PENDAHULUAN
Masalah kesehatan balita di Indonesia masih menjadi perhatian serius, karena masih
tingginya angka kematian balita di Indonesia bila dibandingkan dengan target RPJM 2005-
2009 dan RPJM 2010-2014 dimana targetnya adalah menurunkan Angka Kematian Bayi
(AKB) menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup, menurunkan Angka Kematian Balita (AKBal)
menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Masalah utama yang menyebabkan tingginya angka
kematian balita di Indonesia adalah gizi buruk. Hampir lebih dari 2 juta anak anak balita
mengalami gizi buruk (Atmaria, 2005). Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun 2007 ke 2010 untuk gizi kurang tetap 13,0 dan
untuk gizi buruk dari 5,4 menjadi 4,9. Pada saat ini masalah terbesar yang disebabkan oleh
gizi buruk yang banyak dijumpai di kalangan anak-anak Indonesia adalah penghambatan
pertumbuhan intra-uterin, malnutrisi protein energi, defisiensi yodium, defisiensi vitamin A,
anemia defisiensi zat besi dan obesitas (Atmaria, 2005).
Diare dan pneumonia merupakan penyebab kematian berikutnya pada bayi dan balita,
disamping penyakit lainnya serta dikontribusi oleh masalah gizi. Untuk mengatasi masalah
yang sering menimbulkan kematian pada balita, pemerintah telah membuat program dan
kebijakan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian pada bayi dan balita,
diantaranya adalah kegiatan Posyandu, BKB (Bina Keluarga Balita), dan program PAUD.
Sementara sebagai perawat, yang dapat dilakukan di komunitas adalah memberi penyuluhan
atau pendidikan kesehatan baik untuk topik sehat atau pun sakit seperti nutrisi, latihan,
penyakit dan pengelolaan penyakit pada balita, serta member informasi kepada ibu tentang
pentingnya pemberian ASI dan tahap perkembangan yang terjadi pada masa balita.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai asuhan keperawatan pada
kelompok khusus balita
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep komunitas
2. Mengetahui konsep balita dan tumbuh kembang yang terjadi pada masa balita
3. Mengetahui masalah kesehatan yang terjadi pada kelompok balita
4. Mengetahui indikator kesehatan kelompok balita
5. Mengetahui program dan kebijakan Pemerintah untuk kesehatan balita
6. Mengetahui ruang lingkup keperawatan dan peran perawat komunitas pada
kelompok balita
7. Menyusun asuhan keperawatan komunitas pada kelompok balita
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami konsep dan proses asuhan keperawatan komunitas pada
agregat balita sehingga dapat menjadi bekal saat melakukan proses asuhan keperawatan
komunitas pada masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat, saling
berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat yang sama. Komunitas
adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah
pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial
yang mempunyai minat yang sama (Riyadi, 2007).
Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima
tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini.
Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda
dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam
golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai
disapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan
badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan
sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya.
Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan konsumen pasif.
Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi, 2004).
Pada masa toddler (1 s.d. 3 tahun), pertumbuhan fisik anak lebih lambat dibandingkan
dengan masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berjalan lebih cepat. Anak sering
mengalami penurunan nafsu makan sehingga tampak langsing dan berotot, dan anak mulai
berjalan jalan. Anak perlu diawasi dalam beraktivitas karena anak tidak memperhatikan
bahaya (Nursalam, 2005).
Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan
kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan
sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan
periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di
masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan
tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.
1. Fase Oral
Fase oral dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Pada
fase ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi
kelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu. Beberapa
mengatakan bahwa pada saat anak yang mengalami gangguan pada fase ini
akan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada lambung seperti
maag atau gastritis.
2. Fase Anal
Fase anal berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan
sampai dengan umur 3 tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan
aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai
periode "toilet training". Kegagalan pada fase ini akan menciptakan orang
dengan kepribadian agresif dan kompulsif, beberapa mengatakan kelainan
sado-masokis disebabkan oleh kegagalan pada fase ini.
3. Fase Phallic
Fase phallic disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang pada
anak umur 3 sampai 6 tahun. Yang paling menonjol adalah pada anak laki-laki
dimana anak ini suka memegangi penisnya, dan ini seringkali membuat marah
orangtuanya. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan kepribadian yang
imoral dan tidak tahu aturan.
Bayi dan anak-anak di bawah lima tahun (balita) adalah kelompok yang rentan terhadap
berbagai penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka belum terbangun sempurna. Pada
usia ini, anak rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani.
1. Gizi kurang dan Gizi buruk
Hampir lebih dari 2 juta anak anak balita mengalami gizi buruk (Atmaria,
2005). Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) dari tahun 2007 ke 2010 untuk gizi kurang tetap 13,0 dan untuk gizi
buruk dari 5,4 menjadi 4,9.
Pada saat ini masalah terbesar yang disebabkan oleh gizi buruk yang banyak
dijumpai di kalangan anak-anak Indonesia adalah penghambatan pertumbuhan intra-
uterin, malnutrisi protein energi, defisiensi yodium, defisiensi vitamin A, anemia
defisiensi zat besi dan obesitas (Atmaria, 2005). Anak-anak yang mengalami
defisiensi gizi, berat badan lahir rendah dan penghambatan pertumbuhan akan tumbuh
menjadi remaja dan juga orang dewasa yang mengalami malnutrisi (Atmaria, 2005).
Masalah malnutrisi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan pada
anak anak dan remaja. Penyebab gizi kurang dan gizi buruk dapat dipilah menjadi tiga
hal, yaitu: pengetahuan dan perilaku serta kebiasaan makan, penyakit infeksi,
ketersediaan pangan.
Tingginya AKB dan masalah gizi pada bayi dapat ditangani sejak awal dengan
cara pemberian Air Susu Ibu (ASI). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
UNICEF, risiko kematian bayi bisa berkurang sebanyak 22% dengan pemberian ASI
ekslusif dan menyusui sampai 2 tahun. Melalui pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan dapat menjamin kecukupan gizi bayi serta meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit infeksi. Manfaat lain yang diperoleh dari pemberian ASI adalah
hemat dan mudah dalam pemberiannya serta manfaat jangka panjang adalah
meningkatkan kualitas generasi penerus karena ASI dapat meningkatkan kecerdasan
intelektual dan emosional anak.
2. Diare
Diare masih merupakan problema kesehatan utama pada anak terutama di
negara berkembang seperti Indonesia. Menurut data World Health Organization
(WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5
tahun. Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut
akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Sekitar lima juta anak di
seluruh dunia meninggal karena diare akut. Di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an,
prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per 1000 penduduk per tahun. Dari angka
prevalensi tersebut, 70-80% menyerang anak dibawah lima tahun.
Data nasional Depkes menyebutkan setiap tahunnya di Indonesia 100.000
balita meninggal dunia karena diare. Itu artinya setiap hari ada 273 balita yang
meninggal dunia dengan sia-sia, sama dengan 11 jiwa meninggal setiap jamnya atau 1
jiwa meninggal setiap 5,5 menit akibat diare (Depkes RI, 2011).
Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi
buang air besar lebih dari tiga kali sehari disertai adanya perubahan bentuk dan
konsistensi tinja penderita (Sutanto, 1984; Winardi, 1981). Dikenal diare akut yang
timbul dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari dan diare kronis yang
berlangsung lebih dari tiga minggu bervariasi dari hari ke hari yang disebabkan oleh
makanan tercemar atau penyebab lainnya (Winardi, 1981).
Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah dan
ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku yang
menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan interaksi
perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak tinggal. Faktor
perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan resiko terjadinya
diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada bulan pertama
kehidupan, tidak menjaga hygiene alat makan dan minum anak. (Assiddiqi, 2009).
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan
yang saat ini terjadi di Negara Indonesia (Kompas, 2006). Derajat kesehatan anak
mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus bangsa
memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa,
sehingga masalah kesehatan anak menjadi salah satu prioritas dalam perencanaan
pembangunan bangsa.
Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat
digunakan, antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan angka
harapan hidup waktu lahir.
1. Faktor Kesehatan
2. Faktor Kebudayaan
3. Faktor Keluarga
Peningkatan status kesehatan anak juga terkait langsung dengan peran dan
fungsi keluarga terhadap anaknya, seperti membesarkan anak, memberikan dan
menyediakan makanan, melindungi kesehatan, memberikan perlindungan secara
psikologis, menanamkan nilai budaya yang baik, memepersiapkan pendidikan
anak, dan lain-lain (Behrman, 2000).
Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan kesehatan anak,
khususnya untuk menurunkan angka kematian anak, di antaranya sebagai berikut:
1. Upaya Promotif
a. Penyuluhan untuk memberikan informasi kepada orangtua, terutama ibu
tentang pemenuhan dan peningkatan gizi bayi dan balita sesuai usia
tumbuh kembangnya. Bayi usia 1 sampai 6 bulan hanya boleh diberikan
ASI, lebih dari 6 bulan diperbolehkan untuk diberikan makanan
pendamping ASI.
b. Memberikan informasi tentang kebersihan diri bayi meliputi cara
memandikan bayi yang benar, cara perawatan tali pusat, cara mengganti
popok bayi, dsb.
c. Penyuluhan tentang pentingnya imunisasi yang meliputi jenis-jenis
imunisasi, usia pada saat dilakukan imunisasi, manfaat, efek samping, dan
akibat yang akan timbul jika tidak dilakukan imunisasi.
d. Memberikan informasi tentang pentingnya memeriksakan bayi dan balita
yang sakit ke petugas kesehatan
e. Memberikan informasi tentang pemantauan tumbuh kembang bayi dan
balita.
2. Upaya Preventif
a. Imunisasi terhadap bayi dan balita.
b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, puskesmas,
maupun kunjungan rumah.
c. Posyandu untuk penimbangan dan pemantauan kesehatan balita.
d. Pemberian vitamin A, yodium, dan obat cacing.
e. Skrining untuk deteksi penyakit atau kelainan pada bayi dan balita sejak
dini.
3. Upaya Kuratif
a. Melakukan pelayanan kesehatan dan keperawatan.
b. Melakukan rujukan medis dan kesehatan. Bayi atau balita dengan
penyakit tertentu perlu diberikan perawatan lebih lanjut.
c. Perawatan lanjutan dari Rumah Sakit, dilakukan oleh orangtua tetapi
masih dalam pengawasan petugas kesehatan untuk memulihkan kondisi
kesehatan bayi atau balita.
d. Perawatan tali pusat terkendali pada bayi baru lahir.
3. Upaya Rehabilitatif
Bayi dan balita pasca sakit, perlu waktu untuk masa pemulihan. Upaya
pemulihan yang dapat dilakukan yaitu latihan fisik dan fisioterapi.
4. Resosialitatif
Upaya mengembalikan ke dalam pergaulan masyarakat. Misal: kelompok
balita yang diasingkan karena autis, ADHD.
Dua peran perawat kesehatan komunitas, yaitu sebagai pendidik dan penyuluh
kesehatan serta pelaksana konseling keperawatan kepada kelompok khusus balita
merupakan bagian dari ruang lingkup promosi kesehatan. Berdasarkan peran
tersebut, perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mendukung kelompok
khusus balita mencapai derajat kesehatan yang optimal. Peran perawat komunitas
pada kelompok khusus balita:
1. Pelaksana Pelayanan Keperawatan (care provider)
Peranan utama perawat komunitas yaitu sebagai pelaksana asuhan
keperawatan kepada balita, baik itu balita dalam kondisi sehat maupun yang
sedang sakit.
2. Pendidik (health educator)
Perawat sebagai pendidik atau penyuluh, memberikan pendidikan atau
informasi kepada keluarga yang berhubungan dengan kesehatan balita.
Diperlukan pengkajian tentang kebutuhan klien untuk menentukan kegiatan
yang akan dilakukan dalam penyuluhan atau pendidikan kesehatan balita. Dari
hasil pengkajian diharapkan dapat diketahui tingkat pengetahuan klien dan
informasi apa yang dibutuhkan.
3. Konselor
Perawat dapat menjadi tempat bertanya atau konsultasi oleh orangtua yang
mempunyai balita untuk membantu memberikan jalan keluar berbagai
permasalahan kesehatan balita dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pemantau Kesehatan (health monitor)
Perawat ikut berperan memantau kesehatan balita melalui posyandu,
puskesmas, atau kunjungan rumah. Pemantauan ini berguna mengetahui
dinamika kesehatan balita terutama pertumbuhan dan perkembangannya,
sehingga jika terjadi masalah kesehatan dapat dideteksi sejak dini dan diatasi
secara tepat dengan segera.
5. Koordinator Pelayanan Kesehatan (coordinator of service)
Pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang bersifat menyeluruh dan
tidak terpisah-pisah. Perawat juga dapat berperan sebagai pionir untuk
mengkoordinir berbagai kegiatan pelayanan di masyarakat terutama kesehatan
balita dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan tim
kesehatan lainnya.
6. Pembaharu (inovator)
Tidak seluruhnya masyarakat mempunyai bekal pengetahuan mengenai
kesehatan balita. Perawat disamping memberikan penyuluhan juga dapat
menjadi pembaharu untuk merubah perilaku atau pola asuh orangtua terhadap
balita di suatu wilayah, misalnya budaya yang tidak sesuai dengan perilaku
sehat.
7. Panutan (role model)
Perawat sebagai salah satu tenaga medis dipandang memiliki ilmu
kesehatan yang lebih dari profesi lainnya di luar bidang kesehatan. Oleh sebab
itu akan lebih mulia bagi perawat untuk mengamalkan ilmunya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dapat memberikan contoh baik, misalnya
memberi contoh tata cara merawat balita.
8. Fasilitator
Perawat menjadi penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan
kesehatan dan instansi terkait, melaksanakan rujukan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT BALITA
3.1 Pengkajian
1. Data inti
a. Demografi
Variabel yang dapat dikaji adalah jumlah balita baik laki-laki maupun
perempuan. Data diperoleh melalui. Puskesmas atau kelurahan berupa
laporan tahunan atau rekapitulasi jumlah kunjungan pasien yang berobat.
b. Statistik vital
Data statistik vital yang dapat dikaji adalah jumlah angka kesakitan
dan angka kematian balita. Angka kesakitan dan kematian tersebut
diperoleh dari penelusuran data sekunder baik dari Puskesmas atau
Kelurahan.
c. Karakteristik penduduk
Variabel keamanan meliputi jenis dan tipe pelayanan keamanan yang ada,
tingkat kenyamanan dan keamanan penduduk serta jenis dan tipe gangguan
keamanan yang ada.
3.3 Kasus
Di Kelurahan Tamiajeng posyandu Harum Sejahtera II terdapat 80 KK, dengan
jumlah warga sebanyak 212 jiwa, 55 balita yang terdiri dari usia 0-12 bulan = 5 balita,
usia 13-36 bulan = 15 balita, usia 37-60 bulan = 20 balita dan berdasarkan informasi
dari kader posyandu balita, balita yang diare karena kurangnya kebersihan makanan
yang dikonsumsi 12 balita, balita yang berat badannya tidak sesuai dengan umur (gizi
kurang) ada 23 orang. Kondisi lingkungan kurang dari kata sehat, setiap rumah
kurang memiliki ventilasi dan tingkat kelembapan setiap rumah juga tinggi karena
mengingat jarak antar rumah saling berdekatan. Banyak balita yang berumur 36-60
bulan sering mengkonsumsi makanan ringan yang dijual diwarung, es lilin, jajanan
pentol dan mie instan setiap harinya. Sebagian besar ibu menjadi ibu rumah tangga
dan kepala keluarga sebagian bekerja menjadi pedagang dan pekerja bangunan. Rata-
rata pendapatan disetiap KK dalam satu bulan yaitu Rp 800.000-1.200.000. Tingkat
pendidikan warga 30% lulusan SD, 40% lulusan SMP, selebihnya lulusan
SMA/SMK. Terdapat sungai di sekitar rumah warga, kedalaman sungai dangkal
sehingga jika terjadi hujan mengakibatkan banjir, selokan di depan rumah warga
banyak yang tersumbat, jalan di depan rumah kotor, banyak sisa sampah banjir yang
berserakan dan banyak lahan kosong yang bertumpukan sampah. Keamanan
diwilayah ini cukup aman karena hampir tidak ada kasus penculikan balita ataupun
pencurian barang berharga. Mayoritas warga beragama islam. Di wilayah ini memiliki
1 masjid, 3 musholla, 1 PAUD, 1 TK, 1 SDN Tamiajeng, 1 Posyandu, dan 1
Puskesmas, untuk beraktivitas masyarakat mengunakan sepeda motor dan sepeda
untuk alat transportasi. Kegiatan Posyandu Balita dilakukan setiap 4 minggu sekali,
diadakan di masing-masing RT yang dibantu oleh beberapa kader binaan puskesmas.
Kegiatan yang dilakukan biasanya pengukuran antropometri dan kebutuhan gizi anak,
pemberian nutrisi yang tepat untuk balita serta penjelasan tentang penyakit yang
sering menyerang balita, tetapi setiap dilakukan kegiatan posyandu pastisipasi warga
sekitar masih sangat kurang karena kepercayaan warga disekitar apabila anaknya sakit
lebih memilih berobat ke dukun pijat dibandingkan ke puskesmas karena mereka
masih menganggap penyakit yang diderita menandakan proses pertumbuhan yang
mereka anggap masih wajar. Biasanya ibu-ibu mengajak anaknya naik mobil aneka
warna yang diputarkan lagu-lagu anak untuk berkeliling di sekitar kampung dengan
biaya Rp 1000,- untuk satu kali putaran, serta setiap Minggu pagi ibu yang memiliki
balita sering membawa balitanya jalan-jalan di sekitar pasar.
A. Pengkajian
1. Data Inti
a. Sejarah
Daerah Tamiajeng dahulu adalah persawahan luas yang dikelola oleh
perusahaan swasta, lalu bangrut dan dijadikan perkampungan.
b. Luas Wilayah
1200 m2
c. Batas Wilayah
Barat : Selotapak
Utara : Duyung
Timur : Kesiman
Selatan : Kemloko
d. Statistik Vital
Berdasarkan informasi dari kader setempat
e. Agama
Hampir 90% warga beragama Islam, 5% beragama Kristen, dan 5%
beragama Budha.
f. Kepercayaan
Warga sering membawa balita mereka yang sakit seperti batuk, demam,
konstipasi, dan diare ke dukun pijat untuk anak-anak. Warga masih belum
sepenuhnya percaya untuk datang ke bidan dan dokter. Mereka menganggap
sakit yang diderita balita mereka menandakan proses pertumbuhan yang
dialami balita dan merupakan hal yang wajar.
g. Etnik
Mayoritas bahasa yang digunakan sehari-hari oleh penduduk Tamiajeng yaitu
Bahasa Jawa
h. Balita BGM (Bawah Garis Merah)
Terdapat 23 balita memiliki BB rendah maupun gizi buruk.
i. Masalah Kesehatan
Dari 55 balita, 41,8% balita mengalami gizi buruk/kurang dikarenakan orang
tua kurang memperhatikan kebutuhan gizi balita. Sebesar 21,8% balita
mengalami diare karena mengonsumsi makanan yang kurang bersih. Hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap kesehatan balita.
2. Data Subsistem
a. Lingkungan fisik
1) Kondisi lingkungan kurang dari kata sehat, setiap rumah kurang
memiliki ventilasi dan tingkat kelembapan setiap rumah juga tinggi
karena mengingat jarak antar rumah saling berdekatan.
2) Terdapat sungai di sekitar rumah warga, kedalaman sungai dangkal
sehingga jika terjadi hujan mengakibatkan banjir, selokan di depan
rumah warga banyak yang tersumbat, jalan di depan rumah kotor,
banyak sisa sampah banjir yang berserakan. Apabila terdapat lahan
kosong, banyak sampah bertumpukan.
3) Lingkungan terbuka: mayoritas tidak memiliki halaman rumah yang
luas.
4) Kebiasaan: balita yang berumur 36-60 bulan sering mengonsumsi
makanan ringan (snack), jajanan pentol, es lilin, dan mie instan.
b. Pelayanan kesehatan dan social
1. Pusat pelayanan: terdapat 1 posyandu dan 1 puskesmas. Kegiatan
Posyandu Balita di lakukan setiap 4 minggu sekali, diadakan di masing-
masing RT yang dibantu oleh beberapa kader binaan puskesmas.
Kegiatan yang dilakukan biasanya pengukuran antropometri dan
penyuluhan tentang kebutuhan gizi anak, pemberian nutrisi yang tepat
untuk balita serta penjelasan tentang penyakit yang sering menyerang
balita, tetapi warga kurang berpartisipasi karena kepercayaan warga
disekitar apabila anaknya sakit lebih memilih berobat ke dukun pijat
dibandingkan ke puskesmas karena mereka masih menganggap penyakit
yang diderita menandakan proses pertumbuhan yang mereka anggap
masih wajar.
2. Tempat belanja: di pasar tradisional.
3. Tempat ibadah: 1 masjid dan 3 musholla
c. Ekonomi
Berdasarkan hasil wawancara, penghasilan rata-rata kepala keluarga per
bulan Rp 800.000 – Rp 1.200.000. Sebagian besar bapak-bapak bekerja
sebagai pedagang dan pekerja bangunan. Mayoritas ibu-ibu tidak bekerja.
d. Keamanan dan Transportasi
Transportasi: ibu mengantarkan balita ke posyandu dengan jalan kaki
sedangkan untuk beraktivitas biasanya menggunakan sepeda motor.
Keamanan diwilayah ini tidak ada masalah karena jarang dijumpai kasus
penculikan atau pencurian barang berharga.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu-ibu balita mengatakan bahwa
mencuci piring dan botol susu dengan air sumur ,sedangkan jarak sumur
dengan septictank tidak lebih dari 3 meter.
e. Pemerintahan dan Politik
Kampung Tamiajeng memiliki lurah sebagai pimpinan dan dibantu
beberapa warga yang menjadi perwakilan dalam sistem pemerintahan
kelurahan.
f. Komunikasi
Komunikasi antar warga dengan pihak penyelenggara fasilitas kesehatan
menggunakan surat edaran yang dibagikan oleh ibu RT. Beberapa ibu
mencari informasi secara mandiri melalui media sosial namun tidak
membagikan informasi kesehatan balita kepada warga sekitar. Ketika
terjadi bencana seperti banjir dan kebakaran, warga mendapat komando dari
balai RT/RW masing-masing melalui kentongan yang dipukul berkali-kali.
g. Pendidikan
Tingkat pendidikan warga 30% lulusan SD, 40% lulusan SMP, selebihnya
lulusan SMA/SMK.
h. Rekreasi
Dari hasil wawancara, ibu sering mengajak balitanya naik mobil aneka
warna yang diputarkan lagu-lagu anak untuk berkeliling di sekitar kampung
dengan biaya Rp 1.000 untuk 1x putaran, serta setiap Minggu pagi, ibu
yang memiliki balita, sering membawa balitanya jalan-jalan ke pasar.
3. Data Persepsi
Data persepsi yang dikaji meliputi :
a. Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat dan keluarga terhadap suatu penyakit pada balita masih
acuh, mungkin dipengaruhi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
ataupun kurangnya pengetahuan mengenai suatu penyakit.
b. Persepsi Perawat
Menurut perawat puskesmas Kelurahan Tamiajeng, tingkat pasrtisipasi
masyarakat terhadap kesehatan balita masih perlu ditingkatkan kembali dan
masih sangat perlu mendapatkan edukasi serta pelatihan untuk orang tua
balita.
4. Analisa Data
No Data Masalah keperawatan
Komunitas
1 Ds : Perilaku Kesehatan Cenderung
Banyak balita yang berumur 36-60 bulan Beresiko
sering mengkonsumsi makanan ringan
yang dijual diwarung, es lilin, jajanan
pentol dan mie instan setiap harinya.
Do :
Balita yang berat badannya tidak sesuai
dengan umur (gizi kurang) ada 23 orang.
2 Ketidakefektifan Pemeliharaan
kesehatatan
Ds :
Dari hasil wawancara yang di dapat
masyarakat mengatakan bahwa di Desa
Tamiajeng ini jarang dilakukan kegiatan
gotong royong untuk membersihkan
lingkungan karena sebagian warga sibuk
dengan pekerjaannya masing-masing.
Do :
a. Kondisi lingkungan kurang dari kata
sehat, setiap rumah kurang memiliki
ventilasi dan tingkat kelembapan setiap
rumah juga tinggi karena mengingat
jarak antar rumah saling berdekatan.
b. Kedalaman sungai dangkal sehingga
jika terjadi hujan mengakibatkan banjir
c. Selokan di depan rumah warga banyak
yang tersumbat
d. Jalan di depan rumah kotor, banyak
e. Banyak lahan kosong yang
bertumpukan sampah
4. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko
2. Ketidakefektifan Pemeliharaa Kesehatan
5. Skoring
1 Perilaku 5 5 4 4 4 5 3 3 5 3 3 5 49 1
Kesehatan
Cenderung
Beresiko
2 Ketidak 4 4 5 4 3 5 4 3 4 3 4 5 48 2
efektifan
Pemeliharaan
Kesehatan
Keterangan : Keterangan Nilai :
A : Tingkat resiko kejadian 1. Sangat rendah
B : Tingkat resiko permasalahan 2. Rendah
C : Potensial untuk ditangani dengan penkes 3. Cukup
D : Minat masyarakat 4. Tinggi
E : Kemungkinan masalah teratasi 5. Sangat tinggi
F : Hubungan dengan program pemerintah
G : Ruang
H : Waktu
I : Fasilitas kesehatan
J : Biaya
K : Sumber daya/ tenaga
L : Sesuai peran perawat CHN
Rencana Asuhan Keperawatan
Modifikasi perilaku
a. Tentukan motivasi pasien
terhadap (perlunya)
perubahan (perilaku)
b. Dukung untuk mengganti
kebiasaan yang tidak
diinginkan dengan kebiasaan
yang diinginkan.
Prevensi Tersier Prevensi Tersier
Partisipasi tim kesehatan Konsultasi
a. Identifikasi tujuan
berkonsultasi
Menyediakan perawatan preventif b. Tentukan modul konsultasi
yang tepat untuk dapat
digunakan misalnya (membeli
Meminta bantuan dari petugas kesehatan
model dari ahli, model proses
konsultasi)
2 Ketidakefekti Setelah dilakukan Seluruh Prevensi Primer Prevensi Primer
fan tindakan keperawatan masyarakat Pengetahuan : promosi kesehatan Pendidikan kesehatan
a. Libatkan individu, keluarga
pemeliharaan selama 1 bulan terutama orang
dan kelompok dalam
kesehatan diharapkan sanitasi tua yang Pengetahuan : perilaku sehat perencanaan dan rencana
implementasi gaya hidup atau
lingkungan menjadi memiliki
modifikasi perilaku
lebih baik. balita. kesehatan.
b. Berikan ceramah untuk
menyampaikan informasi
dalam jumlah besar pada saat
yang tepat.
Pengajaran kelompok
a. Tetapkan kebutuhan terhadap
program
b. Tentukan biaya
Prevensi Sekunder Prevensi Sekunder
Kepatuhan perilaku Modifikasi perilaku
a. Dukung untuk mengganti
kebiasaan yang tidak
Keamanan & kesehatan serta perawatan diinginkan dengan kebiasaan
yang diinginkan.
lingkungan
Prevensi Tersier Prevensi Tersier
Penggunaan sumber yang ada di Pengembangan kesehatan
masyarakat
komunitas
a. Sediakan lingkungan,
ciptakan situasi dimana
individu dan kelompok
merasa aman untuk
mengenkspresikan pandangan
mereka.
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau
lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H,
2006).Balita termasuk salah satu agregat / kelompok risiko tinggi. Hal ini
dikarenakan pada balita juga berpotensi muncul masalah yang kompleks,
terlebih yang berhubungan dengan konsep tumbuh kembang. Oleh karena itu,
konsep keperawatan yang diberikan pada agregat ini diaplikasikan dalam
bentuk pelayanan-pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang memberikan
layanan dalam upaya menjaga kesehatan balita adalah Posyandu (Pos
Pelayanan Terpadu), imunisasi, BKB (Bina Keluarga Balita), PAUD
(Pendidikan Anak Usia Dini), SDIDTK (Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi
Dini Tumbuh Kembang).
1.2 Saran
a. Bagi Perawat
Perawat sebagai care giver diharapkan mampu memberikan
pelayanan kesehatan kepada balita dan keluarga dalam bentuk promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitative.
b. Bagi Keluarga
Keluarga terutama ibu merupakan pemegang peran penting dalam
menentukan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan balita. Oleh
karena itu keluarga diharapkan mampu memahami konsep tumbuh
kembang pada balita dan mampu mendampingi pertumbuhan dan
perkembangan balita dengan baik sehingga bisa mengoptimalkan tumbuh
kembang balita.
33
DAFTAR PUSTAKA
Elisabeth T. Anderson dan RN. Judith Mc. Farlane. 2012. Community as a Partner,
6th Ed +Introduction to Community Based Nursing, 5 th Ed: Theory and
Practic in Nursing. Lippincot Williams and Wilkins, 2012
Efendi, Ferry & Makhfudi. 2013. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik Keperawatan. Jakarta : Salemba medika
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika
34