Oleh:
a. Marasmus
Anak yang mengalami marasmus biasanya memiliki berat badan
sangat rendah, ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran
tubuh, mudah terkena infeksi penyakit, rambut tipis dan mudah
rontok, kulit kering dan berlipat, tingkat kesadaran menurun, dan
sering diare. Masalah gizi ini sering terjadi pada anak usia 0-6
bulan yang tidak mendapatkan cukup Air Susu Ibu (ASI).
b. Kwasihorkor
Kondisi ini banyak ditemukan pada anak usia 1-3 tahun yang
kurang mendapatkan asupan protein. Anak yang mengalami
kwashiorkor sering kali mengalami pembengkakan pada seluruh
tubuh hingga tampak gemuk terutama pada bagian punggung kaki,
bila bagian punggung kakinya ditekan akan meninggalkan bekas
seperti lubang, otot mengecil, serta munculnya ruam yang
berwarna merah muda pada kulit, kemudian berubah menjadi
coklat kehitaman dan mengelupas.
c. Kwasihorkor Marasmus
Kondisi ini sering dikenal dengan istilah busung lapar dan timbul
jika makanan sehari-hari tidak mengandung cukup energi dan
protein.
Anak usia dibawah lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan
terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya masalah Kurang Energi
Protein (KEP). Masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting
perlu perhatian serius. Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang
menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat (Anggraeni dan Indrarti,
2010). Keadaan gizi menggambarkan tingkat kesehatan yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat-zat gizi yang dikonsumsi.
Kurang gizi akan berdampak pada daya tahan tubuh sehingga mudah terkena
penyakit infeksi. Balita yang menderita penyakit infeksi akan mengalami
gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi sehingga menyebabkan
kurang gizi. Kondisi sering terkena infeksi dan gizi kurang akan mengalami
gangguan tumbuh kembang yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan,
kecerdasan dan produktivitas dimasa dewasa (Nurlianti, 2006). Gizi
merupakan faktor penting yang bertujuan membangun sumber daya manusia
yang berkualitas. Berbagai penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan
bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada
pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang kekurangan gizi akan
bertubuh kurus, kecil dan pendek. Gizi kurang juga akan berdampak pada
rendahnya kemampuan kognitif dan intelektual pada anak, serta berpengaruh
terhadap menurunnya produktivitas anak.
Balita pendek atau stunting merupakan suatu kondisi gagal tumbuh pada
balita (bayi di bawah lima tahun) akibat kekurangan gizi kronis sehinggga
anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi pada stunting dapat
terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi
lahir. Balita yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan yang
tidak maksimal, menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit, dan
mempengaruhi produktivitasnya di masa depan. Pada akhirnya, secara luas
stunting dapat menghambat pertumbuhan perekonomian, meningkatkan
kemiskian, dan memperbesar ketimpangan di Indonesia (Riskesdas, 2018).
Penyebab stunting merupakan factor multi dimensi yang tidak hanya
disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun banak
balita. Beberapa factor yang dapat menyebabkan stunting diantaranya, yaitu
praktek pengasuhan yang kurang baik; terbatasnya layanan Kesehatan
termasuk layanan ANC (Ante Natal Care) atau pelayanan kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilan, Post Natal Care dan pembelajaran dini yang
berkualitas; masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan
bergizi, serta kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi (TNP2K, 2017).
REFERENSI