anak terutama rasa sayang yang kurang dari orang tuanya. Sering kita
jumpai anak-anak tinggal dan dititipkan bersama nenek, kakak, atau sanak saudara
lain sehingga aktivitas mereka kurang terawasi secara maksimal.
Orang tua yang bekerja di luar negeri terkadang hanya memikirkan untuk
memenuhi kebutuhan anak secara maksimal. Padahal anak tidak hanya
membutuhkan moril saja, akan tetapi juga membutuhkan pengawasan langsung dari
orang tua. Anak akan lebih terarah jika di bawah pengawasan orang tuanya sendiri.
i) Kegagalan dalam proses sosialisasi di sekolah
Proses sosialisasi dianggap tidak berhasil jika anak tidak berhasil bergaul
dengan teman sebayanya di sekolah. Guru adalah orang tua pengganti di sekolah,
sehingga guru memegang peranan dalam adaptasi anak di sekolah.
Menurut Kartini Kartono (2011: 21) kejahatan anak yang merupakan gejala
penyimpangan dan patologis secara sosial itu juga dapat dikelompokkan dalam satu
kelas defektif secara social dan mempunyai sebab-musabab yang majemuk, jadi
sifatnya multi- kausal. Terdapat penggolongan gejala penyimpangan anak menurut
beberapa teori sebagai berikut:
1. Teori biologis
Tingkah laku sosiopatik atau delinquen pada anak-anak dan remaja dapat
muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang, juga
dapat oleh cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini berlangsung:
1) Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau melalui
kombinasi gen; dapat juga disebabkan oleh tidak adanya gen tertentu, yang
semuanya bisa memunculkan penyimpangan tingkah laku, dan anak-anak
menjadi delinkuen secara potensial.
2) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa (abnormal),
sehingga membuahkan tingkah laku delinkuen.
3) Melalui pewarisan kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang
menimbulkan tingkah laku delinkuen atau sosiopatik. Misalnya cacat
jasmaniah bawaan brachydactylisme (berjari-jari pendek) dan diabetes
insipidius (sejenis penyakitgula) itu erat berkorelasi dengan sifat-sifat
kriminalserta penyakit mental.
2. Teori psikogenis
Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku delinkuen anak-anak dari aspek
psikologis atau isikejiwaannya. Antara lain faktor intelegensi, ciri kepribadian,
motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang
keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial, kecenderungan psiko patologis,
dan lain-lain.
3. Teori sosiogenesis
Para sosiolog berpendapat penyebab tingkah laku delinkuen pada anak-anak
remaja ini adalah murnisosiologis atau sosial- psikologis sifatnya. Misalnya
disebabkan oleh pengaruh struktur sosial yang deviatif, tekanan kelompok,
peranan sosial, status sosial atau oleh internalisasi simbolis yang keliru. Maka
faktor-faktor kultural dan sosial itu sangat mempengaruhi, bahkan mendominasi
struktur lembaga- lembaga sosial dan peranan sosial setiap individu di tengah
masyarakat, status individu di tengah kelompoknya partisipasi sosial, dan
pendefinisian diri atau konsep dirinya.
4. Teori subkultur delinkuensi
Tiga teori yang terdahulu (biologis, psikogenesis dan sosiologis) sangat populer
sampai tahun-tahun 50-an. Sejak 1950 ke atas banyak terdapat perhatian pada
aktivitas-aktivitas gang yang terorganisir dengan subkultur- subkulturnya.
Adapun sebabnya sebagai berikut:
a. Bertambahnya dengan cepat jumlah kejahatan, dan meningkatnya kualitas
kekerasan serta kekejaman yang dilakukan oleh anak-anak remaja yang
memiliki subkultur delinkuen.
b. Meningkatnya jumlah kriminalitas mengakibatkan sangat besarnya kerugian
dan kerusakan secara universal, terutama terdapat di negara-negara industry
yang sudah maju disebabkan oleh meluasnya kejahatan- kejahatan anak
remaja. Dari faktor-faktor penyebab perilaku menyimpang yang telah
dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang muncul
disebabkan karena berbagai faktor dimana faktor internal lebih berpengaruh
terhadap perilaku menyimpang. Faktor internal yang dimaksud disini tidak
hanya yang berasal dari dalam diri sendiri melainkan juga dampak dari
lingkungan keluarga. Akibat dari ketidak harmonisan hubungan anak dengan
orang tua menimbulkan dorongan-dorongan dalam diri anak yang
dilampiaskan dalam hal yang negatif. Sehingga anak kurang dapat
mengontrol diri di dalam hubungan sosial. Didukung dengan penilaian
lingkungan sekitar yang kurang baik mengakibatkan anak semakin
meluapkan rasa kesalnya dalam perilaku yang tidak sesuai dengan aturan
yang ada.

4. Strategi Penanganan Perilaku Menyimpang


Berger (Taufiq Rohman D., dkk 2006: 109) menyatakan pengendalian sosial adalah
cara yang digunakan untuk menertibkan anggota masyarakat yang membangkang.
Sedangkan menurut Roucek, pengendalian sosial adalah proses terencana maupun tidak
tempat individu diajarkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada
kebiasaan dan nilai hidup kelompok.
Untuk menanggulangi kenakalan pada anak memang tidak mudah. Kenakalan pada
anak memang sangat kompleks dan banyak sekali ragam dan penyebabnya. Menurut
Willis (2012: 127) terdapat 3 upaya dalam penanggulangan kenakalan, yaitu:
a) Upaya Preventif
Upaya ini merupakan kegiatan yang dilakukan secarasistematis, berencana dan
terarah. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul.
b) Upaya Kuratif
Upaya kuratif dalam menanggulangi masalah kenakalan anak ialah upaya antisipasi
terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya kenakalan tersebut tidak meluas
dan merugikan masyarakat. Apabila seorang anak melakukan tindak kejahatan, maka
kemungkinan tindakan negara yaitu sebagai berikut:
(a) Anak itu dikembalikan kepada orang tua atau walinya.
(b) Anak itu dijadikan anak negara.
(c) Dijatuhi hukuman seperti biasa, hanya dikurangi dengansepertiganya.
c) Upaya Pembinaan
Mengenai upaya pembinaan yang dimaksud ialah:
(a) Pembinaan terhadap anak yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan di
rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan seperti ini telah diungkapkan pada
upaya preventif yaitu upaya menjaga jangan sampai terjadi kenakalan remaja.
(b) Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku kenakalan atau
yang telah menjalani suatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini perlu dibina
agar supaya mereka tidak mengulangi lagi kenakalannya. Pembinaan dapat
diarahkan dalam beberapa aspek, yaitu:
(1) Pembinaan mental dan kepribadian beragama.
(2) Pembinaan mental ideologi negara yakni Pancsila, agar menjadi warga negara
yang baik.
(3) Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai pribadi yang stabil dan
sehat.
(4) Pembinaan ilmu pengetahuan.
(5) Pembinaan keterampilan khusus.
(6) Pengembangan bakat-bakat khusus.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Taufiq RD., dkk (2006: 112) berpendapat bahwa
pengendalian sosial dapat bersifat preventif, represif, gabungan, persuatif serta koersif.
Berikut uraiannya:
1) Pengendalian Preventif
Pengendalian yang bersifat pencegahan. Dilakukan untuk memperingatkan hal-hal
yang mungkin akan membahayakan. Langkah yang ditempuh dengan memberikan
nasehat atau memperingatkan akan kemungkinan bahaya.
2) Pengendalian Represif
Pengendalian yang bersifat denda atau sangsi. Seseorang yang melanggar akan
dikenai hukuman dan harus menjalani hukuman tersebut sebagai bagian dari
kesalahan yang telah dilakukannya.
3) Pengendalian Gabungan
Penggabungan diantara pengendalian preventif dan represif. Dimaksudkan dengan
memberikan nasehat atau aturan akan dapat terhindar dari kesalahan atau
penyimpangan agar tidak merugikan semua pihak.
4) Pengendalian Persuasif
Dilakukan dengan pendekatan secara tidak memaksa, memberitahukan melalui
ucapan atau perkataan dengan memberikan aturan atau norma yang berlaku.
5) Pengendalian Koersif
Pengendalian yang dilakukan bersifat memaksa. Dilakukan jika langkah preventif,
persuasif dan sebagainya tidak menimbulkan efek jera.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian perilaku
menyimpang terhadap anak dapat dilakukan dengan berbagai upaya. Usaha yang
dilakukan tidak hanya diupayakan oleh salah satu pihak saja, melainkan di barengi
dengan upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak lain seperti sekolah dan masyarakat.

2.5 Masalah Anak Usia Sekolah


Masalah–masalah yang sering terjadi pada anak usia ini meliputi bahaya fisik dan psikologi
antara lain:
1) Bahaya fisik
a. Penyakit
Penyakit infeksi pada usia ini jarang sekali terjadi, penyakit yang sering ditemui
adalah penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri anak.
b. Kegemukan
Kegemukan terjadi bukan karena adanya perubahan pada kelenjar tapi akibat
banyaknya karbohidrat yang dikonsumsi sehingga anak kesulitan mengikuti kegiatan
bermain, sehingga kehilangankesempatan untuk mencapai ketrampilan yang penting
untuk keberhasilan sosial.
c. Kecelakaan
Kecelakaan terjadi akibat keinginan anak untuk bermain yang menghasilkan
ketrampilan tertentu.
d. Kecanggungan
Pada masa ini anak mulai membandingkan kemampuannya denganteman sebaya bila
muncul perasaan tidak mampu dapat menjadi dasar untuk rendah diri.
e. Kesederhanaan
Kesederhanaan sering dilakukan oleh anak-anak pada masa apapun. Orang yang
lebih dewasa memandangnya sebagai perilaku yang kurang menarik, sehingga anak
menafsirkan sebagai penolakan yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri
pada anak.
2) Bahaya Psikologia.
a. Bahaya dalam berbicara
Kesalahan dalam berbicara seperti salah ucap dan kesalahan bahasa, cacat dalam
bicara seperti gagap atau pelat, akan membuat anak menjadi sadar diri sehingga anak
hanya berbicara bila perlu saja.
b. Bahaya emosi
Anak masih menunjukkan pola-pola ekspresi emosi yang kurang menyenangkan
seperti marah yang meledak-ledak, cemburu sehingga kurang disenangi orang lain.
c. Bahaya bermain
Anak yang kurang memiliki dukungan sosial akan merasa kekurangan kesempatan
untuk mempelajari permainan dan olah raga yang penting untuk menjadi anggota
kelompok. Anak yang dilarang berkhayal karena membuang waktu atau dilarang
melakukan kegiatan kreatif dan bermain akan mengembangkan kebiasaan penurut
yang kaku
d. Bahaya konsep diri
Anak mempunyai konsep diri yang ideal, biasanya merasa tidak puas pada diri
sendiri dan pada perlakuan orang lain. Anak cenderung berprasangka dan bersikap
diskriminatif dalam memperlakukan orang lain.
e. Bahaya Moral
Ada enam bahaya umumnya dikaitkan dengan perkembangan sikap moral dan
perilaku anak-anak:
(1) Perkembangan kode moral berdasarkan konsep teman-teman atau berdasarkan
konsep-konsep media masa tentang benar dan salah yang tidak sesuai dengan
kode orang dewasa.
(2) Tidak berhasil mengembangkan suara hati sebagai pengawas dalam terhadap
perilaku.
(3) Disiplin yang tidak konsisten membuat anak tidak yakin akan apayang
sebaiknya dilakukan.
(4) Hukuman fisik merupakan contoh agresivitas anak.
(5) Menganggap dukungan teman terhadap perilaku yang salah begitu memuaskan
sehingga perilaku menjadi kebiasaan.
(6) Tidak sabar terhadap perbuatan orang lain yang salah.
f. Bahaya yang menyangkut minat
Tidak minat pada hal-hal yang dianggap penting oleh teman sebaya dan
mengembangkan.
g. Bahaya dalam penggolongan peran seks
Ada dua bahaya yang umum dalam penggolongan peran seks: kegagalan untuk
mempelajari organ seks, dan ketidakmampuan untuk melakukan peran seks yang
disetujui.
h. Bahaya dalam perkembangan kepribadian
Ada dua bahaya yang serius dalam perkembangan kepribadian periodeini. Pertama,
perkembangan konsep diri yang buruk yang mengakibatkan penolakan diri, dan
kedua, egosentrisme yang merupakan lanjutan dari awal masa kanak-kanak.
Egosentris memerupakan hal yang serius karena memberikan rasa penting diri yangi.
i. Bahaya hubungan keluarga
Pertentangan dengan anggota-anggota keluarga mengakibatkan dua hal: melemahkan
ikatan keluarga dan menimbulkan kebiasaan pola penyesuaian yang buruk, serta
masalah-masalah yang dibawa keluar rumah. (Suprajitno 2004)

2.6 Konsep Anak Usia Sekolah Sehat


Pada anak usia sekolah, umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah,
dengan demikian anak mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai berhubungan dengan
orang-orang di luar keluarganya dan mulai mengenal suasana baru di lingkungannya. Hal-hal
baru yang dialami oleh anak-anak yang sudah mulai masuk dalam usia sekolah akan
mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Anak-anak akan merasakan kegembiraan di
sekolah, rasa takut akan terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini menyimpang
dari kebiasaan makan yang diberikan kepada mereka (Moehji, 2009).
Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya
berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih, dan
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ciri-ciri anak sehat adalah tumbuh dengan
baik, yang dapat dilihat dari naiknya berat badan dan tinggi badan secara teratur dan
proporsional; Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya; tampak aktif/gesit
dan gembira; Mata bersih dan bersinar; Nafsu makan baik; Bibir dan lidah tampak segar;
Pernapasan tidak berbau; Kulit dan rambuttampak bersih dan tidak kering; dan Mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Menurut (Andriyani,2012) karakteristik anak usia sekolah 9-11 tahun dijabarkan sebagai
berikut:
1. Karakteristik fisik/jasmani : anak memiliki pertumbuhan yang lambat namun teratur, BB
dan TB anak perempuan lebih besar dibandingkan anak laki-laki pada usia yang sama,
terjadi pertumbuhan tulang yang cepat, pertumbuhan gizi permanen, nafsu makan
mengalami peningkatan, dan timbul haid pada anak akhir masa usia sekolah ini.
2. Karakteristik emosi : pada masa ini anak mulai memiliki rasa ingin tahu yang kuat, suka
menambah pertemanan, dan kurang kepedulian terhadap lawan jenis.
3. Karakteristik sosial : anak mulai suka bermain dan mempererat hubungan pertemanan
dengan teman sebayanya.
4. Karakteristik intelektual : anak mulai berani menyuarakan pendapatnya,memiliki minat
besar terhadap belajar, mulai terlihat memiliki keterampilan, rasa ingin tahu yang kuat,
dan memiliki perhatian terhadap sesuatu yang singkat.

2.7 Program Pemerintah untuk anak usia sekolah


Berbagai macam masalah yang muncul pada anak usia sekolah, namun masalah yang
biasanya terjadi yaitu masalah kesehatan umum. Masalah kesehatan umum yang terjadi pada
anak usia sekolah biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti
gosok gigi yang baik dan benar, kebersihan diri, serta kebiasaan cuci tangan pakai sabun
(Permata,2010).
Upaya pemerintah dalam meng- atasi masalah tentang kebersihan yaitu dengan
mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/ X/2004 tentang Visi
Promosi Kesehatan RI adalah “Perilaku Hidup Bersih Sehat 2010” atau “PHBS 2010”. PHBS
terdiri dari beberapa indikator khususnya PHBS tatanan sekolah yaitu mencuci tangan
dengan air yang mengalir dan memakai sabun, mengonsumsi jajanan diwarung/ kantin
sekolah, menggunakan jamban yang bersih & sehat, olahraga yang teratur dan terukur,
memberantas jentik nyamuk, tidak merokok,menimbang berat badan dan mengukur tinggi
badan setiap bulan, danmembuang sampah pada tempatnya (Depkes, 2005). Salah satu
wadah untuk mengembangkan promosi PHBS anak usia sekolah adalah layanan Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan UKS di tinjau dari segi sarana dan prasarana,
pengetahuan, sikap peserta didik di bidang kesehatan, warung sekolah, makanan sehari-
hari/gizi.
Departemen Kesehatan (2008) menjelaskan tujuan umum dari UKS adalah
meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik maupun warga belajar,
dan menciptakan lingkungan sehat,sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan
yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
Keberhasilan pelaksanaan program kerja UKS tergantung darikeberhasilan masing-
masing program kerja UKS. Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), program kerja UKS
meliputi tiga unsur yaitu Pendidikan kesehatan di sekolah, pelayanan kesehatan di sekolah
dan pembinaan lingkungan sekolah yang sehat yang terwujud dalam Trias UKS. Terciptanya
kondisi lingkungan yang mendukung terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar tersebut
diharapkan dapat berdampak terhadap meningkatnya presatasi belajar yang akan dicapai oleh
siswa.

2.8 Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data Komunitas
1) Demografi : Jumlah anak usia sekolah keseluruhan, jumlah anak usia sekolah
menurut jenis kelamin, golongan umur.
2) Etnis : suku bangsa, budaya, tipe keluarga.
3) Nilai, kepercayaan dan agama : nilai dan kepercayaan yang dianut oleh anak
usia sekolah berkaitan dengan pergaulan, agama yang dianut, fasilitas ibadah
yang ada, adanya organisasi keagamaan, kegiatan-kegiatan keagamaan yang
dikerjakan oleh anak usia sekolah.
b. Data Subsystem
Delapan subsitem yang dikaji sebagai berikut :
(1) Lingkungan Fisik
Inspeksi: Lingkungan sekolah anak usia sekolah, kebersihan lingkungan,
aktifitas anak usia sekolah di lingkungannya, data dikumpulkan dengan
winshield survey dan observasi.
Auskultasi: Mendengarkan aktifitas yang dilakukan anak usia sekolah dari
guru kelas, kader UKS, dan kepala sekolah melalui wawancara.
Angket: Adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia sekolah yang kurang
baik bagi perkembangan anak usia sekolah.
(2) Pelayanan kesehatan dan pelayanan social
Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus anak usia sekolah, bentuk
pelayanan kesehatan bila ada, apakah terdapat pelayanan konseling bagi anak
usia sekolah melalui wawancara.
(3) Ekonomi
Jumlah pendapatan orang tua siswa, jenis pekerjaan orang tuasiswa, jumlah
uang jajan para siswa melalui wawancara danmelihat data di staff tata usaha
sekolah.
(4) Keamanan dan transportasi.
 Keamanan: adanya satpam sekolah, petugas penyebarang jalan.
 Transportasi Jenis transportasi yang dapat digunakan anak usia sekolah,
adanya bis sekolah untuk layanan antar jemputsiswa.
(5) Politik dan pemerintahan
Kebijakan pemerintah tentang anak usia sekolah, dan tata tertib sekolah yang
harus dipatuhi seluruh siswa.
(6) Komunikasi
 Komunikasi formal Media komunikasi yang digunakan olehanak usia
sekolah untuk memperoleh informasi pengetahuantentang kesehatan
melalui buku dan sosialisasi dari pendidik.
 Komunikasi informal Komunikasi/diskusi yang dilakukan anak usia
sekolah dengan guru dan orang tua, peran guru dan orang tua dalam
menyelesaikan dan mencegah masalah anak sekolah, keterlibatan guru
dan orang tua dan lingkungan dalam menyelesaikan masalah anak usia
sekolah.
(7) PendidikanTerdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis kurikulum yang
digunakan sekolah, dan tingkat pendidikan tenaga pengajar disekolah.
(8) Rekreasi
Tempat rekreasi yang digunakan anak usia sekolah, tempat sarana penyaluran
bakat anak usia sekolah seperti olahraga dan seni, pemanfaatannya, kapan
waktu penggunaan.
c. Pengkajian yang berhubungan dengan anak usia sekolah
(1) Identitas anak.
(2) Riwayat kehamilan dan persalinan.
(3) Riwayat kesehatan bayi sampai saat ini.
(4) Kebiasaan saat ini (pola perilaku dan kegiatan sehari-hari).
(5) Pertumbuhandanperkembangannyasaatini(termasuk kemampuan yang telah
dicapai).
(6) Pemeriksaan fisik.
(7) Lengkapi dengan pengkajian fokus
 Bagaimana karakteristik teman bermain.
 Bagaimana lingkungan bermain.
 Berapa lama anak menghabiskan waktunya disekolah.
 Bagaimana stimulasi terhadap tumbuh kembang anak dan adakah sarana
yang dimilikinya.
 Bagaimana temperamen anak saat ini.
 Bagaiman pola anak jika menginginkan sesuatu barang.
 Bagaimana pola orang tua menghadapi permintaan anak.
 Bagaimana prestasi yang dicapai anak saat ini.
 Kegiatan apa yang diikuti anak selain di sekolah.
 Sudahkah memperoleh imiunisasi ulangan selama disekolah.
 Pernahkahmendapatkecelakaanselamadisekolahataudirumah saat bermain.
 Adakah penyakit yang muncul dan dialami anak selama masaini.
 Adakah sumber bacaan lain selain buku sekolah dan apa jenisnya.
 Bagaimana pola anak memanfaatkan waktu luangnya.
 Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


a. Diagnosa keperawatan yang muncul terdapat dua sifat, yaitu :
1) Berhubungan dengan anak, dengan tujuan agar anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal sesuai usia anak.
2) Berhubungan dengan keluarga, dengan etiologi berpedoman pada lima tugas
keluarga yang bertujuan agar keluarga memahami dan memfasilitasi
perkembangan anak
b. Masalah yang dapat digunakan untuk perumusan diagnosa keperawatan yaitu:
1) Masalah aktual/risiko
 Gangguan pemenuhan nutrisi: lebih atau kurang dari kebutuhantubuh.
 Menarik diri dari lingkungan sosial.
 Ketidakberdayaan mengerjakan tugas sekolah.
 Mudah dan Sering marah.
 Menurunnya atau berkurangnya minat terhadap tugas sekolahyang
dibebankan.
 Berontak/menentang terhadap peraturan keluarga.
 Keengganan melakukan kewajiban agama.
 Ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal.
 Gangguan komunikasi verbal.
 Gangguanpemenuhankebersihandiri(akibat banyak waktu yang digunakan
untuk bermain).
2) Potensial atau sejahtera
 Meningkatnya kemandirian anak.
 Peningkatan daya tahan tubuh.
 Hubungan dalam keluarga yang harmonis.
 Terpenuhinya kebutuhan anak sesuai tugas perkembangannya.
 Pemeliharaan kesehatan yang optimal

3. Rencana Asuhan Keperawatan


a. Aktual
Perubahan hubungan keluarga yang berhubungan dengan ketidak mampuan
keluarga merawat anak yang sakit.
Tujuan: Hubungan keluarga meningkat menjadi harmonis dengan dukungan yang
adekuat.
Intervensi:
1) Diskusikan tentang tugas keluarga.
2) Diskusikan bahaya jika hubungan keluarga tidak harmonis saat anggota
keluarga sakit.
3) Kaji sumber dukungan keluarga yang ada disekitar keluarga.
4) Ajarkan anggota keluarga memberikan dukungan terhadap upaya pertolongan
yang telah dilakukan.
5) Ajarkan cara merawat anak dirumah.
6) Rujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai kemampuan keluarga
b. Resiko/resiko tinggi
Resiko tinggi hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan dengan ketidak
mampuan keluarga mengenal masalah yang terjadi pada anaknya.
Tujuan: ketidak harmonisan keluarga menurun
Intervensi:
1) Diskusikan faktor penyebab ketidak harmonisan keluarga.
2) Diskusikan tentang tugas perkembangan keluarga.
3) Diskusikan tentang tugas perkembangan anak yang harus dijalani.
4) Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada anak.
5) Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan masalah.
6) Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah.
7) Beri pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampumembaut
alternatif.
c. Potensial atau sejahtera
Meningkatnya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga.
Tujuan: dipertahankanya hubungan yang harmonis.
Intervensi:
1) Anjurkan untuk mempertahankan pola komunikasi terbuka padakeluarga.
2) Diskusikan cara-cara penyelesaian masalah dan beri pujian ataskemampuannya
3) Bantu keluarga mengenali kebutuhan anggota keluarga (anak usiasekolah)
4) Diskusikan cara memenuhi kebutuhan anggota keluarga tanpa menimbulkan
maslaah.
BAB III
TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Data Komunitas
1) Demografi : Jumlah anak usia sekolah keseluruhan, jumlah
anak usia sekolah menurut jenis kelamin, golongan umur.
2) Etnis : suku bangsa, budaya, tipe keluarga.
3) Nilai, kepercayaan dan agama : nilai dan kepercayaan yang
dianut oleh anak usia sekolah berkaitan dengan pergaulan, agama
yang dianut, fasilitas ibadah yang ada, adanya organisasi
keagamaan, kegiatan-kegiatan keagamaan yang dikerjakan oleh
anak usia sekolah.
b. Data Subsystem
Delapan subsitem yang dikaji sebagai berikut :
1) Lingkungan Fisik
Inspeksi : Lingkungan sekolah anak usia sekolah, kebersihan
lingkungan, aktifitas anak usia sekolah di lingkungannya, data
dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi.
Auskultasi : Mendengarkan aktifitas yang dilakukan anak usia
sekolah dari guru kelas, kader UKS, dan kepala sekolah melalui
wawancara.
Angket : Adanya kebiasaan pada lingkungan anak usia sekolah
yang kurang baik bagi perkembangan anak usia sekolah.
2) Pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial
Ketersediaan pelayanan kesehatan khusus anak usia sekolah,
bentuk pelayanan kesehatan bila ada, apakah terdapat pelayanan
konseling bagi anak usia sekolah melalui wawancara.
3) Ekonomi
Jumlah pendapatan orang tua siswa, jenis pekerjaan orang tua
siswa, jumlah uang jajan para siswa melalui wawancara dan
melihat data di staff tata usaha sekolah.
4) Keamanan dan transportasi.
 Keamanan : adanya satpam sekolah, petugas penyebarang
jalan.
 Transportasi Jenis transportasi yang dapat digunakan anak
usia sekolah, adanya bis sekolah untuk layanan antar jemput
siswa
5) Politik dan pemerintahan
Kebijakan pemerintah tentang anak usia sekolah, dan tata tertib
sekolah yang harus dipatuhi seluruh siswa.
6) Komunikasi
 Komunikasi formal Media komunikasi yang digunakan oleh
anak usia sekolah untuk memperoleh informasi pengetahuan
tentang kesehatan melalui buku dan sosialisasi dari
pendidik.
 Komunikasi informal Komunikasi/diskusi yang dilakukan
anak usia sekolah dengan guru dan orang tua, peran guru
dan orang tua dalam menyelesaikan dan mencegah masalah
anak sekolah, keterlibatan guru dan orang tua dan
lingkungan dalam menyelesaikan masalah anak usia
sekolah.
7) Pendidikan
Terdapat pembelajaran tentang kesehatan, jenis kurikulum yang
digunakan sekolah, dan tingkat pendidikan tenaga pengajar di
sekolah.
8) Rekreasi
Tempat rekreasi yang digunakan anak usia sekolah, tempat
sarana penyaluran bakat anak usia sekolah seperti olahraga dan
seni, pemanfaatannya, kapan waktu penggunaan
c. Pengkajian yang berhubungan dengan anak usia sekolah
1) Identitas anak.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan.
3) Riwayat kesehatan bayi sampai saat ini.
4) Kebiasaan saat ini (pola perilaku dan kegiatan sehari-hari).
5) Pertumbuhan dan perkembangannya saat ini (termasuk
kemampuan yang telah dicapai).
6) Pemeriksaan fisik.
7) Lengkapi dengan pengkajian fokus
 Bagaimana karakteristik teman bermain.
 Bagaimana lingkungan bermain.
 Berapa lama anak menghabiskan waktunya disekolah.
 Bagaimana stimulasi terhadap tumbuh kembang anak dan
adakah sarana yang dimilikinya.
 Bagaimana temperamen anak saat ini.
 Bagaiman pola anak jika menginginkan sesuatu barang.
 Bagaimana pola orang tua menghadapi permintaan anak.
 Bagaimana prestasi yang dicapai anak saat ini.
 Kegiatan apa yang diikuti anak selain di sekolah.
 Sudahkah memperoleh imiunisasi ulangan selama disekolah.
 Pernahkah mendapat kecelakaan selama disekolah atau
dirumah saat bermain.
 Adakah penyakit yang muncul dan dialami anak selama masa
ini.
 Adakah sumber bacaan lain selain buku sekolah dan apa
jenisnya.
 Bagaimana pola anak memanfaatkan waktu luangnya.
 Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan yang muncul terdapat dua sifat, yaitu :
1) Berhubungan dengan anak, dengan tujuan agar anak dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal sesuai usia anak.
2) Berhubungan dengan keluarga, dengan etiologi berpedoman pada
lima tugas keluarga yang bertujuan agar keluarga memahami dan
memfasilitasi perkembangan anak

b. Masalah yang dapat digunakan untuk perumusan


diagnosa keperawatan yaitu :

1) Masalah aktual/risiko
 Gangguan pemenuhan nutrisi: lebih atau kurang dari kebutuhan
tubuh.
 Menarik diri dari lingkungan sosial.
 Ketidakberdayaan mengerjakan tugas sekolah.
 Mudah dan Sering marah.
 Menurunnya atau berkurangnya minat terhadap tugas sekolah
yang dibebankan.
 Berontak/menentang terhadap peraturan keluarga.
 Keengganan melakukan kewajiban agama.
 Ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal.
 Gangguan komunikasi verbal.
 Gangguan pemenuhan kebersihan diri (akibat
banyak waktu yang digunakan untuk bermain).
2) Potensial atau sejahtera
 Meningkatnya kemandirian anak.
 Peningkatan daya tahan tubuh.
 Hubungan dalam keluarga yang harmonis.
 Terpenuhinya kebutuhan anak sesuai tugas perkembangannya.
 Pemeliharaan kesehatan yang optimal
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Aktual
Perubahan hubungan keluarga yang berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anak yang sakit
Tujuan: Hubungan keluarga meningkat menjadi harmonis dengan
dukungan yang adekuat.
Intervensi:
1) Diskusikan tentang tugas keluarga.
2) Diskusikan bahaya jika hubungan keluarga tidak harmonis saat
anggota keluarga sakit.
3) Kaji sumber dukungan keluarga yang ada disekitar keluarga.
4) Ajarkan anggota keluarga memberikan dukungan terhadap upaya
pertolongan yang telah dilakukan.
5) Ajarkan cara merawat anak dirumah.
6) Rujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai kemampuan keluarga
b. Resiko/resiko tinggi
Resiko tinggi hubungan keluarga tidak harmonis berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah yang terjadi pada
anaknya. Tujuan: ketidakharmonisan keluarga menurun

Intervensi:
1) Diskusikan faktor penyebab ketidak harmonisan keluarga.
2) Diskusikan tentang tugas perkembangan keluarga.
3) Diskusikan tentang tugas perkembangan anak yang harus dijalani.
4) Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada anak.
5) Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan
masalah.
6) Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah.
7) Beri pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampu
membaut alternatif.
c. Potensial atau sejahtera
Meningkatnya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga.
Tujuan: dipertahankanya hubungan yang harmonis.
Intervensi:
1) Anjurkan untuk mempertahankan pola komunikasi
terbuka pada keluarga.
2) Diskusikan cara-cara penyelesaian masalah dan beri
pujian atas kemampuannya
3) Bantu keluarga mengenali kebutuhan anggota keluarga
(anak usia sekolah)
4) Diskusikan cara memenuhi kebutuhan anggota keluarga
tanpa menimbulkan maslaah.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia
pertengahan yaitu anak yang berusia 6-12 tahun. Pada usia sekolah, anak memiliki
karakterisrik yang berbeda dengan anak- anak yang usianya lebih muda.perbedaan ini
terlihat pada aspek fisik,mental- intelektual, soaial emosinal anak

Saran
Pada kelompok anak usia sekolah yang memiliki sifat- sifat khusus,juga di perlukan
suatu intervensi khusus untuk meningkatkan Kesehatan pada kelompok mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Dharma, A.,& Andryanto,M. (2010) pengantar psikologi. Jakarta : erlanga.

Elisa, P. ( 2021). Asuhan keperawatan keluarga pada anak usia sekolah di wilayah
kerja puskesmas graha indah

Anda mungkin juga menyukai