Bentuk komunikasi ada dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
Komunikasi verbal meliputi kata-kata yang diucapkan maupun yang ditulis yang
digunakan untuk mengekspresikan ide atau perasaan, atau menimbulkan respons
emosional. Sedangkan komunikasi nonverbal adalah adalah transmisi pesan tanpa
menggunakan kata-kata, dan merupakan salah satu cara yang terkuat bagi seseorang
untuk mengirimkan pesan kepada orang lain, sebab gerakan tubuh memberi makna yang
lebih jelas dari pada kata-kata.
Ada hal –hal yang harus perawat perhatikan saat hendak berinteraksi dengan klien. Sikap
merupakan hal terpenting bagi perawat dalam berkomunikasi terapeutik. Hendaknya
seorang perawat memperhatikan gerakan tubuh, jarak untuk berinteraksi, sentuhan, diam,
serta volume dan nada suara yang digunakan untuk berkomunikasi.
Komunikasi perawat dengan klien hendaknya dapat membina hubungan saling percaya,
berempati, menerima, dan bersifat positif.
Di samping itu, ada sikap yang harus dihindari dalam membina hubungan terapeutik
antara lain batasan yang tidak tepat, terlalu bersimpati, serta sikap tidak menerima.
Perawat tetap bersikap hangat dan empati tetapi, tidak boleh berupaya menjadi teman
klien.
C. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang
untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien
mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Supartini, 2004).
Menurut Mundakir (2006) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah proses di
mana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien
(Potter & Perry, 2001). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat
kepada pasien dengan teknik-teknik tertentu yang direncanakan secara sadar,
bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik juga merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling
percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien,
sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien
dalam menjalankan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan
yang dihadapi pada tahap perawatan.
4. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien. Tahap
terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir
(Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari setiap pertemuan
perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan
bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang
telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat
setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Melakukan evaluasi objektif.
Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.
Dalam mengevaluasi, sebaiknya perawat terkesan mengulang atau
menyimpulkan apa yang menjadi interaksi dengan klien selama ini, bukan
menguji pemahaman klien.
b. Melakukan evaluasi subjektif.
Dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan
perawat.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak
lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan
berikutnya.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting
dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk
pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan
tujuan interaksi.