Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

I. Definisi Komunikasi

Berdasarkan etimologi, kata komunikasi berasal dari kata bahasa Inggris


communication yang berasal dari kata comunicatio yang terbentuk dari dua suku kata,
yaitu com (bersama dengan) dan unio/union (bersatu dengan). Kata komunikasi juga
berasal dari bahas Latin communicatus yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik
bersama”. Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada
upaya yang bertujuan mencapai kebersamaan. Menurut Webster’s New Collegiate
Dictionary, komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu
melalui system lambang, tanda, atau tingkah laku.
a. Menurut Hovland, Janis, dan Kelley (1953)
Komunikasi adalah suatu proses ketika sesorang (komunikator) menyampaikan
stimulus (biasanya dalam bentuk kata - kata) dengan tujuan mengubah atau
membentuk perilaku orang lain.
b. Barelson dan Stainer (1964)
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, dan keahlian
melalui penggunaan symbol, seperti kata, gambar, dan angka.
c. Lasswell (1960)
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa,
mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dengan akibat apa atau hasil
apa.
d. Gode (1959)
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menyebabkan sesuatu
yang semula dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh
dua orang atau lebih.
e. Barnlund (1964)
Komunikasi terjadi karena didorong oleh kebutuhan untuk mengurangi rasa
ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan, atau memperkuat ego.
f. Ruesch (1957)
Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian
lainnya dalam kehidupan.
g. Weaver (1949)
Komunikasi adalah seluruh prosedur ketika pikiran seseorang dapat
mempengaruhi pikiran orang lain.
Beberapa definisi komunikasi tersebut saling melengkapi. Dari definisi tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi secara umum adalah suatu proses
penyampaian pesan (pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan)
dari komuikator kepada komunikan yang terjadi didalam diri seseorang dan di antara dua
orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Definisi tersebut memberikan pengertian pokok,
yaitu komunikasi adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan
pengolahan pesan.

Definisi Komunikasi Terapeutik

Menurut Northouse (1998), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau ketrampilan


perawat untuk membantu klien beradaptasi dengan stress, mengatasi gangguan psikologis, dan
belajar cara berhubungan dengan orang lain. Menurut Stuart (1998), komunikasi terapeutik
merupakan hubungan interpersonal antara perawat dank lien, dalam hubungan ini perawat dank
lien memperoleh pengalaman belajar bersama untuk memperbaiki pengalaman emosional klien.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan
dipusatkan untuk kesembuhan klien. Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi
interpersonal.

Hubungan Terapeutik

Hubungan terapeutik adalah proses hubungan antara klien dan konselor yang mempunyai
nilai – nilai penyembuhan dan akhirnya dapat mencapai tujuan konseling. Klien merasa dihargai,
diterima dan diarahkan dan dapat meredakan ketegangan serta dapat mengekspresikan perasaan
dan pikiran, mengurangi beban psikologis bahkan menghilangkan sama sekali.

Dalam hubungan terapeutik, konselor bersama – sama klien berbagi pengalaman.


Konselor menyampaikan informasi, menerima klien, mengarahkan emosi dan perilaku klien
melalui pesan – pesan verbal dan nonverbal yang dapat mengekspresikan perasaan dan pikiran
klien. Melalui hubungan terapeutik, akhirnya klien dapat mencapai tujuan konseling.

Jadi hubungan terapeutik ini adalah hubungan antara konselor dank lien atau bisa disebut
konseling. Dengan tujuan agar masalah yang dihadapi oleh klien dapat menceritakan “masalah”
yang dihadapi dengan rileks dan dapat mengekspresikan apa yang di rasakan.

Sumber : http://www.kompasiana.com/nurildina5661/5c97102595760e16bd24c9c2/hubungan-
terapeutik-dan-empati-itu-apa
II. Tahap – Tahap Komunikasi Terapeutik
1. Fase Pra-interaksi
Fase pra-interaksi adalah masa persiapan sebelum mengevaluasi dan
berkomunikasi dengan klien (mulai sebelum kontak dengan klien). Pada masa ini,
perawat perlu membuat rencana interaksi dengan klien, yaitu melakukan evaluasi
diri, menetapkan tahapan hubungan / interaksi, dan merencanakan interaksi.
Tahapan dalam fase pra-interaksi yang lebih terperinci, yaitu sebagai berikut :
1) Membaca rekam medis. Membaca rekam medis perlu dilakukan agar tidak
salah dalam melakukan tindakan sebelum menangani klien dan memastikan
identitas klien
2) Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan. Pastikan bahwa alat yang
digunakan dibawa di hadapan klien, termasuk alat tulis sebagai dokumentasi,
untuk mengurangi gangguan komunikasi.
3) Memcuci tangan. Memncuci tangan merupakan bagian pencegahan infeksi
nosocomial.
4) Menyiapkan alat pelindung diri jika perlu, seperti masker, sarung tangan, dan
celemek.
5) Melakukan evaluasi diri. Evaluasi diri merupakan persiapan mental sebelu,
bertemu dengan klien. Jangan sampai terlihat gugup di hadapan klien karena
dapat menimbulkan keraguan klien terhadp perawat. Pada tahap ini perawat
harus mampu melakukan :
 Eksplorasi perasaan, fantasi, ketakutan, kemampuan, kelemahan
 Menggunakan diri secara maksimal
 Menetapkan kontak pertama dan selanjutnya
 Membuat rencana komunikasi

2. Fase Orientasi
Fase orientasi atau fase perkenalan merupakan kontak pertama kali antara
perawat dank lien. Tahap ini dimulai dengan perkenalan sebagai bentuk Bina
Hubungan Saling Percaya (BHSP) antar perawat dank lien. Hal yang perlu dilakukan
perawat, yaitu sebagai berikut :
 Memberi salam
 Memperkenalkan diri. Perawat memperkenalkan diri contoh “Perkenalkan,
saya perawat Risa, saya perawat yang bertugas pada pagi hari ini,”
 Menanyakan nama klien. Perawat menanyakan nama klien agar tidak
salah pasien. Contoh “dengan Ibu Susi”
 Menyepakati pertemuan (kontrak). Perawat meminta waktu pada klien
untuk melakukan tindakan. Contoh “pada kesempatan kali ini, saya akan
melakukan penkajian keperawatan terhadap Ibu. Nanti saya akan bertanya
tentang keadaan Ibu, terutama masalah penyakit yang ibu alami sekarang,
dan nanti saya juga akan melakukan pengukuran tanda – tanda vital dan
pengkajian fisik dari kepala hingga kaki untuk menentukan masalah pada
penyakit Ibu. Waktunya kurang lebih 15 – 20 menit, apakah Ibu setuju?”
 Menyepakati masalah klien. Perawat melakukan klarifikasi masalah pada
klien berdasarkan data yang dikumpulkan dan hasil pengkajian fisik.
Contoh “Berdasarkan keterangan Ibu tadi, Ibu mengatakan badan ibu
panas sudah dua hari, lalu hasil pemeriksaan fisik menunjukkan suhu
tubuh ibu 39℃. Jadi, bisa di katakana bahwa ibu sekarang mengalami
demam.”
 Menyepakati tindakan yang perlu dilakukan. Perawat menjabarkan
tindakan yang akan dilakukan yang kemudian disepakati bersama antara
perawat dank lien. Contoh “Tindakan yang akan saya dilakukan untuk
mengembalikan suhu tubuh ibu ke rentang normal yaitu, dengan
melakukan kompres air hangat, memberikan obat penurun demam, dan
menganjurkan ibu untuk banyak minum air putih dan tidak menggunakan
pakaian yang tebal dan panas. Insyaallah dalam dua hari ke depan mudah
– mudahan badan ibu pulih kembali. Bagaimana ibu, apakah ibu
bersedia?”
 Mengakhiri orientasi. Perawat mengakhiri pertemuan pertama dengan
mengulang kembali hasil kesepakatan bersama klien, memberikan
reinforcement (penghargaan) bahwa klien telah bekerja sama dengan baik,
menyiapkan kontrak untuk tindakan selanjutnya, dan memberi salam.
Contoh “Baik, Ibu. Saya ulangi lagi kesepakatan kita tadi, masalah ibu
adalah hipertermia, tujuan tindakan kita adalah mengembalikan suhu
tubuh ibu ke rentang normal dengan melakukan kompres air hangat,
membrikan obat penurun demam, dan menganjurkan ibu untuk banyak
minum air putih dan tidak menggunakan pakaian yang tebal dan panas.
Tindakan keperawatan yang akan kita lakukan dimulai pukul 12.00. saya
akan kemari lagi untuk melakukan kompres dan memberikan obat penurun
demam. Terima kasih atas kerja samanya ibu, tanpa bantuan dan
kepercayaan dari ibu, tindakan kita tidak akan berhasi. Saya pamit dulu
untuk menyiapkan tindakan berikutnya, saya permisi dulu ibu.”

Fase ini dilakukan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan
fase orientasi adalah menvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Hal yang harus
diperhatikan, yaitu sebagai berikut .

 Memberi salam
 Memvalidasi keadaan klien. Mengetahui perkembangan kesehatan
klien. Contph “Bagaimana kondisi ibu sekarang? Masis demam?”
 Mengingatkan kontrak. Contoh “seperti yang tadi pagi saya jelaskan
kepada ibu, saya akan ke sini lagi untuk melakukan kompres air
hangat dan membawakan obat penurun demam. Sekarang saya ke sini
untuk melakukan tindakan itu.”
 Menjelaskan tujuan prosedur tindakan kepada klien. Perawat
menerangkan tujuan prosedur tindakan. Contph “Tindakan yang akan
dilakukan kali ini adalah kompres air hangat. Tujuannya adalah
menurunkan suhu tubuh.”
 Menjelaskan tahapan prosedur tindakan yang akan dilakukan. Perawat
menerangkan tahapan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
Contoh “Pada tahapan ini, saya akan menyiapkan waslap yang sudah
direndam di air hangat, lalu waslapp diperas dan ditempatkan diarea
lipatan ibu seperti kening, leher, ketiak, dan area lutut ibu. Setiap 5
atau 10 menit, waslap direndam lagi diair hangat, lalu cara tadi
diulang kurang lebih 30 menit, sampai suhu tubuh ibu turun.”
 Menjelaskan waktu pelaksanaan tindakan. Contoh “Tindakan yang
nanti saya lakukan kjurang lebih selama 30 menit kedepan”
 Menanyakan kesiapan klien. Memberikan waktu kepada klien untuk
meakukan aktivitas lain jika klien belum siap. Contoh “apakah ibu
sudah siap sekarang? Atau mungkin ibu ingin shalat atau buang air
terlebih dahulu? Jika ibu sudah siap, bis kita lakukan sekarang bu?”
3. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawat klien yang berkaitan erat dengan
pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai. Tujuan tindakan keperawatan, yaitu sebagai berikut :
1) Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien tentang diri, perasaan, pikiran,
dan perilakunya (tujuan kognitif)
2) Mengembangkan, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan klien
secara mandiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (tujuan afektif
dan psikologi)
3) Melaksanakan terapi/tindakan klinis keperawatan
4) Melaksanakan pendidikan kesehatan
5) Melaksanakan kolaborasi
6) Melaksanakan observasi dan pemantauan

Dalam fase kerja, perawat jangan lupa untuk memberikan privasi kepada
klien dengan menutup sketsel, memakai alat pelindung diri untuk perawat,
mengembaikan klien ke posisi semula setelah melakukan tindakan,
membereskan alat agar tidak ada yang tertinggal, dan mencuci tangan setelah
tindakan.
4. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawatdengan klien.
Klasifikasi terminasi yaitu, sebagai berikut :
1) Terminasi sementara, yaitu akhir dari setiap pertemuan perawat dengan
klien yang erdiri atas tahap evaluasi hasil, tahap tindakan lanjut, dan tahap
evaluasi hasil, tindakan lanjut, dan tahap kontrak yang akan dating serta
memberi salam.
2) Terminasi akhir, terjadi jika klien akan pulang dari rumah sakit atau
perawat selesai praktik. Isi percakapan antara perawat dank lien meliputi
tehap evaluasi hasil, tindak lanjut, tindkan perawat yang perlu dilakukan di
rumah, dan tahap eksplorasi perasaan.

Daftar Pustaka

Ns. Kharis Yusman, S.Kep., Komunikasi Terapeutik Untuk SMK Kesehatan, Cetakan 2015,
EGC, Jakarta © 2013
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SUSPECT COVID 19 DENGAN


GANGGUAN TERMOREGULASI
I. Definisi
 Termoregulasi adalah kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara
pembentukan panas dan kehilangan panas agar dapat mempertahankan suhu
tubuh di dalam batas normal.
 Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan
secara konstan
 Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan
mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang
berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Selain adanya tanda
klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada
waktu yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal
inividu tersebut. (Potter & Perry, 2010)
 Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau berisiko
untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus menerus lebih tinggi.
Menurut American Academia of Pediatric (AAP) suhu normal rectal pada
anak berumur kurang dari 3 tahun sampai 38℃, suhu normal oral 37,5℃.
Pada anak berumur lebih dari 3 tahun suhu oral dan aksila normal mencapai
37,2℃, suhu rectal normal sampai 37,8℃, sedangkan menurut NAPN
(National Association of Pediatric Nurse) disebut demam bila anak berumur
kurang dari 3 bulan suhu rectal melebihi 38℃. Pada anak lebih dari 3 bulan,
suhu ora dan aksila lebih dari 38,3℃. Hipertermi adalah peningkatan suhu
tubuh diatas kisaran normal (NANDA International 2009-2011).

II. Etiologi
Menurut NANDA (2013) etiologi pada gangguan termoregulasi yaitu :
1. Proses infeksi
2. Aktivitas yang berlebihan
3. Berat badan ekstrem (berdasarkan indeks masa tubuh (IMT) kurus =
<18,5 dan obesitas = >40)
4. Dehidrasi
5. Pakaian yang tidak sesuai untuk suhu lingkungan
6. Peningkatan kebutuhan oksigen
7. Perubahan laju metabolism
8. Suhu lingkungan ekstrem
9. Kerusakan hipotalamus
10. Trauma

III. Patofisiologi
Hipertermia muncul sebagai akibat stimulasi pusat termoregulasi di
dalam hipotalamus oleh pirogen yang ada dalam darah, protein berbobot
molekul rendah ini disintesis oleh leukosit palimor, fomuklear, monasit, dan sel
sel makrofag jaringan. Zat – zat yang menyebabkan pelepasan pirogen tersebut
di dalam darah adalah toksin bakteri, berbagai hasil pemecahan pada kerusakan
jaringan dan komplek imun. Pirogen ini juga diproduksi oleh sejumlah
neoplasma, khususnya limfoma dan karsinoma ginjal. Ketika mendapatkan
rangsangan dengan cara ini, pusat termoregulasi tersebut akan mengirim implus
kepada pusat vasomotor disebelahnya yang akan menaikkan suhu tubuh dengan
meningkatkan produksi panas dan mengurangi hilangnya panas, zat – zat
neurotransmitter yang terlihat masih belum diketahui, tetapi mungkin senyawa –
senyawa prostaglandin. Hal ini dapat menjelaskan efek antipiretik pada aspirin
dan zat – zat inhibitor prostaglandin lainnya yang tidak terlihat menghambat
produksi itu sendiri (Mattyngly and Sewird, 1996)

IV. Tanda dan Gejala


 Terjadi hipertermia biasanya ditandai dengan suhu tinggi diatas rata – rata
normal, disertai dengan gejala seperti gangguan koordinasi tubuh, sulit
berkeringat, denyut jantung yang lemah dan cepat, kram otot, kejang –
kejang, kulit memerah, mudah marah, merasa bingung, atau bahkan koma.

V. Komplikasi
 Bila tidak segera tertangani, hipertermia dapat mengakibatkan kerusakan
organ penting dalam tubuh, seperti otak. Pada kondisi lanjut tanpa
penanganan yang baik, hipertermia juga dapat berujung pada kematian.

VI. Penatalaksanaan
1. Mendinginkan suhu tubuh
2. Rehidrasi. Minum air putih atau minuman elektrolit, untuk mengganti
cairan tubuh yang hilang
3. Mencukupi kebutuhan cairan
4. Menggunakan pakaian yang tipis
5. Cek suhu tubuh
6. Menemui dokter
VII. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Hipertermi
a. Pengkajian
b. Analisa Data
c. Diagnosa Keperawatan
d. Intervensi
e. Implementasi
f. Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai