Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Zat gizi sangat diperlukan untuk tubuh kita, terutama di usia dini. Karena di
usia tersebut anak sangat memerlukan gizi bagi pertumbuhannya. Zat gizi dapat
ditemukan dalam zat-zat makanan dalam bentuk bahan makanan yang berasal dari
tumbuhan dan hewan. Satu macam bahan makanan belum dapat memenuhi semua
kebutuhan tubuh akan berbagai zat makanan, oleh karena itu zat makanan yang
berlainan macam maupun banyaknya. Unsur-unsur tubuh yang diperlukan tubuh
manusia jumlahnya tidak kurang dari 40 macam. Semuanya dapat dipenuhi oleh
keenam golongan zat makanan atau nutrien yaitu karbohidrat, lemak, protein, zat
mineral, vitamin serta air.
Pada anak usia TK masalah gizi sangat rentan terjadi, hal ini di sebabkan
karena di usianya anak balita mengalami pertumbuhan yang pesat sehingga
memerlukan zat-zat gizi yang tinggi disetiap kg berat badannya. Selain itu ada
beberapa ondisi dan anggapan dari orang tua dan masyarakat yang sangat merugikan
bagi balita,. Pertama, kondisi anak balita adalah periode transisi dari makanan bayi
kemakanan orang orang dewasa, jadi masih meerlukan adaptasi. Kedua, anak umur
ini seringkali tidak lagi begitu memperhatikan dan pengurusannya sering diserahkan
kepada orang lain seperti saudara dan yang lainnya. Ketiga, anak balita belum
mampu mengurus dirinya sendiri terutama dalam hal makan. Keempat, anak mulai
bermain kelantai yang keadaannya belum tentu memenuhi syarat kebersihan
sehingga besar kemungkinan anak balita tersebut terkena kotoran dan kemudian
terinfeksi.
Dan sekarang ini telah diketahui bahwa gejala klinis gizi kurang adalah akibat
ketidak seimbangan yang lama antara manusia dan lingkungan hidupnya.
Lingkungan hidup mencakup lingkungan alam, biologis, sosial budaya, maupun
ekonomi. Secara Nasional ada 4 masalah gizi utama di Indonesia yaitu :

1
1. Kurang kalori dan protein (KKP)
2. Kekurangan vitamin A
3. Kekurangan garam besi dan anemia gizi
4. Gondok endemik (gangguan akibat kekurangan zodium)

1.2 TUJUAN :
Mengetahui masalah gizi pada anak balita
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak balita

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Masalah Gizi Pada Anak Balita


Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akantetapi pada masa ini
anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal inidisebabkan pada masa ini anak cenderung
susah untuk makan dan hanya suka pada jajanan yang kandungan zat gizinya tidak baik
(Hardinsyah, 1992).Pada masa balita juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan sehingga
anak mudah sakit dan terjadi kekurangan gizi. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yangakan
mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini
perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional danintelegensia
berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya.Perkembangan modal
serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini.Sehingga setiap penyimpangan sekecil
apapun apabila tidak ditangani dengan baik akanmengurangi kualitas sumber daya manusia kelak
kemudian hari (Soetjiningsih, 1995).

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk ,
yaitu:

Keluarga miskin;
Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak.
Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare.

Sedangkan menurut UNICEF (1988), ada 2 faktor penyebab utama, antara lain :

1. Penyebab Langsung : Asupan Makanan, Infeksi Penyakit


2. Penyebab Tidak Langsung : Pola Asuh Anak, Ketersediaan Pangan, Layanan
Kesehatan/Sanitasi

3
Derajat kesehatan yang tinggi dalam pembangunan ditujukan untuk
mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Salah satu unsur penting
dari kesehatan adalah masalah gizi. Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan
gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya
pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan, dan
terganggunya mental anak. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan
kematian anak (Suwiji, 2006)
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh,
mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan
bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik. Status gizi yang baik
ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan
buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi.
Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial
ekonomi, budaya dan politik. Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat
menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional. Secara perlahan
kekurangan gizi akan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan
balita, serta rendahnya umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi
terlihat juga pada rendahnya partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta
lambatnya pertumbuhan ekonomi (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
2007).
Kesepakatan global berupa Millenium Development Goals (MDGS) yang
terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa pada tahun 2015
setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun
1990. Untuk Indonesia, indikator yang digunakan adalah peresentase anak berusia di
bawah 5 tahun (balita) yang mengalami gizi buruk (severe underweight) dan
persentase anak-anak berusia 5 tahun (balita) yang mengalami gizi kurang (moderate
underweight) (Ariani, 2007).
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang
mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan
yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita (1-5 tahun) merupakan

4
kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau
termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi. (Himawan, 2006).
Masalah gizi makin lama makin disadari sebagai salah satu faktor
penghambat proses pembangunan nasional. Masalah gizi yang timbul dapat
memberikan berbagai dampak diantaranya meningkatnya Angka Kematian Bayi dan
Anak, terganggunya pertumbuhan dan menurunnya daya kerja, gangguan pada
perkembangan mental dan kecerdasan anak serta terdapatnya berbagai penyakit
tertentu yang diakibatkan kurangnya asupan gizi. Masalah kekurangan zat gizi ada 4
yang dianggap sangat penting yaitu; kurang energi-protein, kurang Vitamin A,
kurang Yodium (Gondok Endemik) dan kurang zat besi (Anemia Gizi Besi),
(Paramata, 2009).
Kurang gizi atau gizi buruk dinyatakan sebagai penyebab tewasnya 3,5 juta
anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia. Mayoritas kasus fatal gizi buruk
berada di 20 negara, yang merupakan negara target bantuan untuk masalah pangan
dan nutrisi. Negara tersebut meliputi wilayah Afrika, Asia Selatan, Myanmar, Korea
Utara, dan Indonesia. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan
Inggris The Lanchet ini mengungkapkan, kebanyakan kasus fatal tersebut secara
tidak langsung menimpa keluarga miskin yang tidak mampu atau lambat untuk
berobat, kekurangan vitamin A dan zinc selama ibu mengandung balita, serta
menimpa anak pada usia dua tahun pertama. Angka kematian balita karena gizi
buruk ini terhitung lebih dari sepertiga kasus kematian anak di seluruh dunia (Malik,
2008).
Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita
disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi
buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan
bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang
jelek (Irwandy, 2007).

5
BAB III

PEMBAHASAN

1. Mengenal Balita
Secara harfiah, balita atau anak bawah lima tahun adalah anak usia kurang dari lima
tahun sehingga bayi usia dibawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini.
Namun, karena faal (kerja alat tubuh semestinya) bayi usia di bawah satu tahun
berbeda dengan anak usia diatas satu tahun, banyak ilmuwan yang membedakannya.
Utamanya, makanan bayi berbentuk cair, yaitu air susu ibu (ASI), sedangkan
umumnya anak usia lebih dari satu tahun mulai menerima makanan padat seperti
orang dewasa

Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu
sampai dengan prasekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan
kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis
makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya.
Menurut Persagi (1992), berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang
dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang
dikenal dengan usia prasekolah. Batita sering disebut konsumen pasif, sedangkan
usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif.

2. Karakteristik Batita
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan
dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian, sebaiknya anak batita
diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Laju pertumbuhan masa batita lebih
besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif
lebih besar. Namun, perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan
yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil daripada anak yang usianya

6
lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan
frekuensi sering

3. Karakteristik Usia Prasekolah


Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka sudah dapat
memilih makanan yang disukainya ( Persagi, 1992 ).Masa ini juga sering dikenal
sebagai masa keras kepala . Akibat pergaulan dengan lingkungannya terutama
dengan anak-anak yang lebih besar, anak mulai senang jajan. Jika hal ini dibiarkan,
jajanan yang dipilih dapat mengurangi asupan zat gizi yang diperlukan bagi tubuhnya
sehingga anak kurang gizi.
Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh kedaan psikologis, kesehatan, dan sosial
anak. Oleh karena itu, kedaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang
sangat penting dalam pemberian makan pada anak agar anak tidak cemas dan
khawatir terhadap makanannya. Seperti pada orang dewasa, suasana yang
menyenangkan dapat membangkitkan selera makan anak.

4. Peran Makanan Bagi Balita


A. Makanan sebagai sumber zat gizi
Didalam makanan terdapat enam jenis zat gizi, yaitu karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral, dan air. Zat gizi ini diperlukan bagi balita sebagai zat tenaga, zat
pembangun , dan zat pengatur.
Zat tenaga
Zat gizi yang menghasilkan tenaga atau energi adalah karbohidrat , lemak, dan
protein. Bagi balita, tenaga diperlukan untuk melakukan aktivitasnya serta
pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, kebutuhan zat gizi sumber
tenaga balita relatif lebih besar daripada orang dewasa.
Zat Pembangun
Protein sebagai zat pembangun bukan hanya untuk pertumbuhan fisik dan
perkembangan organ-organ tubuh balita, tetapi juga menggantikan jaringan yang aus
atau rusak.
Zat pengatur

7
Zat pengatur berfungsi agar faal organ-organ dan jaringan tubuh termasuk otak dapat
berjalan seperti yang diharapkan. Berikut ini zat yang berperan sebagai zat pengatur.

B. Vitamin, baik yang larut air ( vitamin B kompleks dan vitamin C ) maupun yang
larut dalam lemak ( vitamin A, D, E, dan K ).
C. Berbagai mineral, seperti kalsium, zat besi, iodium, dan flour.
D. Air, sebagai alat pengatur vital kehidupan sel-sel tubuh.

5. Kebutuhan Gizi Balita


Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara
kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia,
jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan
pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik.
Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan
dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS).

6. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang dewasa,
sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Kecukupannya akan
semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.

7. Kebutuhan zat pembangun


Secara fiiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhannya
relatif lebih besar daripada orang dewasa. Namun, jika dibandingkan dengan bayi
yang usianya kurang dari satu tahun, kebutuhannya relatif lebih kecil.

8. Kebutuhan zat pengatur


Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan bertambahnya
usia.

8
Beberapa Hal Yang Mendorong Terjadinya Gangguan Gizi

Ada beberapa hal yang sering merupakan penyebab terjadinya gangguan gizi, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai penyebab langsung gangguan gizi,
khususnya gangguan gizi pada bayi dan anak usia dibawah lima tahun (balita) adalah
tidak sesuainya jumlah gizi yang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan
tubuh mereka.
Berbagai faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi
terutama pada anak Balita antara lain sebagai berikut:
1. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sungguhpun
berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Dengan
demikian, kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang
berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif
baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan
bagi kesehatan tubuh mempunyai sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga,
khususnya makanan anak balita.
Menurut Dr. Soegeng Santoso, M.pd, 1999, masalah gizi Karen akurang pengetahuan
dan keterampilan dibidang memasak menurunkan komsumsi anak, keragaman bahan
dan keragaman jenis masakan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.
2. Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu
Banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak
digunakan atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak
baik terhadap bahan makanan itu. Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapae
menurunkan harkat keluarga. Jenis sayuran seperti genjer, daun turi, bahkan daun ubi
kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein dibeberapa daerah masih
dianggap sebagai makanan yang dapat menurunkan harkat keluarga.
3. Adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan
Berbagai kebiasaan yang bertalian dengan pantang makan makanan tertentu masih
sering kita jumpai terutama di daerah pedesaan. Larangan terhadap anak untuk
makan telur, ikan, ataupun daging hanya berdasarkan kebiasaan yang tidak ada

9
datanya dan hanya diwarisi secara dogmatis turun temurun, padahal anak itu sendiri
sangat memerlukan bahan makanan seperti itu guna keperluan pertumbuhan
tubuhnya.
Kadang-kadang kepercayaan orang akan sesuatu makanan anak kecil membuat anak
sulit mendapat cukup protein. Beberapa orang tua beranggap ikan, telur, ayam, dan
jenis makanan protein lainnya memberi pengaruh buruk untuk anak kecil. Anak yang
terkena diare malah dipuasakan (tidak diberi makanan). Cara pengobatan seperti ini
akan memperburuk gizi anak. ( Dr. Harsono, 1999).
4. Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut
sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat
gizi yang diperlukan.
5. Jarak kelahiran yang terlalu rapat
Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak anak yang menderita
gangguan gizi oleh karena ibunya sedang hamil lagi atau adiknya yang baru telah
lahir, sehingga ibunya tidak dapat merawatnya secara baik.
Anak yang dibawah usia 2 tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik
perawatan makanan maupun perawatan kesehatan dan kasih sayang, jika dalam masa
2 tahun itu ibu sudah hamil lagi, maka bukan saja perhatian ibu terhadap anak akan
menjadi berkurang.akan tetapi air susu ibu ( ASI ) yang masih sangat dibutuhkan
anak akan berhenti keluar.
Anak yang belum dipersiapkan secara baik untuk menerima makanan pengganti ASI,
yang kadang-kadang mutu gizi makanan tersebut juga sangat rendah, dengan
penghentian pemberian ASI karena produksi ASI berhenti, akan lebih cepat
mendorong anak ke jurang malapetaka yang menderita gizi buruk, yang apabila tidak
segera diperbaiki maka akan menyebabkan kematian. Karena alasan inilah dalam
usaha meningkatkan kesejahteraan keluarga, disamping memperbaiki gizi juga perlu
dilakukan usaha untuk mengatur jarak kelahiran dan kehamilan.
6. Sosial Ekonomi
Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan

10
Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan
yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan..

7. Penyakit infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit
ini juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk
pertumbuhan. Diare dan muntah dapat menghalangi penyerapan makanan.
Penyakit-penyakit umum yang memperburuk keadaan gizi adalah: diare, infeksi
saluran pernapasan atas, tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, cacingan.
( Dr. Harsono, 1999).

8. Akibat Gizi yang Tidak Seimbang


Kekurangan Energi dan Protein (KEP)
Berikut ini sebab-sebab kurangnya asupan energi dan protein.
Makanan yang tersedia kurang mengandung energy
Nafsu makan anak terganggu sehingga tidak mau makan
Gangguan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan sari makanan dalam
usus terganggu
Kebutuhan yang meningkat, misalnya karena penyakit infeksi yang tidak
diimbangi dengan asupan yang memadai.
Kekurangan energi dan protein mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan
balita terganggu.Gangguan asupan gizi yang bersifat akut menyebabkan anak kurus
kering yang disebut dengan wasting. Wasting, yaitu berat badan anak tidak
sebanding dengan tinggi badannya. Jika kekurangna ini bersifat menahun ( kronik),
artinya sedikit demi sedikit, tetapi dalam jangka waktu yang lama maka akan terjadi
kedaan stunting. Stunting , yaitu anak menjadi pendek dan tinggi badan tidak sesuai
dengan usianya walaupun secara sekilas anak tidak kurus.

Berdasarkan penampilan yang ditunjukkan, KEP akut derajat berat dapat dibedakan
menjadi tiga bentuk.
Marasmus

11
Pada kasus marasmus, anak terlihat kurus kering sehingga wajahnya seperti orang
tua.Bentuk ini dikarenakan kekurangan energi yang dominan.

Kwashiorkor
Anak terlihat gemuk semu akibat edema, yaitu penumpukan cairan di sela- sela sel
dalam jaringan. Walaupun terlihat gemuk, tetapi otot-otot tubuhnya mengalami
pengurusan ( wasting ). Edema dikarenakan kekurangan asupan protein secara akut (
mendadak ), misalnya karena penyakit infeksi padahal cadangan protein dalam tubuh
sudah habis.
Marasmik-kwashiorkor
Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashiorkor. Kejadian ini
dikarenakan kebutuhan energi dan protein yang meningkat tidak dapat terpenuhi dari
asupannya.
Obesitas
Timbulnya Obesitas dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya faktor keturunan dan
lingkungan. Tentu saja, faktor utama adalah asupan energi yang tidak sesuai dengan
penggunaan. Menurut Aven-Hen (1992), obesitas sering ditemui pada anak-anak
sebagai berikut:
Anak yang setiap menangis sejak bayi diberi susu botol.
Bayi yang terlalu dini diperkenalkan dengan makanan padat.
Anak dari ibu yang terlalu takut anaknya kekurangan gizi.
Anak yang selalu mendapat hadiah cookie atau gula-gula jika ia berbuat sesuai
keinginan orangtua.
Anak yang malas untuk beraktivitas fisik.

9. Penyebab Balita Kurang Nafsu makan:


a. Faktor penyakit organis
b. Faktor gangguan psikologi
Anak akan kehilangan nafsu makan karena hal-hal sebagai berikut:
- Air Susu Ibu yang diberikan terlalu sedikit sehingga bayi menjadi frustasi dan
menangis

12
- Anak terlalu dipaksa untuk menghabiskan makanan dalam jumlah/ takaran tertentu
sehingga anak menjadi tertekan
- Makanan yang disajikan tidak sesuai dengan yang diinginkan / membosankan
- Susu formula yang diberikan tidak disukai anak atau ukuran / dosis yang diberikan
tidak sesuai dengan sehingga susu yang diberikan tidak dihabiskan
- Suasana makan tidak menyenangkan/ anak tidak pernah makan bersama kedua
orang tuanya.

Faktor pengaturan makanan yang kurang baik


Berikut ini beberapa upaya untuk mengatasi anak sulit makan ( faktor organis, faktor
psikologis, atau faktor pengaturan makanan ):
Jika penyebabnya faktor organis, yang harus dilakukan adalah dengan
menyembuhkan penyakitnya melalui dokter.
Jika penyebabnya faktor psikologis, berikut beberapa hal yang dapat dilakukan.
1. Makanan dibuat dengan resep masakan yang mudah dan praktis sehingga dapat
menggugah selera makan anak dan disajikan semenarik mungkin.
2. Jangan memaksa anak untuk menghabiskan makanan, orangtua harus sabar saat
memberi makan anak.
3. Upayakan suasana makan menyenangkan , sebaiknya waktu makan disesuaikan
denga waktu makan keluarga karena anak punya semangat untuk menghabiskan
makanannya dengan makan bersama keluarga (orangtua)
4. Pembicaraan yang kurang menyenangkan terhadap suatu jenis makanan sebaiknya
dihindari dan ditanamkan pada anak memilih bahan /jenis makanan yang baik.

Jika penyebabnya adalah faktor pengaturan makanan maka dapat dilakukan


beberapa hal berikut ini.
1. Diusahakan waktu makan teratur dan makanan diberikan pada saat anak benar-
benar lapar dan haus
2. Makanan selingan dapat diberikan asalkan makanan tersebut tidak membuat anak
menjadi kenyang agar anak tetap mau makan nasi.

13
3. Untuk membeli makanan jajanan sebagai makanan selingan, sebaiknya didampingi
oleh orang tuanya sehingga anak dapat memilih makanan jajanan yang baik dari segi
kandungan gizi maupun kebersihannya.
4. Kuantitas dan kualitas makanan yang diberikan harus diatur disesuaikan dengan
kebutuhan/kecukupan gizinya sehingga anak tidak menderita gizi kurang atau gizi
lebih.
5. Bentuk dan jenis makanan yang diberikan harus disesuaikan dengan tahap
pertumbuhan dan perkembangan anak.

Menu Makanan Balita


Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan
kecerdasan anak. Oleh karenanya, pola makan yang baik dan teratur perlu
diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan pengenalan jam-jam makan dan
variasi makanan.
Gizi seimbang dapat dapat dipenuhi dengan pemberian makanan sebagai berikut :
o Agar kebutuhan gizi seimbang anak terpenuhi, makanan sehari-hari
sebaiknya terdiri atas ketiga golongan bahan makanan tersebut.
o Kebutuhan bahan makanan itu perlu diatur, sehingga anak mendapatkan
asupan gizi yang diperlukannya secara utuh dalam satu hari. Waktu-waktu
yang disarankan adalah:
o Pagi hari waktu sarapan.
o Pukul 10.00 sebagai selingan. Tambahkan susu.
o Pukul 12.00 pada waktu makan siang.
o Pukul 16.00 sebagai selingan
o Pukul 18.00 pada waktu makan malam.
o Sebelum tidur malam, tambahkan susu.
o Jangan lupa kumur-kumur dengan air putih atau gosok gigi.

Contoh Pola Jadwal Pemberian Makanan Menjelang Anak Usia 1 Tahun


Perlu diketahui, jadwal pemberian makanan ini fleksibel (dapat bergeser,
tapi jangan terlalu jauh)

14
Pukul 06.00 : Susu
Pukul 08.00 : Bubur saring/Nasi tim
Pukul 10.00 : Susu/Makanan selingan
Pukul 12.00 : Bubur saring/Nasi tim
Pukul 14.00 : Susu
Pukul 16.00 : Makanan selingan
Pukul 18.00 : Bubur saring /nasi tim
Pukul 20.00 : Susu.

Makanan Selingan Balita


Pada usia balita juga membutuhkan gizi seimbang yaitu makanan
yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai umur.
Makanan seimbang pada usia ini perlu diterapkan karena akan mempengaruhi
kualitas pada usia dewasa sampai lanjut.
Gizi makanan sangat mempengaruhi pertumbuhan termasuk
pertumbuhan sel otak sehingga dapat tumbuh optimal dan cerdas, untuk ini
makanan perlu diperhatikan keseimbangan gizinya sejak janin melalui
makanan ibu hamil. Pertum-buhan sel otak akan berhenti pada usia 3-4 tahun.
Pemberian makanan balita sebaiknya beraneka ragam, menggunakan
makanan yang telah dikenalkan sejak bayi usia enam bulan yang telah
diterima oleh bayi, dan dikembangkan lagi dengan bahan makanan sesuai
makanan keluarga.
Pembentukan pola makan perlu diterapkan sesuai pola makan
keluarga.Peranan orangtua sangat dibutuhkan untuk membentuk perilaku
makan yang sehat. Seorang ibu dalam hal ini harus mengetahui, mau, dan
mampu menerapkan makan yang seimbang atau sehat dalam keluarga karena
anak akan meniru perilaku makan dari orangtua dan orang-orang di
sekelilingnya dalam keluarga.
Makanan selingan tidak kalah pentingnya yang diberikan pada jam di
antara makan pokoknya. Makanan selingan dapat membantu jika anak tidak
cukup menerima porsi makan karena anak susah makan. Namun, pemberian

15
yang berlebihan pada makanan selingan pun tidak baik karena akan
mengganggu nafsu makannya.
Jenis makanan selingan yang baik adalah yang mengandung zat gizi lengkap
yaitu sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, seperti arem-arem
nasi isi daging sayuran, tahu isi daging sayuran, roti isi ragout ayam sayuran,
piza, dan lain-lain.

Fungsi makanan selingan


1) Memperkenalkan aneka jenis bahan makanan yang terdapat dalam bahan
makanan selingan.
2) Melengkapi zat-zat gizi yang mungkin kurang dalam makanan utamanya
(pagi, siang dan malam).
3) Mengisi kekurangan kalori akibat banyaknya aktivitas anak pada usia
balita.

Makanan selingan yang baik dibuat sendiri di rumah sehingga sangat higienis
dibandingkan jika dibeli di luar rumah.Bila terpaksa membeli, sebaiknya dipilih
tempat yang bersih dan dipilih yang lengkap gizi, jangan hanya sumber karbohidrat
saja seperti hanya mengandung gula saja.Makanan ini jika diberikan terus-menerus
sangat berbahaya. Jika sejak kecil hanya senang yang manis-manis saja maka
kebiasaan ini akan dibawa sampai dewasa dan risiko mendapat kegemukan menjadi
meningkat. Kegemukan merupakan faktor risiko pada usia yang relatif muda dapat
terserang penyakit tertentu

16
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN :
Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan
dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah
pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan
jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan
makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat
istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan.

SARAN :
Dengan mempelajari masalah gizi pada Balita ini maka hendaknya jangan
kita jadikan hanya sebagai ilmu tetapi kita dapat mengaplikasikan dalam kehidupan
kita agar masalah gizi balita di Indonesia terutama yang ada disekitar kita dapat di
minimalisir.

17
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, A.H., dkk. (1988). Gizi untuk Kebutuhan Fisiologis Khusus.Terjemahan.


PT Gramedia. Jakarta.
Santosa, S. (2004). Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT.Rieneka Cipta.
Sudiyanto.Dalam membina anak dalam mencapai cita-citanya.Tumbuh kembang
anak, Fakultas Kedokteran UI.
Almatsir, Sunita. 2001.
http://www.puskel.com/faktor-faktor-penyebab-kekurangan-gizi-pada-balita/
http://eprints.undip.ac.id/10273/
Bahan Seminar Akhir Studi Faktor-faktor Penyebab Kekurangan Gizi Anak di Kota
Kendari, Bappeda dan PM Kota Kendari, tahun 2010)

18
MAKALAH

GIZI PADA BALITA

Gizi Daur Dalam Kehidupan

Di susun oleh :

Khumaira Hanifa
PO.62.31.3.11.174

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA


GIZI REGULER 2012

19
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-
Nya lah saya dapat menyelesaikan tugas ini. Terima kasih kepada semua yang turut
serta membantu hingga terselesaikannya tugas ini tepat pada waktunya. Makalah ini
berisi tentang GIZI PADA BALITA
Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Saya menyadari makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu di harapkan saran dan kritik
nya. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Palangkaraya, 27 April 2012

Khumaira Hanifa

20
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................... 6
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 17
4.1 Kesimpulan .................................................................................... 17
4.2 Saran .............................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA

21ii

Anda mungkin juga menyukai