Anda di halaman 1dari 6

KONSEP KOMUNIKASI KEPERAWATAN

A. Konsep Umum Komunikasi


komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan atau proses pertukaran ide,
perasaan, dan pikiran antara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk terjadinya
perubahan sikap dan tingkah laku serta penyesuaian yang dinamis antara orang-orang
yang terlibat dalam komunikasi.

Berikut pengertian komunikasi dari beberapa pendapat para ahli.


Haber (1987), komunikasi adalah suatu proses di mana informasi ditransmisikan melalui
sebuah sistem oleh simbol, tanda, atau prilaku yang umum.
Taylor, et.al. (1993), komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau
prosespemberian arti sesuatu.
Jane (1994), komunikasi merupakan proses yang sedang berlangsung, seri dinamis dari
kegiatan yang berkaitan dengan pemindahan dari pengirim pesan ke penerima pesan.

Komunikasi terjadi pada tingkat intrapersonal, interpersonal, dan umum.


Komunikasi interpersonal di dalam diri sendiri, merupakan model bicara seorang diri atau
dialog internal yang terjadi secara konstan dan tanpa disadari. Sedangkan komunikasi
internal adalah interaksi antara dua orang atau di dalam kelompok kecil. Serta
komunikasi umum adalah interaksi dengan sekumpulan orang dalam jumlah yang besar.

Bentuk komunikasi ada dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
Komunikasi verbal meliputi kata-kata yang diucapkan maupun yang ditulis yang
digunakan untuk mengekspresikan ide atau perasaan, atau menimbulkan respons
emosional. Sedangkan komunikasi nonverbal adalah adalah transmisi pesan tanpa
menggunakan kata-kata, dan merupakan salah satu cara yang terkuat bagi seseorang
untuk mengirimkan pesan kepada orang lain, sebab gerakan tubuh memberi makna yang
lebih jelas dari pada kata-kata.

Komunikasi dalam ilmu keperawatan dikenal dengan istilah komunikasi terapeutik,


adalah proses di mana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari
klien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mampu memberikan dampak
terapi terhadap klien. Komunikasi terapeutik mengembangkan hubungan interpersonal
antara perawat dengan klien demi meningkatkan status kesehatan klien tersebut. Menurut
Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan
perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.

Agar mampu mengaplikasikan komunikasi secara terapeutik seorang psikolog Carl


Rogers memperkenalkan prinsip-prinsip ataupun konsep dalam berkomunikasi, yaitu
sebagai berikut:
1. Perawat sebagai tenaga kesehatan harus menguasai perasaannya sendiri
2. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan konsisten
3. Perawat harus paham akan arti empati
4. Perawat harus jujur dan berkomunikasi secara terbuka
5. Perawat harus dapat berperan sebagai role model
6. Mampu mengekspresikan perasaan
7. Altruisme (panggilan jiwa) untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong
orang lain
8. Berpegang pada etika
9. Tanggung jawab

B. Hubungan antara Perawat dan Klien

Ada hal –hal yang harus perawat perhatikan saat hendak berinteraksi dengan klien. Sikap
merupakan hal terpenting bagi perawat dalam berkomunikasi terapeutik. Hendaknya
seorang perawat memperhatikan gerakan tubuh, jarak untuk berinteraksi, sentuhan, diam,
serta volume dan nada suara yang digunakan untuk berkomunikasi.

Komunikasi perawat dengan klien hendaknya dapat membina hubungan saling percaya,
berempati, menerima, dan bersifat positif.

Di samping itu, ada sikap yang harus dihindari dalam membina hubungan terapeutik
antara lain batasan yang tidak tepat, terlalu bersimpati, serta sikap tidak menerima.
Perawat tetap bersikap hangat dan empati tetapi, tidak boleh berupaya menjadi teman
klien.

C. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang
untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien
mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Supartini, 2004).
Menurut Mundakir (2006) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah proses di
mana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien
(Potter & Perry, 2001). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat
kepada pasien dengan teknik-teknik tertentu yang direncanakan secara sadar,
bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik juga merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling
percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien,
sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien
dalam menjalankan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan
yang dihadapi pada tahap perawatan.

D. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama
antara perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien.
Tujuan komunikasi terapeutik, yaitu:
1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien
percaya pada hal- hal yang diperlukan .
2. Mengurangi keraguan , membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektifdan
mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke arah
yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang
meliputi:
1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien
yang tadinya tidak biasa menerima apa adanya atau merasa rendah diri,
setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima
dirinya.
2. Kemampuan membina hubungan intrapersonal dan saling bergantung
dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana
menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur,
dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya.
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau
tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.
4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Identitas
personal di sini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang
mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi
terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan
integritas dirinya dan identitas diri yang jelas. Dalam hal ini perawat
berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa sekarang dan
masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas diri klien
melalui komunikasinya dengan klien (Supartini, 2004).

E. Tahapan dan Strategi Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dan Klien


Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang terstruktur yang terdiri dari
empat tahap yaitu fase pra-interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi.
Dimana setiap fase terdapat strategi yang harus dilakukan oleh perawat pada saat
melakukan komunikasi terpeutik dengan klien agar komunikasi tersebut dapat
berjalan sesuai dengan harapan.
Menurut Hidayat (2007) timbulnya respon kecemasan sangat dipengaruhi oleh
kemampuan perawat untuk terbuka, empati, dan responsif terhadap kebutuhan
klien pada pelaksanaan komunikasi terapeutik. Berikut, merupakan fase-fase
komunikasi terapeutik:
1. Fase Pra-Interaksi
Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan
serta kekurangannya sendiri. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi
tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan
pertama dengan klien. Tugas perawat pada tahap ini antara lain, yaitu:
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum
berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya
sendiri.
b. Menganalisis kekuatan dan kelemahan sendiri. Kegiatan ini sangat
penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya
secara maksimal pada saat berinteraksi dengan klien.
c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting
karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa
memahami klien.
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Hal yang
direncanakan mencakup kapan, di mana, dan strategi apa yang akan
dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut.
2. Fase Orientasi
Fase orientasi merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien. Selain itu pada fase ini juga dikenal
kontrak perawat-klien yaitu suatu bentuk tanggung jawab yang harus
disepakati perawat-klien dan hal ini sangat penting bagi perawat untuk
menjelaskan tanggung jawab perawat-klien. Kontrak tersebut harus berisi :
waktu, tempat, lama sesi pertemuan, kapan sesi pertemuan berakhir, siapa
yang terlibat dalam rencana terapi, tanggung jawab klien yang tiba, selesai
tepat waktu, dan tanggung jawab perawat yang tiba, selesai tepat waktu,
menjaga kerahasiaan, mengevaluasi dan mendokumentasikan sesi
pertemuan. Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap
terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk
membuka dirinya. Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan
komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci
dari keberhasilan komunikasi terapeutik.
b. Merumuskan kontrak pada klien. Pada saat merumuskan kontrak
perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran
perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap
kehadiran perawat.
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah
klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk
mengekspresikan perasaannya.
d. Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan
tujuan interaksi bersama klien, karena tanpa keterlibatan klien
mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien
diidentifikasi.
3. Fase Kerja
Fase kerja merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik.
Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah
yang dihadapi klien. Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening
karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah
klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan
masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi
cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.

4. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien. Tahap
terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir
(Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari setiap pertemuan
perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan
bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang
telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat
setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Melakukan evaluasi objektif.
Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.
Dalam mengevaluasi, sebaiknya perawat terkesan mengulang atau
menyimpulkan apa yang menjadi interaksi dengan klien selama ini, bukan
menguji pemahaman klien.
b. Melakukan evaluasi subjektif.
Dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan
perawat.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak
lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan
berikutnya.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting
dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk
pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan
tujuan interaksi.

Anda mungkin juga menyukai