Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan


komunikasi. Sehingga sekarang ilmu komunikasi berkembang pesat. Salah satu
kajian ilmu komunikasi ialah komunikasi kesehatan yang merupakan hubungan
timbal balik antara tingkah laku manusia masa lalu dan masa sekarang dengan
derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada penggunaan
praktis dari pengetahuan tersebut atau partisipasi profesional dalam program-
program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melaui pemahaman yang
lebih besar tentang hubungan timbal balik melalui perubahan tingkah laku sehat
ke arah yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik.
Kenyataaanya memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian
integral dari kehidupan kita, tidak terkecuali perawat, yang tugas sehari-harinya
selalu berhubungan dengan orang lain. Entah itu pasien, sesama teman, dengan
atasan, dokter dan sebagainya. Maka komunikasi sangatlah penting sebagai
sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan
fungsinya dengan baik.
Selain berkomunikasi dengan pasien, perawat juga berkomunikasi
dengan anggota tim kesehatan lainnya.Sebagaimana kita ketahui tidak jarang
pasien selalu menuntut pelayanan perawatan yang paripurna. Sakit yang diderita
bukan hanya sakit secara fisik saja, namun psiko (jiwanya) juga terutama
mengalami gangguan emosi. Penyebabnya bisa dikarenakan oleh proses adaptasi
dengan lingkungannya sehari-hari. Misalnya saja lingkungan di rumah sakit yang
sebagian besar serba putih dan berbeda dengan rumah pasien yang bisa beraneka
warna. Keadaan demikian menyebabkan pasien yang baru masuk terasa asing dan
cenderung gelisah atau takut.
Tidak jarang pasien membuat ulah yang bermacam-macam, dengan
maksud mencari perhatian orang disekitarnya. Bentuk dari kompensasi ini bisa
berupa teriak-teriak, gelisah, mau lari, menjatuhkan barang atau alat-alat
disekitarnya. Disinilah peranan komunikasi mempunyai andil yang sangat besar,

1
dengan menunjukkan perhatian yang sepenuhnya, sikap ramah bertutur kata yang
lembut. Ketika pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri pun, perawat tetap
melakukan komunikasi dengan pasien. Diharapkan seorang perawat mampu
bekerja sama

1.2 Rumusan masalah


Di dalam makalah ini membahas tentang bagaimana tahap-tahap
hubungan komunikasi terapeutik dalam keperawatan gigi.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui tentang tahap-tahap hubungan komunikasi


terapeutik dalam keperawatan gigi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi komunikasi terapeutik

Ada beberapa definisi tentang komunikasi terapeutik, di antaranya :

1. Komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dengan kegiatannya


dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto, 1993:20).

2. Komunikasi perawat-pasien disebut juga dengan komunikasi terapeutik


merupakan komunikasi yang terjadi antara perawat dengan pasien bertujuan
untuk menyelesaikan masalah pasien, dengan maksud dapat merubah perilaku
pasien menuju kesembuhan ( Mundakir, 2006 : 116).

3. Komunikasi terapeutik pada hakekat nya merupakan bentuk dari komunikasi


interpersonal yang secara khusus ditujukan untuk proses pemulihan atau terapi
tertentu (Keliat, 1999:34).

Berdasarkan batasan-batasan dari definisi tersebut, dapat disimpulkan


bahwa komunikasi terapeutik adalah komuni kasi yang direncanakan secara
sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan klien/pasien.
Komunikasi terapeutik pada prinsipnya merupakan komunikasi profesional yang
mengarah pada tujuan. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang ditujukan
untuk membina kerjasama perawat dan klien yang terapeutik, ditandai dengan
tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman dalam membina
hubungan intim terapeutik dalam lingkup yang terbatas.

2.2 Ciri Komunikasi Terapeutik

Dalam komunikasi terapeutik itu sendiri terdapat tiga hal yang menjadi
ciri atau karakteristik, yaitu :

1) Genuineness (keikhlasan). Saat membantu pasien diharapkan perawat dapat


menyadari tentang nilai, sikap, dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan
pasien.

3
2) Empathy (empati). Merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan”
perawat pada apa yang dirasakan oleh pasien, dan juga kemampuan perawat
dalam merasakan”dunia pribadi pasien.

3) Warmth (kehangatan). Dengan adanya kehangatan diharapkan perawat dapat


mendorong pasien untuk mengekspresikan apa yang dirasakan dalam bentuk
perbuatan tanpa ada rasa takut disalahkan. Dengan adanya suasana yang hangat
perawat dapat menunjukkan penerimaannya terhadap keberadaan pasien (Arwani,
2002: 54-57).

2.3 Tujuan dan Manfaat Komunikasi

Terapeutik Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa tujuan dari


komunikasi terapeutik antara lain adalah untuk membantu kesembuhan pasien,
sehingga terapis harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya, artinya terapis harus mampu
menjelaskan tentang dirinya sendiri, keyakinannya, apa yang menurutnya penting
dalam kehidupannya itu barulah ia akan mampu mendorong orang lain menjawab
tentang hal -hal tersebut.

2) Kemampuan untuk menganalisis perasaannya sendiri, artinya terapis secara


bertahap belajar mengenal dan mengatasi berbagai perasaan yang dialaminya,
seperti rasa malu, marah, kecewa, dan putus asa.

3) Kemampuan menjadi contoh peran, artinya terapis perlu mempunyai pola dan
gaya hidup yang sehat, termasuk kemampuannya dalam menjaga kesehatan agar
dapat dicontoh oleh orang lain.

4) Altruistik, artinya terapis merasakan kepuasan karena mampu menolong orang


lain dengan cara manusiawi.

5) Tanggung jawab, artinya ada dua dimensi tanggung jawab yang perlu
diperhatikan, yaitu tanggung jawab terhadap tindakannya sendiri dan berbagi
tanggung jawab dengan orang lain (Uripni, 2003:49).

4
2.4 Langkah-Langkah Komunikasi Terapeutik

Proses hubungan terapeutik atau tahapan antara seorang terapis dengan


pasiennya dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:

a. Prainteraksi

Prainteraksi mulai sebelum kontak pertama dengan pasien. Dijelaskan bahwa


seorang terapis akan mengeksploitasi perasaan dirinya sendiri, fantasi, kecemasan
dan ketakutan dirinya sendiri (terapis) dalam menghadapi pasien, sehingga
kesadaran dan kesiapan diri terapis untuk melakukan hubungan dengan pasien
dapat dipertanggungjawabkan. (Budi, 1996:65).

Dimulai sebelum kontak pertama perawat-klien. Tugas perawat : mengeksplorasi


diri. Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image
pada umumnya ditambah dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul
seperti:

 Takut ditolak klien


 Cemas karena merupakan pengalaman baru
 Memperhatikan klien secara berlebihan
 Meragukan kemampuan diri
 Takut dilukai klien secara fisik
 Gelisah melakukan komter
 Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
 Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
 Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
 Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
 Takut disakiti secara psikologis
Analisi diri :
 Apakah saya menganggap klien sbg orang yang aneh?
 Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau tidak
kooperatif saya menjadi marah atau merasa terluka?
 Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam
hubungan dengan klien)?

5
 Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?
 Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan
secara berlebihan bila saya melakukan kekeliruan?

b. Perkenalan atau orientasi

Pada tahap perkenalan ini perawat memulai kegiatan yang pertama kali di mana
perawat bertemu pertama kali dengan klien. Kegiatan yang dilakukan adalah
memperkenalkan diri kepada klien dan keluarga bahwa saat ini yang menjadi
perawat adalah dirinya. Dalam hal ini berarti perawat sudah siap sedia untuk
memberikan pelayanan keperawatan pada klien. Dengan memperkenalkan diri
nya, perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan
mendorong klien untuk membuka dirinya (Nasir, dkk, 2009).

Dasar Perawat : menemukan alasan mengapa klien memerlukan pertolongan


pengkajian keperawatan dan membantu perawat fokus pada masalah klien.
Tugas perawat pada fase ini :
 Membangun trust
 Memahami
 Menerima
 Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien

Kontrak pertama dimulai :


 Memperkenalkan diri perawat dan klien
 Menyebutkan nama
 Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan harapan baik klien maupun
perawat dengan menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak dapat
lakukan).
 Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan menekankan pada pengalaman hidup
perawat – klien serta konflik)
Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien
mungkin kesulitan untuk menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini
disebabkan :
 Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah .

6
 Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
 Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk
disharingkan pada orang lain.
 Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan
harga diri.
 Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu
yang mungkin tidak menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan
suatu rencana, dan yang terpenting adalah membawa suatu perubahan.
c. Fase Kerja

Tahap kerja merupakan tahap untuk mengimplementasikan rencana


keperawatan yang telah dibuat pada tahap orientasi. Perawat menolong klien
untuk mengatasi cemas, meningkatkan kemandirian, dan tanggung jawab
terhadap diri serta mengembangkan mekanisme koping konstruktif
(Nurjannah, I, 2001).

Selama fase ini :


 Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus meningkatkan
perkembangan insight klien (yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan,
dan tindakan)
 Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam
pengalaman hidup klien
 Perawat membantu klien : menghilangkan kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan
dan tanggung jawab terhadap diri sendiri mengembangkan mekanisme koping yang positif.
(Fokus fase ini : perubahan perilaku secara nyata)
d. Terminasi

Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan
terapeutik. Rasa percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina
dan berada pada tingkat optimal. Keduanya, terapis dan pasien akan
merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat terapis mengakhiri
tugasnya. Dalam membina hubungan yang tera peutik dengan pasien, seorang
terapis perlu mengetahui proses komunikasi dan ketrampilan berkomunikasi
dalam membantu pasien memecahkan masalahnya.

7
 Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan
 Saling tukar pikiran dan memori
 Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan dengan tujuan asuhan
keperawatan)
 Perawat-klien bersama-sama mereview perkembangan yang tercapai selama
perawatan
 Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah diekspresikan dan diekplorasi

Tugas prwt dlm tiap-tiap fase


Prainteraksi :
 Mengekplorasi perasaan, harapan, dan rasa takut diri sendiri.
 Menganalisa kemamp. & kekurangan diri
 Mengumpulkan data klien (bila mungkin)
 Merencanakan pertemuan pertama dgn klien

Orientasi :
 Mengidentifikasi alasan klien meminta bantuan
 Membangun trust, menerima, dan membuka komunikasi
 Bersama-sama membuat kontrak
 Mengekplorasi pikiran, perasaan, dan tindakan klien
 Mengidentifikasi masalah klien
 Menetapkan tujuan dgn klien

Kerja :
 Mengekplorasi stressor yg berkaitan
 Meningkatkan insight dan mekanisme koping klien

Terminasi :
 Mereview perkembangan terapi dan tujuan yg tercapai
 Mengekplorasi perasaan satu sama lain; rejeksi, kehilangan, kesedihan, dan
kemarahan dan dihubungan dgn perilaku

8
2.5 Proses Komunikasi terapeutik
Proses ini terdiri dari unsur komunikasi prinsip komunikasi dan
tahapan komunikasi. Unsur komunikasi terdiri dari :
Sumber komunikasi yaitu pengirim pesan atau sering disebut
komunikator yaitu orang yang menyampaikan atau menyiapkan pesan.
Komunikator dalam makalah ini adalah para perawat yang tugas utamanya ialah
membantu pasien dalam mengatasi masalah sakit akut, sakit kronis, dan
memberikan pertolongan pertama pada pasien dalam keadaan gawat darurat.
Komunikator memiliki peranan penting untuk menentukan
keberhasilan dalam membentuk kesamaan persepsi dengan pihak lain dalam
makalah ini ialah pasien. Kemampuan komunikator mencakup keahliaan atau
kredibilitas daya tarik dan keterpercayaan merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dan menentukan keberhasilan dalam melakukan komunikasi ( TAN,
1981:104).
Unsur komunikasi terapeutik selain komunikator, yaitu pesan
merupakan salah satu unsur penting yang harus ada dalam proses komunikasi.
Tanpa kehadiran pesan, proses komunikasi tidak terjadi. Komunikasi akan
berhasil bila pesan yang disampaikan tepat, dapat dimengerti, dan dapat diterima
komunikan.
Moore dalam Rakhmat (1993:297) mengemukakan bahwa keberhasilan
komunikasi sangat ditentukan oleh daya tarik pesan. Effendy (2000:41)
mengatakan bahwa komunikasi akan berhasil bila pesan yang disampaikan
memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pesan harus direncanakan
2. Pesan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak
3. Pesan itu harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima
4. Pesan harus berisi hal-hal yang mudah difahami
5. Pesan yang disampaikan tidak samar-samar.

Prinsip komunikasi terapeutik


Komunikasi interpersonal yang terapeutik mempunyai beberapa prinsip yang
sama dengan komunikasi interpersonal De Vito yaitu keterbukaan, empati, sifat
mendukung sikap positif dan kesetaraan.

9
2.6 Hambatan Komunikasi terapeutik
1. Faktor yang bersifat teknis.
Yaitu kurangnya penguasaan teknik komunikasi yang mencakup unsur-unsur
yang ada dalam komunikator dalam mengungkapkan pesan, menyandi,
lambang-lambang, kejelian dalam memilih media, dan metode penyampaian
pesan.
2. Faktor yang bersifat perilaku.
Bentuk dari perilaku yang dimaksud adalah perilaku komunikan yang bersifat
sebagai berikut.
a. pandangan yang bersifat apriori,
b. prasangka yang didasarkan atas emosi,
c. suasana yang otoriter,
d. ketidakmauan berubah walaupun salah,
e. sifat yang egosentris.
3. Faktor yang bersifat situasional
yaitu kondisi dan situasi ekonomi, sosial, politik, dan keamanan. Sedangkan
menurut Stuart dan Sundeen (1998) hambatan kemajuan hubungan terapeutik
terapis — pasien terdiri atas hal-hal berikut:
a. Resisten.
Resisten adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari
aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Perilaku resisten ini
biasanya ditujukan pasien pada fase kerja, karena pads fase ini banyak
berisi proses penyelesaian masalah. Bentuk resisten:
1) supresi dan represi informasi terkait,
2) intensifikasi gejala,
3) devaluasi diri dan pandangan keputusasaan tentang masa depan,
4) dorongan untuk sehat yang terjadi secara tiba-tiba, tetapi hanya
kesembuhan bersifat sementara,
5) hambatan intelektual,
6) perilaku amuk atau tidak rasional,
7) pembicaraan yang bersifat permukaan,
8) muak terhadap normalitas,
9) reaksi transferen.
b. Transferen.

10
Transferen merupakan reaksi tidak sadar di mana pasien
mengalami perasaan dan sikap terhadap terapis yang pada dasarnya
terkait dengan tokoh di dalam kehidupannya yang lalu. Ada dua jenis
utama yaitu reaksi bermusuhan dan tergantung.
c. Kontertransferen.
Kebutuhan terapeutik dibuat oleh terapis, bukan oleh pasien.
Kontertransferen merujuk pada respons emosional spesifik oleh terapis
terhadap pasien yang tidak tepat dalam isi konteks hubungan terapeutik
atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi.
Untuk mengatasi hambatan terapeutik terapis harus siap untuk
mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks
hubungan terapis-pasien untuk mengatasi hambatan terapeutik. Terapis
harus mempunyai pengetahuan tentang kebutuhan terapeutik dan
menggali perilaku yang menunjukkan adanya kebutuhan tersebut.
Klarifikasi serta refleksi perasaan dan isi dapat digunakan agar terapis
dapat lebih memusatkan pada apa yang sedang terjadi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

11
Komunikasi adalah suatu proses interaksi dari satu individu dengan
individu lainnya. Melalui proses tersebut individu yang satu dapat mempengaruhi
individu lainnya, serta dapat diperoleh suatu pemahaman bersama.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang ditujukan untuk
membina kerjasama perawat dan klien yang terapeutik, ditandai dengan tukar
menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman dalam membina hubungan
intim terapeutik dalam lingkup yang terbatas.
3.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa dapat memahami dan mengerti tentang
tahapan-tahapan hubungan komunikasi terapeutik dan dapt menerapkan dalam
komunikasi kepada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t33678.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-angilianbu-5150-3-bab2.pdf

12
13

Anda mungkin juga menyukai