Anda di halaman 1dari 26

MODU

L
KOMU
NIKASI
DALA
M
KEPER
AWAT
AN PENYUSUN

Ns.Erni Eka Sari.S.Kep.,M.Kes

UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN 2023
KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN

Ns.Erni Eka Sari.S.Kep.M.Kes


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO

PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan
kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan
interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta dalam
berkomunikasi dengan orang lain. (Johnson, 1989)
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan
mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra
profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah
mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use
of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi
hubungan dari komunikasi terapeutik.

KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

A. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan patologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain. (Northouse, 1998).
Menurut Stuart GW (1998) mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan
interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki klien dalam hubungan ini
perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosi klien.
B. Tujuan Komunikasi Terapeutik
1. Penerimaan diri dan peningkatan terhadap penghormatan diri.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri,
setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya.
Diharapkan perawat dapat merubah cara pandang klien tentang dirinya dan masa
depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain.
Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh orang lain. Dengan
komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat
meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon S.,
dalam Suryani, 2005)
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan yang realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa
mengukur kemampuannya. Tugas perawat dengan kondisi seperti itu adalah
membimbing klien dalam membuat tujuan yang realistis serta menignkatkan
kemampuan klien memenuhi kemampuan dirinya.
4. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri.
Identitas personal yang dimaksud adalah status, peran, dan jenis kelamin klien.
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa
percaya diri dan juga memiliki harga diri yang rendah. Perawat diharapkan membantu
klien untuk meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri klien melalui
komunikasinya.
Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, melainkan akan
berusaha menjaga kehangatan suasana komunikasi agar tercapai rasa saling percaya
dan menumbuhkan rasa nyaman pada pasien. Dengan demikian proses interaksi dapat
berjalan dengan baik.
C. Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Ada tiga hal yang mendasar dan memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu :
1. Keiklasan ( genuineness)
Dalam rangka membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap, dan
perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat pikirkan dan rasakan
tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan kepada
individu baik secara verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukan rasa
iklasnya mempunyai kesadaran tentang sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga
bisa belajar untuk mengkomunikasikannya dengan tepat. Perawat tidak akan menolak
segala bentuk persaan negatif yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi
dengan klien. Hasilnya perawat akan mampu mengeluarkan perasaan yang dimiliki
dengan cara yang tepat, bukan dengan cara menyalahkan atau menghukum klien.
2. Empati (emphathy)
Empati merupakan perasaan “ pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap
perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan “dunia pribadi klien”. Empati
merupakan sesuatu yang jujur, sensitive, dan tidak dibuat buat( objektif) didasarkan apa
yang dialami orang lain. Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan
kecendrungan berpikir atau merasakan apa yang sedang atau dirasakan oleh pasien.
Karenanya, simpati lebih bersifat subjektif dengan melihat “dunia orang lain” untuk
mencegah perspektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada tentang isu-isu yang
sedang dialami seseorang.
3. Kehangatan (warmth)
Hubungan yang saling percaya (helping relationship) dibuat untuk memberikan
kesempatan klien mengeluarkan “unek-unek” (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas.
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide ide dan
menuangkanya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikofrontasi.
Suasana yang hangat, permisif, dan tanpa danya ancaman menunjukan adanya rasa
menerima perawat terhadap pasien. Sehingga pasien akan mengekspresikan perasaanya
secara lebih mendalam. Kondisi ini akan membuat perawat mempunyai kesempatan
untuk mengetauhi kebutuhan klien. Kehangatan juga bisa dikomunikasikan secara
nonverbal. Penampilan yang tenang, suara yang meyakinkan, dan pegangan tangan
yang halus menunjukan rasa belas kasihan atau kasih sayang perawat pada pasienya.
D. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun hubungan dan
mempertahankan hubungan yang terapeutik :
1. Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan,
didasarkan pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang keluarga,
budaya dan keunikan tiap individu.
3. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga
diri klien.
4. Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.
E. Komunikasi Terapeutik Sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat
Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap
peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh
dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan
bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap orang
lain adalah seseorang pendosa yang mementingkan dirinya sendiri.
Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa
“human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga /
mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit,
penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan
pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong
sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan
dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian.
F. Tehnik Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik akan menjadi efektif hanya melalui pengguanaan dan latihan
yang sering. Artinya dengan melatih diri dengan menggunakan komunikasi yang bersifat
terapeutik akan meningkatkan kepekaan diri diri kita akan perasaan orang lain, khususnya
klien. Selain itu dalam komunikasi terapeutik, diri kita akan terlatih mengerti akan
keinginan yang dibutuhkan klien.
Setiap kilen memiliki karakter yang berbeda, tidak ada klien yang sama. Oleh karena
itu, diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam berkomunikasi dengan klien. Teknik
komunikasi berikut ini, yang dikutip dari artikel Purba, J.M. (2008) terdiri atas beberapa
komponen berikut ini.
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Dalam hal ini perawat berusaha memahami klien dengan cara mendengarkan
masalah yang disampaikan klien. Satu-satunya orang yang dapat menceritakan
perasaan, pikiran, dan persepsi klien terhadap perwat adalah klien itu
sendiri. Mendengarkan klien menyampaikan pesan verbal dan non-verbal mengandung
arti bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Perawat yang
mendengarkann dengan penuh perhatian merupakan salah satu upaya agar dapat
mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang disampaikan klien.
Ketrampilan mendengarkan sepenuh perhatian adalah dengan:
a. Pandang klien ketika sedang bicara
b. Pertahankan kontakmata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
c. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau
tangan.
d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
e. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik.
f. Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja
sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju,
seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut
ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak percaya.
a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
b. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk
mengubah pikiran klien.
Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya”, “saya mengikuti apa
yang anda ucapkan.” (Cocok 1987)
Penerimaan juga digunakan untuk membangun rasa percaya dan mengembangkan
empati ( Boyt & Nirhat, 1998) :misalnya :
Klien : “Saya telah melakukan beberapa kesalahan”
Ners : “ Saya ingin mendengar itu, tidak apa jika anda ingin mendiskusikan hal itu
dengan saya”
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan
dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan
pertanyaan secara berurutan.
4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi
berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan metode ono, karena
pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang berbeda.
Contoh: - K : “saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga”
- P : “ Saudara mengalami kesulitan untuk tidur tadi malam”

5. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk
mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting
dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar,
perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
Contoh: - “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”
- “ Apa yang katakan tadi adalah…….”
6. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih
spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika
menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa
informasi yang baru.
Contoh: “ Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi ”.
7. Menyampaikan hasil observasi
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil
pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar. Perawat
menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil
pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus
bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Contoh: - “ Anda tampak cemas”.
- “ Apakah anda merasa tidak tenang apabila anda……”
8. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien
terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan kesehatan
bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Apabila ada
informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat
tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi
memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
9. Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir
pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan waktu,
jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien
untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan
memproses informasi. Diam terutama berguna pada saat klien harus mengambil
keputusan .
10. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara
singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum
meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat
mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan
dengan topik yang berkaitan.
Contoh: - “Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan…”
11. Memberikan penghargaan
Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran
tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang
mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan
tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien
berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan
atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ini “bagus”
dan yang sebaliknya “buruk”. Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang
nyata, maka perawat dapat mengatakan demikian.”
Contoh: - “Selamat pagi Ibu Sri.” Atau “Assalmualaikum”
- “Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu”.
Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan akhlah
terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat dari Allah SWT.
Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah
dan akrab.
12. Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain
atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya
menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa
pamrih.
Contoh: - “Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman”
13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik
pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannanya
dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan
merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
Contoh: - “ Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan?”
- “ Apakah yang sedang saudara pikirkan?”
- “ Darimana anda ingin mulai pembicaraan ini?”
14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan
yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan
tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk
menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan
Contoh: - “…..teruskan…..!”
- “…..dan kemudian….?
- “ Ceritakan kepada saya tentang itu….”
15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif.
Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien
untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur
akan menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat
kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal
dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien
dalam memenuhi kebutuhannya.
Contoh: - “Apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya”.
- “Kapan kejadian tersebut terjadi”.
16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya
dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada
perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya
gejala ansietas.
Contoh: - “Ceritakan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan dioperasi”
- “Apa yang sedang terjadi”.
17. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan
perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia
pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab: “Bagaimana
menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”. Dengan demikian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak
untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah
manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi
dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Contoh: K: “Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?”
P: “Apakah menurut anda, anda harus mengatakannya?”
K: “Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa tidak
menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.
P: “Ini menyebabkan anda marah”.
G. Strategi Komunikasi Terapeutik
Pemberian asuhan keperawatan khususnya yang berada dipelayanan kesehatan sangat
diperlukan adanya strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilaksanakan setiap
hari. Adapun strategi yang dimaksud adalah strategi komunikasi terapeutik. Strategi
tersebut dapat dilakukan oleh perawat sebagai berikut :
1. Prainteraksi
Pra interaksi mulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasikan
perasaan, fantasi dan ketakutannya. Sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk
melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan. Tugas tambahan
pada fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan menentukan kontak
pertama.
Tugas Perawat pada tahap ini adalah :
a. Mengekplorasi perasaan, harapan, dan rasa takut diri sendiri.
b. Menganalisa kemampuan. dan kekurangan diri perawat
c. Mengumpulkan data klien (bila mungkin)
d. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien
2. Orientasi (Perkenalan)
Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah
alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat
klien. Dalam memulai hubungan, tugas utama adalah membina rasa percaya,
penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan
klien. Elemen-elemen kontrak perlu diuraikan dengan jelas pada klien sehingga kerja
sama perawat-klien dapat optimal.
Tugas perawat dalam hal ini adalah mengeksplorasi pikirana, perasaan, perbuatan
klien, dan mengidentifikasi masalah, serta merumuskan tujuan bersama klien.
a. Salam terapeutik : memberi salam dan memanggil klien sesuai dengan namanya
Misal : Selamat pagi, ibu Irma
b. Evaluasi : mengevaluasi keadaan dan kemampuan yang telah dimiliki klien atau
menanyakan kembali topik yang diinginkan klien
Misalnya :
- Apakah ibu sudah mencoba untuk berjalan tanpa alat bantu
- Ibu hari ini terlihat sudah ada kemajuan
- Apakah ibu sudah tau tentang cara memandikan bayi yang benar ?
c. Kontrak : mengingatkan perjanjian yang telah dibuat pada perjanjian yang lalu baik
topik, waktu, maupun tempat.
Misalnya :
- Ibu masih ingat apa yang akan kita bahas ( topik )
- Bu sekarang saya akan mengganti infus ibu ( topic)
- Ibu kita akan membicarakan tentang cara merawat tali pusat kurang lebih 20
menit ( waktu )
- Bapak kita akan mengikuti latihan senam di taman (tempat)

3. Kerja ( working )
Pada fase kerja, perawat dan klien mengeksplorasikan stresor yang tepat dan
mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran,
perasaan dan perbuatan klien, perawat membantu klien mengatasi kecemasan,
meningkatkan kemandirian, dan tanggung jawab diri sendiri dan mengembangkan
mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif
merupakan fokus fase ini.
Semua kegiatan yang terkait dengan tindakan keperawatan yang akan dilakukan sesuai
standar prosedur operasional (SOP) atau prosedur teknis, berikan penjelasan tentang isi
topik atau materi yang ingin disampaikan kepada klien
a. Alat-alat yang dibutuhkan
b. Langkah-langkah
4. Terminasi
Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik.
Rasa percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada
tingkat optimal. Keduanya, perawat dan klien akan merasakan kehilangan. Terminasi
dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasannya fase terminasi perawat akan menghadapi realitas perpisahan yang
tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali proses
keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih,
penolakan perlu dieksplorasikan dan diekspresikan.
a. Evaluasi : menilai kemampuan atau keadaan klien setelah tindakan fase kerja.
1) Menanyakan kembali kepada klien apakah sudah mengerti atau belum.
Contoh : ibu sudah mengerti tentang perawatan tali pusat yang baru saja kita
bahas bersama?
2) Meminta klien mengulang kembali materi yang telah disampaikan dan
dijelaskan.
Contoh : Coba ibu ulang kembali cara melakukan batuk efektif.
3) Selanjutnya memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya.
Dari topik yang kita bahas apakah masih ada yang ibu belum mengerti?
b. Tindak lanjut : kegiatan yang perlu klien lakukan setelah tindakan yang diberikan.
Contoh:
- Coba ibu latih lagi untuk lakukan batuk efektif jika ibu ingin mengeluarkan
dahak.
- Nanti bapak coba lagi untuk melakukan teknik relaksasi untuk istirahat nati
malam.
c. Kontrak yang akan datang : menyepakati dengan klien kegiatan berikutnya tentang
topik, waktu dan tempat.
Contoh;
- Bagaimana kalau setelah makan siang nanti kita bicarakan tentan cara perawatan
ibu dirumah
- Setelah pulang, ibu jangan lupa kontrol dua minggu lagi di poli klinik pukul 08 00
–13 00 WITA

KESIMPULAN

Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan


serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam
dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang
terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya
diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan
adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang sangat berpengaruh
dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

DAFTAR RUJUKAN PUSTAKA


Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan
Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in major medical
centers. Ann Intern Med 104, (3):410

Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to person-centered nursing.


Philadelphia: J.B. Lippincott Company.

Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Thrd
edition. St.Louis: Mosby Year Book

Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing. Third edition. St.Louis:
Mosby Year Book

Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St. Louis:
Mosby Year Book

Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of qerontology nursing 14
(1):20, 1988
HELPING RELATIONSHIP

A. Pendahuluan
Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara
perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai
penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk
mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.
Kelemahan yang ada pada perawat dan klien akan menjadi hilang ketika masing-
masing pihak yang terlibat interaksi memahami dan mencoba kondisi masing-masing.
Perawat menggunakan keterampilan komunikasi interersonalnya untuk mengembangkan
hubungan dengan klien yang akan menghasilkan pemahaman tentang klien sebagai
manusia yang utuh.
Hubungan perawat-klien disebut sebagian orang sebagai hubungan interpersonal,
oleh sebagian lain disebut sebagai hubungan terapeutik, dan sebagian lagi menyebutnya
hubungan saling bantu (Helping relationship). Membantu merupakan proses yang
memfasilitasi pertumbuhan untuk mencapai dua tujuan dasar (Egan,1998) yaitu :
1. Membantu klien mengatasi berbagai masalah yang mereka hadapi dalam hidup dengan
lebih efektif dan mengembangkan peluang yang tidak atau kurang digunakan secara
lebih utuh.
2. Membantu klien menjadi lebih baik dalam menolong diri sendiri pada kehidupan
mereka sehari-hari.
Helping relationship dapat terjalin setelah merawat klien selama beberapa minggu,
atau beberapa menit. Kunci untuk mencapai hubungan tersebut adalah:
1. Tumbuhnya rasa percaya dan penerimaan antara perawat dan klien
2. Keyakinan yang mendasari bahwa perawat peduli dan ingin membantu klien
Helping relationship dipengaruhi oleh karakteristik personal dan profesional perawat
dan klien. Karakteristik personal berupa, usia, jenis kelamin, penampilan, diagnosis,
pendidikan, nilai-nilai, latar belakang etnik dan budaya, kepribadian, harapan, dan tempat
dapat mempengaruhi perkembangan helping relationship antara perawat-klien.
Dengan mempertimbangkan semua faktor diatas, disertai kemampuan komunikasi
yang baik serta minat yang tulus terhadap kesejahteraan klien, perawat dapat
menciptakan helping relationship.
B. Pengertian
Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu
maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.
C. Karakteristik Helping Reletionship
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang
helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik,yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina
hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara
yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan
berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi
hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat,
J.,1996 dalam Suryani,2005).
Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan
klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa
dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata
yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit.
Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya
karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat
komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya
maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan
dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien.
Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak
memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan
tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam
Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap
ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang
dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005).
Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan
masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak
berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian
masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien
(Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenanya perawat harus mampu untuk
melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk
mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan
mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi
(kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar
mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien),
tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian
menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau
menyampaikan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa
adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin
hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani,
2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat
diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap
menerima klien apa adanya.

7. Sensitif terhadap perasaan klien


Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan
hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive
terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal
yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang
ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
D. Dimensi Helping Relationship
Bentuk umum dari hubungan membantu adalah rasa percaya, empati, perhatian,
autonomi dan mutualisme. Sifat-sifat tersebut esensial jika perawat ingin menetapkan
hubungan yang positif dan suportif dengan klien.
1. Rasa Percaya
Rasa Percaya dapat didefenisikan sebagai kepercayaan bahwa orang lain akan
memberi bantuan ketika membutuhkan dan tertekan. Hubungan yang mempercayai ini
tidak dapat berkembang kecuali jika klien percaya bahwa perawat ingin merawat demi
kebaikan klien itu sendiri. Rasa percaya akan membentuk komunikasi terapeutik
terbuka. Untuk meningkatkan rasa percaya, perawat harus bertindak secara konsisten,
dapat dipercaya dan kompeten. Kejujuran dalam memberikan informasi kepada klien
juga membantu terciptanya rasa percaya. Tanpa rasa percaya, hubungan antara klien
dan perawat tidak akan memiliki kemajuan lebih dari interaksi sosial dan hanya untuk
memenuhi kebutuhan superfisial.
2. Empati dan Simpati
Empati telah diterima secara luas sebagai komponen klinis dalam hubungan yang
membantu. Defenisi empati merefleksikan pengaruh psikoterapis Carl Rogers, yang
yang terkenal karena hasil karyanya dalam mengidentifikasi dan mendiskripsikan
karakteristik hubungan membantu.
Empati adalah kemampuan untuk mencoba memahami dan memasuki kerangka
referensi klien (Haber et al, 1994). Empati adalah merasakan, memahami dan membagi
kerangka referensi klien dimulai dengan masalah yang dihadapi klien. Sangat adil,
sensitif dan objektif untuk melihat pengalaman yang dimiliki orang lain. Kebalikan
dari empati adalah simpati. Simpati adalah ekspresi perasaan seseorang mengenai
keadaan sulit yang lain. Simpati merupakan perasaan perhatian, kesedihan atau rasa
kesedihan yang ditunjukkan oleh perawat kepada klien dimana kebutuhan klien dilihat
sebagai kebutuhan perawat. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan karena mencegah
berkembangnya hubungan membantu yang efektif. Misalnya, perawat menggunakan
kemempuan komunikasi ketika menunjukkan rasa belasungkawa kepada keluarga yang
kehilangan kerabatnya “ Saya turut berduka cita karena ayah anda meninggal
sedemikian cepat. Ayah saya juga meninggal seperti itu. Jika ada sesuatu yang dapat
saya lakukan, jangan ragu untuk mencari saya”. Dengan pesan seperti itu, perawat
menggunakan baik konsep simpati maupun empati dengan menawarkan pertolongan
dan berbagi kerangka referensi klien.
3. Perhatian
Perhatian adalah memiliki penghargaan positif terhadap orang lain, merupakan
dasar untuk hubungan yang membantu. Sebagian besar klien klien secara secara
lansung ataupun tidak langsung menunjukkan keinginan untuk diperhatikan pada
waktu tertentu. Perawat menunjukkan perhatian dengan menerima klien sebagaimana
mereka adanya dan menghargai mereka secara individu. Ketika klien merasa
diperhatikan, mereka merasa aman dari ancaman atau situasi yang menyebabkan
kecemasan. Perhatian juga meningkatkan rasa percaya dan mengurangi kecemasan.
Penghilangan kecemasan dan stress akan meningkatkan daya tahan tubuh dan
membantu penyembuhan.
4. Autonomi dan Mutualitas
Autonomi adalah kemampuan untuk mengontrol diri. Mutualitas meliputi perasan
untuk berbagi dengan sesama. Keduanya sangat penting dalam hubungan yang saling
membantu. Perawat dan klien bekerja sebagai tim yang ikut serta dalam perawatan.
Perawat menawarkan kesempatan untuk mengambil keputusan, sekalipun untuk hal-hal
yang sepele seperti menentukan waktu untuk mandi. Ketika klien menjadi lebih
mandiri, perawat menawarkan lebih banyak kesempatan untuk mengambil keputusan.
Perawat juga bertindak sebagai penasehat untuk memberitahu klien tentang alternatif
perawatan kesehatan dan untuk memberikan dukungan dalam pengambilan keputusan.

E. Fase-fase Hubungan Membantu Perawat-Klien (Helping Relationship)


Proses pembinaan helping relationship dapat dijelaskan dalam empat fase berurutan,
yang masing-masing dikarakteristikkan dengan tugas-tugas dan keterampilan yang dapat
diidentifikasi. Hubungan tersebut harus melewati tahap dengan sukses, karena masing-
masing tahap merupakan landasan untuk tahap berikutnya. Perawat dapat mengidentifikasi
perkembangan hubungan dengan memahami fase berikut: fase pra-interaksi, fase
perkenalan, fase kerja (pemeliharaan) dan fase terminasi.
1. Fase Pra-Interaksi
Fase pra-interaksi mirip dengan tahap perencanaan sebelum melakukan
wawancara. Biasanya, perawat memiliki informasi tentang klien sebelum bertatap
muka untuk yang pertama kali. Informasi tersebut dapat meliputi nama klien, alamat,
usia, riwayat medis, dan/atau riwayat sosial klien. Perencanaan untuk kecemasan
pertama dapat menimbulkan perasaan cemas pada diri perawat. Jika perawat
menyadari perasaan tersebut dan mengidentifikasi informasi yang spesifik untuk
dibahas, akan diperoleh hasil yang positif.
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi
dengan klien. Seorang perawat perlu mengevaluasi dirinya tentang kemampuan yang
dimilikinya. Jika merasa ada ketidaksiapan maka perlu membaca kembali, diskusi
dengan teman. Jika sudah siap perlu membuat rencana interaksi dengan klien.
2. Fase Perkenalan
Fase perkenalan, yang disebut juga fase orientasi atau fase prabantuan, sangat
penting karena mengatur sifat keseluruhan hubungan. Selama pertemuan awal ini,
klien dan perawat mengamati dengan cermat dan membuat penilaian tentang perilaku
mereka satu sama lain. Menurut Brammer (1998) dalam kozier (2004), tiga tahap yang
terdapat dalam fase perkenalan adalah membuka hubungan, mengklarifikasi masalah,
dan membuat serta memformulasi kontrak. Tugas penting lain dalam fase perkenalan
ini meliputi mengenal satu sama lain dan membina rasa percaya.
Setelah perkenalan, perawat dapat mulai melakukan beberapa interaksi sosial
untuk menenangkan klien. Sebagai contoh, perawat dan klien dapat berbicara tentang
indahnya hari ini dan apa yang akan mereka lakukan seandainya mereka ada di rumah
sekarang.
Selama sesi awal fase perkenalan, klien mungkin akan menunjukkan beberapa
perilaku resistif. Perilaku resistif merupakan bentuk perilaku yang dapat menghambat
keterlibatan, kerja sama, atau perubahan perilaku tersebut dapat disebabkan oleh
adanya kesulitan dalam mengenali kebutuhan untuk meminta bantuan dan peran
ketergantungan, rasa takut untuk mengungkapkan dan menghadapi perasaan yang ada,
ansietas tentang ketidaknyamanan yang dirasakan dalam mengubah pola perilaku yang
menyebabkan masalah, serta rasa takut atau ansietas dalam merespon pendekatan yang
dilakukan perawat, yang menurut klien mungkin tidak tepat.
Perilaku resistif dapat diatasi dengan menunjukkan sifat caring, minat yang tulus
terhadap klien, serta kompetensi. Perilaku perawat ini juga membantu menumbuhkan
rasa percaya dalam hubungan tersebut. Rasa percaya dapat digambarkan sebagai
keyakinan terhadap seseorang tanpa diliputi keraguan atau pertanyaan, atau keyakinan
bahwa orang lain mampu mendampingi disaat-saat distres dan di segala keadaan.
Pada akhir fase perkenalan, klien harus mulai untuk:
a. Menumbuhkan kepercayaan terhadap perawat.
b. Memandang perawat sebagai tenaga professional yang kompeten untuk
memberikan bantuan.
c. Memandang perawat sebagai pribadi yang jujur, terbuka dan peduli dengan
kesejahteraan mereka.
d. Percaya bahwa perawat akan mencoba memahami dan menghormati keyakinan dan
nilai budaya mereka.
e. Merasa nyaman berbicara dengan perawat mengenai perasaan dan berbagai
persoalan sensitif lainnya.
f. Memahami tujuan hubungan tersebut dan juga peran yang dijalani.
g. Merasa mereka adalah partisipan yang aktif dalam menyusun sebuah rencana
perawatan yang disepakati bersama.
3. Fase Kerja
Selama fase kerja, perawat dan klien mulai memandang satu sama lain sebagai
individu yang unik. Mereka mulai menghargai keunikan tersebut dan saling peduli.
Sikap caring menunjukkan kepedulian yang dalam dan tulus terhadap kesejahteraan
orang lain.saat sikap caring tumbuh, kemungkinan munculnya sikap empati juga
sangat besar.
Fase kerja memiliki dua tujuan utama, yaitu: menggali dan memahami pikiran dan
perasaan serta memfasilitasi dan mengambil tindakan. Perawat membantu klien untuk
menggali berbagai pikiran, perasaan, dan tindakan serta membantu klien merencanakan
program tindakan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
a. Menggali serta Memahami Pikiran dan Perasaan
Perawat memerlukan berbagai keterampilan berikut untuk menjalani fase
kerja pada hubungan terapeutik:
1) Mendengar dan berespons dengan empati. Perawat harus mendengarkan
dengan penuh perhatian dan berkomunikasi (berespons) dengan cara yang
menunjukkan bahwa mereka mendengarkan apa yang telah disampaikan dan
memahami bagaimana perasaan klien. Perawat berespons terhadap isi
percakapan atau perasaan atau keduanya, sesuai keperluan. Perilaku nonverbal
klien juga penting. Perilaku nonverbal yang menunjukkan empati meliputi
anggukan kepala yang wajar, tatapan yang stabil, gestur yang wajar dan sedikit
aktivitas atau pergerakan tubuh. Hasi akhir empati berupa sikap menghibur
dan caring terhadap klien serta sebuah hubungan saling bantu yang
menyembuhkan.
2) Respek. Perawat harus menunjukkan penghargaan atas kesediaan klien,
keinginan untuk bekerja sama dengan klien dan sikap yang menunjukkan
bahwa perawat memandang serius pendapat klien.
3) Ketulusan. Pernyataan pribadi dapat bermanfaat untuk memperkuat antara
perawat dan klien. Egan (1998) mengulas lima perilaku yang merupakan
komponen ketulusan meliputi:
a) Orang yang tulus tidak berlindung dibalik peran konselor ataupun
terlalu mengagungkan peran tersebut.
b) Orang yang tulus bersikap spontan.
c) Orang yang tulus bersikap nondefensif
d) Orang yang tulus memperlihatkan sedikit ketidaksesuaian—yaitu,
individu bersikap konsisten dan tidak “lain di mulut, lain di hati dan
pikiran”.
e) Orang yang tulus mampu membuka dirinya dalam-dalam (self-sharing)
apabila dibutuhkan.
4) Kekonkretan. Perawat harus membantu klien dengan bersikap konkret dan
spesifik, bukan berbicara secara garis besar. Saat klien berkata, “saya bodoh
dan ceroboh,” perawat mempersempit pembicaraan ke area spesifik yang
menegaskan, “Anda tersandung keset.”
5) Konfrontasi. Perawat memaparkan ketidaksesuaian antara pikiran, perasaan dan
tindakan yang menghambat kesadaran diri klien atau eksplorasi area tertentu.
hal ini dilakukan dengan empati, bukan dengan sikap menghakimi.
Selama tahap pertama fase kerja, intensitas interaksi meningkat dan
perasaan seperti rasa marah, malu atau kesadaran-diri dapat terekspresikan. Jika
perawat terampil dalam tahap ini dan klien bersedia untuk melakukan
eksplorasi-diri, hasilnya berupa pemahaman klien tentang perilaku dan
perasaan.
b. Memfasilitasi Pengambilan Tindakan
Pada akhirnya, klien harus membuat keputusan dan mengambil tindakan
untuk menjadi lebih efektif. Tanggung jawab untuk bertindak ada di tangan klien.
Meski demikian, perawat berkolaborasi terhadap keputusan tersebut, memberi
dukungan dan menawarkan pilihan atau informasi.
4. Fase Terminasi
Fase terminasi dalam hubungan ini biasanya berjalan sulit dan diliputi
kebimbangan. Akan tetapi, jika fase sebelumnya berjalan dengan efektif, klien
umumnya memiliki pandangan yang positif serta mampu untuk mengatasi masalah
secara mandiri. Di sisi lain, karena perasaan caring telah tumbuh, sangat wajar jika
muncul perasaan kehilangan dan setiap individu perlu mengembangkan cara untuk
mengucapkan selamat tinggal.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses
terminasi yang sehat akan memberikan pengalaman positif dalam membantu klien
mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menhadapi terminasi
dapat bermacam cara. Klien mungkin mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat
mengekspresikan perasaan marah dan permusuhannya dengan tidak menghadiri
pertemuan atau bicara dangkal.
Terminasi yang mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien
sebagai penolakan. Atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya, dengan
harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan karena klien masih memerlukan
bantuan.
a. Terminasi sementara
Terminasi sementara adalah setiap akhir dari pertemuan perawat klien.
Sehingga perawat masih akan bertemu lagi dengan klien.
b. Terminasi akhir
Terminasi akhir terjadi jika pasien akan pulang atau mahasiswa yang selesai
praktek dirumah sakit.

KARAKTERISTIK PERAWAT YANG MEMFASILITASI TERAPEUTIK

Anda mungkin juga menyukai