Anda di halaman 1dari 15

BAB III

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN PATIENT SAFETY

A. PENDAHULUAN
Komunikasi teraupetik merupakan jenis komunikasi yang berbeda dari komunikasi
lainnya. Perbedaan komunikasi terapeutik dengan komunikasi lainnya adalah komunikasi
ini merupakan komunikasi antara perawat dan pasien yang memiliki hubungan terapeutik
yang bertujuan secara umum untuk kesembuhan pasien. Sedangkan tujuan khusus dari
komunikasi terapeutik sendiri adalah untuk menegakkan hubungan terapeutik antara
perawat dengan pasien, mengidentifikasi kebutuhan pasien yang penting (client-centered
goal), dan menilai persepsi pasien terhadap masalahnya. Sedangkan komponen dasar
komunikasi terapeutik sendiri adalah kerahasiaan, keterbukaan (self disclouser), privasi,
sentuhan, mendengarkan aktif, dan melakukan pengamatan.
Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan
oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.Keselamatan
pasien adalah suatu system dimana memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta
mencegah terjadinya cedera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau
tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya harus diambil.
Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 yang dimaksud
dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu pelayanan
kepadapasien secara aman termasuk didalam pengkajian
mengenairesiko,identifikasi,manajemen resiko terhadap pasien,pelaporan dan
analisiinsiden,kemampuan belajar dari insiden,tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko. Yang dimaksud insiden keselamatan pasien adalah
keselamatan medis(medical errors),kejadian yang tidak diharapkan(adverse event),dan
nyaris terjadi(nearmiss).
Capaian pembelajaran yang harus dicapai mahasiswa pada bab ini adalah sebagai
berikut:
1. Mahasiswa mampu memahami Pentingnya hubungan terapeutik yang bermakna
2. Mahasiswa mampu melakukan Teknik komunikasi dan patient safety
3. Mahasiswa mampu memahami Konsep psikososial yang relevan sebagai bentuk kasih
sayang dan empati serta aplikasinya
B. KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Penfertian Komunikasi Terapeutik
Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg
direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal.
 Northouse (1998: 12), Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan
bidan untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
 Stuart G.W. (1998), Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpesonal antara
bidan dengan pasien, dalam hubungan ini bidan dan pasien memperoleh pengalaman
belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien.

2. Tujuan Terapeutik
a. Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya
Bidan harus mampu menjelaskan tentang dirinya sendiri, keyakinananya, dan apa
yang menurutnya penting dalam kehidupannya setelah itu barulah ia akan mampu
menolong orang lain dan menjawab pertanyaan tentang hal-hal tersebut.
b. Eksplorasi Perasaan
Bidan perl terbuka dan sadar terhadap perasaanya, serta mengontrolnya agar ia
dapat menggunakan dirinya secara terapeutik
c. Kemampuan Untuk Menganalisis Perasaan Sendiri
Bidan secra bertahap belajar mengenai dan mengatasi berbagai perasaan yang
dialaminya, seperti rasa malu, marah, kecewa dan putus asa.
d. Kemampuan Menjadi Model Peran
Bidan perlumempunyai pola dan gaya hidup yang sehat, termasuk kemampuannya
dalam menjaga kesehatan agar dapat menajadi contoh bagi orang lain terutama
kliennya.
e. Rasa Taanggung Jawab Etik dan Moral
Setiap keputusan yang dibuat selalu memperhatikan prinsip-prinsip yang
menunjang tinggi kesehatan dan kesejahteraaan manusia. Dimensi tanggung
jawab perlu diperhatikan yaitu tanggung jawab terhadap tindakan sendiri dan
berbagi dengan orang lain.
3. Hubungan Terapeutik
Hubungan antara bidan dengan klien merupakan hubungan terapeutik, sebagaimana
halnya hubungan yang terjadi antara perawat dengan klien, dan bukan merupakan
hubungan sosial. Hubungan terapeutik antara bidan dengan klien adalah hubungan
kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran,
pengalaman dalam membina hubungan yang baik.
4. Proses Komunikasi Terapeutik Yang Efektif
Proses komunikasi terapeutik yang efektif antara bidan dengan klien dapat dibagi
dalam empat fae seperti pada proses komunikasi terapeutik antara perawat dengan
klien. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut :
a. Fase Pra Interaksi
Dimulai sebelum kontak pertama dengan klien
b. Fase Orientasi
Dimulai pada kontak pertama dengan klien
c. Fase Kerja
Pada fase ini bidan dan klien mengeksplorasi stresor yang tepat dan mendukung
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan
dan perbuatan klien.
d. Fase Transisi
Maerupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik karena
hubungan saling percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan
berada pada tingkat optimal.

5. Unsur-unsur Dalam Membangun Komunikasi Terapeutik Yang Efektif


Adapun unsur untuk membangun komunikasi terapeutik yang efektif sebagai berikut:
a. Berhadapan
Arti dari posisi ini adalah “ Saya siap untuk anda”
b. Mempertahankan Kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk ke arah klien
Posisi ini menunjukan keinginan untuk mengatakan atau mendengarkan sesuatu
d. Mempertahankan sikap terbuka
Dalam arti tidak melipat kaki atau tanagn. Menunjukan keterbukaan untuk
berkomunikasi.
e. Tetap relaks
Sikap relaks dapat mengontrol keseimbangan antara keteganggan dan relaksasi
dalam memberikan respon pada klien
f. Isyarat Vokal
Yaitu isyarat paralinguistik, termasuk semua kualitas bicara nonverbal. Misalnya
tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama, dan kecepatan bicara.
g. Isyarat Tindakan
Yaitu semua gerakan tubuh, termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh
h. Isyarat Objek
Yaitu objek yang digunakan secra sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang
seperti pakaian dan benda pribadi lainya
i. Ruang
Memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini
didasarkan dri norma-norma budaya yang dimiliki.
j. Sentuhan
Yaitu kontak fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi nonverbal yang
paling personal.

6. Teknik Komunikasi Terapeutik Yang Efektif


Menurut stuart dan Sudeen (1998) jenis teknik komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Mendengarkan klien dengan penuh perhatian
Dalam hal ini bidan harus berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa
yang sedang disampaikan oleh klien.
b. Menunjukkan Penerimaan
Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukan
keraguan atau ketidak setujuan.
c. Menannyakan Pertanyaan yang terkait
Tujuan bidan bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai apa yang disampaikan oleh klien.
d. Mengulang Ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri
Mengulang kembali kata-kata klien, bidan memberikan umpan balik bahwa ia
mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjukan. Misalnya klien
mengatakan “ saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga karena bayi
saya menangis terus”, lalu bidan dapat mengatakan , “ ibu mengalami kesulitan
untuk tidur.”
e. Mengklarifikasi
Klarifikasi terjadi saat bidan menejelaskan kembali dengan menggunkan kata-
katanya sendiri mengenai ide atau pikiran klien yang tidak dikatakan dengan jelas.
f. Memfokuskan
Teknik ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan
menjadi lebih spesifik dan dimengerti.
g. Menyatakan hasil observasi
Bidan harus memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil
pengamatannya sehingga klien dapat mengetahui apakah pesannya diterima
dengan benar atau tidak.
h. Menawarkan informasi
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan
untuk klien.
i. Memberikan Kesehatan kepada klien untuk diam
Diam akan memberikan kesempatan kepada bidan dan klien untuk
mengorganisasi pikirannya.
j. Meringka
Merupakan pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
k. Memberikan penghargaan
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan
sampai klien berusaha keras dan melakuka segalanya demi mendapatkan pujian
atau persetujuana atas perbuatanya.
l. Memberikan kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Berikan kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik
pembicaraan.
m. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini memberikan kesempatan kepada bidan untuk mengarahkan hampir
seluruh topik pembicaraan.
n. Menempatkan kejadian secara berurutan
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu bidan dan klien untuk
melihat dalam suatu perspektif.
o. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan presepsinya
Apabila bidan ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesuatunya dari
perspektif klien.
p. Refleksi
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk menggemukakan dan
menerima ide perasaanya sebagai bagian dari dirinya.

C. TEKNIK KOMUNIKASI DAN PASIEN SAFETY


Komunikasi adalah bagian esensial dalam pelayanan kesehatan,dan juga esensial
untuk patient safety. Komunikasi bisa mengancam pasien tetapi juga bisa mencegah
pasien dari ancaman kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan,komunikasi menjadi dasar
untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan proses perawatan yang
terbaik,menjelaskan tujuan pengobatan dan mendiskusikan proses perawatan pasien
dengan professional lain yang terlibat. Sering kali komunikasi berlangsung dalam situasi
yang tingkat stress nya tinggi dan harus dilakukan segera. Tetapi komunikasi juga
menjadi sarana untuk mengatasi situasi tersebut,dengan komunikasi yang baik bisa
terjalin kolaborasi tim yang baik.

1. Kejadian Tidak Diharapkan Dan Medical Error Akibat Komunikasi


Kejadian medication error juga telah terjadi dalam praktek pemberian obat
pada pasien yang dikuatkan dengan data hasil KDT(Kelompok Diskusi Terarah)
dengan petugas farmasi dan perawat. Hampir seluruh peserta KDT pernah
melakukan ataupun mengamati kejadian medication error yang berupa: salah ambil
obat,salah penyerahan/pemberian obat ke pasien,salah penghitungan dosis,salah
jumlah dan durasi pemberian obat,salah melarutkan obat,salah dosis pemberian,tidak
melakukan skintest sehingga timbul efek samping obat dan kejadian lainnya.
Kominikasi yang tidak efektif menjadikan keselamatan pasien sebagai taruhannya.
Alasan yang dapat terjadi yaitu kurangnya informasi yang kritis,salah
mempersepsikan informasi,ataupun perintah yang tidak jelas melalui lisan.
Tanda-tanda perilaku dalam berkomunikasi yang tidak sehat:
 Penggunaan kata-kata yang kasar atau tidak sopan.
 Sikap yang tidak menghargai atau menyerang lawan bicaranya.
 Komentar yang bermakna seksual.
 Tidak bisa mengontrol emosinya.
 Mengkritik staff didepan pasien atau staff lainnya.
 Memberikan komentar negative mengenai pelayanan kesehatan yang diberikan
pihak lain.
 Komentar yang tidak konstruktif pada diskusi kasus pasien.
 Tidak jujur,kurang melakukan kritik terhadap diri sendiri,dan menutupi kesalahan
yang dibuat.

2. Identifikasi Masalah Komunikasi Yang Menyebabkan Error


a. Faktor pasien
- Apakah ada barrier komunikasi(bahasa,pemahaman,perhatian)?
- Apakah ada ketegangan dalam hubungan dokter-pasien?
b. Faktor tindakan/pekerjaaan
- Apakah hasil laborat telah dikomunikasikan dengan tepat dan dapat
dipahami penerimanya?
- Apakah ada protocol atau prosedur untuk serah terima tugas?
c. Faktor individu staff
- Apakah staff pernah dilatih komunikasi?
d. Faktor tim
- Apakah komunikasi antar staff dalam tim berjalan efektif?
- Apakah ada masalah dengan komunikasi tertulis(formal)?
Misalnya mudah dipahami,atau mudah dibaca.
e. Faktor tempat kerja
- Apakah ada masalah beban kerja,stress,kelelahan,dan interuksi yang terlalu
sering?
f. Faktor organisasi dan manajemen
- Apakah ada budaya safety?
- Apakah ada komitmen dari top level manajemen untuk meamstikan bahwa
komunikasi dengan pasien antar staff berlangsung secara adekuat?

3. Pengertian Patient Safety
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat
asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

4. Tujuan Patient Safety
Tujuan “Patient safety” adalah
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
3) Terlaksananya program-program pencegahan.

5. Langkah Langkah Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety Adalah


a. Di Rumah Sakit
1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan
susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter
gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan
internal tentang insiden
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan
menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis
berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan
standar-standar yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit
di wilayahnya
2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan
anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
3. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit
c. Di Pusat
1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia
2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas
Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit
pendidikan dengan jejaring pendidikan.
4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.
Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya Patient safety ini
1. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman
untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan
semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety  ini harus menjadi
prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat
CEO RS yang terlibat dalam safer patient initiatives  di Inggris mengatakan
bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan
mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan
fokus patient safety di dalam RS.
2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan
langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini
dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan
peningkatan yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman
yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat
budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang
membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang
menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi
bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan
mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data
mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan
manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf
juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan
dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak
diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan
yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan
metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai
pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris,
pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah
dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga
diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat
memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi
akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam
komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari
masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab
ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang
tidak boleh kukerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-
data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi
staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang
bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang
kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan
konsultan leadership  untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan
komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim
dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim
lainnya melalui kolaborasi yang erat.
6. Aspek Hukum Terhadap Patient Safety
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai
berikut :
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1) Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009
“Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan
nyawa pasien.”
b. Pasal 32n UU No.44/2009
“Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1)     “Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang
diterimanya.”
2)      “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.”
2) Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009
”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009
“Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian
yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
“Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.”
3) Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
“Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat
kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif. “
4) Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU  No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU  No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
5) Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
Pasal 43 UU No.44/2009
a. RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
c. RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
d. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
 
 
7. Sistem Pencacatan Dan Pelaporan Pada Patient Safety
a. Di Rumah Sakit
1) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan
dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah
sakit.
2) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan
dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada
formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
3) Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah
semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
4) Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil
solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
5) Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden
dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.
b. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan Daerah menerima produk-produk dari Komite
Keselamatan Rumah Sakit
c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan
dari rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya
2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang
telah dilakukan oleh rumah sakit
3. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis
laporan insiden  bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit
yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit
4. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi
hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI
Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.
 
D. RANGKUMAN
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,bertujuan
dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien.komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk
komunikasi interpersonal.komunikasi merupakan satu proses penyampaian pesan dari
satu pihak ke pihak yang lainn agar terjadi saling mempengaruhi diantara
keduannya.komunikasi terapeutik bertujuan untuk membantu pasien memperjelas dan
memgurangi beban perasaan serta pikiran dan dapat membantu mengambil tindakakn
yang efektif untuk pasien.

E. LATIHAN
1. Jelaskan pengertian komunikasi terapeutik ?
2. Unsur-unsur apa saja yang terkandung dalam komunkasi terapeutik?
3. Jelaskan tujuan komunikasi terapeutik ?
4. Apa pengertian dari Pasien Safety?
5. Sebutkan langkah-langkah kegiatan pasient sefty?

F. RUJUKAN
a) Tyastuti, dkk., 2008, Komunikasi & Konseling Dalam Praktik Kebidanan,
Yogyakarta: Fitramaya.
b) Yulifah, dkk, 2012, Komunikasi dan Konseling Dalam Kebidanan, Jakarta: Salemba
Medika
c) Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum
Kesehatan.
d) Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol
II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
e) Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah
Sakit. Proceedings of expert lecture of  medical student of Block 21st of Andalas
University, Indonesia
f) Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
g) Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.
h) Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of 
National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung
14-15 November 2006.
i) Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of 
PAMJAKI meeting “Kecurangan (Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan” Hotel
Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007.

Anda mungkin juga menyukai