Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN MASALAH GIZI DAN TUMBUH KEMBANG

KELOMPOK RENTAN BALITA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunitas


Dengan dosen pembimbing Ibu Tri Nataliswati S.Kep.Ns, M.Kep

Oleh:

Rendi Irawan (P17220182030)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN LAWANG
2020
1.1 Identikasi Masalah Pada Kelompok Rentan Balita
Balita, ibu hamil, dan lansia (lanjut usia) adalah 3 kelompok rentan yang
banyak terdapat di masyarakat. Balita merupakan salah satu kelompok rentan
yang harus paling diperhatikan. Keberhasilan pengontrolan pada saat balita
akan berdampak pada masa yang akan datang. Masa pertumbuhan tercepat
seorang anak adalah 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) (Afifa dkk,
2016). Setiap tiga menit di manapun di Indonesia, satu balita meninggal dunia
(UNICEF, 2012).
Balita termasuk kelompok yang rentan gizi di suatu kelompok masyarakat
dimana masa itu merupakan masa peralihan antara saat disapih dan mulai
mengikuti pola makan orang dewasa (Natalia, 2013). Pemantauan tumbuh
kembang balita sangat penting dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
pertumbuhan balita sejak dini, dengan cara melakukan pengukuran berat
badan sebagai cara terbaik untuk menilai status gizi balita tiap bulannya
sehingga tumbuh kembang anak akan terpantau (Rahmadiliyani, 2012)
Identifikasi masalah pada balita menurut Arisman (2008) adalah sebagi
berikut :
1. Kurang Energi Protein (KEP)
Peran energi dan protein bagi balita yang sedang dalam masa
pertumbuhan amat penting. Jika asupan energi dan protein mereka di
bawah angka kecukupan gizinya, maka balita berisiko mengalami
kondisi Kurang Energi Protein (KEP). Para ahli mengelompokkan
KEP ke dalam tiga tipe utama :

a. Marasmus
Anak yang mengalami marasmus biasanya memiliki berat badan
sangat rendah, ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran
tubuh, mudah terkena infeksi penyakit, rambut tipis dan mudah
rontok, kulit kering dan berlipat, tingkat kesadaran menurun, dan
sering diare. Masalah gizi ini sering terjadi pada anak usia 0-6
bulan yang tidak mendapatkan cukup Air Susu Ibu (ASI).
b. Kwasihorkor
Kondisi ini banyak ditemukan pada anak usia 1-3 tahun yang
kurang mendapatkan asupan protein. Anak yang mengalami
kwashiorkor sering kali mengalami pembengkakan pada seluruh
tubuh hingga tampak gemuk terutama pada bagian punggung kaki,
bila bagian punggung kakinya ditekan akan meninggalkan bekas
seperti lubang, otot mengecil, serta munculnya ruam yang
berwarna merah muda pada kulit, kemudian berubah menjadi
coklat kehitaman dan mengelupas.

c. Kwasihorkor Marasmus
Kondisi ini sering dikenal dengan istilah busung lapar dan timbul
jika makanan sehari-hari tidak mengandung cukup energi dan
protein.
Anak usia dibawah lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan
terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya masalah Kurang Energi
Protein (KEP). Masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting
perlu perhatian serius. Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat (Anggraeni dan Indrarti,
2010). Keadaan gizi menggambarkan tingkat kesehatan yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat-zat gizi yang dikonsumsi.
Kurang gizi akan berdampak pada daya tahan tubuh sehingga mudah terkena
penyakit infeksi. Balita yang menderita penyakit infeksi akan mengalami
gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi sehingga menyebabkan
kurang gizi. Kondisi sering terkena infeksi dan gizi kurang akan mengalami
gangguan tumbuh kembang yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan,
kecerdasan dan produktivitas dimasa dewasa (Nurlianti, 2006). Gizi
merupakan faktor penting yang bertujuan membangun sumber daya manusia
yang berkualitas. Berbagai penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan
bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada
pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang kekurangan gizi akan
bertubuh kurus, kecil dan pendek. Gizi kurang juga akan berdampak pada
rendahnya kemampuan kognitif dan intelektual pada anak, serta berpengaruh
terhadap menurunnya produktivitas anak.
Balita pendek atau stunting merupakan suatu kondisi gagal tumbuh pada
balita (bayi di bawah lima tahun) akibat kekurangan gizi kronis sehinggga
anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi pada stunting dapat
terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi
lahir. Balita yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan yang
tidak maksimal, menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit, dan
mempengaruhi produktivitasnya di masa depan. Pada akhirnya, secara luas
stunting dapat menghambat pertumbuhan perekonomian, meningkatkan
kemiskian, dan memperbesar ketimpangan di Indonesia (Riskesdas, 2018).
Penyebab stunting merupakan factor multi dimensi yang tidak hanya
disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun banak
balita. Beberapa factor yang dapat menyebabkan stunting diantaranya, yaitu
praktek pengasuhan yang kurang baik; terbatasnya layanan Kesehatan
termasuk layanan ANC (Ante Natal Care) atau pelayanan kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilan, Post Natal Care dan pembelajaran dini yang
berkualitas; masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan
bergizi, serta kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi (TNP2K, 2017).

1.2 Identifikasi Kebutuhan Yang Diperlukan Pada Kelompok Rentan Balita


Setiap anak yang dilahirkan membawa sejumlah potensi. Potensi tersebut
akan dapat berkembang secara optimal apabila dikembangkan sejak dini
melalui pemenuhan kebutuhan kesehatan, gizi yang memadai, layanan
pengasuhan yang tepat. 
Upaya pembinaan tumbuh kembang anak dirahkan untuk meningkatkan
kesehatan fisik, mental, dan emosional dan sosial anak. Upaya tersebut
dilakukan sedini mungkin sejak di dalam kandungan dengan perhatian khusus
pada bayi dan anak balita yang merupakan masa kritis dan masa emas bagi
kelangsungan tumbuh kembang anak.
Secara umum kebutuhan anak balita terbagi pada 2 bagian yaitu (1)
kebutuhan fisik seperti kebutuhan untuk hidup: fisiologis, makan, minum, dan
istirahat. (2) kebutuhan psikologis yaitu rasa aman, nyaman, disayang, serta
diperhatikan, sehingga anak tumbuh percaya diri dan bangga akan
kemampuan dirinya.

No SIKLUS / USIA KEBUTUHAN JENIS LAYANAN


ANAK ESENSIAL

1 asupan gizi  Pemberian makanan bergizi


seimbang seimbang
 Susplementasi gizi mikro
Janin tumbuh  Pelayanan pemeriksaan
kembang secara kehamilan
normal  Stimulasi dalam kandungan
 Penyuluhan tentang konsep diri
ibu haml
Pencegahan dan  Imunisasi TT
pengobatan  Pencegahan penyakit menular
Janin dalam penyakit lainya
kandungan  Pengobatan
sampai lahir Asuhan persalinan Pertolongan persalinan
Asuhan bayi baru  Pencatatan berat dan panjang
lahir lahir
 Manajemen terpadu bayi muda
(MTBM)
 Pemeriksaan kesehatan
 Penanganan peyakit
 Injeksi vitamin K1
 Pemberian salep mata
 Perawatan tali pusar
2 Bayi 0-28 hari Asupan gizi  Inisiasi menyusui dini
seimbang  Pemberian ASI eklusif
 Pemberian makanan seimbang
 Suplementasi gizi mikro ibu
Asuhan bayi baru  Pencatatan berat dan panjang
lahir lahir
 Manajemen terpadu bayi muda
(MTBM)
 Pemeriksaan kesehatan
 Penanganan peyakit
 Injeksi vitamin K1
 Pemberian salep mata
 Perawatan tali pusar
 Manejemen bayi terapi hangat
Pencegahan Pemberian imunisasi
penyakit
Tumbuh kembang Stimulasi tumbuh kembang
normal
Akte kelahiran Pencatatan akte kelahiran

3 Bayi 1-24 bulan Asupan gizi  Pemberian asi eksklusi fb


untuk b
 Pemberian makanan bergizi
dan suplementasi gizi
makro kepada ibu.
 Pemebrian ASI untuk 6-24
bulan
 Pemberian makan keluarga
bergizi seimbang untuk
anak usia 1 keatas
 Pemberian zat gizi mikro
usia 6 bulan
Tumbuh kembang  Penimbangan setiap bulan
normal  Stimulasi diri
 Penyuluhan stimulasi
tumbuh kembang bagi ibu,
keluarga, dan pengasuh
lainya.
 Deteksi dan intervensi dini
tumbuh kembang (DIDTK)
Pencegahan dan  Imunisasi lengkap sebelum
pengoban penyakit usia 1 tahun
 Manajemen terpadu balita
sakit (MTBS)
 Perawatan balita gizi buruk
 Pencegahan penyakit
menular
4 Asupan gizi  Pemberian makanan
seimbang dengan gizi seimbang
 Fortifikasi/suplementasi zat
gizi mikro sampai usia 5
tahun
Tumbuh kembang  Penimbangan bakita setiap
nomal bulan samapai usia 5 tahun
 Stimulasi dini
 Penyuluhan stimulasi
tumbuh kembang bagi ibu,
Anak 2-6 tahun
keluarga, dan pengasuh
lainya.
 Deteksi dan intervensi dini
tumbuh kembang (DIDTK)
Pencegahan dan  Imunisasi boster
pengobatan  Manejemn terpadu balita
penyakit sakit (MTBS)
 Perawatan balita gizi buruk
 Pencegahan penyakit
menular lainya.
Pengembangan  Pendidikan dini melalui
kecerdasan jamak pemberian rangsangan
 Pendidikan sesuai tahap
perkembangan dan potensi
anak
 Bimbingan keagamaan
sesuai usia anak
 Bimbingan belajar sambil
bermain

Kebutuhan Psikologis Anak Balita


Kebutuhan psikososial anak balita, yang dapat dilakukan orang tua atau
pengasuh dapat mempengaruhi optimalisasi tumbuh kembang anak balita.
Perilaku orang tua atau orang dewasa lainnya yang perlu diperhatikan,
yakni:
a)      Akrab
Sejak anak masih dalam kandungan, orang tua harus menjalin akrab
dengan anak, demikian halnya setelah anak mencapai balita, pengasuh atau
pembimbing harus menjalin akrab dengan anak. Keakraban ini penting
untuk memberikan rasa nyaman dan aman yang diperlukan anak untuk
mengeksplorasikan lingkungannya. Tanpa rasa nyaman dan aman, anak
akan menarik diri dari dunianya. Anak menjadi tidak terbuka dengan
pengalaman dan kesempatan-kesempatan belajar, dimana hal ini akan
dibawanya sampai meninggal. 
b)      Disiplin
Disiplin tidak ada hubungan dengan hukuman dan aturan yang kaku.
Disiplin lebih terkait dengan kebiasaan hidup teratur dan kebiasaan ini
harus dimulai dari orang tua. Anak menyukai keteraturan dan rutinitas dan
ini penting untuk membentuk pola kebiasaan, termasuk kedisiplinan.
Kebiasaan hidup teratur dapat dilakuak melaui; kebiasaan mengembalikan
barang ke tempatnya semula, membereskan mainan, merapikan meja
setelah dipergunakan dsb.
c)      Hindari Kekerasan.
Marah kepada anak tanpa alasan yang dapat dipahami oleh anak sudah
merupakan salah satu bentuik kekerasan. Menghukum baik fisik maupun
mental termasuk memukul, mendiamkan anak, memasang muka cemberut,
hanya akan membuat anak kehilangan percaya diri dan lebih jauh lagi anak
akan kehilangan harga diri.
d)      Toleransi
Bertoleransi terhadap kesalahan anak, bukan kebalikan dari disiplin.
Kesalahan yang dilakukan anak sering kali hanya karena perbedaan
pandang kita sebagai orang tua atau orang dewasa dengan cara pandang
anak. Menghargai perbedaan perlu dikenalkan pada saat anak mulai dapat
berbicara dan bermain dengan teman sebayanya. Konflik yang sering
terjadi karena kita tidak bisa menghargai perbedaan. Hal terkecil tetapi
penting untuk dilakukan orangtua adalah mendengarkan dan menghargai
pendapat anak. 
e)      Menjadi Motivator.
Anak tidak sekedar mencontoh dan anak tidak hanya membutuhkan
keteladanan orangtua. Dorongan atau motivasi sering lebih penting
daripada ajakan. Terlebih pada usia setahun, saat anak memerlukan
kemampuan untuk mengontrol dirinya, motivasi berperan penting agar
kelak tidak menjadi anak yang pemalu atau peragu. Dorongan orang tua
akan muncul dengan sendirinya jika orangtua atau pengasuh sering
mendampingi atau memfasilitasi kegiatan bermain anak. Tentu saja
dorongan untuk mendikte yang sering muncul tanpa kita sadari harus
benar-benar kita hindari.

1.3 Rencana program untuk penangan masalah


a. Pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan
murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan
pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu
balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi
posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan
dokter.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga
untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan
atau ketidak seimbangan pemberian makan pada anak. KMS juga dapat
dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk
menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan
dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan
kesehatan- nya.
KMS berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak,
imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi
kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping
ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah
Sakit. KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi
orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya (Depkes RI, 2000).
Manfaat KMS adalah :
a) Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan
balita secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan,
pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul
vitamin A, kondisi kesehatan pemberian ASI eksklusif, dan
Makanan Pendamping ASI.
b) Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
c) Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas
untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan
dan gizi.
b. Pelayanan kesehatan dengan Pemberian Kebutuhan Nutrisi Yang Baik
Pada Anak
Dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik seorang anak, pemberian
makanan yang bergizi mutlak sangat diperlukan. Anak dalam
pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai beberapa fase yang
sesuai dengan umur si anak, yaitu fase pertumbuhan cepat dan fase
pertumbuhan lambat. Bila kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi, maka akan
terjadi gangguan gizi pada anak tersebut yang mempunyai dampak
dibelakang hari baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik anak
tersebut maupun gangguan intelegensia.
c. Pemberian Kapsul Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat
diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata ( agar dapat
melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh yaitu meningkatkan daya
tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit misalnya campak,
diare dan infeksi lain.
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan pada beberapa sasaran yang
diperkirakan banyak mengalami kekurangan terhadap Vitamin A, yang
dilakukan melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan
balita yang diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun. (Depkes RI, 2007)
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
a) Kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia
6-11 bulan satu kali dalam satu tahun.
b) Kapsul vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia ( mata kering ).
Hal ini dapat terjadi karena serapan vitamin A pada mata mengalami
pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput lendir atau
konjungtiva dan selaput bening (kornea mata).
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan
Februari dan Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis
dengan target pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan demikian
diharapkan balita akan terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama
bagi balita dari keluarga menengah kebawah.
d. Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk
dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan
guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita
mencakup :
a. Penimbangan berat badan
b. Penentuan status pertumbuhan
c. Penyuluhan
d. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan
kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila
ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
e. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang
terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada
kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan
merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara
menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit
rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu,
Polindes, Poskesdes, dll).
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap
untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan
kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi
upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif
(berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-
penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. Badan Kesehatan
Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok
diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka
kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.
Kegiatan MTBS memliliki 2 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:
a) Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus
balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula
memeriksa dan menangani pasien asalkan sudah dilatih).
b) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak
program kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS).
Dalam pelaksanaannya, MTBS ini dibedakan dalam 3 kategori, yaitu :
a) Manajemen Terpadu Bayi Muda ( Usia 1 hari sampai 2 bulan )
Pengelolaan bayi sakit pada usia 1 hari sampai 2 bulan ini, meliputi
penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat
kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling,
pemberian pelayanan dan tindak lanjut. Dalam manajemen terpadu
bayi muda ini, dilakukan pengelolaan terhadap penyakit-penyakit yang
lazim terjadi pada bayi muda, antara lain adanya kejang, gangguan
nafas, hipotermi, kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, gangguan
saluran cerna, diare serta kemungkinan berat badan rendah dan
masalah pemberian ASI.
b) Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan sampai 5 Tahun
Tahapan pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada usia 2 bulan
sampai 5 tahun ini sama seperti manajemen terpadu bayi muda, yaitu
penilaian tanda dan gejala, penentuan klasifikasi dan tingkat
kegawatan, penentuan tindakan dan pengobatan, pemberian konseling,
pemberian pelayanan dan tindak lanjut. Dalam MTBS usia 2 bulan
sampai 5 tahun ini, dilaksanakan pengelolaan terhadap beberapa
penyakit pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Beberapa penyakit
yang lazim terjadi pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, aantara lain
adanya tanda bahaya umum ( tidak bias minum atau menetek, muntah,
kejang, letargis, atau tidak sadar ), batuk dan sukar bernafas, diare,
demam, masalah telinga, status gizi buruk ( malnutrisi dan anemia ).
f. Konseling pada keluarga balita
Konseling yang dapat diberikan adalah :
a) Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
b) Pemberian makanan bayi
c) Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun.
d) Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
e) Peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan
seksual dimulai sejak balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai
laki-laki atau perempuan
g. Pelayanan Immunisasi
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi dengan
menyuntikkan vaksin kepada anak sebelum anak terinfeksi. Anak yang
diberi imunisasi akan terlindung dari infeksi penyakit-penyakit: sebagai
berikut: TBC, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan), Polio, Campak dan
Hepatitis B. Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit-
penyakit, terhindar dari cacat, misalnya lumpuh karena Polio, bahkan
dapat terhindar dari kematian.

REFERENSI

Aryastami, N. K., & Tarigan, I. (2017). Kajian kebijakan dan penanggulangan


masalah gizi stunting di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 45(4), 233-
240.
Hardani, M., & Zuraida, R. (2019). Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting
pada Balita Usia 14 Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga. Jurnal
Medula, 9(3), 565-575.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Situasi balita pendek. Jakarta:
Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes, R. I. (2018). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Kemenkes
RI, 154-66.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan
Republik Indonesia. 2018. Penanganan Stunting Terintegrasi Di Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan (Gerakan Masyarakat
Sehat).
Mucha. N. 2012. Implementing nutrition censitive development: reaching
consensus briefing paper.
Murwati, M., & Devianti, T. (2016). Peningkatan Status Gizi Balita dengan Gizi
Buruk melalui Pemberian Formula 100. Jurnal Kebidanan dan Kesehatan
Tradisional, 1(1), 1-8.
Pritasari dkk. 2017. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
RI, Kemenkes. (2018). Hasil utama riskesdas 2018. Jakarta: Kemenkes RI.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). 2017. 100
kabupaten/kota prioritas untuk intervensi anak kerdil (stunting). Jakarta:
Sekretariat Wakil Presiden RI.

Anda mungkin juga menyukai