Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Stunting adalah masalah gizi kronik yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena asupan
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai
dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Menurut
UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0
sampai 59 bulan, dengan tinggi dibawah minus (stunting sedang dan berat)
dan minus tiga (stunting kronik) diukur dari standar pertumbuhan anak
keluaran WHO. Stunting diakibatkan oleh banyak faktor, seperti ekonomi
keluarga, penyakit atau infeksi yang berkali-kali. Kondidi lingkungan,
baik itu polusi udara, air bersih juga bisa mempengaruhi stunting. Tidak
jarang pula masalah non-kesehatan menjadi akar dari masalah stunting,
seperti masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya
pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan.
Di Asia Tenggara, Indonesia menepati posisi ke-3 untuk jumlah
stunting terbanyak. Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah
pencegahan stunting sebagai upaya agar anak-anak Indonesia dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai
kemampuan emosional, sosial dan fisik yang siap untuk belajar, serta
mampu berinovasi dan berkompetisi ditingkat global. Stunting bukan
hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja,
melainkan juga terganggu otaknya, yang tentunya sangat mempengaruhi
kemampuan dan prestasi di sekolah, produksivitas dan kreativitas diusia-
usia produktif. Gejala yang ditimbulkan akibat stunting antara lain, anak
berbadan lebih pendek untuk anak seusianya, proporsi tubuh cenderung
normal tetapi anak nampak lebih muda/kecil untuk usianya, berat badan
rendah untuk anak seusianya dan pertumbuhan tulang tertunda.

1
Pertumbuhan yang baik adalah pertumbuhan ukuran fisik sesuai
standartnya baik itu berat panjang atau tinggi dan lingkar kepala. Lingkar
kepala kecil mempengaruhi kecerdasan karena otaknya kecil. Pada saat
pergi kepelayanan kesehatan baik itu rumah sakit, puskesmas maupun
posiandu, mintalah untuk mengukur lingkar lengan atas di 6 – 9 bulan. Hal
ini akan menentukan apakah balita gizi buruk, gizi ringan dan normal.
Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan meliputi kemampuan
motorik kasar, motorik halus dan bahasa bicara atau cara berkomunikasi
dengan orang (hubungan sosial). Pemeriksaan rutin kefasilitas pelayanan
kesehatan penting walau tidak dalam kondisi sakit untuk mengecek
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia balita 3 bulan balita
sebainya sudah miring, 4 bulan sudah tengkurap, 8 bulan sudah duduk dan
9 bulan sudah berdiri dan usia 1 tahun sudah dapat berjalan. Pada usia 2
tahun balita sebainya sudah menguasai enam kata, jika mengalami
keterlambatan berbicara sebainya diperiksakan ke dokter.
Tatalaksana penanganan kasus stunting menitik beratkan pada
pencegahannya bukan lagi proses pengobatan. Orang tua berperan untuk
mengontrol tumbuh kembang anaknya masing-masing dengan
memperhatikan status gizinya. Pertumbuhan dan perkembangan sesudah
lahir harus naik atau baik dan apabila ada masalah harus segera
dikonsultasikan ke dokter atau ahli gizi. Upaya pencegahan lebih baik
dilakukan semenjak dini demi masa depan sang buah hati sebagai generasi
penerus bangsa yang berhak tumbuh dengan sehat.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana peran pemerintah dan tenaga kesehatan dalam
mengendalikan faktor resiko stunting?

1.3 Tujuan
Dapat mengetahui upaya pemerintah dan tenaga kesehatan dalam
mengendalikan faktor resiko stunting.

2
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat makalah PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO
STUNTING bagi kampus yaitu dapat menjadi bahan bacaan pada
perpustakaan
1.4.2 Manfaat makalah PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO
STUNTING bagi program studi D-3 Keperawatan yaitu dapat
menjadi motivasi program study untuk mengadakan festival
kesehatan, memberi pelayanan kesehatan dan penyuluhan
1.4.3 Manfaat makalah PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO
STUNTING bagi mahasiswa yaitu dapat menjadi bahan bacaan
dan menambah pengetahuan

3
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teoritis


2.1.1 Definisi Stunting
Stunting adalah kondisi ketika anak lebih pendek dibandingkan
anak-anak lain seusianya, atau dengan kata lain tinggi badan anak
berada dibawah standar. Standar yang dipakai sebagai acuan adalah
kurva pertumbuhan yang dibuat oleh Badan Kesehatan Dunia
(WHO).
2.1.2 Klasifikasi Stunting
a. Klasifikasi status stunting berdasarkan lingkar lengan atas umur
(tabel 1)
b. Klasifikasi status stunting berdasarkan indikator TB/U dan
BB/TB
(tabel 2)
2.1.3 Etiologi Stunting
a Kurangnya asupan gizi pada anak dalam 1000 hari pertama
kehidupan (semenjak dalam kandungan sampai usia 2 tahun)
terutama kurangnya asupan protein
b Pemberian MPASI yang tidak mencukupi asupan nutrisi
c Kebersihan lingkungan yang buruk
d Pola asuh yang kurang baik
e Status pendidikan
f Budaya masyarakat
2.1.4 Manifestasi Stunting
a Kredil
b Kurus
c Penurunan tingkat kecerdasan
d Gangguan berbicara
e Kesulitan dalam belajar

4
f Sistem kekebalan tubuh yang rendah
2.1.5 Resiko Stunting
a Stunting dikaitkan dengan otak yang kurang berkembang dengan
konsekuensi berbahaya untuk jangka waktu lama, termasuk
kecilnya kemampuan mental dan kapasitas untuk belajar,
buruknya prestasi sekolah serta peningkatan resiko penyakit
kronis terkait gizi seperti diabetes, hipertensi danobesitas
b Memiliki resiko yang lebih besar untuk terserang penyakit
bahkan kematian dini
c Kekredilan dapat menurunkan kegenerasi berikutnya
d Ketika dewasa, wanita stunting mempunyai resiko lebih besar
untuk mengalami komplikasi selama persalinan karena panggul
mereka lebih kecil dan beresiko melahirkan bayi dengan berat
badan rendah
2.1.6 Pencegahan Stunting
a Penuhi kecukupan nutrisi ibu selama kehamilan dan menyusui
terutama zat besi, protein, asam folat dan yodium
b Lakukan inisiasi menyusui dan memberikan ASI eksklusif
c Penuhi nutrisi dalam pemberian MPASI
d Biasakan perilaku hidup bersih dan sehat dengan mencuci tangan
menggunakan sabun dan air, terutama sebelum menyiapkan
makanan dan setelah BAB/BAK serta cuci peralatan makanan
dengan bersih menggunakan sabun
e Memeriksakan anak ke posiandu atau puskesmas secara rutin
agar tinggi badan dan berat badan dapat dipantau untuk
kemudian dibandingkan dengan kurva pertumbuhan dari WHO

2.2 Hipotesis
Anak dengan stunting juga memiliki sistem kekebalan tubuh yang
rendah, sehingga lebih mudah sakit terutama sakit infeksi. Selain itu, anak
yang mengalami stunting akan lebih sulit dan lebih lama sembuh dari

5
penyakitnya. Stunting juga memberi dampak jangka panjang terhadap
kesehatan anak ketika telah dewasa seperti diabetes, hipertensi dan
obesitas. Akan tetapi jika stunting dapat segera ditangani dengan baik
maka tidak akan ada pengaruh terhadap kedepanya.

6
BAB III

PEMBAHASAN

Tiga puluh persen anak balita di Indonesia terancam kondisi stunting yang
dapat menghambat pertumbuhan fisik maupun perkembangan kemampuan
kognitif dan intelektual. Anak Kondisi stunting disebabkan tidak terpenuhinya
kebutuhan asupan nutrisi selama 9 bulan saat anak di dalam kandung ibu atau
selama masa pertumbuhan kritis, yaitu 1.000 hari pertama dalam hidup anak.
Gawatnya, kekurangan gizi pada masa kanak-kanak berkonsekuensi bukan saja di
usia kecil anak, tetapi berdampak pada sepanjang hidupnya. Stunting
memengaruhi kapasitas belajar pada usia sekolah, nilai dan prestasi sekolah, upah
kerja pada saat dewasa, risiko penyakit kronis seperti diabet, morbiditas dan
mortalitas, dan bahkan produktivitas ekonomi. Pemerintah menyadari betul
persoalan ini dan telah menjadikan penanggulangan stunting sebagai prioritas
nasional.

Di bawah pengarahan langsung Presiden dan Wakil Presiden, pemerintah


mencanangkan program percepatan penanggulangan stunting melalui Strategi
Nasional Percepatan Pencegahan Stunting (Stranas Stunting) 2018-2024, yaitu
sebuah strategi jangka panjang terintegrasi yang mengedepankan konvergensi
upaya intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Penanganan stunting
dilakukan dengan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia
usaha, dan organisasi kemasyarakatan, dan pada tahun 2019 difokuskan di 160
kabupaten/kota prioritas. Persoalan stunting atau pertumbuhan anak yang
terhambat (kekerdilan) merupakan masalah global yang dihadapi banyak negara.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa pada tahun 2016
sekitar 155 juta (23 persen) anak di dunia mengalami stunting.

Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian


Kesehatan RI menyebutkan bahwa pada 2018 prevalensi balita yang mengalami
stunting sebesar 30,8 persen, atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata dunia.
Upaya pemerintah menanggulangi stunting telah cukup membuahkan hasil. Data

7
Riskesdas menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir angka prevalensi
stunting turun cukup signifikan dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 30,8 persen
pada 2018. Namun demikian, target yang ditetapkan pemerintah dalam Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2014-2019), yakni
menurunkan prevalensi stunting menjadi 29 persen di tahun 2018 dan 28 persen di
tahun 2019, belum tercapai. Oleh karena itu, upaya penanggulangan stunting perlu
terus ditingkatkan agar hasilnya lebih maksimal.

Jika tidak ditangani dengan baik, persoalan stunting yang masif dapat
menganggu produktivitas nasional dan mengancam masa depan generasi muda
dan bangsa. Stunting berdampak negatif pada daya tahan dan kecerdasan anak
secara jangka panjang. Jika kualitas sumber daya manusia Indonesia rendah akibat
stunting, bonus demografi yang diprediksi akan dinikmati pada kurun 2030-2040
berpotensi menjadi petaka alih-alih karunia. Seperti disampaikan Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), persoalan stunting diperkirakan
dapat menyebabkan hilangnya 3 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB)
Indonesia, atau sekitar Rp 300 triliun. Angka ini setara dengan 13,8 persen
proyeksi pendapatan negara tahun 2019. Stunting tidak bisa disembuhkan, tapi
bisa dicegah. Sebagai masalah bersama bangsa, persoalan stunting harus dihadapi
secara bersama pula oleh seluruh elemen bangsa. Kolaborasi pemerintah dengan
aktor non-pemerintah diperlukan guna memastikan upaya mengatasi stunting
berjalan efektif dan membuahkan hasil yang optimal.

8
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah,


atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya (MCN, 2019)

Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak
langsung yang memberikan kotribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin
mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir
dengan kurang gizi dan mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.beberapa faktoryang terkait dengan kejadian stuntet antara lain
kekurangan energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek
pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan. Untuk
menentukan stuntet pada anak. dilakukan dengan cara pengukuran tinggi
badan menurut umu dilakukan pada anak usia diatas 2 tahun.

4.2 Saran

Stunting harus di cegah sedini mungkin dengan meningkatkan pelayanan


kesehatan kepada ibu sejak kehamilan 3 bulan berupa ANC, berupa gizi ibu
hamil, iminisasi TT, dan pemeriksaan kehamilan secara teratur. Bayi harus di
berikan ASI sampai umur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi harus diberikan
makan pendamping ASI (M-ASI). Anak harus di bawa ke posyandu secara
rutin untuk mendapat pelayanan secara lengkap. bagi balita stunting segera di
berikan pelayanan kesehatan.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://sardjito.co.id/2019/07/22/kenali-penyebab-stunting-anak/

https://www.aladokter.com/memehami-stunting-pada-anak

http://eprints.undip.ac.id/53775/3/
Annisa_Nailis_FR_22010112130136_Lap.KTI_Bab2.pdf

https://slametiskandarnutrition.blogspot.com/2015/07/antropometri-bayi-dan-
balita.html

10
LAMPIRAN

Tabel 1. Lingkar Lengan Atas menurut Umur

Sistem Rujukan Metoda Klasifikasi


WHO dan Wolanski % median >85% (>14 cm): normal
Shakir 16,5 cm 85-76% (14-12,5 cm): mild-
moderate
                                    
malnutrition
SINAPS Wolanski % median <76% (<12,5 cm) : severe
Disuaikan umur malnutrition

>80% tidak berisiko


<80% berisiko

Tabel 2. Terminologi indeks antropometri didasarkan atas berat dan tinggi badan
Indeks Terminologi Terminologi  Proses
antroponmetri outcome Penjelasan
Tinggi untuk Pendek - -
Umur rendah
Stunted Stunting( pertambaha Indikasi kekurangan
n tinggi badan tidak gizi yang relative lama
sesuai dengan umur) dan serangan infeksi
berulang-ulang
Berat Badan Kurus - -
untuk Tinggi
rendah Wasted Wasting Indikasi  berkurangnya
(pertambahan berat berat badan yang terus
badan tidak sesuai menerus dan berlanjut

11
dengan tinggi badan
Berat Badan Keberatan - -
untuk Tinggi
atau indeks Berat Badan Pertambahan berat Indikasi obesitas
massa tubuh Lebih badan yang berlebih
jauh diatas
normal atau
Berat untuk Enteng - -
Umur rendah
Kurang Berat Pertanmbahan berat Indikasi stunting dan
badan tidak sesuai atau wasting
dengan umur atau
kehilangan berat
badan
Berat untuk Keberatan - -
Umur berlebih
Kelebihan Pertambahan berat Indikasi kelebihan
berat badan badan yang berat badan yang
berlebihan tidak dapat berakibat
sesuai dengan umur obesitas.
Sumber: WHO 1995

12

Anda mungkin juga menyukai