Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Balita

2.1.1 Defenisi Balita

Balita merupakan anak yang berusia diatas satu tahun atau biasa juga disebut dengan

bayi di bawa h lima tahun (Muaris, 2006). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

(2014) seorang anak dikatakan balita apabila anak berusia 12 bulan sampai dengan 59 bulan.

Price dan Gwin (2014) mengatakan bahwa seorang anak dari usia 1 sampai 3 tahun disebut

batita atau toddler dan anak usia 3 sampai 5 tahun disebut dengan usia pra sekolah atau

preschool child. Usia balita merupakan sebuah periode penting dalam proses pertumbuhan

dan perkembangan seorang anak (Febry, 2008).

Balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa yang paling hebat dalam

tumbuh kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini merupakan masa yang penting

terhadap perkembangan kepandaian dan pertumbuhan intelektual. (Mitayani, 2010). Balita

adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan proses pertumbuhan

dan perkembangan yang sangat pesat.Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada

orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.

Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih

terbatas. (Sutomo, 2010)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011) menjelaskan balita merupakan usia

dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Proses pertumbuhan

dan perkembangan setiap individu berbeda-beda, bisa cepat maupun lambat tergantung dari

beberapa faktor diantaranya herediter, lingkungan, budaya dalam lingkungan, sosial ekonomi,

iklim atau cuaca, nutrisi dan lain-lain (Aziz, 2006 dalam Nurjannah, 2013).
2.1.2 Karakteristik balita

Anak usia 1 sampai 3 tahun akan mengalami pertumbuhan fiisik yang relatif

melambat, namun perkembangan motoriknya akan meningkat cepat (Hatfield, 2008). Anak

mulai mengeksplorasi lingkungan secara intensif seperti anak akan mulai mencoba mencari

tahu bagaimana suatu hal dapat bekerja atau terjadi, mengenal arti kata “tidak”, peningkatan

pada amarahnya, sikap yang negatif dan keras kepala (Hockenberry, 2016).

Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak memiliki karakteristik yang berbeda-

beda di setiap tahapannya. Karakteristik perkembangan pada balita secara umum dibagi

menjadi 4 yaitu negativism, ritualism, temper tantrum, dan egocentric. Negativism adalah

anak cenderung memberikan respon yang negatif dengan mengatakan kata “tidak”. Ritualism

adalah anak akan membuat tugas yang sederhana untuk melindungi diri dan meningkatkan

rasa aman. Balita akan melakukan hal secara leluasa jika ada seseorang seperti anggota

keluarga berada disampingnya karena mereka merasa aman ada yang melindungi ketika

terdapat ancaman.

Karakteristik selanjutnya adalah Temper tantrum. Temper tantrum adalah sikap

dimana anak memiliki emosi yang cepat sekali berubah. Anak akan menjadi cepat marah jika

dia tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak bisa dia lakukan. Erikson tahun 1963

menyatakan Egocentric merupakan fase di perkembangan psikososial anak. Ego anak akan

menjadi bertambah pada masa balita. Berkembangnya ego ini akan membuat anak menjadi

lebih percaya diri, dapat membedakan dirinya dengan orang lain, mulai 13 mengembangkan

kemauan dan mencapai dengan cara yang tersendiri serta anak juga menyadari kegagalan

dalam mencapai sesuatu (Price dan Gwin, 2014; Hockenberry, 2016).

Perkembangan selanjutnya pada anak usia 3 tahun adalah anak mulai bisa

menggunakan sepeda beroda tiga, berdiri dengan satu kaki dalam beberapa detik, melompat

luas, dapat membangun atau menyusun menara dengan menggunakan 9 sampai 10 kubus,
melepaskan pakaian dan mengenakan baju sendiri. Usia 4 tahun, anak dapat melompat

dengan satu kaki, dapat menyalin gambar persegi, mengetahui lagu yang mudah, eksplorasi

seksual dan rasa ingin tahu yang ditunjukkan dengan bermain seperti menjadi dokter atau

perawat. Anak usia 5 tahun dapat melempar dan menangkap bola dengan baik, menyebutkan

empat atau lebih warna, bicara mudah dimengerti, dan sebagainya (Hockenberry et.al., 2016;

KIA, 2016).

2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai

hasil dari proses pematangan. Menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel- sel tubuh,

jaringan tubuh, organ- organ dan istem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga

masing masing dapat memenuhi fungsinya (Soetjiningsih,2014).

Perkembangan memiliki karakteristik yang dapat diramalkan dan memiliki ciri- ciri

sehingga dapat diperhitungkan, seperti berikut (Soetjiningsih, 2014):

1) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan dari konsepsi sampai maturasi.

Perkembangan sudah terjadi sejak di dalam kandungan dan setelah kelahiran

perkembangan dapat dengan mudah diamati.

2) Dalam periode tertentu ada masa percepatan dan ada masa perlambatan. Terdapat tiga

periode pertumbuhan cepat adalah pada masa janin, masa bayi 0-1 tahun, dan masa

pubertas.

3) Perkembangan memiliki pola yang sama pada setiap anak,tetapi kecepatannya berbeda.

4) Perkembangan dipengaruhi oleh maturasi sistem saraf pusat.

5) Bayi akan menggerakkan seluruh tubuhnya, tangan dan kakinya.

6) Reflek primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum

gerakan volunter tercapai.


Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit, salah satunya diare. Jika anak sering

menderita sakit dapat menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang. Sehingga

diare membutuhkan penanganan khusus agar tidak terjadi permasalahan yang komplek

(Soetjiningsih, 2014).

2.2 Konsep Diare

2.2.1 Defenisi Diare

Menurut Kementerian Kesehatan (2014) dalam Pedoman Tata Laksana Diare,

penyakit diare merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan

konsistensi tinja yang lembek sampai mencair serta bertambahnya frekuensi buang air besar

3 kali sehari atau lebih. Penyakit diare banyak terjadi pada anak berusia 0-4 tahun.

Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba tiba akibat kandungan air di

dalam tinja melebihi normal (10ml/kgBB/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih

dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto dan Liwang, 2014).

Diare adalah buang air besar pada balita lebih dari 3 kali sehari disertai perubahan

konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang

dari satu minggu (Juffrie dan Soenarto, 2012)

Penyebab utama diare adalah infeksi bateri atau virus. Jalur utama masuk melalui

feses manusia atau binatang, makanan, air dan kontak penjamu dengan manusia. Kondisi

lingkungan yang menjadi habitat atau penjamu patogen tersebut menjadi risiko utama

penyakit diare. Sanitasi, kebersihan rumah tangga yang buruk, kurangnya air aman dan

pajanan sampah padat dapat mengakibatkan penyakit diare (World Health Organization,

2008).
2.2.2 Etiologi diare

Menurut Kapoor dan Barnes penyebab diare disebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa.

Pada kelompok virus yang meyebabkan diare antara lain Rotavirus, Small Round Structur

Virus (SRSV), Adenovirus. Kelompok bakteri antara lain E.coli, Campylobacter spp,

Salmonella spp, Shigella spp, Vibrio cholera. Kelompok protozoa antara lain Giardia

lambia, Entamoeba hystolityca, Cryptosporidium parvum. Faktor penyebab diare lainnya

yaitu malabsorpsi (Widjaja, 2002) dan faktor makanan. Malabsorbsi pada bayi terjadi

karena kepekaan terhadap Lactoglobulis dalam susu formula. Diare malabsorbsi

menyebabkan terganggunya pertumbuhan bayi. Faktor makanan yang mengakibatkan diare

adalah makanan yang terkontaminasi, tercemar, basi, beracun dan kurang matang dalam

memasak. Penyakit diare 75% ditularkan oleh kuman seperti bakteri dan virus (Widoyono,

2008). Penularan penyakit diare melalui orofekal dengan mekanisme sebagai berikut:

1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang

menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar

selam perjalanan sampai ke rumah-rumah (distribusi) atau saat disimpan di dalam rumah.

Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau bagian tangan

yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

2. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus dan bakteri

dalam jumlah yang besar. Bila tinja tersebut dihinggapi binatang dan kemudian binatang

tersebut hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang lain

yang memakan makanan tersebut.

2.2.3 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya diare yaitu :

1. Faktor perilaku
Faktor perilaku yang dapat menyebabkan diare antara lain:

a. Tidak memberikan Air Susu Ibu eksklusif, memberikan makanan pendamping/MP ASI

terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman.

b. Menggunakan botol susu tebukti meningkatkan risiko tekena penyakit diare karena sangat

sulit untuk membersihkan botol susu

c. Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan,

setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak.

d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis. (Marjuki, 2008).

2. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan diare antara lain :

a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai Sarana air bersih adalah bangunan beserta

peralatan dan perlengkapannya yang menyediakan dan mendistribusikan air tersebut

kepada masyarakat. Sarana air bersih harus memenuhi persyaratan kesehatan, agar tidak

mengalami pencemaran sehingga dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan

standar kesehatan (Marjuki, 2008).

b. Ketersediaan jamban Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam

penularan risiko terhadap penyakit diare. Jamban atau tempat pembuangan kotoran

manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus

dikeluarkan dari dalam tubuh (Notoatmodjo, 2007).

c. Pembuangan air limbah Air limbah atau air kotoran adalah air yang tidak bersih dan

mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia. Saluran

pembuangan air limbah adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang air dari

kamar mandi, tempat cuci, dapur, dan lain-lain bukan dari jamban (Notoatmodjo, 2007).

d. Pembuangan sampah Sampah erat kaitanya dengan kesehatan masyarakat karena dari
sampah tersebut akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit dan juga

binatang serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit (vektor). Oleh karena itu sampah

harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin, tidak mengganggu atau mengancam

kesehatan masyarakat (Notoadmodjo, 2007).

Di samping faktor risiko tersebut ada beberapa faktor dari penderita yang dapat

meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi terutama anak

gizi buruk, penyakit imunodefisiensi atau imunosupresi dan penderita campak, selain faktor

penderita perananan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak dengan diare sangatlah

penting. Faktor yang mempengaruhinya yaitu umur ibu, pendidikan, dan pengetahuan ibu

mengenai hidup sehat dan pencegahan terhadap penyakit. Rendahnya pendidikan ibu dan

kurangnya pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan perawatan anak dengan diare

merupakan penyebab anak terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan pertolongan

sehingga berisiko mengalami dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).

2.2.4 Jenis Diare

Menurut Widjaja (2002), diare dibagi menjadi dua yaitu diare akut dan diare kronik.

1) Diare akut

Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu kurang dari 7 hari (Kementerian

Kesehatan RI, 2014). Penyebab diare akut antara lain gangguan bakteri yang masuk ke

dalam sistem pencernaan dan berkembang biak didalam usus.

2) Diare kronis

Diare kronis merupakan diare yang terjadi berkepanjangan lebih dari 2 minggu dan

kejadiannya lebih komplek. Faktor yang menyebabkan diare kronik adalah malabsorbsi

kelori dan lemak serta gangguan bakteri, parasit pada anak.


2.2.5 Gejala dan akibat diare

Menurut Widjaja (2002) dan Widoyono (2008), gejala diare pada anak adalah sebagai berikut

1. Balita buang air besar 3 kali sehari atau lebih

2. Tinja bayi encer atau lembek, berlendir atau berdarah

3. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan empedu

4. Muntah sebelum atau sesudah diare

5. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahuli gejala diare

6. Hipoglikemi, yaitu penurunan kadar gula darah

7. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan gelisah

2.2.6 Penularan

Penularan penyakit diare disebabkan oleh infeksi dari agen penyebab dimana akan terjadi bila

memakan makanan/air minum yang terkontaminasi tinja/muntahan penderita diare. Akan

tetapi, penularan penyakit diare adalah kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,

seperti:

a. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh

serangga atau terkontaminasi oleh tangan yang kotor.

b. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering memasukan

tangan/mainan apapun ke dalam mulut. Hal ini dikarenakan virus ini dapat bertahan di

permukaan udara sampai beberapa hari.

c. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar.

d. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.

e. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan

tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang

dipegang (WHO,2006).
2.2.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab

penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena

penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan

dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon

seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tapi sering,bercampur darah dan

ada sensasi ingin ke belakang (IDAI, 2011).

Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah, nyeri

abdomen, demam, dan tinja yang sering, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri

patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari

masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang

dihasilkan (IDAI, 2011).

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung

dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan

lainnya seperti ubunubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak, ada tidaknya

air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie, 2010). Pernapasan

yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau

tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan

capillary refill time dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010).

3. Laboratorium

Pemeriksaan labortorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan. Pada

keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau
ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat

(Juffrie, 2010).

2.2.8 Penatalaksaaan

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah Lima

Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE). Rehidrasi bukan satusatunya cara untuk

mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat

penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekuragan gizi akibat diare juga

menjadi cara untuk mengobati diare.

Adapun program LINTAS DIARE yaitu :

1. Rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut untuk memperpanjang episode diare

3. Teruskan pemberian ASI dan makanan

4. Antibiotik selektif

5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

2.2.9 Pencegahan Diare

Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor

pendorong terjadinya diare. Faktor pendorong tersebut terdiri dari faktor agent penjamu,

faktor lingkungan dan faktor perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya

kerentanan terhadap diare tersebut diantaranya adalah tidak mendapatkan ASI selama dua

tahun pada balita, kurang gizi, penyakit campak dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan

dan perilaku yang paling dominan dapat menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap

diare diantaranya adalah tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja,

pembuangan tinja tidak higenis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta

pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya (Depkes, 2010).


2.3 Penyediaan air minum

2.3.1 Sarana air bersih

Air merupakan komponen lingkungan hidup yang sangat penting bagi kelangsungan

hidup manusia. Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk minum,

masak, mandi, mencuci (Notoatmodjo, 2011). Air bersih merupakan air yang digunakan

untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memnuhi syarat kesehatan dan dapat diminum

apabila telah dimasak (Kementerian Kesehatan, 2010). Sedangkan air minum adalah air yang

kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

Sumber air berasal dari air hujan, air permukaan dan air tanah. Didalam urutan prioritas,

umumnya air tanah merupakan urutan pertama (Machfoedz, 2004). Air tanah berasal dari air

hujan yang mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses

filtrasi secara alamiah. Proses filtrasi alamiah ini membuat air tanah menjadi lebih baik dan

lebih murni dibandingkan dengan air permukaan (Sumantri, 2013).

Sumber air bersih memiliki peranan penting dalam penyebaran beberapa penyakit

menular salah satunya adalah diare yang ditularkan melalui fecal oral. Diare disebabkan oleh

bakteri E.coli yang dapat masuk ke dalam air dengan capa pasa saat hujan turun, air

membawa limbah dari kotoran hewan maupu manusia kemudian meresap ke dalam tanah

melalui pori-pori tanah atau mengalir dalam sumber air (Langit, 2016).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pogram Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, sarana air bersih

yang memenuhi persyaratan adalah sumber air bersih ang terlindungi yang mencakup PDAM,

sumur pompa, sumur gali dan mata air terlindungi (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Sarana air bersih merupakan sarana yang dapat menghasilkan sumber air bersih seperti

sumur gali, sumur dalam, penampungan air hujan, sistem perpipaan.

a. Sumur dangkal
Sumur dangkal merupakan pengambilan sumber mata air di dalam tanah dengan

kedalaman sekitar 5-15 meter. Diperkirakan sampai kedalaman 3 meter tanah dan belum

dipastikan aman dikonsumsi karena masih mengandung kuman-kuman akibat

kontaminasi kotoran dari permukaan tanah yang masih ada. Dan dinding sumur

sebaiknya dibuat lapisan dari semen untuk menghindari pencemaran air tanah.

b. Sumur dalam

Sumur dalam berasal dari air tanah yang kedalamannya lebih dari 15 meter. Sebagian

besar air sumur dalam sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum (Notoatmodjo,

2011).

c. PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) PDAM adalah badan usaha milik pemerintah

yang mencakup usaha dalam pengelolaan air minum untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. PDAM biasanya menggunakan sistem perpiaan untuk mendistribusikan air

bersih kepada masyarakat.Sistem perpiaan air bersih digunakan untuk menyalurkan air

bersih dengan jarak sumber air dengan pemukiman warga sangat jauh. Sistem perpiaan

memudahkan masyarakat memperoleh air bersih.

d. Mata air terlindungi

Mata air terlindungi merupakan sumber air yang berasal dari permukaan tanah dimana

air timbul dengan sendirinya. Digolongkan menjadi sumber mata air terlindungi juka

sumber air bersih yang digunakan berasal hanya dari mata air tanpa sistem perpipaan

atau pompa dan tanpa melalui proses penyaringan/pengolahan dimana penduduk harus

pergi ke sumber mata air tersebut untuk mendapatkan air bersih (Yayasan Cipta Sarana

Mandiri, 2013).

e. Penampungan air hujan

Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum. Biasanya air hujan ditampung

melalui paralon yang disambung ke wadah air hujan. Karena kondisi paralon dan wadah
hujan sering terkena debu dari lingkungan sekitar rumah, maka air hujan harus dilakukan

penyaringan. Penampung air hujan apabila tidak rutin dibersihkan dan dikuras dapat

menjadi sarang perkembangbiakan nyamuk dan dapt menyebabkan penyakit demam

berdarah.

2.3.2 Kualitas Air Minum yang Memenuhi Syarat Kesehatan

Menurut Juli Soemirat Slamet (2002:110) air minum yang ideal seharusnya jernih,

tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Air minum pun seharusnya tidak mengandung

kuman patogen dan segala makhluk yang membahayakan kesehatan manusia. Tidak

mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara

estetis, dan dapat merugikan secara ekonomis. Air itu seharusnya tidak korosif, tidak

meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya.

Menurut Depkes RI (2002:60), sebagian besar kuman infeksius penyebab diare

ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam

mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan,

makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang

terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare

lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat

dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan mengguanakan air yang bersih

dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanannya

dirumah.

2.4 Perilaku Higiene Ibu

2.4.1 Pengertian Hygiene

Yang dimaksud dengan hygiene ialah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari

kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena
pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa

sehingga terjamin pemeliharaankesehatan. Dalam pengertian ini termasuk pula melindungi,

memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia ( perorangan dan masyarakat )

sedemikian rupa sehingga faktor lingkungan yang tidak menguntungkan tersebut, tidak

sampai menimbulkan gangguan kesehatan.

2.4.2 Perilaku Higiene Ibu

Menurut Depkes RI (2002:2) perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan

proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari

ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan Masyarakat.

Menurut K. Park (2002:177) diare umumnya terjadi pada anak terutama pada usia

antara 6 sampai 2 tahun. Kejadian paling tinggi pada usia 6-11 bulan, ketika penyapihan. Hal

itu merupakan cerminan kombinasi dari tingkat kemerosotan anti body yang diperoleh dari

ibu. Kekurangan imunisasi aktif pada bayi, pengenalan makanan yang terkontaminasi,

hubungan langsung dengan kotoran manusia atau binatang ketika bayi mulai merangkak. Hal

ini juga umumnya terjadi pada bayi usia dibawah 6 bulan yang mengkonsumsi susu sapi

atau bayi yang mengkonsumsi susu formula. Diare pada umumnya terjadi pada orang yang

kekurangan gizi. Kekurangan gizi menyebabkan infeksi dan infeksi tersebut menjadi diare

yang menjadi siklus buruk yang diketahui. Kemiskinan, prematuritas, pengurangan keasaman

lambung, penurunan ketahanan tubuh, keburukan kepribadian dan kebersihan rumah tangga,

pola makan yang salah adalah faktor-faktor penyebab semuanya.

Menurut Hiswani (2003:2) kasus penyakit diare ini sangat berkaitan dengan perilaku

manusia terutama perilaku higiene ibu, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah dan

kesehatan lingkungan pada musim kemarau. Penyebab diare adalah terjadinya peradangan

usus yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau agent penyebab penyakit diare lainnya.
Penyebab lain yang dapat menimbulkan penyakit diare adalah keracunan makanan, kurang

gizi, alergi makanan tertentu, kurang penyediaan air bersih serta faktor musim pada geografi

tertentu.

Perlu juga diperhatikan kesehatan makanan sebagai berikut:

1) Sayuran yang akan dimasak atau sayuran yang akan dimakan mentah (lalapan) harus

dicuci yang bersih dengan air bersih/matang agar terbebas dari kotoran, telur cacing atau zat-

zat penyemprot hama yang mungkin masih melekat di sayuran.

2) Biasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum mengolah dan menyajikan makanan dan

minuman setelah memegang benda-benda yang kotor.

3) Alat makan dan alat masak harus selalu bersih dan jangan menggunakan lap kotor untuk

membersihkan barang yang akan dipakai (terutama peralatan makan).

4) Jangan meletakkan makanan dan minuman matang di sembarang tempat.

5) Biasakan menyimpan makanan dalam keadaan tertutup.

6) Tidak mencuci peralatan makan ataupun bahan makanan yang akan dimasak di sungai.

7) Simpanlah alat makan/masak yang bersih pada tempat yang terlindung dari pencemaran.

Menurut M.C Widjaja (2003:3) penularan kuman diare biasanya melalui makanan,

gelas, piring, sendok yang tidak bersih atau tertular kuman. Tindakan preventif agar serangan

kuman dapat dihindari sebaiknya harus dilakukan, diantaranya dengan membersihkan tangan

sebelum memberikan makan kepada bayi dan anak, menghindari jajanan warung untuk anak

dan balita, memasak air yang akan diminum, menghindari makanan yang sudah basi atau

berjamur dan terkontaminasi parasit.

Menurut Depkes RI (2002:61), kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan

perorangan atau perilaku higiene pada ibu yang penting dalam penularan kuman diare adalah

mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan

sebelum makan, mempunyai dampak dalam diare.

Menurut Mujiyanto (2008:1) diare bisa dicegah dengan mencuci tangan pakai sabun

dengan benar pada lima waktu penting:a) sebelum makan, b) setelah buang air besar, c)

sebelum memegang bayi, d) setelah menceboki anak, e) sebelum menyiapkan makanan.

Pada kasus penyakit diare biasanya selalu dihubungkan dengan aspek personal hygiene.

Karena penyakit diare merupakan penyakit saluran pencernaan, yang penyebarannya lebih

sering akibat konsumsi makanan maupun minuman, sehingga masyarakat dengan kondisi

personal hygiene yang buruk akan berpotensi dalam timbul dan penyebaran diare.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hygiene diartikan sebagai ilmu yang

berkenaan dengan masalah kesehatan dan sebagai usaha untuk mempertahankan atau

memperbaiki kesehatan. Hygiene perorangan merupakan ciri berperilaku hidup sehat.

Beberapa kebiasaan berperilaku hidup sehat antara lain kebiasaan mencuci tangan dengan

sabun setelah BAB dan kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan

a. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun setelah Buang Air BesarTangan yang kotor

atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses

atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci tangan

perlu mendapat prioritas tinggi walaupun hal tersebut sering disepelekan. Kegiatan

mencuci tangan sangat penting untuk bayi, anak-anak, penyaji makanan di restoran, atau

warung, serta orang-orang yang merawat dan mengasuh anak. Setiap tangan kontak

dengan feses urine atau dubur sesudah BAB maka harus dicuci dengan sabun dan kalau

bisa disikat. Pencucian dengan sabun sebagai pembersih, penggosokkan dan pembilasan

dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung

mikroorganisme.
b. Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum Makan Kebersihan tangan sangatlah penting bagi

setiap orang. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan harus dibiasakan. Pada

umumnya ada keengganan untuk mencuci tangan sebelum mengerjakan sesuatu karena

dirasakan memakan waktu, apalagi letaknya cukup jauh. Dengan kebiasaan mencuci

tangan, sangat membantu dalam mencegah penularan bakteri dari tangan pada makanan.

Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting.

Setiap tangan yang dipergunakan untuk memegang makanan, maka tangan harus sudah

bersih. Tangan perlu dicuci kerena ribuan jasad renik, baik flora normal maupun cemaran,

menempel ditempat tersebut dan mudah sekali berpindah ke makanan yang tersentuh.

Pencucian dengan benar telah terbukti berhasil mereduksi angka kejadian kontaminasi dan

KLB.

Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut :

1) Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakan sabun. Tidak harus sabun khusus

antibakteri, namun lebih disarankan sabun yang berbentuk cairan.

2) Gosok tangan setidaknya 15-20 detik.

3) Bersihkan bagian pergelangan tangan, punggung tangan sela jari dan kuku.

4) Basuh tangan sampai bersih dengan air mengalir.

5) Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lain.

6) Gunakan tisu atau handuk sebagai penghalang metika mematikan air.

2.4.3 Jenis-jenis Personal hygiene

Kebersihan perorangan meliputi :

a. Kebersihan kulit
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberi kesan,

oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-sebaiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit

tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan

hidup sehari–hari. Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang

sehat harus selalu memperhatikan seperti :

1. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri

2. Mandi minimal 2x sehari

3. Mandi memakai sabun

4. Menjaga kebersihan pakaian

5. Makan yang bergizi terutama sayur dan buah

6. Menjaga kebersihan lingkungan.

b. Kebersihan rambut

Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat membuat terpelihara dengan subur

dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau apek. Dengan selalu

memelihara kebersihan kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu diperhatikan

sebagai berikut :

1. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurangkurangnya 2x

seminggu.

2. Mencuci ranbut memakai shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya.

3. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.

c. Kebersihan gigi

Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan gigi

sehingga terlihat cemerlang.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan

gigi adalah :

1. Menggosok gigi secara benar dan teratur dianjurkan setiap sehabis makan
2. Memakai sikat gigi sendiri

3. Menghindari makan-makanan yang merusak gigi

4. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi

5. Memeriksa gigi secara teratur

d. Kebersihan mata

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan mata adalah :

1. Membaca di tempat yang terang

2. Memakan makanan yang bergizi

3. Istirahat yang cukup dan teratur

4. Memakai peralatan sendiri dan bersih ( seperti handuk dan sapu tangan)

5. Memlihara kebersihan lingkungan.

e. Kebersihan telinga

Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah :

1. Membersihkan telinga secara teratur

2. Jangan mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.

3. Kebersihan tangan, kaki dan kuku

Seperti halnya kulit, tangan,kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak terlepas dari

kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari. Selain indah dipandang

mata, tangan, kaki, dan kuku yang bersih juga menghindarkan kita dari berbagai

penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan

menimbulkan penyakit-penyakit tertentu. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu

diperhatikan sebagai berikut :

1. Membersihkan tangan sebelum makan

2. Memotong kuku secara teratur

3. Membersihkan lingkungan
4. Mencuci kaki sebelum tidur

2.4.4 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene

Menurut Depkes (2000) Faktor–faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

1. Citra tubuh ( Body Image)

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya

Karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan

dirinya.

2. Praktik Sosial

Pada anak –anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi

perubahan pola personal hygiene.

3. Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,

shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

4. Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat

meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus

menjaga kebersihan kakinya.

5. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

6. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti

penggunaan sabun, sampo dan lain–lain.

7. Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan

perlubantuan untuk melakukann

Anda mungkin juga menyukai