TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Balita
Anak merupakan generasi penerus kehidupan sebuah bangsa. Masa depan suatu
bangsa tergantung pada keberhasilan anak mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal. Proses tumbuh kembang anak yang penting yaitu pada masa periode balita (usia
dibawah 5 tahun). Penelitian yang dilaksanakan oleh Bloom mengenai kecerdasan
menunjukkan bahwa kurun waktu 4 tahun pertama usia anak, perkembangan kognitifnya
mencapai sekitar 50%, kurun waktu 8 tahun mencapai 80%, dan mencapai 100% setelah anak
berusia 18 tahun.1
2.2 Kader
Seorang kader adalah relawan dari masyarakat setempat yang dipandang memiliki
cukup pengaruh terhadap lingkungan masyarakat setempat dan dianggap mampu memberikan
pelayanan kesehatan. Tugas kader posyandu dalam kegiatan KIA di posyandu adalah
melakukan pendaftaran, penimbangan, mencatat pelayanan ibu dan anak dalam buku KIA,
menggunakan buku KIA sebagai bahan penyuluhan, serta melaporkan buku KIA dan
penggunaan buku KIA kepada petugas kesehatan. Peranan kader sangat penting karena kader
bertanggung jawab dalam pelaksanaan program posyandu. Bila kader tidak aktif maka
pelaksanaan posyandu juga akan menjadi tidak lancar dan akibatnya status gizi balita tidak
dapat dideteksi secara dini dengan jelas.3
Peran kader yang terkait dengan gizi adalah melakukan pendataan balita, melakukan
penimbangan serta mencatatnya dalam kartu menuju sehat (KMS), memberikan makanan
tambahan, mendistribusikan vitamin A, melakukan penyuluhan gizi serta kunjungan kerumah
ibu yang memiliki balita. Kader diharapkan berperan aktif dan mampu menjadi pendorong,
motivator dan penyuluh masyarakat Peran sebagai seorang kader sangatlah penting
dibandingkan dengan masyarakat biasa pada umumnya.3
2.3 Gizi
Makanan memberikan sejumlah zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh kembang pada
setiap tingkat perkembangan dan usia yaitu masa bayi, masa usia balita, masa usia pra
sekolah. Pada bayi atau anak balita yang kekurangan gizi mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan dan perkembangan, disamping itu bayi sangat rentan terhadap penyakit-
penyakit infeksi, termasuk diare dan infeksi saluran akut, utamanya penumonia.6 Maka dari
itu, pertumbuhan serta perkembangan pada usia balita sangat penting untuk diperhatikan.
Salah satu masalah kesehatan pada balita yang dapat mempengaruhi pertumbuhan serta
perkembangan adalah gizi buruk. Gizi buruk merupakan salah satu klasifikasi status gizi
dimana manusia mengalami kekurangan gizi yang diketahui berdasarkan pengukuran
antropometri seperti pertambahan berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan dan lain-lain.1
Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan
gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat. Menurut
Laporan Global Nutrition pada tahun 2017 menunjukkan masalah status gizi di dunia
diantaranya prevalensi wasting (kurus) 52 juta balita (8%), stunting (pendek) 115 juta balita
(23%), dan overweight 4 juta balita (6%). Prevalensi underweight di dunia tahun 2016
berdasarkan lingkup kawasan World Health Organization (WHO) yaitu Afrika 17,3% ( 11,3
juta), Amerika 1,7% ( 1,3 juta), Asia Tenggara 26,9% (48 juta),Eropa 1,2% (0,7 juta),
Mediterania Timur 13% (10,5 juta), Pasifik Barat 2,9% (3,4 juta), sedangkan secara global
didunia prevalensi anak usia dibawah lima tahun yang mengalami underweight ialah 14%
(94,5 juta).2
Survei Pemantauan Status Gizi (PSG) anak usia dibawah 5 tahun (balita) yang
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2015 menunjukkan prevalensi balita
pendek sebesar 29,9% , balita berat badan kurang 18,8%, dan prevalensi balita kurus 11,9%.
Tahun 2016 ketiga indeks tersebut turun dibanding angka tahun 2015. Prevalensi balita
pendek 27,5% , balita berat badan kurang 17,8%, dan balita kurus 11,1%. Meski angka
prevalensi turun, namun masih masuk dalam status akut dan kronis. Hasil PSG tahun 2016
tersebut menunjukkan bahwa masalah gizi pada anak berusia di bawah lima tahun masih
tinggi.4
Prevalensi gizi kurang di Kota Cirebon sebesar 6,32%, lebih rendah dari target
sasaran Pembinaan Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI tahun 2015-2019. 5
(Prevalensi Gizi di PKM Jagasatru).
Masalah gizi pada umumnya disebabkan oleh dua hal yaitu faktor primer dan
sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas atau
kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi
pangan, konsumsi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan yang memungkinkan kebiasaan makan
yang salah, sedangkan faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi
tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi, misalnya faktor-faktor
menyebabkan terganggunya pencernaan, kelainan struktur cerna.6
Permasalahan gizi secara umum tersebut menimbulkan berbagai macam penyakit
yaitu penyakit kurang energi protein (KEP) yang disebabkan oleh kekurangan energi dan
protein. Penyakit anemia gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein, vitamin C, asam
folat, vitamin B12, dan zat besi (fe), penyakit angular stomatitis yang merupakan penyakit
disebabkan kekurangan riboflavin, penyakit keratomalasia akibat kekurangan vitamin A,
penyakit rakhitis akibat kekurangan vitamin D, penyakit skorbut/sariawan disebabkan kurang
vitamin C, penyakit gondok disebabkan kekurangan yodium, penyakit hati karena toksin
yang ada dalam makanan seperti aflatoksin pada kacang-kacangan, penyakit beriberi karena
kekurangan vitamin B dan penyakit jantung/hipertensi akibat kelebihan lemak atau
kolesterol. Penyakit akibat kekurangan gizi pada balita tersebut biasanya disebut marasmus
dengan gejala perut buncit, otot mengecil, wajah pucat, rambut mudah rontok, cengeng dan
kurang nafsu makan. Akibat dari kekurangan gizi tersebut maka pada saat usia 2 tahun
pertama, anak menjadi tidak cerdas seperti teman sebayanya. Biasanya anak-anak yang
kurang gizi juga bisa mengidap rabun senja, anemi gizi sehingga anak mudah jatuh sakit
akibat daya tahan tubuhnya lemah.6
Faktor-faktor yang dapat mendorong dan mempermudah terjadinya gizi kurang pada
anak dapat bersumber dari masyarakat, yaitu kemiskinan, bahan makanan yang tidak tersedia
atau sulit diperoleh, ketidaktahuan, sanitasi lingkungan, pelayanan kesehatan yang kurang
memadai.6
Upaya penanggulangan gizi kurang sebenarnya sudah dilakukan melalui pembinaan kader-
kader posyandu, dan juga melalui penyuluhan gizi. Hal ini telah dilakukan melalui posyandu
oleh kader-kader yang telah dibina, agar bisa mensosialisasikan pengetahuan tentang gizi.
Seperti halnya salah satu manfaat posyandu yaitu mendukung perbaikan perilaku, keadaan
gizi dan kesehatan keluarga. Dilihat dari peran diatas memang sebagai kader posyandu
mempunyai tugas khusus untuk memberitahukan hari dan jam buka posyandu, menyiapkan
peralatan untuk penyelenggaraan posyandu sebelum posyandu di mulai, bekerja pada sistem
lima meja posyandu,dan melakukan penyuluhan.6
1. File 14844
2. https://data.unicef.org/resources/global-nutrition-report-2017-nourishing-sdgs/
3. File 1503
4. https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/prevalensi-balita-menurut-status-gizi-2015-
2016-1516693478#:~:text=Sesuai%20dengan%20standar%20WHO%2C
%20suatu,balita%20kurus%205%25%20atau%20lebih.
5. https://diskes.jabarprov.go.id/assets/unduhan/22.%20Profil%20Kota%20Cirebon
%202016.pdf
6. https://jurnal.stikesmus.ac.id/index.php/avicenna/article/viewFile/267/205