Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN IDENTIFIKASI MASALAH DAN RENCANA PROGRAM

PENANGANAN PADA KELOMPOK RENTAN BALITA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas


Dengan dosen pembimbing Ibu Tri Nataliswati, S. Kep.,Ns M. Kes

Oleh:
WASILATU ROHMI
P17220182023

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN LAWANG
2020
LAPORAN IDENTIFIKASI MASALAH DAN RENCANA PROGRAM
PENANGANAN PADA KELOMPOK RENTAN BALITA

1. Identifikasi masalah pada kelompok rentan balita


Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat,
saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat
yang sama. Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di
suatu lokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau
lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai
minat yang sama (Riyadi, 2007). Salah satu kelompok khusus dalam
keperawatan komunitas adalah kelompok balita. Menurut Sutomo. B. dan
Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun
(batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun).
Masalah kesehatan balita di Indonesia masih menjadi perhatian serius,
karena masih tingginya angka kematian balita di Indonesia bila dibandingkan
dengan target RPJM 2005-2009 dan RPJM 2010-2014 dimana targetnya
adalah menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000
kelahiran hidup, menurunkan Angka Kematian Balita (AKBal) menjadi 32
per 1.000 kelahiran hidup. Masalah utama yang menyebabkan tingginya
angka kematian balita di Indonesia adalah gizi buruk. Hampir lebih dari 2 juta
anak anak balita mengalami gizi buruk (Atmarita, 2005). Prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari
tahun 2007 ke 2010 untuk gizi kurang tetap 13,0 dan untuk gizi buruk dari 5,4
menjadi 4,9.
Bayi dan anak-anak di bawah lima tahun (balita) adalah kelompok yang
rentan terhadap berbagai penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka
belum terbangun sempurna. Pada usia ini, anak rawan dengan berbagai
gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Masalah kesehatan yang
lazim terjadi pada kelompok balita berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan balita sebagai berikut:
a) Kebutuhan nutrisi : gizi buruk/gizi kurang, obesitas, menurunnya nafsu
makan
b) Kebersihan diri : kebersihan gigi dan mulut, kulit
c) Masalah perilaku dan belajar : sulit konsentrasi, hiperaktif, hipoaktif
d) Penyakit infeksi : diare, campak, batuk pilek, pneumonia, TBC,
HIV/AIDS, hepatitis, dan lain-lain
e) Penyakit kronik : asma, kanker, kecacatan bawaan dan lain-lain
f) Kecelakaan : jatuh, terpotong, terbakar, tersiram air panas, kecelakaan
lalu lintas
g) Child abuse : physical abuse, emoxional abuse, dan sexual abuse.
Perlakuan kekerasan yang diterima anak dari orang dewasa sekitarnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan anak balita adalah


sebagai berikut:
a) Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan merupakan faktor utama yang dapat menentukan
status kesehatan anak secara umum. Faktor ini ditentukan oleh status
kesehatan anak itu sendiri, status gizi, dan kondisi sanitasi.
b) Faktor Kebudayaan
Pengaruh budaya juga sangat menentukan status kesehatan anak,
dimana terdapat keterkaiatan secara langsung antara budaya dengan
pengetahuan. Budaya di mayarakat dapat juga menimbulkan penurunan
kesehatan anak, misalnya terdapat beberapa budaya di masyarakat yang
dianggap baik oleh masyarakat padahal budaya tersebut justru
menrunkan kesehatan anak.
c) Faktor Keluarga
Faktor keluarga dapat menentukan keberhasilan perbaikan status
kesehatan anak. Pengaruh keluarga pada masa pertumbuhan dan
perkembangan anak sangat besar melalui pola hubungan anak dan
keluarga serta nilai-nilai yang ditanamkan Apakah anak dijadikan
sebagai pekerja ataukah diperlakukan sebagaimana mestinya dan
dipenuhi kebutuhannya baik asah, asih, dan asuhnya.
Peningkatan status kesehatan anak juga terkait langsung dengan peran
dan fungsi keluarga terhadap anaknya, seperti membesarkan anak,
memberikan dan menyediakan makanan, melindungi kesehatan, memberikan
perlindungan secara psikologis, menanamkan nilai budaya yang baik,
memepersiapkan pendidikan anak, dan lain-lain (Behrman, et al, 2000).

2. Identifikasi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan pada kelompok rentan


balita
Proses tumbuh kembang balita berlangsung secara bersamaan dan
berkesinambungan yang mencakup aspek motorik, bahasa, kognitif,
sosialisasi dan kemandirian. Sehingga terdapat kebutuhan dasar pada balita
yang harus dipenuhi meliputi kebutuhan fisik-biomedis (Asuh), kebutuhan
emosi/kasih sayang (Asih) dan kebutuhan stimulasi (Asah).
a) Kebutuhan Fisik-Biomedis (Asuh), meliputi:
 Pangan/gizi, merupakan kebutuhan terpenting

Zat gizi yang mencukupi pada anak harus sudah dimulai sejak dalam

kandungan, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada

ibu hamil. Setelah lahir, harus diupayakan pemberian ASI secara

eksklusif, yaitu pemberian ASI saja sampai anak berumur 4-6 bulan.

Sejak berumur 6 bulan, sudah waktunya anak diberikan makanan

tambahan atau pendamping ASI. Pemberian makanan tambahan ini

penting untuk melatih kebiasaan makan yang baik dan untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi yang mulai meningkat pada masa bayi

dan prasekolah, karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan

yang terjadi adalah sangat pesat, terutama pertumbuhan otak.

 Perawatan kesehatan dasar : imunisasi, pemberian ASI, penimbangan


bayi/anak yang teratur, pengobatan kalau sakit, dll. Untuk mencapai
keadaan kesehatan anak yang optimal, diperlukan beberapa upaya,
misalnya imunisasi, kontrol ke Puskesmas / Posyandu secara berkala,
diperiksakan segera bila sakit. Dengan upaya tersebut, keadaan
kesehatan anak dapat dipantau secara dini, sehingga bila ada kelainan
maka anak segera mendapatkan penanganan yang benar.
 Pemukiman yang layak
Dengan memberikan tempat tinggal yang layak, maka hal tersebut
akan membantu anak untuk bertumbuh dan berkembang secara
optimal. Tempat tinggal yang layak tidak berarti rumah yang
berukuran besar, tetapi bagaimana upaya kita untuk mengatur rumah
menjadi sehat, cukup ventilasi, serta terjaga kebersihan dan
kerapiannya, tanpa mempedulikan berapapun ukurannya.
 Hygiene perorangan, sanitasi lingkungan
Kebersihan badan dan lingkungan yang terjaga berarti sudah
mengurangi resiko tertularnya berbagai penyakit infeksi. Selain itu,
lingkungan yang bersih akan memberikan kesempatan kepada anak
untuk melakukan aktivitas bermain secara aman.
 Sandang
Anak perlu mendapatkan pakaian yang bersih dan nyaman dipakai.
Karena aktivitas anak lebih banyak, hendaknya pakaian terbuat dari
bahan yang mudah menyerap keringat.
 Kesegaran jasmani/rekreasi
Aktivitas olah raga dan rekreasi digunakan untuk melatih otot- otot
tubuh dan membuang sisa metabolisme, selain itu juga membantu
meningkatkan motorik anak, dan aspek perkembangan lainnya.
Aktivitas olah raga dan rekreasi bagi anak balita merupakan aktivitas
bermain yang menyenangkan.

b) Kebutuhan Emosi/Kasih Sayang (Asih)


 Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan
selaras antara ibu/pengganti ibu dengan anak merupakan syarat yang
mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik,
mental ataupun psikososial
 Kekurangan kasih sayang ibu pada tahun-tahun pertama kehidupan
mempunyai dampak negative pada tumbuh kembang anak baik fisik,
mental dan sosial emosi
 Kasih sayang dari orang tuanya (Ayah-Ibu) akan menciptakan ikatan
yang erat dan kepercayaan dasar
 Rasa aman, adanya interaksi yang harmonis antara orang tua dan anak
akan memberikan rasa aman bagi anak untuk melakukan aktivitas
sehari-harinya.
 Harga diri, setiap anak ingin diakui keberadaan dan keinginannya.
Apabila anak diacuhkan, maka hal ini dapat menyebabkan frustasi.
 Dukungan / dorongan, dalam melakukan aktivitas, anak perlu
memperoleh dukungan dari lingkungannya. Apabila orang tua sering
melarang aktivitas yang akan dilakukan, maka hal tersebut dapat
menyebabkan anak ragu-ragu dalam melakukan setiap aktivitasnya.
Selain itu, orang tua perlu memberikan dukungan agar anak dapat
mengatasi stressor atau masalah yang dihadapi.
 Mandiri, agar anak menjadi pribadi yang mandiri, maka sejak awal
anak harus dilatih untuk tidak selalu tergantung pada lingkungannya.
Dalam melatih anak untuk mandiri tentunya harus menyesuaikan
dengan kemampuan dan perkembangan.
 Rasa memiliki, anak perlu dilatih untuk mempunyai rasa memiliki
terhadap barang-barang yang dimilikinya, sehingga anak tersebut akan
mempunyai rasa tanggung jawab untuk memelihara barangnya.

c) Kebutuhan Stimulasi (Asah)


Stimulasi adalah adanya perasangan dari lingkungan luar anak, yang
berupa latihan atau bermain. Stimulasi merupakan kebutuhan yang sangat
berperan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang
banyak mendapatkan stimulasi yang terarah akan cepat berkembang
dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan stimulasi.
Pemberian stimulus ini sudah dapat dilakukan sejak masa prenatal dan
setelah lahir dengan cara meletakkan bayi pada ibunya sedini mungkin.
Asah merupakan kebutuhan untuk perkembangan mental psikososial anak
yang dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan (Soetjianingsih,
1995, dalam Nursalam, 2005).

3. Rencana program untuk penanganan masalah kelompok rentan balita


Rencana program dalam penanganan masalah kelompok rentan balita dapat
menggunakan pendekatan tiga level pencegahan, yaitu :
1) Pencegahan Primer (primary prevention)
a) Program promosi kesehatan
(1) Pendidikan kesehatan tentang : stimulasi tumbuh kembang balita,
kebutuhan nutrisi, manfaat dan teknik pemberian ASI, kebersihan
gigi dan mulut balita, kebutuhan latihan fisik balita, dan lain-lain
(2) Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
(3) Memberikan layanan konseling tumbuh kembang balita
(4) Membentuk kelompok swabantu kelompok balita sebagai support
untuk orang tua atau keluarga yang memiliki balita
b) Program proteksi kesehatan
(1) Pelayanan imunisasi : pemberian imunisasi dan perawatan pasca
imunisasi
(2) Peningkatan pelayanan “day care”
(3) Program pencegahan kecelakaan pada balita (kecelakaan rumah
tangga maupun lalu lintas) seperti mewajibkan orang tua untuk
menggunakan helm bermain sepeda atau kendaraan bermotor,
menggunakan pelindung lutut bagi anak yang belajar berjalan,
meningkatkan pengawasan pada balita khususnya balita yang
tinggal didekat jalan, sungai atau tempat yang berbahaya
(4) Perlindungan caries pada balita : flouridasi
(5) Perlindungan balita dari child abuse dari orang dewasa
disekitarnya : meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap
keselamatan dan kesehatan balita, misalnya segera melaporkan
pada pihak yang berwajib apabila menemukan balita yang
mencurigakan. Pemerintah sudah membuat aturan UU
perlindungan anak dan sudah membentuk Komnas Anak
2) Pencegahan sekunder (secondary prevention)
(a) Deteksi dini dan pengobatannya, sebagai deteksi tumbuh kembang
penting dilakukan untuk segera dilakukan pengobatan sejak dini
(b) Perawatan emergency, misalnya diberikan pada anggota balita yang
mengalami kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan rumah tangga
(jatuh, terkena pisau atau trbakar minyak panas)
(c) Perawatan akut dan kritis, diberikan pada balita yang mengalami sakit
akut seperti diare, demam, dan lain-lain. Perawatan juga diberikan
pada balita dengan penyakit kritis
(d) Diagnosis dari terapi perawat komunitas dapat menegakkan diagnosisi
keperawatan dan segera memberikan terapi keperawatannya
(e) Melakukan rujukan untuk sefera mendapatkan perawatan lebih lanjut
3) Pencegahan tertier (tertiary prevention)
(a) Memberikan dukungan pada upaya pemulihan balita setelah sakit
dengan memelihara kondisi kesehatan agar tumbuh kembangnya
optimal
(b) Memberikan konseling perawatan lanjut pada kelompok balita masa
pemulihan

Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan


kesehatan anak, khususnya untuk menurunkan angka kematian anak, di
antaranya sebagai berikut:
1. Meningktakan mutu pelayanan kesehatan dan pemerataan pelayanan
kesehatan.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerataan pelayanan
kesehatan yang ada di masyarakat telah dilakukan berbagai upaya, salah
satunya adalah dengan meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor
pelayanan dasar. Pelayanan dasar dapat dilakukan di puskesmas induk,
puskesmas pembantu, posyandu, serta unit-unit terkait di masyarakat.
Cakupan pelayanan diperluas dengan pemerataan pelayanan kesehatan
untuk segala aspek atau lapisan masyarakat. Bentuk pelayanan tersebut
dilakukan dalam rangka jangkauan pemerataan pelayanan kesehatan.
Upaya pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyebaran bidan
desa, perawat komunitas, fasilitas balai kesehatan, pos kesehatan desa,
dan puskesmas keliling.
2. Meningkatkan status gizi masyarakat
Peningkatan status gizi masyarakat merupakan bagian dari upaya
untuk mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan. Dengan
pemberian gizi yang baik untuk mendorong terciptanya perbaikan status
kesehatan. Dengan pemberian gizi yang baik diharapkan pertumbuhan
dan perkembangan anak akan baik pula, disamping dapat memperbaiki
status kesehatan anak. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui upaya
perbaikan gizi keluarga atau dikenal dengan nama UPGK. Kegiatan
UPGK tersebut didorong dan diarahkan pada peningkatan status gizi,
khususnya pada masyarakat yang rawna memiliki resiko tinggi terhadap
kematian atau kesakitan. Kelompok beresiko tinggi terdiri atas anak
balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia yang golongan ekonominya
rendah.
3. Meningkatkan peran serta masyarakat
Peningkatan peran serta masyarakat dalam membantu perbaikan status
kesehatan ini penting, sebab upaya pemerintahan dalam rangka
menurunkan kematian bayi dan anak tidak dapat dilakukan hanya oleh
pemerintah, melainkan peran serta masyarakat dengan keterlibatan atau
partisipasi secara langsung. Melalui peran serta masyarakat diharapkan
mampu pula bersifat efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan.
Upaya atau program pelayanan kesehatan yang membutuhkan peran serta
masyarakat antara lain pelaksanaan imunisasi, penyediaan air bersih,
sanitasi lingkungan, pebaikan gizi, dan lain-lain.
4. Meningktakan manajemen kesehatan
Upaya pelaksanaan program pelayanan kesehatan anak dapat berjalan
dan berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam
pengelolahan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini adalah peningkatan
manajemen pelayanan kesehatan melalui pendayagunaan tenaga
kesehatan professional yang mampu secara langsung mengatasi masalah
kesehatan anak.

Adapun kegiatan-kegiatan yang menunjang kebijakan tersebut antara


lain:
1. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu)
Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan dukungan
teknis dan petugas Puskesmas. Posyandu adalah pusat kegiatan
masyarakat yang merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat
dalam pembangunan kesehatan, tempat mayarakat memperoleh
pelayanan KB, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Gizi, Imunisasi dan
Penanggulangan diare pada waktu dan tempat yang sama. Kegiatan di
posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi
masyarakat dan untuk masyarakat, yang dlaksanakan oleh kader-
kader kesehatan, yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan
dari Puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar dengan tujuan
tertentu. Tujuan penyelenggaraan posyandu yaitu
a) Mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak dan angka
kelahiran,
b) Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera (NKKBS) agar masyarakat dapat mengembangkan
kegiatan kesehatan dan kegiatan lain yang menunjang sesuai
kebutuhan dan kemampuan,
c) Meningkatkan kemandirian masyarakat,
d) Meningkatkan cakupan Puskesmas,
e) Mempercepat tercapainya NKKBS
Sasaran penyelenggaraan Posyandu dalam hal ini adalah pada
bayi usia kurang dari 1 tahun, anak Balita (Usia 1-4 tahun), ibu
hamil, melahirkan, dan menyusui, serta wanita Pasangan Usia Subur
(PUS).
Kegiatan Posyandu bermacam-macam diantaranya :
a) Penyuluhan nutrisi di Posyandu sebagai bagian dari UPGK
dalam langkah-langkah kebijaksananaan perbaikan gizi
merupakan kegiatan upaya langsung yang meliputi, pemantauan
tumbuh kembang anak balita dengan Kartu Menuju Sehat KMS)
melalui penimbangan oleh kader, Pemberian Makananan
Tambahan (PMT), pemeriksaan kesehatan anak penyuluhan gizi
ditekankan pada pentingya penggunaan Air Susu Ibu (ASI) dan
makanan pendamping ASI (MP-ASI), pemeberian kapsul
vitamin A dan pemberian oralit.
b) Selain itu juga pemberian pelayanan anak usia balita yang
meliputi pelayanan keluarga untuk ibu dan anak dengan
memberikan pelayanan imunisasi, penanggulangan diare, dan
penyuluhan kesehatan.

2. BKB (Bina Keluarga Balita)


Bina keluarga balita adalah kegiatan yang khusus mengelola
tentang pembinaan tumbuh kembang anak melalui pola asuh yang
benar berdasarkan kelompok umurm yang dilaksanakan oleh
sejumlah kader dan berada di tingkat RW. Program ini merupakan
suatu program yang melengkapi program-program pengembangan
sumber daya menusia yang telah dilaksanakan seerti program-
program perbaikan kesehatan dan gizi ibu dan anak (BKKBN, 1992).
Tujuan BKB :
a. Bagi orang tua:
1) Agar dapat mengurus dan merawat anak serta pandai
membagi waktu dan mengasuh anak
2) Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang
pola asuh anak yang benar
3) Untuk meningkatkan keterampilan dalam g=hal mengasuh
dan mendidik anak balita
4) Supaya lebih terarah dalam cara pembinaan anak
5) Agar mampu mencurahkan perhatian dan kasih saying
terhadap anak sehingga tercipta ikatan batin yang kuat
6) Agar mampu membentuk anak yang berkualitas

b. Bagi anak, diharapkan:


1) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2) Berkepribadian luhur
3) Tumbuh dan berkembang secara optimal
4) Cerdas, terampil, dan sehat
5) Memiliki dasar kepribadian yang kuat guna perkembangan
selanjutnya.

3. Program PAUD
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan
sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya
pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia dini merupakan salah
satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada
peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya
cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional
(sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai
dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh
anak usia dini. Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak
usia dini yaitu:
a. Untuk membentuk anak yang berkualitas, yaitu anak yang
tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat
perkembangannya
b. Untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar
(akademik) di sekolah.
REFERENSI :

Riyadi. Sugeng. 2007. Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Salemba


Medika.
Sutomo, B dan Anggraini, DY. 2010. Menu Sehat Alami Untuk Balita & Batita.
Jakarta : PT. Agromedia Pustaka
Atmarita. 2005. Nutrition Problems in Indonesia. An Integrated International
Seminar and Workshop on Lifestyle- Related Diseases. Yogyakarta : UGM
Behrman, Robert M, Kliegman, Ann M.Arvin, 2000, Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Volume 3 Edisi 15 .Jakarta: EGC
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika
http://badankbp.blogspot.com/ diaskses pada tanggal 6 September 2020 pukul
13.45 WIB

Anda mungkin juga menyukai