Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA BALITA

DENGAN KASUS DEFISIT NUTRISI

PEMBIMBING :

H.SUDIRMAN, SKM, S.Kep, Ns, M.Kes

OLEH :

AYU WANDIRA MAKMUR

PO713201181157

TINGKAT 3D

KELOMPOK 7

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

PRODI DIII KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat yang sama, dibawah
pimpinan pemerintahan yang sama, saling berinteraksi, saling mengenal, dan mempunyai
minat yang sama (Riyadi, 2010). Salah satu kelompok khusus dalam keperawatan komunitas
adalah kelompok balita. Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah
istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun).
Masalah kesehatan balita di Indonesia masih menjadi perhatian serius, karena masih
tingginya angka kematian balita di Indonesia terutama pada kasus gizi buruk. Berdasarkan
Hasil RISKESDAS tahun 2013 Prevalensi gizi buruk berdasarkan BB/TB,yaitu sangat kurus
secara nasional tahun 2013 masih cukup tinggi yaitu 5,3 persen, terdapat penurunan
dibandingkan tahun 2010 (6,0 %)dan tahun 2007 (6,2 %). Demikian pula halnya dengan
prevalensi kurus sebesar 6,8 persen juga menunjukkan adanya penurunan dari 7,3 persen
(tahun 2010) dan 7,4 persen (tahun 2007). Secara keseluruhan prevalensi anak balita kurus
dan sangat kurus menurun dari 13,6 persen pada tahun 2007 menjadi 12,1 persen pada tahun
2013.
Diare dan pneumonia merupakan penyebab kematian berikutnya pada bayi dan balita,
disamping penyakit lainnya yang diakibatkan oleh masalah gizi. Selain itu kasus kekerasan
terhadap anak baik fisik maupun seksual yang masih tinggi di Indonesia membuat pemrintah
tidak berdiam diri. Untuk mengatasi masalah yang sering menimbulkan kematian pada balita,
pemerintah telah membuat program dan kebijakan yang bertujuan untuk menurunkan angka
kematian pada bayi dan balita, diantaranya adalah kegiatan posyandu, BKB (Bina Keluarga
Balita), dan program PAUD. Sementara sebagai perawat, yang dapat dilakukan di komunitas
adalah memberi penyuluhan atau pendidikan kesehatan, baik untuk topik sehat atau pun sakit
seperti pengetahuan penyakit dan pengelolaan penyakit pada balita, serta memberi informasi
kepada ibu tentang pentingnya pemberian ASI dan tahap perkembangan yang terjadi pada
masa balita.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konsep dan asuhan keperawatan komunitas pada kelompok khusus
balita?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai asuhan keperawatan
pada kelompok khusus balita
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep Kelompok Khusus
2. Mengetahui konsep balita dan tumbuh kembang yang terjadi pada masa balita
3. Mengetahui Tentang Tumbuh Kembang Balita
4. Mengetahui masalah kesehatan yang terjadi pada kelompok balita
5. Pelayanan Kesehatan Bagi Kelompok Balita
6. Peran Perawat Komunitas pada Kelompok Khusus Balita
7. Tahap – tahap Perawatan Kelompok Khusus
8. Asuhan Keperawatan Pada Kelompok Khusus
9. Menyusun asuhan keperawatan komunitas pada kelompok balita sesuai dengan
kasus

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami konsep dan proses asuhan keperawatan komunitas pada
agregat balita sehingga dapat menjadi bekal saat melakukan proses asuhan keperawatan
komunitas pada masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kelompok Khusus


Sasaran pelayanan kesehatan masyarakat atau komunitas adalah individu,
keluarga/kelompok dan masyarakat dengan fokus upaya kesehatan primer, sekunder dan
tersier. Sehingga pendidikan masyarakat tentang kesehatan dan perkembangan sosial akan
membantu masyarakat dalam mendorong semangat untuk merawat diri sendiri, hidup mandiri
dan menentukan nasibnya sendiri dalam menciptakan derajat kesehatan yang optimal
Kelompok khusus adalah sekelompok masyarakat atau individu yang karena keadaan
fisik, mental maupun sosial budaya dan ekonominya perlu mendapatkan bantuan, bimbingan
dan pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan, karena ketidakmampuan dan
ketidaktahuan mereka dalam memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap dirinya sendiri
(Effendy,1998).
Menurut Effendy ( 1998), Tujuan dari perawatan kelompok khusus ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan dan derajat kesehatan kelompok untuk dapat
menolong diri mereka sendiri dan tidak terlalu bergantung kepada pihak lain.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan perawatan kelompok khusus sesuai
dengan macam, jenis dan tipe kelompok
b. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan/ kesehatan yang mereka hadapi
berdasarkan masalah yang terdapat pada kelompok
c. Penanggulangan masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi
berdasarkan rencana yang telah mereka susun
d. Meningkatkan kemampuan kelompok khusus dalam memelihara kesehatan
mereka sendiri
e. Mengurangi ketergantungan kelompok khusus dari pihak lain dalam
pemeliharaan dan perawatan diri sendiri
f. Meningkatkan produktifitas kelompok khusus untuk lebih banyak berbuat
dalam rangka meningkatkan kemampuan mereka sendiri
g. Memperluas jangkuan pelayanan kesehatan dan keperawatan dalam
menunjangfungsi puskesmas dalam rangka pengembangan pelayanan
kesehatan masyarakat.
Ada dua sasaran pokok pembinaan kelompok khusus,yaitu melalui institusi-institusi
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap kelompok khusus dan pelayanan
kelompok khusus yang ada dimasyarakat yang telah terorganisir secara baik atau melalui
posyandu yang ditujukan untuk ibu hamil,bayi,dan anak balita,atau terhadap kelompok-
kelompok khusus dengan ciri khas tertentu.
Jadi, Kelompok khusus di komunitas dengan balita adalah sekumpulan individu
dalam suatu wilayah dengan usia anak dibawah lima tahun yang karena keadaan fisik,mental
maupun sosial budayanya perlu mendapatkan pelayanan kesehatan serta bantuan dan
bimbingan yang secara terorganisir dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat melalui
pembentukan kader kesehatan diantara kelompok tersebut

2.2 Konsep Balita


Kesehatan terhadap balita sudah menjadi subjek penting yang perlu diselenggarakan
diseluruh dunia. Banyak anak-anak menderita gizi buruk, beberapa bayi dan balita belum
menerima imunisasi yang lengkap,kecelakaan dan ijuri penyebab yang utama kematian pada
bayi dan balita dan juga meningkatnya kematian pada balita akibat kurangnya pencegahan
terhadap beberapa penyakit yang seharusnya bisa diatasi (Allender et al,2011 ).
Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima
tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini.
Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda
dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam
golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai
disapih sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan
perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis
makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya.
Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan konsumen
pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi, 2014).
a. Masa Toddler (1-3 tahun),
Pada masa ini pertumbuhan fisik anak lebih lambat dibandingkan dengan masa bayi,
tetapi perkembangan motoriknya berjalan lebih cepat. Anak sering mengalami penurunan
nafsu makan sehingga tampak kurus dan anak mulai suka berjalan-jalan. Sehingga anak
perlu diawasi dalam beraktivitas karena tidak memperhatikan bahaya (Nursalam, 2015).
Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan
kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan
berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita
merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan
pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan
anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa
yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden
age atau masa keemasan. 
b. Usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif

2.3 Tumbuh Kembang Balita


Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya
senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni:
1. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
(sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki,
anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar
menggunakan kakinya.
2. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah anak
akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk menggenggam,
sebelum ia mampu meraih benda dengan jari.
3. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi
keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari dan
lain-lain.

Menurut Sigmund Freud tahap perkembangan manusia terdiri dari lima fase,
yaitu fase oral, fase anal, fase phalic, fase laten, dan fase genital. Dari kelima fase
ini, tiga fase awal yaitu fase oral, anal dan phalic dilalui saat masa balita (Wong,
2009).
1. Fase Oral
Fase oral dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Pada
fase ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi
kelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu. Beberapa
mengatakan bahwa pada saat anak yang mengalami gangguan pada fase ini
akan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada lambung seperti
maag atau gastritis.
2. Fase Anal
Fase anal berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan
sampai dengan umur 3 tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan
aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai
periode "toilet training". Kegagalan pada fase ini akan menciptakan orang
dengan kepribadian agresif dan kompulsif, beberapa mengatakan kelainan
sado-masokis disebabkan oleh kegagalan pada fase ini.
3. Fase Phallic
Fase phallic disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang pada
anak umur 3 sampai 6 tahun. Yang paling menonjol adalah pada anak laki-laki
dimana anak ini suka memegangi penisnya, dan ini seringkali membuat marah
orangtuanya. Kegagalan pada fase ini akan menciptakan kepribadian yang
imoral dan tidak tahu aturan.

Teori perkembangan menurut Erick Erikson terdiri dari fase kepercayaan vs


ketidak-percayaan (0-1th), otonomi vs rasa malu dan ragu ragu (1-3th), inisiatif vs
rasa bersalah (3-5th), industri vs inferioritas (6-11th), identitas vs difusi (12-18th),
keintiman vs absorpsi diri atau isolasi (19-25th), generativitas vs stagnasi (25-
45th), serta integritas vs keputus-asaan dan isolasi (45th-meninggal). Dari beberapa
fase ini, fase yang dialami oleh balita adalah fase kepercayaan vs ketidak-
percayaan, otonomi vs rasa malu dan ragu ragu, serta Inisiatif vs rasa bersalah
(Wong, 2009).

1. Kepercayaan vs ketidak-percayaan, (0-1 tahun).


Masa bayi ditandai adanya kecenderungan trust–mistrust. Perilaku bayi
didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang
dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Bayi akan menangis sebagai
respon ketidakpercayaannya dengan hal-hal yang dianggap asing.

2. Otonomi vs rasa malu dan ragu ragu, (1-3 tahun).


Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya
kecenderungan autonomy shame-doubt. Pada masa ini sampai-batas-batas
tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan,
bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di
pihak lain dia juga mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat,
sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya
3. Inisiatif vs rasa bersalah, (3-5 tahun).
Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan
initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan,
dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa
kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya
dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia
memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau
berinisatif atau berbuat.

2.4 Masalah-Masalah Yang Sering Terjadi Pada Kelompok Balita


Balita adalah kelompok yang rentan terhadap berbagai penyakit karena sistem kekebalan
tubuh mereka belum terbangun sempurna. Pada usia ini, anak rawan dengan berbagai
gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Menurut Allender ( 2011) dalam
buku Community Health Nursing menjelaskan beberapa masalah yang sering terjadi
pada balita dilingkungannya,yaitu :

1. Kecelakaan dan Injuri


Anak-anak pada masa toddler dan preschoolers mudah mengalami kecelakaan saat
bermain. Kecelakaan ini dapat menyebabkan kematian atau cacat yang signifikan.
Anak-anak pada masa infant dan toddler beresiko untuk jatuh ketika mereka tanpa
pengawasan, terjadinya luka bakar akibat menyentuh benda-benda panas, tersengat
arus listrik,tenggelam, kecelakaan lalu lintas, keracunan bahan kimiawi..Untuk
itu,perawat di komunitas perlu mengajarkan kepada orangtua mengenai bahaya-
bahaya ini dan bagaimana cara untuk mencegahnya.
2. Perlakuan yang tidak tepat terhadap anak
Kekerasan terhadap anak merupakan salah satu perlakuan yang tidak tepat pada anak,
yang meliputi perlakuan terhadap fisik, emosional,pengabaian ( terhadap fisik,
medis,atau pendidikan), kekerasan seksual ( eksploitasi seksual dan pornografi anak )
Perlakuan yang tidak menyenangkan dapat terjadi karena,yaitu perilaku orangtua atau
pengasuh,karateristik keluarga,faktor dari anak-anak, dan lingkungan.
Perilaku orangtua seperti sering depresi atau cemas memainkan peranan yang penting
dimana mereka tidak mau merawat anaknya dengan baik. Kareteristik keluarga yang
mencakup kekerasan dalam rumah tangga, stres keuangan dan pekerjaan,dan menarik
diri dari lingkungan sosial dapat meningkatkan perlakuan yang tidak menyenangkan
bagi anak-anak.
3. Penyakit Menular
Anak-anak pada masa infant,toddler dan pre-school mudah terserang penyakit
akut dibandingkan kelompok umur yang lain. Masalah yang biasa terjadi pada anak-
anak ini adalah Infeksi saluran pernapasan( infeksi telinga,pilek atau influensa ),
konjungtivitis,dan masalah pada saluran pencernaan. Penyakit ini umumnya terjadi
karena proses sistem kekebalan tubuh masih berlangsung dan juga karena faktor
kontak dengan dunia luar. Infeksi Saluran Pernapasan Akut sering terjadi pada anak
umur dibawah 5 tahun. Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat
dicegah dan ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor
perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan
interaksi perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak
tinggal. Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan
resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada bulan
pertama kehidupan, tidak menjaga hygiene alat makan dan minum anak.
4. Penyakit Kronik
Penyakit kronik pada anak dapat mengurangi kualitas hidup mereka.Penyakit kronis
itu seperti asma,autisme, anemia,alergi terhadap makanan,muscular distophy, Fibrosis
kistik. Asma merupakan salah satu masalah serius yang perlu segera ditangani.
Perawat di komunitas perlu menolong orangtua dalam penyedian perawatan yang
sesuai dan mendorong pemberian obat asma dan perawatan yang layak.
5. Masalah Nutrisi dan Kebersihan Gigi serta Mulut
Gizi kurang dan Gizi buruk
Masalah terbesar yang disebabkan oleh gizi buruk yang banyak dijumpai di
kalangan anak-anak Indonesia adalah malnutrisi protein energi, defisiensi yodium,
defisiensi vitamin A, anemia defisiensi zat besi dan obesitas. Masalah malnutrisi
dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak dan
remaja. Penyebab gizi kurang dan gizi buruk antara lain, yaitu: kurangnya
pengetahuan dan perilaku serta kebiasaan makan, penyakit infeksi, serta ketersediaan
pangan.
Tingginya AKB dan masalah gizi pada bayi dapat ditangani sejak awal dengan
cara pemberian Air Susu Ibu (ASI). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
UNICEF, risiko kematian bayi bisa berkurang sebanyak 22% dengan pemberian ASI
ekslusif. Melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat menjamin kecukupan
gizi bayi serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Manfaat lain
yang diperoleh dari pemberian ASI adalah hemat dan mudah dalam pemberiannya
serta manfaat jangka panjang adalah meningkatkan kualitas generasi penerus karena
ASI dapat meningkatkan kecerdasan intelektual dan emosional anak.
Kebersihan Gigi serta Mulut
Kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang serius pada kelompok ini karena
pada masa ini anak sudah mulai menyukai makanan-makanan tertentu. Pada
kelompok ini juga anak lebih suka makananan yang manis. Kombinasi gula dan
bakteri dapat menyebabkan gangguan pada gigi dan komposisi gigi menentukan
karies pada gigi. Penggunaan dot pada umur 15 s.d 16 bulan selama tidur dapat
menyebabkan kerusakan pada gigi. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada gigi
depan dan molar sehingg perlu dilakukan pencabutan gigi yang rusak. Orangtua perlu
dianjurkan untuk melatih anaknya untuk menggosok gigi. Mengurangi konsumsi
makan yang manis bukan hanya saja untuk menurunkan terjadinya kerusakan gigi
tetapi juga menurunkan penyakit kronis pada saat dewasa.

2.5 Pelayanan Kesehatan Bagi Kelompok Balita


Berbagai macam progaram baik langsung maupun tidak langsung yang disediakan
bagi kelompok ini dapat ditemukan dimasyarakat. Keperawatan komunitas memainkan peran
yang besar dan vital dalam penyediaan pelayanan ini. Pada keperawatan komunitas program-
program ini dibagi kedalam tiga kategori,yang merupakan tiga prioritas penting dalam praktik
keperawatan kesehatan komunitas,yaitu prevention (pencegahan),protection( perlindungan )
dan promotion ( Pendidikan kesehatan ).
a. Program Pencegahan Kesehatan
Puskesmas baik itu diperkotaan maupun dipedesaan sudah menyediakan bagi
keluarga-keluarga untuk mendapatkan pendidikan kesehatan dalam keluarga,pendidikan
kesehatan dan keamanan,imunisasi, dan pelayanan keluarga berencana. Keperawatan
kesehatan komunitas dalam kolaborasinya dengan disiplin ilmu lain biasanya menjadi
penyedia layanan yang utama dalam program-prograam ini.Tujuan utamanya adalah untuk
menjaga kesehatan masyarakat pada khususnya dan layanan pencegahan pada umumnya.
Salah satu contoh kegiatan pencegahan ini adalah program imunisasi untuk meningkatkan
kekebalan tubuh anak dari penyakit-penyakit menular, Pendidikan orangtua untuk
mengontrol stres dan mengatasai tantangan selama menjadi orangtua, program pendidikan
anak usia dini.
b. Program Perlindungan Kesehatan
Program ini didesain untuk melindungi anak-anak dari sakit dan kecelakaan. Pada
perlindungan dari kecelakaan lalu lintas misalnya dapat dilakukan dengan pendidikan bagi
pengendara kendaraan bermotor. Perlindungan anak dari penyimpangan dan kekerasan
merupakan bagian yang sangat penting. Perawat yang melihat bekas luka pada anak perlu
menanyakan kepada orangtua tentang bekas luka tersebut.
c. Program Pendidikan Kesehatan
Program ini didesain agar memiliki efek positif pada kognitif anak dan perkembangan
sosialnya.Beberapa program pendidikan kesehatan ini sudah mempertimbangkan pada
kesehatan anak dan interaksi positif antara orangtua dan anak serta perkembangan
sosialnya.

Di Indonesia, Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan


kesehatan anak, khususnya untuk menurunkan angka kematian anak, di antaranya sebagai
berikut:
1. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Adalah dengan meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor pelayanan dasar.
Pelayanan dasar dapat dilakukan di puskesmas induk, puskesmas pembantu,
posyandu, serta unit-unit terkait di masyarakat. Cakupan pelayanan diperluas dengan
pemerataan pelayanan kesehatan untuk segala aspek atau lapisan masyarakat. Bentuk
pelayanan tersebut dilakukan dalam rangka jangkauan pemerataan pelayanan
kesehatan. Upaya pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyebaran bidan
desa, perawat komunitas, fasilitas balai kesehatan, poskesdes, dan puskesmas keliling.
2. Meningkatkan status gizi masyarakat
Dengan pemberian gizi yang baik diharapkan pertumbuhan dan perkembangan anak
akan baik pula sehingga dapat memperbaiki status kesehatan anak. Upaya tersebut
dapat dilakukan melalui upaya perbaikan gizi keluarga (UPGK). Kegiatan UPGK
tersebut didorong dan diarahkan pada peningkatan status gizi, khususnya pada
masyarakat yang rawan memiliki resiko tinggi terhadap kematian atau kesakitan.
Kelompok beresiko tinggi terdiri atas anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia
yang golongan ekonominya rendah.
3. Meningkatkan peran serta masyarakat
Peningkatan peran serta masyarakat dalam membantu perbaikan status kesehatan ini
penting, sebab upaya pemerintahan dalam rangka menurunkan kematian bayi dan
anak tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta masyarakat
dengan keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Melalui peran serta masyarakat
diharapkan mampu pula bersifat efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan.
Upaya atau program pelayanan kesehatan yang membutuhkan peran serta masyarakat
antara lain pelaksanaan imunisasi, penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan,
perbaikan gizi.
4. Meningktakan manajemen kesehatan
Upaya pelaksanaan program pelayanan kesehatan anak dapat berjalan dan berhasil
dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolahan pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini adalah peningkatan manajemen pelayanan kesehatan melalui
pendayagunaan tenaga kesehatan professional yang mampu secara langsung
mengatasi masalah kesehatan anak.

Adapun kegiatan-kegiatan yang menunjang kebijakan tersebut antara lain :


1. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu)
Posyandu adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan
dukungan teknis dan petugas Puskesmas. Merupakan salah satu wujud peran serta
masyarakat dalam pembangunan kesehatan, tempat mayarakat memperoleh pelayanan
KB, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Gizi, Imunisasi dan Penanggulangan diare pada
waktu dan tempat yang sama. Kegiatan di posyandu merupakan kegiatan nyata yang
melibatkan partisipasi masyarakat dan untuk masyarakat, yang dilaksanakan oleh
kader-kader kesehatan, yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari
puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar dengan tujuan tertentu.

Tujuan penyelenggaraan posyandu yaitu:


a. Mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak dan angka kelahiran.
b. Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)
agar masyarakat dapat mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan lain
yang menunjang sesuai kebutuhan dan kemampuannya.
c. Meningkatkan kemandirian masyarakat.
d. Meningkatkan cakupan Puskesmas.
e. Mempercepat tercapainya NKKBS (Sudarono, 1989). Sasaran penyelenggaraan
Posyandu dalam hal ini adalah pada bayi usia kurang dari 1 tahun, anak Balita, ibu
hamil, melahirkan, dan menyusui, serta wanita Pasangan Usia Subur (PUS).

Kegiatan posyandu bermacam-macam diantaranya adalah:


a. Penyuluhan nutrisi di Posyandu sebagai bagian dari UPGK dalam langkah-
langkah kebijaksananaan perbaikan gizi yang merupakan kegiatan upaya langsung
meliputi, pemantauan tumbuh kembang balita dengan KMS melalui penimbangan
oleh kader, Pemberian Makananan Tambahan (PMT), pemeriksaan kesehatan
anak, penyuluhan gizi ditekankan pada pentingya penggunaan ASI dan makanan
pendamping ASI (MP-ASI), pemeberian kapsul vitamin A dan pemberian oralit.
b. Selain itu juga pemberian pelayanan anak usia balita yang meliputi pelayanan
keluarga untuk ibu dan anak dengan memberikan pelayanan imunisasi,
penanggulangan diare, dan penyuluhan kesehatan.

2. BKB (Bina Keluarga Balita)


Bina keluarga balita adalah kegiatan yang khusus mengelola tentang
pembinaan tumbuh kembang anak melalui pola asuh yang benar berdasarkan
kelompok umurm yang dilaksanakan oleh sejumlah kader dan berada di tingkat RW.
(Pedoman Pembinaan Kelompok Bina Keluarga Balita Tahun 2006). Program ini
merupakan suatu program yang melengkapi program-program pengembangan sumber
daya manusia yang telah dilaksanakan seperti program-program perbaikan kesehatan
dan gizi ibu dan anak.
Tujuan BKB
a. Bagi orang tua:
1) Agar dapat merawat dan mengasuh anak serta pandai membagi waktu.
2) Memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pola asuh anak yang benar.
3) Meningkatkan keterampilan dalam hal mengasuh dan mendidik anak balita.
4) Supaya lebih terarah dalam cara pembinaan anak.
5) Mampu mencurahkan perhatian dan kasih sayang terhadap anak sehingga
tercipta ikatan batin yang kuat.
6) Mampu membentuk anak yang berkualitas.
b. Bagi anak, diharapkan:
1) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2) Berkepribadian luhur
3) Tumbuh dan berkembang secara optimal
4) Cerdas, terampil, dan sehat
5) Memiliki dasar kepribadian yang kuat guna perkembangan selanjutnya.

3. Program PAUD
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang
pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan, ditujukan bagi anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun, dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia
dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan
pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi
motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan
komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh
anak.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
 Membentuk anak yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang
sesuai dengan tingkat perkembangannya
 Membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.

2.6.Peran Perawat Komunitas pada Kelompok Khusus Balita


Perawat komunitas minimal dapat berperan sebagai pemberi pelayanan
kesehatan melalui asuhan keperawatan, pendidik atau penyuluh kesehatan, penemu
kasus, koordinator, pelaksana konseling keperawatan, dan model peran.
Dua peran perawat kesehatan komunitas, yaitu sebagai pendidik dan penyuluh
kesehatan serta pelaksana konseling keperawatan kepada kelompok khusus balita
yang merupakan bagian dari ruang lingkup promosi kesehatan. Berdasarkan peran
tersebut, perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mendukung kelompok
khusus balita mencapai derajat kesehatan yang optimal. Peran perawat komunitas
pada kelompok khusus balita:
1. Pelaksana Pelayanan Keperawatan (care provider).
Peranan utama perawat komunitas yaitu sebagai pelaksana asuhan
keperawatan kepada balita, baik itu balita dalam kondisi sehat maupun sakit.
2. Pendidik (health educator).
Perawat sebagai pendidik atau penyuluh, memberikan pendidikan atau
informasi kepada keluarga yang berhubungan dengan kesehatan balita.
Diperlukan pengkajian tentang kebutuhan klien untuk menentukan kegiatan
yang akan dilakukan dalam penyuluhan atau pendidikan kesehatan balita. Dari
hasil pengkajian diharapkan dapat diketahui tingkat pengetahuan klien dan
informasi apa yang dibutuhkan.
3. Konselor.
Perawat dapat menjadi tempat bertanya atau konsultasi oleh orangtua yang
mempunyai balita untuk membantu memberikan jalan keluar berbagai
permasalahan kesehatan balita dalam kehidupan sehari-hari.
4. Pemantau Kesehatan (health monitor)
Perawat ikut berperan memantau kesehatan balita melalui posyandu,
puskesmas, atau kunjungan rumah. Pemantauan ini berguna untuk mengetahui
dinamika kesehatan balita terutama pertumbuhan dan perkembangannya,
sehingga jika terjadi masalah kesehatan dapat dideteksi sejak dini dan diatasi
secara tepat dengan segera.
5. Koordinator Pelayanan Kesehatan (coordinator of service).
Pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang bersifat menyeluruh dan
tidak terpisah-pisah. Perawat juga dapat berperan sebagai pionir untuk
mengkoordinir berbagai kegiatan pelayanan di masyarakat terutama kesehatan
balita dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan tim
kesehatan lainnya.

6. Pembaharu (inovator).
Tidak semua masyarakat mempunyai bekal pengetahuan mengenai
kesehatan balita. Perawat disamping memberikan penyuluhan juga menjadi
pembaharu untuk merubah perilaku atau pola asuh orangtua terhadap balita di
suatu wilayah, misalnya budaya yang tidak sesuai dengan perilaku sehat.
7. Panutan (role model)
Perawat sebagai salah satu tenaga medis dipandang memiliki ilmu
kesehatan yang lebih dari profesi lainnya di luar bidang kesehatan. Oleh sebab
itu akan lebih mulia bagi perawat untuk mengamalkan ilmunya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dapat memberikan contoh baik, misalnya
memberi contoh tata cara merawat balita.
8. Fasilitator
Perawat menjadi penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan
kesehatan dan instansi terkait, melaksanakan rujukan.

2.7 Ruang Lingkup Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus Balita


Ruang lingkup kegiatan keperawatan kelompok khusus balita mencakup upaya-
upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan resosilitatif melalui berbagai
kegiatan yang terorganisisasi sebagai berikut:
1. Upaya Promotif
a. Penyuluhan untuk memberikan informasi kepada orangtua, terutama ibu
tentang pemenuhan dan peningkatan gizi bayi dan balita sesuai usia
tumbuh kembangnya. Bayi usia 1-6 bulan hanya boleh diberikan ASI,
lebih dari 6 bulan diperbolehkan untuk diberikan MP-ASI.
b. Memberikan informasi tentang kebersihan diri bayi meliputi cara
memandikan bayi yang benar, cara perawatan tali pusat, cara mengganti
popok bayi, dsb.
c. Penyuluhan tentang pentingnya imunisasi yang meliputi jenis-jenis
imunisasi, usia pada saat dilakukan imunisasi, manfaat, efek samping, dan
akibat yang akan timbul jika tidak dilakukan imunisasi.
d. Memberikan informasi tentang pentingnya memeriksakan bayi dan balita
yang sakit ke petugas kesehatan
e. Memberikan informasi tentang pemantauan tumbuh kembang balita.
2. Upaya Preventif
a. Imunisasi terhadap bayi dan balita.
b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, puskesmas,
maupun kunjungan rumah.
c. Posyandu untuk penimbangan dan pemantauan kesehatan balita.
d. Pemberian vitamin A, yodium, dan obat cacing.
e. Skrining untuk deteksi penyakit / kelainan pada bayi dan balita sejak dini.
3. Upaya Kuratif
a. Melakukan pelayanan kesehatan dan keperawatan.
b. Melakukan rujukan medis dan kesehatan. Bayi atau balita dengan
penyakit tertentu perlu diberikan perawatan lebih lanjut.
c. Perawatan lanjutan dari Rumah Sakit, dilakukan oleh orangtua tetapi
masih dalam pengawasan petugas kesehatan untuk memulihkan kondisi
kesehatan bayi atau balita.
d. Perawatan tali pusat terkendali pada bayi baru lahir.

3. Upaya Rehabilitatif
Bayi dan balita pasca sakit, perlu waktu untuk masa pemulihan. Upaya
pemulihan yang dapat dilakukan yaitu latihan fisik dan fisioterapi.
4. Resosialitatif
Upaya mengembalikan ke dalam pergaulan masyarakat. Misal: kelompok
balita yang diasingkan karena autis, ADHD.
Semua lingkup tersebut harus dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang terorganisir,sebagai
berikut:
a. Pelayanan kesehatan dan keperawatan
b. Penyuluhan kesehatan
c. Bimbingan dan pemecahan masalah terhadap anggota kelompok dan kader
kesehatan dan petugas kesehatan
d. Penemuan kasus secara dini
e. Melakukan rujukan medik dan kesehatan
f. Melakukan kordinasi dan kerjasama dengan masyarakat,kader, dan petugas
kesehatan
2.8 Tahap – tahap Perawatan Kelompok Khusus
a. Tahap Persiapan
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan pada tahap ini, yaitu :
1. Mengidentifikasi jumlah kelompok khusus yang ada dimasyarakat dan jumlah
posyandu yang ada diwilyah binaan
2. Mengadakan pendekatan sebagai penjajagan awal pembinaan kelompok khusus
terhadap institusi yang menyelenggarakannya dan kelompok khusus yang ada
dimasyarakat
3. Identifikasi masalah kelompok khusus dimasyarakat melalui pengumpulan data
4. Menganalisa data kelompok khusus dimasyarakat
5. Merumuskan masalah dan prioritas masalah kesehatan dan keperawatan kelompok
khusus dimasyarakat
6. Libatkan kader kesehatan dalam tahap ini

b. Tahap Perencanaan
Menyusun perencanaan penanggungan masalah kesehatan/keperawatan bersama
kader kesehatan yang menyangkut jadwal kegiatan ( tujuan,sasaran,jenis
pelayanan,biaya dan kriteria hasil ),Jadwal kunjungan,tenaga pelaksana
pengaorganisasian kegiatan.
c. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan didasarkan atas rencana kerja yang telah disepakati, yang
disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Pelaksanaan kegiatan dapat berupa :
1. Pendidikan dan pelatihan kader
2. Pelayanan kesehatan dan keperawatan
3. Imunisasi
4. Penemuan kasus dini
5. Rujukan bila dianggap perlu
6. Pencatatn dan pelaporan kegiatan
d. Penilaian
Penilaian atas keberhasilan kegiatan didasarkan atas kriteria yang telah disusun.
Penilaian dilakukan selama kegiatan berlangsung dan setelah kegiatan dilaksanakan
secara keseluruhan

2.9 Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus


Asuhan Keperawatan komunitas adalah suatu kerangka kerja untuk memecahkan
masalah kesehatan yang ada di masyarakat secara sistematis dan rasional yang didasarkan
pada kebutuhan dan masalah masyarakat. Model community as partner terdapat dua
komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda
pengkajian komunitas terdiri: (1) inti komunitas (the community core), (2) subsistem
komunitas (the community subsystems), dan (3) persepsi (perception). Model ini lebih
berfokus pada perawatan kesehatan masyarakat yang merupakan praktek, keilmuan, dan
metodenya melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi penuh dalam meningkatkan
kesehatannya.
Pada dasarnya langkah-langkah proses keperawatan kelompok khusus sama halnya
dengan langkah-langkah proses keperawatan tingkat individu, keluarga, maupun
masyarakat,yang berbeda hanya sasarannya saja. Sedangkan permasalahan yang timbul
adalah permasalahan dilihat dari segi kelompok, tetapi bila menyangkut gangguan sistem
tubuh penangannya secara individu sama dengan gangguan-gangguan sistem lainnya.
Disamping itu yang perlu dikaji secara mendalam adalah latar belakang yang mendorong
timbulnya masalah tersebut. Oleh karena itu, pengkajiannya menekankan pada aspek
kebiasaan,adat istiadat dan budaya,pendidikan sosial ekonomi,kesehatan perseorangan,
lingkungan,perilaku dan pandangannya terhadap kesehatan umumnya.

a. Pengkajian
Pengumpulan data merupakan langkah awal untuk menentukan masalah dan
kebutuhan kelompok akan pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan. Oleh karena itu
untuk mengkaji permasalahan kelompok diperlukan data-data sebagai berikut :
1) Identitas Kelompok, yang mencakup : besar dan kecilnya kelompok,latar belakang
pendidikan,tingkat sosial ekonomi,kebiasaan,adat istiadat,pekerjaan,agama yang
dianut,kepercayaan dan lokasi tempat tinggal
2) Masalah kesehatan,yang mencakup :
 Masalah kesehatan yang sering terjadi
 Besarnya anggota kelompok yang mempunyai masalah
 Keadaan kesehatan anggota kelompok umumnya
 Sifat masalah pada kelompok,apakah yang mengancam kesehatan atau telah
menganca, kehidupan
3) Pemanfaatan fasilitas kesehatan diantaranya puskesmas,posyandu,
polindes,pustu,atau poskesdes.
4) Keikutsertaan dalam upaya kesehatan
5) Status kesehatan kelompok,yang meliputi :penyakit yang pernah diderita, keadaan
gizi kelompok pada umumnya,imunisasi,kesehatan ibu dan anak
6) Kondisi sanitasi lingkungan tempat tinggal anggota kelompok,meliputi
perumahan,sember air minum,pembuangan air limbah,pembuangan sampah,dan
tempat pembuangan tinja.

1. Data inti
a. Demografi
Variabel yang dapat dikaji adalah jumlah balita baik laki-laki maupun
perempuan. Data diperoleh melalui puskesmas, laporan tahunan atau
rekapitulasi jumlah kunjungan pasien yang berobat.
b. Statistik vital
Data statistik vital yang dapat dikaji adalah jumlah angka kesakitan
dan angka kematian balita. Angka kesakitan dan kematian tersebut
diperoleh dari penelusuran data sekunder baik dari Puskesmas atau
Kelurahan.
c. Karakteristik penduduk
1. Fisik: Keluhan yang dialami oleh warga terkait anaknya. Perawat
mengobservasi ketika ada program posyandu.
2. Psikologis: efek psikologis terhadap anak maupun orang tua yaitu
berupa kesedihan karena anaknya berisiko tidak bisa bermain dengan
anak-anak sebaya lainnya dan pertumbuhan anak pun akan terhambat
atau sulit untuk berkembang.
3. Sosial: sikap masyarakat terhadap adanya kasus penyakit masih acuh
dan tidak memberikan tanggapan berupa bantuan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan, namun orang tua membawa anak ke posyandu
rutin untuk ditimbang.
4. Perilaku:  seperti pola makan yang kurang baik mungkin mempengaruhi
penyebab anak mengalami gizi kurang, diare dan penyakit lainnya,
terlebih banyak orang tua yang kurang mampu dalam hal ekonomi.

2. Sub sistem
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik yang kurang bersih akan menambah dampak buruk terhadap
penurunan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena penyakit, makanan yang
sehat sulit didapat, selain itu kerentanan terhadap vektor penyakit menjadi salah
satu tingginya risiko peningkatan kejadian sakit diwilayah tersebut.
b. Sistem kesehatan
Jarak antara desa dengan puskesmas tidak terlalu jauh yaitu hanya 1 km, desa
tersebut memiliki 1 posyandu dalam 1 RW dan aktif melaksanakan program
kerja yang dilaksanakan 1 bulan sekali, namun untuk ketersedian posbindu
belum ada.
c. Ekonomi
Pekerjaan yang dominan diwilayah tersebut yaitu buruh, petani,dan lainnya yang
berpenghasilan bervariasi untuk setiap keluarga.
d. Keamanan dan transportasi
Wilayah tersebut memiliki mobil yang disediakan oleh pemberi bantuan untuk
dimaanfaatkan oleh masyarakat dalam hal memfasilitasi masyarakat untuk
mempermudah akses mendapatkan layanan kesehatan.

Variabel keamanan meliputi jenis dan tipe pelayanan keamanan yang ada,
tingkat kenyamanan dan keamanan penduduk serta jenis dan tipe gangguan
keamanan yang ada.

a. Kebijakan dan pemerintahan


Jenis kebijakan yang sedang diberlakukan, kegiatan promosi kesehatan yang
sudah dilakukan, kebijakan terhadap kemudahan mendapatkan pelayanan
kesehatan, serta adanya partisipasi masyarakat dalam.
b. Komunikasi
Komunikasi meliputi jenis dan tipe komunikasi yang digunakan penduduk,
khususnya komunikasi formal dan informal yang digunakan dalam keluarga.
Jenis bahasa yang digunakan terutama dalam penyampaian informasi kesehatan
gizi, daya dukung keluarga terhadap balita yang sakit.
c. Pendidikan
Pendidikan sebagai sub sistem meliputi tingkat pengetahuan penduduk tentang
pengertian tentang penyakit balita yang dihadapi, bahaya dan dampaknya, cara
mengatasi, bagaimana cara perawatan, serta cara mencegahnya. Mayoritas
penduduk berpendidikan rendah yaitu SD bahkan tidak sekolah.
d. Rekreasi
Yang perlu dikaji adalah jenis dan tipe sarana rekreasi yang ada, tingkat
partisipasi atau kemanfaatan dari sarana rekreasi serta jaminan keamanan dari
sarana rekreasi yang ada.

3. Persepsi
Persepsi masyarakat dan keluarga terhadap suatu penyakit balita masih acuh,
mungkin dipengaruhi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat ataupun kurangnya
pengetahuan kesehatan mengenai suatu penyakit

b. Diagnosa Keperawatan
Analisa data dilakukan setelah dilakukan pengumpulan data melalui kegiatan
wawancara dan pemeriksaan fisik, sehingga dapat dirumuskan menjadi suatu diagnosa
keperawatan. Analisa data adalah kemampuan untuk mengaitkan data dan
menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki, sehingga dapat
diketahui kesenjangan atau masalah yang dihadapi oleh balita. Tujuan analisa data:
a. Menetapkan kebutuhan balita
b. Menetapkan kekuatan.
c. Mengidentifikasi pola respon balita
d. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.
Perumusan masalah berdasarkan analisa data yang dapat menemukan masalah
kesehatan dan keperawatan yang dihadapi oleh kelompok khusus balita. Masalah yang
sudah ditemukan tersebut perawat dapat menyusun rencana asuhan keperawatan yang
selanjutnya dapat diteruskan dengan intervensi. Masalah yang ditemukan terkadang
tidak dapat di selesaikan sekaligus sehingga diperlukan prioritas masalah. Prioritas
masalah dapat ditentukan berdasarkan hierarki Maslow yaitu:
a. Keadaan yang mengancam kehidupan.
b. Keadaaan yang mengancam kesehatan.
c. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan

Penetapan diagnosa keperawatan kelompok, didasarkan pada


1) Masalah kesehatan yang dijumpai kelompok dengan mempertimbangkan faktor
resiko dan potensial terjadinya masalah atau penyakit
2) Kemampuan kelompok dalam pemecahan masalah dilihat dari segi sumber daya
kelompok yang berkaitan dengan kemampuan finansial,pengetahuan dan dukungan
keluarga dari masing-masing anggota kelompok.
c. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah disusun dengan melibatkan
anggota kelompk yang bersangkutan,mencakup :
1) Tujuan keperwatan yang ingin dicapai
2) Rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
3) Kriteria kebehasilan
Dalam menyusun rencana asuhan keperawatan kelompok ada beberapa hal yang
penting perlu diperhatikan antara lain :
1) Keterlibatan pengurus dan anggota kelompok dalam menyusun perencanaan
keperawatan
2) Keterpaduan dengan pelayanan kesehatan lainnya baik tenaga biaya sarana maupun
waktu
3) Kerjsama lintas program dan sektor sehingga program pelayanan bersifat
menyeluruh
d. Pelaksaanaan
Merupakan realisasi rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan bersama
dengan kelompok. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan
keperwatan ayang ditujukan kepada kelompok adalah
1) Tindakan keperawatan dapat dilaksanakan oleh tenaga keperawatan atau kader
kesehatan sesuai dengan kewenangannya
2) Dilakukan dalam rangka alih teknologi dan keterampilan keperwatan
3) Dimasayarakat lebih ditekankan kepada anggota kelompok,kader
kesehatan,pengurus kelomppok, dan keluarga
4) Bila ada masalah yang tak tertanggulangi dilakukan rujukan medis atau rujukan
kesehatan
e. Penilaian
Penilaian terhadap hasil asuhan keperawatan dan kesehatan dilakukan berdsarkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan,melalui :
1) Membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya
Menilai efektifitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,perencanaan dan
pelaksanaan
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/330605468/Askep-Kelompok-Khusus-Balita-Refisi

Anda mungkin juga menyukai