Anda di halaman 1dari 35

12

BAB II
TINJAU PUSTAKA

A. Komunikasi Terapeutik

1. Definisi Komunikasi Terapeutik

Menurut Stuart G.W dalam Ibadurokhman (2007) menyatakan bahwa

komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat

dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh

pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman

emosional klien. Sedangkan S.Sundeen dalam Ibadurokhman (2007)

menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang

ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam

membina hubungan intim yang terapeutik.

Mudakir (2006), menyatakan komunikasi terapeutik adalah suatu

pengalaman bersama antara perawat-klien yang bertujuan untuk

menyelesaikan masalah klien. Menurut Kalther dalam Mudakir (2006)

komunikasi terapeutik dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan

oleh orang-orang profesional dengan menggunakan pendekatan personal

berdasarkan perasaan dan emosi.

Komunikasi terapeutik menurut Mulyana (2000) adalah komunikasi yang

termasuk komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang

secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap

reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun non verbal.
Menurut Nunung Nurhasanah (2002) menyatakan bahwa komunikasi

terapeutik adalah proses dimana perawat menggunakan pendekatan

terencana dalam mempelajari klien.

Pengertian kinerja diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik

adalah komunikasi yang memiliki makna teraputik bagi klien dan

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien mencapai kembali kondisi

yang adaptif dan positif (Sharif La Ode, 2012:52).

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Menurut Indrawati dalam Sharif La Ode (2012), tujuan komunikasi

terapeutik adalah :

a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.

b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang saling bergantung

dengan orang lain.

c. Peingkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta

mencapai tujuan yang realistis.

d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

3. Manfaat Komunikasi Terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik menurut Indrawati dalam Musliha dan Siti

Fatmawati (2009: 113) adalah mendorong dan menganjurkan kerja sama

antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dengan pasien


mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah dan

evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

4. Tehnik Komunikasi Terapeutik

Menurut Stuart dan Sundeen dalam Shifa La Ode (2012), tehnik

komunikasi terapeutik yaitu :

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian baik pasif maupun aktif.

b. Menunjukan penerimaan yaitu menerima tidak berarti menyetujui,

menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa

menunjukan keraguan atau ketidaksetujuan.

c. Menanyatakan pertanyaan yang berkaitan, tujuan perawat bertanya

adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang

disampaikan oleh klien.

d. Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri,

melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan

umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap

komunikasi dilanjutkan.

e. Mengklasifikasi, terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan

dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.

f. Memfokuskan, tujuannya untuk membatasi bahan pembicaraan

g. Menyatakan hasil observasi, perawat menguraikan kesan yang

ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.

h. Menawarkan informasi, merupakan tindakan penyuluhan kesehatan

bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.


i. Diam, tujuannya mengorganisir pikiran dan memproses informasi

j. Meringkas, pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara

singkat.

k. Memberi penghargaan

l. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan.

m. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

n. Menempatkan kejadian secara berurutan

o. Memberi kesempatan klien untuk menguraikan persepsinya

p. Refleksi, tujuan memberi kesempatan klien untuk mengemukakan dan

menerima ide dan perasaaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.

5. Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Menurut Arwani (2003:54) ada tiga hal yang mendasar yang memberikan

ciri- ciri komunikasi terapeutik antara lain :

a. Keikhlasan

Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang

dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukan

rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai

terhadap klien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikan

secara cepat.

b. Empati

Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat

terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan


dunia pribadi klien. Empati merupakan sesuatu yang jujur dan tidak

dibuat buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain.

Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman diantara

orang yang terlibat komunikasi.

c. Kehangatan

Kehangatan perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan

ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut

yang dimiliki. Suasana yang hangat, permisif dan tanpa adanya

ancaman menunjukan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien,

sehingga klien akan mengekspresikan perasaannya secara lebih

mendalam.

6. Tahapan Dalam Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik ada 4 tahap, dimana pada setiap tahap mempunyai

tugas yang harus diselesaikan oleh perawat menurut Stuart & Sunden

dalam Sharif La Ode (2015).

a. Fase Prainteraksi

Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Perawat

mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasikan perasaan,

fantasi dan ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan

klien.
b. Fase Orientasi

Fase ini dimulai ketika perawat bertemu dengan klien untuk pertama

kalinya. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta

pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-

klien. Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa

percaya, penerimaan dan pengertian komunikasi yang terbuka dan

perumusan kontrak dengan klien. Pada tahap ini perawat melakukan

kegiatan sebagai berikut : memberi salam dan senyum pada klien,

melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif) memperkenalkan

nama perawat, menanyakan nama kesukaan klien, menjelaskan

kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan akhir

pada fase ini ialah terbina hubungan tust atau hubungan saling percaya.

c. Fase Kerja

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah memberi kesempatan

pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama, memulai

kegiatan dengan cara yang baik, melakukan kegiatan sesuai dengan

rencana. Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-

pola adaftif klien. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi

atau suasana yang meningkatkan integritas klien dengan

meminimalisasikan ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan dan

tekanan pada klien.


d. Fase Terminasi

Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang

dilakukan oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara,

tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan

topik), mengakhiri wawancara dengan cara yang baik (Stuart &

Sundeen, 1995).

7. Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik

Egan dalam Kozier dalam Sharif La Ode, (2015) tindakan atau sikap yang

dilakukan yaitu :

a. Berhadapan dengan lawan bicara

b. Sikap tubuh terbuka, kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)

c. Menunduk atau memposisikan tubuh ke arah atau lebih dekat dengan

lawan bicara

d. Perahankan kontak mata, sejajar dan natural

e. Bersikap tenang

8. Faktor- faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik

Menurut Potter dan Perry (Nurjanah,2005:43) faktor- faktor yang

mempengaruhi komunikasi terapeutik adalah :

a. Usia, agar dapat berkomunikasi dengan baik perawat harus mengerti

perkembangan usia dari sisi bahasa maupun proses berfikir dari orang

tersebut.
b. Emosi, merupakan perasaan subjek terhadap suatu kejadian seperti

senang, sedih, marah akan dapat mempengaruhi perawat dalam

berkomunikasi sehingga perlu dikaji lebih dulu.

c. Jenis Kelamin, setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang

berbeda sesuai dengan usia. Laki- laki dilain pihak mengunakan

bahasa untuk mendapatkan kemandirian bahasa verbal dengan tingkat

pengetahuan yang tinggi. Untuk wanita mulai 3 tahun bisa bermain

dengan teman baiknya untuk mencari kejelasan, meminimalkan

perbedaan dan mendukung keintiman.

d. Peran dan hubungan, gaya komunikasi sesuai dengan peran dan

hubungan antar orang yang berkomunikasi. Cara komunikasi seorang

perawat dengan perawat lain, dengan cara komunikasi perawat dengan

perawat lagi tentu akan berbeda.

e. Lingkungan, lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi

yang efektif. Suasana yang bising tidak ada privasi yang tepat akan

menimbulkan kerancuan ketegangan serta ketidak nyamanan.

f. Jarak, jarak akan mempengaruhi komunikasi, jarak tertentu akan

menyediakan rasa aman dan kontrol.


9. Indikator Komunikasi Terapeutik

Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima, perlu diperhatikan

indikator-indikator komunikasi terapeutik yang dapat menunjang

pelayanan keperawatan itu sendiri. Indikator komunikasi terapeutik yang

saling terkait dan sulit dipisahkan secara diskrit diantaranya attending

skill, ramah dan hormat, empati, dan ketanggapan atau responsiveness

(Supriyanto & Ernawaty, 2010).

a. Attending Skill

Attending skill merupakan penampilan fisik perawat ketika

berkomunikasi dengan pasien. Perawat hadir secara utuh (fisik dan

psikologis) saat melakukan komunikasi terapeutik. Attending skill

perawat diidentifikasikan dalam lima cara komunikasi yaitu SOLER;

squarely, open posture, lean, eye contact, relaxed.

1) Squarely atau berhadapan merupakan posisi penampilan fisik yang

menunjukkan sikap siap untuk melayani pasien.

2) Open posture memiliki arti menunjukkan sikap terbuka. Misalnya

tidak melipat kaki atau tangan, atau berkacak pinggang saat

berkomunikasi.

3) Lean memiliki arti membungkuk ke arah pasien, yaitu penampilan

fisik yang menunjukkan keinginan untuk mengatakan sesuatu atau

mendengarkan pasien.

4) Eye contact memiliki arti mempertahankan kontak mata pada saat

berkomunikasi. Kontak mata menunjukkan bahwa perawat

menghargai pasien dan tetap ingin berkomunikasi.


5) Relaxed memiliki arti bahwa perawat dapat mengontrol

keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi

respons dan tindakan kepada pasien.

b. Respect

Respect merupakan sikap dan perilaku hormat kepada pasien yang

harus dimiliki oleh perawat. Indikator respect terdiri dari keramah

tamahan, perilaku hormat, dan sopan. Stuart & Sundeen (dalam Stuart

& Laraia, 2005) memaparkan bahwa hormat merupakan sikap yang

perduli dan menghargai semua kebutuhan pasien. Sikap peduli

ditunjukkan dengan selalu memperhatikan keluhan pasien, sesuai

dengan prinsip perawat yang memang bekerja untuk mempercepat

kesembuhan pasien dengan selalu siap melayani pasien. Rasa hormat

yang ditunjukkan perawat memiliki arti bahwa perawat menerima

pasien tanpa syarat.

c. Empathy

Empathy atau Empati merupakan sikap dan perilaku perawat untuk

mau mendengarkan, mengerti, dan memperhatikan pasien. Indikator

empati terkait dengan kebutuhan ego dan aktualisasi diri dari teori

kebutuhan Maslow. Empati merupakan sikap mengerti perasaan pasien

pada saat menghadapi masalah tanpa larut di dalamnya. Perawat

sebatas mengerti perasaan klien tanpa menunjukkan respons emosional


yang berlebihan ketika melihat pasien dalam masalah pribadinya

(Stuart & Sundeen dalam Stuart & Laraia, 2005).

d. Responsiveness

Responsiveness atau ketanggapan merupakan sikap dan perilaku

perawat untuk segera melayani bila diperlukan. Indikator atau standar

kecepatan adalah dinamis sesuai dengan perkembangan akan mutu,

misalnya waktu tunggu antar unit pelayanan. Kesegeraan merupakan

perasaan yang sensitif terhadap orang lain serta merupakan kepedulian

perawat akan masalah yang menimpa pasien.

10. Komponen Komunikasi

Menurut seorang ahli komunikasi, Effendy O.U dalam Suryani (2006)

komunikasi terdiri dari 5 komponen yaitu :

a. Komunikator, adalah orang yang memprakarsai adanya komunikasi

b. Komunikan, adalah orang yang menjadi objek komunikasi, pihak yang

menerima pesan atau berita komunikator

c. Pesan, adalah segala sesuatu yang akan disampaikan yang berupa ide,

pendapat atau fikiran dan saran.

d. Media adalah segala sarana yang digunakan oleh komunikator untuk

menyampaikan pesan pada pihak lain

e. Efek atau akibat atau dampak adalah hasil dari komunikasi.


B. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) dalam menghadapi situasi kerja di

perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang

menggerakan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai

tujuan organisasi suatu perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan

positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya

untuk mencapai kinerja maksimal (A.A Mangkunegara, 2014).

Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah perubahan energi diri seseorang

yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan

tanggapan terhadap adanya tujuan. Sedangkan menurut Hamzah (2016)

motivasi itu adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang

mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan

sebelumnya.

Beberapa definisi diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa motivasi

adalah dorongan kuat baik yang datang dalam diri maupun dari luar untuk

melakukan suatu tindakan demi mencapai suatu tujuan.

2. Tujuan Motivasi

Secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah

seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu

sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan (Taufik, 2007).


Tindakan motivasi seseorang mempunyai tujuan yang akan dicapai. Makin

jelas tujuan yang diharapkan atau akan dicapai, maka semakin jelas pula

bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan

lebih dapat berhasil apabila tujuannya jelas dan didasari oleh yang

dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi

pada seseorang harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang

kehidupan, kebutuhan, serta kepribadian orang yang akan dimotivasi

(Taufik, 2007).

3. Fungsi Motivasi

Menurut Notoatmodjo (2007) motivasi mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu :

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor

yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor

penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang

harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah

direncanakan sebelumnya.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang

harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan

perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Pilihan

perbuatan yang sudah ditentukan atau dikerjakan akan memberikan


kepercayaan diri yang tinggi karena sudah melakukan proses

penyeleksian.

4. Unsur-Unsur Motivasi

Menurut Sardiman (2014), motivasi mengandung tiga unsur penting, yaitu :

a. Motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap

individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa

perubahan energi di dalam sistem neurophysiological yang ada pada

organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia,

penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa “feeling”, afeksi seseorang.

Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan,

afeksi dan emosi yang dapat menentukan perubahan tingkah laku

manusia.

c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal

ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan.

Motivasi memang muncul dari dalam dari diri manusia, tetapi

kemunculannya karena terangsang atau terdorong oleh adanya unsur

lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal

kebutuhan yang akan dicapai oleh orang tersebut.


5. Prinsip – Prinsip dalam Motivasi

Menurut A.A. Mangkunegara (2014 : 61), terdapat beberapa prinsip dalam

memotivasi karyawan, yaitu :

a. Prinsip Partisipasi : Dalam upaya memotivasi kerja pegawai perlu diberi

kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan

dicapai oleh peminpin.

b. Prinsip Komunikasi : Peminpin mengkomunikasikan segala sesuatu

yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas dengan informasi

yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

c. Prinsip Mengakui Andil bawahan : Bawahan mempunyai andil di dalam

usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan itu pegawai akan lebih

mudah dimotivasi kerjanya.

d. Prinsip Pendelegasian Wewenang : Peminpin yang memberikan otoritas

atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat

mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan

membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk

mencapai tujuan yang diharapkan oleh peminpin.

e. Prinsip Memberi Perhatian : Peminpin memberikan perhatian terhadap

apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai

bekerja apa yang diharapkan oleh peminpin.


6. Teori- Teori Motivasi

Teori motivasi yang harus dipahami agar peminpin mampu

mengidentifikasi apa yang memotivasi karyawan bekerja, teori motivasi

dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu :

a. Teori Motivasi dengan pendekatan isi (Content Theory)

b. Teori Motivasi dengan pendekatan proses (Proces Theory)

c. Teori motivasi dengan pendekatan penguat (Reinforcement Theory)

Teori motivasi dengan pendekatan isi lebih banyak menekankan pada faktor

apa yang membuat karyawan melakukan sutu tindakan tertentu. Contohnya

teori motivasi Abraham Maslow. Teori motivasi pendekatan proses tidak

hanya menekankan pada faktor apa yang membuat karyawan berindak,

tetapi juga bagaimana karyawan tersebut termotivasi. Contohnya teori

motivasi berprestasi dari David Clelland. Teori motivasi dengan pendekatan

penguat, lebih menekankan pada faktor- faktor yang dapat meningkatkan

suatu tindakan dilakukan atau yang dapat mengurangi suatu tindakan.

Contohnya teori motivasi dari Skinner (Operant Conditioning).

1. Teori – teori Kebutuhan tentang Motivasi

a. Maslow Need Hierarchy Theory

Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau

pertentangan yang dialami antar suatu kenyataan dengan dorongan

yang ada dalam diri. Abraham Maslow mengemukakan bahwa

hierarki kebutuhan manusia sebagai berikut :


1) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum,

perlindungan fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan

kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan

paling dasar. Seseorang tidak akan termotivasi untuk

pengembangan diri apabila motif dasarnya masih belum terpenuhi.

2) Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari

ancaman, bahaya, pertentangan dan lingkungan hidup.

3) Kebutuhan untuk rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima

oleh kelompok, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta

dicintai.

4) Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan

dihargai oleh orang lain.

5) Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk

menggunakan kemapuan, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk

berpendapat dengan menggunakan ide-ide memberi penilaian dan

kritik terhadap sesuatu.

2. Hezberg Two Factor Theory

Teory dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan

teori Abraham Maslow sebagai acuannya untuk wawancara terhadap


subjek insinyur dan akuntan. Masing-masing subjek diminta menceritakan

kejadian yang dialami oleh mereka baik yang menyenangkan maupun yang

tidak menyenangkan, kemudian hasil wawancara dianalisis dengan analisis

isi untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau

ketidakpuasan.

Dua faktor yang menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas

menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factor) dan

faktor pemotivasian (motivational factor).

3. Achievement Theory

David C. McClelland seorang ahli psikologi bangsa Amerika

mengemukakan bahwa produktifitas seseorang sangat ditentukan oleh virus

mental yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang

mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara

maksimal. Virus mental yang dimaksud terdiri dari 3 dorongan kebutuhan :

a. Need of achievment (kebutuhan berprestasi)

b. Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan)

c. Need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu)


4. Teori Kognitif tentang Motivasi :

a. Expectancy Theory : Motivasi merupakan suatu produk dari bagaimana

seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran seseorang

memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya

b. Equity Theory : Theori yang dikembangkan oleh Adam ini mempunyai

komponen input, outcome, compilation person dan equity in equity.

c. Goal- Setting Theory : Tujuan dari teori ini merupakan teori motivasi

dengan pendekatan kognitif yang dikembangkan oleh Edwin Locke.

Kesimpulannya bahwa penetapan suatu tujuan tidak hanya berpengaruh

pada pekerjaan saja, tetapi juga merangsang karyawan untuk mencari

atau menggunakan metode kerja yang paling efektif.

7. Jenis-jenis Motivasi :

Menurut Husaini Usman (2013) Teori 2 faktor Herzberg yaitu motivasi

intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

a. Motivasi Intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang

menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena

dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

Motivasi intrinsik datang dari hati sanubari umumnya karena kesadaran,

misalnya ibu membawa balita ke posyandu karena ibu tersebut sadar

bahwa dengan membawa balita ke posyandu maka balita akan


mendapatkan pelayanan kesehatan seperti imunisasi dan pelayanan

kesehatan untuk balita lainnya.

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

intrinsik yaitu :

1) Kebutuhan (Need) Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena

adanya faktor-faktor kebutuhan baik biologis maupun psikologis,

misalnya motivasi ibu untuk membawa balita ke posyandu untuk

imunisasi karena balita akan mendapatkan kekebalan tubuh.

2) Harapan (Expectancy) Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan

dan adanya harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang,

keberhasilan dan harga diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke

arah pencapaian tujuan, misalnya ibu membawa balita ke posyandu

untuk imunisasi dengan harapan agar balita tumbuh dengan sehat dan

tidak mudah tertular oleh penyakit-penyakit infeksi.

3) Minat, adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal

tanpa ada yang menyuruh, misalnya ibu membawa balita ke posyandu

tanpa adanya pengaruh dari orang lain tetapi karena adanya minat

ingin bertemu dengan teman-teman maupun ingin bertemu dengan

tenaga kesehatan (Dokter, Bidan, Perawat).


b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi

ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya

perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat

sesuatu.

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

ekstrinsik adalah

a) Dorongan keluarga

Ibu membawa balita ke posyandu bukan kehendak sendiri tetapi karena

dorongan dari keluarga seperti suami, orang tua, teman. Misalnya ibu

membawa balita ke posyandu karena adanya dorongan (dukungan) dari

suami, orang tua ataupun anggota keluarga lainnya. Dukungan dan

dorongan dari anggota keluarga semakin menguatkan motivasi ibu

untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi balitanya. Dorongan

positif yang diperoleh ibu, akan menimbulkan kebiasaan yang baik

pula, karena dalam setiap bulannya kegiatan posyandu dilaksanakan

ibu akan dengan senang hati membawa balitanya tersebut.

b) Lingkungan

Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal. Lingkungan

dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk

melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga mempunyai

peran yang besar dalam memotivasi seseorang dalam merubah tingkah


lakunya. Dalam sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan

menimbulkan rasa kesetiakawanan yang tinggi. Dalam konteks

pemanfaatan posyandu, maka orang-orang di sekitar lingkungan ibu

akan mengajak, mengingatkan, ataupun memberikan informasi pada

ibu tentang pelaksanaan kegiatan posyandu.

c) Imbalan

Seseorang dapat termotivasi karena adanya suatu imbalan sehingga

orang tersebut ingin melakukan sesuatu, misalnya ibu membawa balita

ke posyandu karena ibu akan mendapatkan imbalan seperti

mendapatkan makanan tambahan berupa bubur, susu ataupun

mendapatkan vitamin A. Imbalan yang positif ini akan semakin

memotivasi ibu untuk datang ke posyandu, dengan harapan bahwa

anaknya akan menjadi lebih sehat.

8. Indikator Motivasi Kerja

Indikator-indikator untuk mengukur motivasi kerja menurut Syahyuti

(2010):

a. Dorongan mencapai tujuan

Seseorang yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi maka dalam

dirinya mempunyai dorongan yang kuat untuk mencapai kinerja yang

maksimal, yang nantinya akan berpengaruh terhadap tujuan dari suatu

perusahaan atau instansi.


b. Semangat kerja

Semangat kerja sebagai keadaan psikologis yang baik apabila semangat

kerja tersebut menimbulkan kesenangan yang mendorong seseorang

untuk bekerja lebih giat dan lebih baik serta konsekuen dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan atau instansi.

c. Inisiatif dan kreatifitas

Inisiatif diartikan sebagai kekuatan atau kemampuan seseorang

karyawan atau pegawai untuk memulai atau meneruskan suatu pekerjaan

dengan penuh energy tanpa ada dorongan dari orang lain atau atas

kehendak sendiri, sedangkan kreatifitas adalah kemampuan seseorang

pegawai atau karyawan untuk menemukan hubungan-hubungan baru

dan membuat kombinasi-kombinasi yang baru sehingga dapat

menemukan suatu yang baru. Dalam hal ini sesuatu yang baru bukan

berarti sebelumnya tidak ada, akan tetapi sesuatu yang baru ini dapat

berupa sesuatu yang belum dikenal sebelumnya.

d. Rasa tanggung jawab

Sikap individu pegawai yang mempunyai motivasi kerja yang baik harus

mempunyai rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang mereka

lakukan sehingga pekerjaan tersebut mampu diselesaikan secara tepat

waktu.
9. Hubungan Antara Motivasi Dengan Kinerja

Seperti yang diuraikan diatas bahwa secara garis besar motivasi merupakan

suatu energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri unuk mencapai

tujuan dari motifnya. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

membuktikan bahwa hubungan antara motiovasi dengan kinerja seperti

penelitian Baidoei (2003) menyimpulkan bahwa motivasi kerja mempunyai

peluang 46,7 kali untuk menghasilkan kinerja yang baik bagi perawat.

Penelitian Winardi (2004) menyatakan bahwa unsur motivasi berupa gaji

atau insentif dimana kinerja akan meningkat jika insentif meningkat.

Penjelasan tersebut menggambarkan bahwa motivasi memberikan

dorongan dan pengaruh yang besar terhadap kinerja perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan. Motivasi pada dasarnya merupakan

interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Di dalam diri

seseorang terdapat kebutuhan atau keinginan terhadap objek diluar diri

orang tersebut, kemudian bagaimana seseorang tersebut menghubungkan

antara kebutuhan dengan situasi luar objek tersebut dalam rangka

memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Oleh karena itu motivasi adalah

suatu alassan (reasoning) seseorang untuk bertindak dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidupnya. (Notoatmojo, 2009).


C. Kinerja

1. Definisi Kinerja

Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau

kelompok dalam suatu organisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk

mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. (Pabundu, 2006).

Menurut Mangkunegara (2009) Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas

dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugas

sesuai dengan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya, sedangkan

menurut Campbell (2008) mengatakan bahwa kinerja adalah sesuatu yang

tampak, yaitu individu yang relevan terhadap tujuan organisasi.

Pengertian- pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil

pekerjaan atau kegiatan yang tampak baik secara kualitas maupun kuantitas

untuk mencapai tujuan tertentu.

Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasikan

sebaik-baiknhya suatu wewenang, tugas dan tanggung jawabnya dalam

rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan sasaran

unit organisasi. Kinerja perawat sebenarnya sama dengan prestasi karyawan

di perusahaan. Perawat diukur kinerjanya berdasarkan standar objektif yang

terbuka dan dapat dikomunikasikan. Jika perawat diperhatikan dan dihargai

sampai penghargaan superior, mereka akan lepas terpacu untuk mencapai

prestasi pada tingkat lebih tinggi (Faizin dan Winarsih, 2008).


Untuk meningkatkan kinerja dibutuhkan adanya kebijakan, visi dan misi

rumah sakit yang jelas, juga keamanan yang tinggi dari perawat untuk

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan melalui jenjang karier

pendidikan berkelanjutan, mengembangkan diri dengan penyuluhan, seminar,

lokakarya yang berhubungan dengan profesi keperawatan.

Untuk menjadi perawat yang profesional diperlukan adanya organisasi

keperawatan yang dapat menampung dan mengkoordinir kegiatan

keperawatan. Semua tindakan keperawatan harus sesuai dengan uraian tugas,

bersedia berbagi pengalaman dengan rekan sekerja dan membantu

pelaksanaan orientasi perawat baru, berprilaku, berfikir dan berinteraksi

sosial yang baik.

(Depkes RI,2011dalamIndonesiadigitaljournalis.org/article/viewFile/1085/1066)

2. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

A.A Mangkunegara (2000:67) dalam Nursalam, 2013 terdapat 2 faktor

yang mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu :

a. Faktor Kemampuan (Ability) : yaitu secara psikologis kemampuan

(ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality

(knowledge + Skill)

b. Faktor Motivasi (Motivation) : yaitu Motivasi diartikan suatu sikap

(attitude) pimpinan pada karyawan terhadapa situasi kerja di lingkungan

organisasinya.
3. Konsep Dasar Kinerja

Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan kinerja menurut Yaslis

Ilyas (1999 hal.78), yaitu :

a. Memenuhi manfaat dan pengembangan

b. Mengukur atau menilai berdasarkan pada perilaku yang berkaitan

dengan pekerjaan

c. Merupakan dokumen ilegal

d. Merupakan proses formal dan non formal.

4. Metode Kinerja

a. Penilaian Teknik Essai

Pada metode ini penilai menuliskan deskripsi tentang kelebihan dan

kekurangan personil yang meliputi prestasi, kerja sama, dan

pengetahuan personil tentang pekerjaannya. Atasan melakukan

penilaian secara menyeluruh tentang hasil kerja bawahan. Keuntungan

cara ini analisis secara mendalam, tetapi tehnik ini memakan waktu

banyak dan sangat tergantung pada kemampuan penilai.

b. Metode Penilaian Komparasi

Penilaian yang didasarkan perbandingan ini dilakukan dengan cara

membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan seorang personil dengan

personil yang lain yang melakukan pekerjaan sejenis. Metode ini cukup

sederhana.
c. Metode Penggunaan Daftar Periksa

Daftar periksa ini menggunakan checklist yang telah disediakan. Daftar

ini berisi komponen- komponen yang dikerjakan seorang personil yang

diberi bobot “Ya” atau “Belum”, atau dengan bobot presentase

penyelesaian pekerjaan yang bersangkutan.

d. Metode Penilaian Langsung

Sewaktu melakukan penilaian di lapangan, si penilai dapat saja

langsung memberitahukan kepada personil yang dinilai kekurangan

atau kelemahan- kelemahan yang telah dilakukan yang bersangkutan

dalam pekerjaan. Tetapi penilaian ini mempunyai kelebihan dan

kekurangan.

e. Metode Penilaian Berdasar Prilaku

Penilain kinerja ini didasarkan pada uraian pekerjaan yang sudah

disusun sebelumnya. Biasanya uraian pekerjaan tersebut menentukan

perilaku apa yang diperlukan oleh seorang personil untuk melakukan

pekerjaan itu.

f. Metode Penilaian Berdasarkan Kejadian Kritis

Penilaian ini dilaksanakan melalui perekaman atau pencatatan

peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perilaku personil yang

dinilai berdasarkan pekerjaan. penilaian berdasarkan insiden kritis ini

menghendaki kerajianan atasan untuk selalu mencatat peristiwa


perilaku yang terjadi baik positif maupun negatif yang akan dinilai pada

akhir tahun.

g. Metode Penilaian Berdasarkan Efektifitas

Penilaian ini dengan menggunakan sasaran perusahaan sebagai indikasi

penilaian kinerja, biasanya dilakukan oleh perusahaan besar yang

mempekerjakan personil banyak dengan mengunakan system

pengelolaan perusahaan berdasarkan sasaran manajemen (MBS).

h. Metode Penilaian Berdasarkan Peringkat

Metode ini berdasarkan pembawaan (trait based evaluation) yang

ditampilkan oleh personil. Penilaian ini dianggap lebih baik karena

keberhasilan pekerjaan yang dilaksanakan seorang personil amat

ditentukan oleh beberapa unsur ciri pembawaan yang bersangkutan.

Oleh karena itu dalam unsur ini yang dinilai adalah unsur kesetiaan,

tanggung jawab, ketaatan, prakarsa, kerja sama, kepeminpinan dan

sebaginya.

5. Aspek- Aspek Dalam Kinerja

A.A. Mangkunegara (2014) membagi aspek- aspek kinerja sebagai berikut

mutu pekerjaan, kejujuran karyawan, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama,

keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan

pemanfaatan waktu kerja.


Standar penilaian kerja perawat aspek yang dinilai yaitu kualitas pelayanan

keperawatan kepada pasien yang menggunakan standar asuhan

keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melakukan

asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan telah disusun oleh tim

Depkes RI (2001) dengan tahapan proses keperawatan yang meliputi :

a. Satandar I : Pengkajian keperawatan

Asuhan keperawatan memerlukan data yang lengkap dan dikumpulkan

secara terus-menerus tentang keadaan pasien untuk menentukan

kebutuhan asuhan keperawatan. Data kesehatan harus bermanfaat bagi

semua anggota tim kesehatan (Depkes RI, 1998)

b. Standar II : Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data, status kesehatan

pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan

pasien.

c. Standar III : Perencanaan

Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan

d. Standar IV : Implementasi

Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang

ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara

maksimal yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan,


serta pemulihan kesehatan dengan mengikut sertakan pasien dan

keluarganya.

e. Standar V : Evaluasi

Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana

untuk menilai perkembangan pasien.

f. Standar VI : Dokumentasi.

Catatan asuhan keperawatan dicatat secara individu.

6. Indikator Kinerja

Kinerja menurut Boediharjo (2002:102) dapat diukur berdasarkan empat

indikator yaitu:

a. Efektivitas dan efisiensi yaitu kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan

dengan benar, kemampuan untuk memilih peralatan yang tepat dalam

mencapai tujuan.

b. Orientasi tanggung jawab yaitu kemampuan untuk menyelesaikan

pekerjaan dengan penuh tanggung jawab dan mengevaluasi pekerjaan

dengan baik.

c. Disiplin yaitu sikap atau kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan

secara tepat waktu, dan sesuai dengan target yang ditentukan dan inisiatif

yaitu kemampuan untuk bertanya, memberi kritik dan saran.


D. Penelitian terkait

1. Hermawan (2011) melakukan penelitian tentang hubungan komunikasi

terapeutik terhadap kinerja perawat di rawat jalan RSUD Kabupaten

Bekasi menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

komunikasi terapeutik dengan kinerja perawat dirawat jalan.

2. Yulianti (2012) melakukan penelitian tentang motivasi terhadap kinerja

perawat di ruang rawat inap RSUD Cengkareng menunjukan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat

dirawat inap.

3. Sunar (2012) menyebutkan bahwa usia kerja memiliki pengaruh yang

signifikan secara statistik terhadap Produktivitas kerja. Usia tenaga kerja

yang produktif berumur 16-64 tahun, sedangkan pada usia 65 keatas

sudah dikatakan usia lanjut (Van den ban dan Hakwiks,1999). American

Business and Older Workers, 1995). Mereka melihat sejumlah kualitas

positif yang dibawa orang tua kedalam pekerjaan mereka : khususnya

pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap

mutu.

4. Roby (2006) menyatakan tidak ada perbedaan yang konsisten antara

perempuan dan laki-laki dalam kemampuan pemecahan masalah,

ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, kemampuan sosial

dan kemampuan belajar.


5. Rina (2001) tentang perawat, menunjukkan tidak ada hubungan antara

jenis kelamin dengan kinerja perawat, karena perawat dalam bekerjanya

didasarkan pada profesionalisme dan bukan berdasarkan jenis kelamin.

6. Widaningsih (2002) dan Panjaitan (2004) bahwa hubungan antara tingkat

pendidikan perawat dan kinerja perawat yang bekerja di rumah sakit

menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan

perawat dengan kinerja perawat.

7. Diwa Agus Sudrajat (2008), menunjukkan bahwa perawat pelaksana yang

berpendidikan DIII Keperawatan menempati posisi terbanyak di rumah

sakit dan menunjukkan bahwa perawat pelaksana yang berlatar pendidikan

S1 Keperawatan rata-rata dapat memenuhi hak-hak pasien lebih baik

dibanding perawat pelaksana yang berlatar belakang DIII, hal ini sesuai

dengan pendapat Gillies (1994), perawat berpendidikan tinggi memiliki

kemampuan kerja yang lebih baik

8. Ratnasih (2005) lama kerja perawat dirumah sakit menunjukkan adanya

hubungan masa kerja dengan kinerja perawat.

9. Lukman (2005), bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan dengan

kinerja.
E. SKEMA KERANGKA TEORI

KERANGKA TEORI

Komunikasi
Motivasi
Terapeutik

Indikator Komunikasi Indikator Motivasi:


Terapeutik: 1. Dorongan mencapai tujuan
Prestasi
1. Attending Skill
2. Semangat kerja
2. Respect 3. Inisiatif dan kreatifitas
3. Empathy 4. Rasa tanggung jawab

4. Responsiveness
(Supriyanto & Ernawaty,
2010) Teori Motivasi :
- Content Teory
- Process Theory
- Reinforcement Teori

Tahapan Komunikasi Terapeutik:


- Fase Pra Interaksi Kinerja
- Fase Orientasi Indikator Kinerja :
- Fase Kerja 1. Efektivitas dan efisien
- Fase Terminasi 2. Orientasi tanggung jawab
3. Disiplin
4. Inisiatif

Sumber : Djamanah (2002);A.A. Mangkunegara (2008); Arwant(2002);


Stuart & Sunden (1995); Pabundu(2006
46

Anda mungkin juga menyukai