KOMUNIKASI TERAPEUTIK
I. Definisi Komunikasi
Hubungan Terapeutik
Hubungan terapeutik adalah proses hubungan antara klien dan konselor yang mempunyai
nilai – nilai penyembuhan dan akhirnya dapat mencapai tujuan konseling. Klien merasa dihargai,
diterima dan diarahkan dan dapat meredakan ketegangan serta dapat mengekspresikan perasaan
dan pikiran, mengurangi beban psikologis bahkan menghilangkan sama sekali.
Jadi hubungan terapeutik ini adalah hubungan antara konselor dank lien atau bisa disebut
konseling. Dengan tujuan agar masalah yang dihadapi oleh klien dapat menceritakan “masalah”
yang dihadapi dengan rileks dan dapat mengekspresikan apa yang di rasakan.
Sumber : http://www.kompasiana.com/nurildina5661/5c97102595760e16bd24c9c2/hubungan-
terapeutik-dan-empati-itu-apa
II. Tahap – Tahap Komunikasi Terapeutik
1. Fase Pra-interaksi
Fase pra-interaksi adalah masa persiapan sebelum mengevaluasi dan
berkomunikasi dengan klien (mulai sebelum kontak dengan klien). Pada masa ini,
perawat perlu membuat rencana interaksi dengan klien, yaitu melakukan evaluasi
diri, menetapkan tahapan hubungan / interaksi, dan merencanakan interaksi.
Tahapan dalam fase pra-interaksi yang lebih terperinci, yaitu sebagai berikut :
1) Membaca rekam medis. Membaca rekam medis perlu dilakukan agar tidak
salah dalam melakukan tindakan sebelum menangani klien dan memastikan
identitas klien
2) Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan. Pastikan bahwa alat yang
digunakan dibawa di hadapan klien, termasuk alat tulis sebagai dokumentasi,
untuk mengurangi gangguan komunikasi.
3) Memcuci tangan. Memncuci tangan merupakan bagian pencegahan infeksi
nosocomial.
4) Menyiapkan alat pelindung diri jika perlu, seperti masker, sarung tangan, dan
celemek.
5) Melakukan evaluasi diri. Evaluasi diri merupakan persiapan mental sebelu,
bertemu dengan klien. Jangan sampai terlihat gugup di hadapan klien karena
dapat menimbulkan keraguan klien terhadp perawat. Pada tahap ini perawat
harus mampu melakukan :
Eksplorasi perasaan, fantasi, ketakutan, kemampuan, kelemahan
Menggunakan diri secara maksimal
Menetapkan kontak pertama dan selanjutnya
Membuat rencana komunikasi
2. Fase Orientasi
Fase orientasi atau fase perkenalan merupakan kontak pertama kali antara
perawat dank lien. Tahap ini dimulai dengan perkenalan sebagai bentuk Bina
Hubungan Saling Percaya (BHSP) antar perawat dank lien. Hal yang perlu dilakukan
perawat, yaitu sebagai berikut :
Memberi salam
Memperkenalkan diri. Perawat memperkenalkan diri contoh “Perkenalkan,
saya perawat Risa, saya perawat yang bertugas pada pagi hari ini,”
Menanyakan nama klien. Perawat menanyakan nama klien agar tidak
salah pasien. Contoh “dengan Ibu Susi”
Menyepakati pertemuan (kontrak). Perawat meminta waktu pada klien
untuk melakukan tindakan. Contoh “pada kesempatan kali ini, saya akan
melakukan penkajian keperawatan terhadap Ibu. Nanti saya akan bertanya
tentang keadaan Ibu, terutama masalah penyakit yang ibu alami sekarang,
dan nanti saya juga akan melakukan pengukuran tanda – tanda vital dan
pengkajian fisik dari kepala hingga kaki untuk menentukan masalah pada
penyakit Ibu. Waktunya kurang lebih 15 – 20 menit, apakah Ibu setuju?”
Menyepakati masalah klien. Perawat melakukan klarifikasi masalah pada
klien berdasarkan data yang dikumpulkan dan hasil pengkajian fisik.
Contoh “Berdasarkan keterangan Ibu tadi, Ibu mengatakan badan ibu
panas sudah dua hari, lalu hasil pemeriksaan fisik menunjukkan suhu
tubuh ibu 39℃. Jadi, bisa di katakana bahwa ibu sekarang mengalami
demam.”
Menyepakati tindakan yang perlu dilakukan. Perawat menjabarkan
tindakan yang akan dilakukan yang kemudian disepakati bersama antara
perawat dank lien. Contoh “Tindakan yang akan saya dilakukan untuk
mengembalikan suhu tubuh ibu ke rentang normal yaitu, dengan
melakukan kompres air hangat, memberikan obat penurun demam, dan
menganjurkan ibu untuk banyak minum air putih dan tidak menggunakan
pakaian yang tebal dan panas. Insyaallah dalam dua hari ke depan mudah
– mudahan badan ibu pulih kembali. Bagaimana ibu, apakah ibu
bersedia?”
Mengakhiri orientasi. Perawat mengakhiri pertemuan pertama dengan
mengulang kembali hasil kesepakatan bersama klien, memberikan
reinforcement (penghargaan) bahwa klien telah bekerja sama dengan baik,
menyiapkan kontrak untuk tindakan selanjutnya, dan memberi salam.
Contoh “Baik, Ibu. Saya ulangi lagi kesepakatan kita tadi, masalah ibu
adalah hipertermia, tujuan tindakan kita adalah mengembalikan suhu
tubuh ibu ke rentang normal dengan melakukan kompres air hangat,
membrikan obat penurun demam, dan menganjurkan ibu untuk banyak
minum air putih dan tidak menggunakan pakaian yang tebal dan panas.
Tindakan keperawatan yang akan kita lakukan dimulai pukul 12.00. saya
akan kemari lagi untuk melakukan kompres dan memberikan obat penurun
demam. Terima kasih atas kerja samanya ibu, tanpa bantuan dan
kepercayaan dari ibu, tindakan kita tidak akan berhasi. Saya pamit dulu
untuk menyiapkan tindakan berikutnya, saya permisi dulu ibu.”
Fase ini dilakukan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan
fase orientasi adalah menvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Hal yang harus
diperhatikan, yaitu sebagai berikut .
Memberi salam
Memvalidasi keadaan klien. Mengetahui perkembangan kesehatan
klien. Contph “Bagaimana kondisi ibu sekarang? Masis demam?”
Mengingatkan kontrak. Contoh “seperti yang tadi pagi saya jelaskan
kepada ibu, saya akan ke sini lagi untuk melakukan kompres air
hangat dan membawakan obat penurun demam. Sekarang saya ke sini
untuk melakukan tindakan itu.”
Menjelaskan tujuan prosedur tindakan kepada klien. Perawat
menerangkan tujuan prosedur tindakan. Contph “Tindakan yang akan
dilakukan kali ini adalah kompres air hangat. Tujuannya adalah
menurunkan suhu tubuh.”
Menjelaskan tahapan prosedur tindakan yang akan dilakukan. Perawat
menerangkan tahapan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
Contoh “Pada tahapan ini, saya akan menyiapkan waslap yang sudah
direndam di air hangat, lalu waslapp diperas dan ditempatkan diarea
lipatan ibu seperti kening, leher, ketiak, dan area lutut ibu. Setiap 5
atau 10 menit, waslap direndam lagi diair hangat, lalu cara tadi
diulang kurang lebih 30 menit, sampai suhu tubuh ibu turun.”
Menjelaskan waktu pelaksanaan tindakan. Contoh “Tindakan yang
nanti saya lakukan kjurang lebih selama 30 menit kedepan”
Menanyakan kesiapan klien. Memberikan waktu kepada klien untuk
meakukan aktivitas lain jika klien belum siap. Contoh “apakah ibu
sudah siap sekarang? Atau mungkin ibu ingin shalat atau buang air
terlebih dahulu? Jika ibu sudah siap, bis kita lakukan sekarang bu?”
3. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawat klien yang berkaitan erat dengan
pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai. Tujuan tindakan keperawatan, yaitu sebagai berikut :
1) Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien tentang diri, perasaan, pikiran,
dan perilakunya (tujuan kognitif)
2) Mengembangkan, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan klien
secara mandiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (tujuan afektif
dan psikologi)
3) Melaksanakan terapi/tindakan klinis keperawatan
4) Melaksanakan pendidikan kesehatan
5) Melaksanakan kolaborasi
6) Melaksanakan observasi dan pemantauan
Dalam fase kerja, perawat jangan lupa untuk memberikan privasi kepada
klien dengan menutup sketsel, memakai alat pelindung diri untuk perawat,
mengembaikan klien ke posisi semula setelah melakukan tindakan,
membereskan alat agar tidak ada yang tertinggal, dan mencuci tangan setelah
tindakan.
4. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawatdengan klien.
Klasifikasi terminasi yaitu, sebagai berikut :
1) Terminasi sementara, yaitu akhir dari setiap pertemuan perawat dengan
klien yang erdiri atas tahap evaluasi hasil, tahap tindakan lanjut, dan tahap
evaluasi hasil, tindakan lanjut, dan tahap kontrak yang akan dating serta
memberi salam.
2) Terminasi akhir, terjadi jika klien akan pulang dari rumah sakit atau
perawat selesai praktik. Isi percakapan antara perawat dank lien meliputi
tehap evaluasi hasil, tindak lanjut, tindkan perawat yang perlu dilakukan di
rumah, dan tahap eksplorasi perasaan.
Daftar Pustaka
Ns. Kharis Yusman, S.Kep., Komunikasi Terapeutik Untuk SMK Kesehatan, Cetakan 2015,
EGC, Jakarta © 2013
LAPORAN PENDAHULUAN
II. Etiologi
Menurut NANDA (2013) etiologi pada gangguan termoregulasi yaitu :
1. Proses infeksi
2. Aktivitas yang berlebihan
3. Berat badan ekstrem (berdasarkan indeks masa tubuh (IMT) kurus =
<18,5 dan obesitas = >40)
4. Dehidrasi
5. Pakaian yang tidak sesuai untuk suhu lingkungan
6. Peningkatan kebutuhan oksigen
7. Perubahan laju metabolism
8. Suhu lingkungan ekstrem
9. Kerusakan hipotalamus
10. Trauma
III. Patofisiologi
Hipertermia muncul sebagai akibat stimulasi pusat termoregulasi di
dalam hipotalamus oleh pirogen yang ada dalam darah, protein berbobot
molekul rendah ini disintesis oleh leukosit palimor, fomuklear, monasit, dan sel
sel makrofag jaringan. Zat – zat yang menyebabkan pelepasan pirogen tersebut
di dalam darah adalah toksin bakteri, berbagai hasil pemecahan pada kerusakan
jaringan dan komplek imun. Pirogen ini juga diproduksi oleh sejumlah
neoplasma, khususnya limfoma dan karsinoma ginjal. Ketika mendapatkan
rangsangan dengan cara ini, pusat termoregulasi tersebut akan mengirim implus
kepada pusat vasomotor disebelahnya yang akan menaikkan suhu tubuh dengan
meningkatkan produksi panas dan mengurangi hilangnya panas, zat – zat
neurotransmitter yang terlihat masih belum diketahui, tetapi mungkin senyawa –
senyawa prostaglandin. Hal ini dapat menjelaskan efek antipiretik pada aspirin
dan zat – zat inhibitor prostaglandin lainnya yang tidak terlihat menghambat
produksi itu sendiri (Mattyngly and Sewird, 1996)
V. Komplikasi
Bila tidak segera tertangani, hipertermia dapat mengakibatkan kerusakan
organ penting dalam tubuh, seperti otak. Pada kondisi lanjut tanpa
penanganan yang baik, hipertermia juga dapat berujung pada kematian.
VI. Penatalaksanaan
1. Mendinginkan suhu tubuh
2. Rehidrasi. Minum air putih atau minuman elektrolit, untuk mengganti
cairan tubuh yang hilang
3. Mencukupi kebutuhan cairan
4. Menggunakan pakaian yang tipis
5. Cek suhu tubuh
6. Menemui dokter
VII. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Hipertermi
a. Pengkajian
b. Analisa Data
c. Diagnosa Keperawatan
d. Intervensi
e. Implementasi
f. Evaluasi