Anda di halaman 1dari 50

PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan perawat
klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan
berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin.
Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus mempunyai keterampilan
yang cukup dan memahami tentang dirinya.

Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987, hal. 111)
karena :

1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses
komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan
intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses keperawatan
ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.
3. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak
mungkin dicapai tanpa komunikasi.

Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses komunikasi
dan keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan masalahnya. Elemen yang
harus ada pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima pesan, media dan umpan
balik. Semua perilaku individu pengirim dan penerima adalah komunikasi yang akan member
efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa verbal dan nonverbal. Bermain
merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang baik dengan klien anak.

Perawat dapat menyampaikan atau mengkaji secara nonverbal antara lain : Vokal; nada, kualitas,
keras ato lembut, kecepatan, yang semuanya menggambarkan suasana emosi.

1. Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau gerakan-gerakan
yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
2. Jarak (space) Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan keintiman.
3. Sentuhan : dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek budaya dan
kebiasaaan.

Agar perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa dirinya : kesadaran
diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seorang
perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi klien jika tidak ada kemampuan menghargai
keunikan klien.

Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus di rencanakan, di


pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada saat pertama kali perawat melakukan
komunikasi terapeutik proses komunikasi umumnya berlangsung singkat, canggung, semu dan
seperti di buat-buat.hal ini akan lebih membantu untuk mempersepsikan masing-masing
hubungan pasien karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia yang
positif sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan terapeutik.

B.    FASE – FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)

Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan
dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian
perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan
oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan
dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

1. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien,


perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
2. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan
agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi
dengan klien.
3. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan
mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien.
4. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan
pertemuan pertama dengan klien.

2. Tahap Perkenalan

Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan
klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya
terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya
berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk
membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data
dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan
yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

 Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka.


Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005),
2. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk
menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005).
3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini
perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.
4. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama
klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan
setelah klien diidentifikasi.

3. Tahap Kerja

Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi
masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam
mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai
kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal
maupun nonverbal klien.

Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja
ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu
klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan
mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.

Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik


menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam
percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B &
Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-
hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)

4. Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap
ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi
sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah
ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
keseluruhan.

 Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga
disebut evaluasi objektif.
2. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan
klien setelah berinteraksi dengan perawat.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga
disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien.
4. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat
kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya.

 Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien
merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan
dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya
respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan
responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.

C.   TEHNIK-TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik
komunikasi terapeutik sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1987; 124):

1. Mendengar (Listening) Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar


perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk
bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening) Memberi kesempatan untuk memilih, contoh:
apakah yang sedang saudara pikirkan?, apa yang akan kita bicarakan hari ini?. Beri
dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan, saya mengerti atau oohh .…
3. Mengulang (Restarting) Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya
untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan
klien.
4. Klarifikasi Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti
karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau
mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh: dapatkah anda menjelaskan kembali
tentang …? Gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat-
klien.
5. Refleksi
6. Refleksi isi, memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang

diekspresikan klien dengan pengertian perawat.

1. Refleksi perasaan, memberi respon pada perasaan klien terhadap isi

pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.

Gunanya untuk:

1. mengetahui dan menerima ide dan perasaan


2. mengoreksi
3. memberi keterangan lebih jelas.

Kerugiannya adalah:

1. mengulang terlalu sering tema yang sama


2. dapat menimbulkan marah, iritasi dan frustasi.
3. Memfokuskan Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting
serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas dan
berfokus pada realitas.
4. Diam (Silence) Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan.
Tujuannya untuk memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada
klien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima klien.
5. Informing Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan.

 D.   FAKTOR-FAKTOR KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)


1. Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau komunikator. Kredibilitas
komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan proses komunikasi, karena hal ini mempengaruhi
tingakat kepercayaan sasaran atau komunikasi terhadap pesan yang disampaikan.
2. Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi sasaran. Hasil
komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar manfaatnya bagi kepentingan sasaran.
3. Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan berperan pada pesan. Pesan yang
disampaikan harus berhubungan dengan kepentingan sasaran.
4. Kejelasan
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan yang disampaikan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.
5. Psikologis (Rahmat, J dalam Suryani, 2005)
Seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian, dan konsep.
6. Sosial (Ellis, Gates & Kenwarthy dalam Suryani, 2005)
Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan, dan peran sosial.

 E.   FUNGSI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan
dalam perawatan (Purwanto, 1994).

Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan
fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat
dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini,
hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang
mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.

BAB III

PENUTUP

A.   KESIMPULAN

1. Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan


kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan
tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan
komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan
bagi perawat.
2. Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya
diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting
diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang
sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.
KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
            Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada konteks pada
saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi merupakan pertukaran informasi
diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya
antara lain:  berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita
dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya penyampaian pikiran
kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau
gesture (non-verbal), adalah komunikasi.
            Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan,
yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi
dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi
informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki  kegunaan atau tidak
berguna (menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi
merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik
itu hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya
sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan
secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi
seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.
            Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen dalam
komunikasi yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek. Komunikator (pengirim
pesan) menyampaikan pesan baik secara langsung atau melalui media kepada komunikan
(penerima pesan) sehingga timbul efek atau akibat terhadap pesan yang telah diterima. Selain itu,
komunikan juga dapat memberikan umpan balik kepada komunikator sehingga terciptalah suatu
komunikasi yang lebih lanjut.
            Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh perawat,
karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk mengumpulkan data
pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi kesehatan-mempengaruhi klien untuk
mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan caring, memberikan rasa nyaman, menumbuhkan
rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa
dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan. Seorang
perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu dalam mengumpulkan data, 
melakukan tindakan keperawatan (intervensi), mengevaluasi pelaksanaan dari intervensi yang
telah  dilakukan, melakukan perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya
masalah- masalah legal yang berkaitan dengan proses keperawatan.
            Proses komunikasi dibangun berdasarkan  hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan hubungan
antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menegaskan
bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap
pasien, seseorang (perawat)  yang tidak care dengan orang lain (pasien) adalah berdosa. Seorang
perawat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional akan merugikan orang lain
(pasien), unit kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang perawat dengan pasien pada
umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni komunikasi intrapersonal,
interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula ditegaskan dalam Poter dan Perry (1993)
bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam tiga tahapan yakni komunikasi intrapersonal
(terjadi dalam diri individu sendiri), interpersonal (interaksi antara  dua orang atau kelompok
kecil) dan publik (interaksi dalam kelompok besar).

1.2    Rumusan Masalah


Bagaimana konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-klien itu ?

1.3    Tujuan
Makalah ini di buat dengan  tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga medis
dapat konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-klien.

1.4    Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar kami memahami dan mengaplikasikan langsung dalam
proses keperawatan hususnya tentang konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal
perawat-klien.
BAB II
PEMBAHASAN
  Konsep komunikasi terapeutik.
2.1 Definisi komunikasi terapeutik.
            Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan
harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan  pasien. Oleh karenanya
seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi
terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi
terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara  perawat dan klien, dalam hubungan ini
perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar  bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan
terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran
dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
            Definisi komunikasi menurut para ahli :
            Menurut As Homby (1974) yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001) mengatakan bahwa
terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Hal yang
menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat
melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan
rencana tindakan keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila
terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan take and give antara perawat dan
klien menggambarkan hubungan memberi dan menerima. 
            Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan
menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan
pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus
ada unsur kepercayaan. (Mundakir, 2006)
            Heri Purwanto (1994) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar dan bertujuan dalam kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan
pasien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan
pasien (Mundakir, 2006)
            Mulyana (2000) mengatakan komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal
yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. (Mundakir,
2006)
            Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar, bertujuan dan
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi
interpersonal.
            Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan
perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
            Stuart G.W. (1998), komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpesonal antara
perawat dengan pasien, dalam hubungan ini perawat dan pasien memperoleh pengalaman belajar
bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien.
            Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa komunikasi terapeutik
adalah suatu pengalaman bersama antara perawat – klien yang bertujuan untuk menyelesaikan
masalah klien. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Komunikasi
adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa
komunikasi (Budi Ana Keliat dalam Mundakir, (2006)
            Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun perawat yang
diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat – klien, yaitu:
- Tindakan diawali perawat
- Respon reaksi dari perawat
- Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
- Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan
hubungan
            Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan saling percaya antara perawat
– klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien harus percaya
bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya,
demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah
dimiliki dari aspek kapasitas dan kemampuannya sehingga klien tidak meragukan kemampuan
yang dimiliki perawat. Selain itu perawat harus mampu memberikan jaminan atas kualitas
pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu, tidak cemas, pesimis dan skeptis dalam menjalani
proses pelayanan keperawatan.
            Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper)
untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.
2.2 Tujuan komunikasi terapeutik.
            Peaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas dan
mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah situasi yang ada
apabila pasien percaya pada hal hal yang diperlukan. Membantu dilakukanya tindakan yang
efektif, mempererat interaksi kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara profesional
dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.Komunikasi
terapeutik juga mempunyai tujuan untuk memotivasi dan mengembangkan pribadi klien ke arah
yang lebih kontruktif dan adaptif.
Komunikasi terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal berikut ini.
a. Penerimaan diri dan peningkatan terhadap penghormatan diri.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat atau bidan akan mampu menerima dirinya.
Diharapkan perawat atau bidan dapat merubah cara pandang klien tentang dirinya dan masa
depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung
dengan orang lain.
Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh orang lain. Dengan komunikasi
yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon S., dalam Suryani, 2005)
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang
realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Tugas perawat dengan kondisi seperti itu adalah membimbing klien dalam
membuat tujuan ayng realistis serta menignkatkan kemampuan klien memenuhi kemampuan
dirinya.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri.
Identitas personal yang dimaksud adalah status, peran, dan jenis kelamin klien. Klien
yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan
juga memiliki harga diri yang rendah. Perawat diharapkan membantu klien untuk meningkatkan
integritas dirinya dan identitas diri klien melalui komunikasinya.
Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, melainkan akan berusaha
menjaga kehangatan suasana komunikasi agar tercapai rasa saling percaya dan menumbuhkan
rasa nyaman pada pasien. Dengan demikian proses interaksi dapat berjalan dengan baik.
Tujuan personal yang realistis dari komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan tujuan:
a. Membantu pasien untuk memperjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal
yang diperlukan
b.  Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat
kesehatan
d. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara
professional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.
Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai berikut: 
a.       Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya
b.      Kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri.
c.       Kemampuan untuk menjadi contoh peran
d.      Altruistik
e.       Rasa tanggung jawab etik dan moral
f.       Tanggung jawab
2.3 Fungsi komunikasi terapeutik.
            Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan
dalam perawatan (Purwanto, 1994).
            Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal
ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik
yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.
Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa manfaat atau fungsi komunikasi terapeutik
adalah:
 Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien
 Mengidentivikasi,atau mengungkap perasan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi
tindakan yg di lakukan perawat.
 Memberikan pengertian tingkalaku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang
di hadapi.
 Mencegah tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien
2.4 Prinsip-prinsip komunikasi.
            Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan
yang  konstruktif  diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik
mempunyai  tujuan  untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan.
Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi
terapeutik berikut ini;
1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, 
didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini tidak hanya
sekedar  hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi hubungan
antara manusia yang  bermartabat (Dult-Battey,2004).
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter, memahami 
perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya,
dan  keunikan setiap individu.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima  pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga
diri klien.
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai 
terlebih dahulu sebelum menggali  permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan 
masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci
dari komunikasi terapeutik.
            Didalam sumber yang lain ditakan bahwa beberapa prinsip dasar yang harus dipahami
dalam membangun hubungan dan mempertahankan hubungan yang terapeutik :
1.Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan
pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.
2.Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang keluarga, budaya dan
keunikan tiap individu.
3.Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga dirinya dan harga diri klien.
4.Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu
sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
1.Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2.Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3.Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4.Kerahasiaan klien harus dijaga.
5.Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6.Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku
klien dan memberi nasehat.
7.Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar rasional.
8.Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik
jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
9.Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10.Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik.

2.5 Karakteristik
            Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan
komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu
komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk
suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi
diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks
keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika
hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu klien
sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia klien.
            Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik
seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling
percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai
respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang
terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata
atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi
perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut
tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa
juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal
perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan
menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal
sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana
tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian
dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan
yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan
klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam
mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat
akan  mampu merasakan dan memikirkan permasalahan  klien seperti yang dirasakan dan
dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat
memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan
permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya
mencari penyelesaian masalah secara objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan
Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang
dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus
memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian  berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan
perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar  (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara  (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan
pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian  menunjukkan sikap caring sehingga
memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper  yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika
seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal
(Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau
diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi
maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien
perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun
perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat
ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
G. Tahapan Komunikasi Terapeutik
Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam
prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap
pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
Dalam litelatur yang lain disebutkan ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).

1. Keiklasan ( genuineness)
Dalam rangka membantu klien, perawat perawat harus menyadari tentang nilai, sikap,
dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat pikirkan dan rasakan
tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan kepada individu baik
secara verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukan rasa iklasnya mempunyai
kesadaran tentang sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga bisa belajar untuk
mengkomunikasikannya dengan tepat. Klien tidak akan menolak segala bentuk persaan negatif
yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya perawat akan
mampu mengeluarkan perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara
menyalahkan atau menghukum klien.

2. Empati (emphathy)

Empati merupakan perasaan “ pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap perasaan


yang dialami klien dan kemampuan merasakan “dunia pribadi klien”. Empati merupakan sesuatu
yang jujur, sensitive, dan tidak dibuat buat( objektif) didasarkan apa yang dialami orang lain.
Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecendrungan berpikir atau merasakan apa
yang sedang atau dirasakan oleh pasien. Karenanya, simpati lebih bersifat subjektif dengan
melihat “dunia orang lain” untuk mencegah perspektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada
tentang isu-isu yang sedang dialami seseorang.

3. Kehangatan (warmth)

Hubungan yang saling percaya ( helping relationship) dibuat untuk memberikan


kesempatan klien mengeluarkan “unek-unek” (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas. Dengan
kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide ide dan menuangkanya
dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikofrontasi. Suasana yang hangat,
permisif, dan tanpa danya ancaman menunjukan adanya rasa menerima perawat terhadap pasien.
Sehingga pasien akan mengekspresikan perasaanya secara lebih mendalam. Kondisi ini akan
membuat perawat mempunyai kesempatan untuk mengetauhi kebutuhan klien. Kehangatan juga
bisa dikomunikasikan secara nonverbal. Penampilan yang tenang, suara yang meyakinkan, dan
pegangan tangan yang halus menunjukan rasa belas kasihan atau kasih sayang perawat pada
pasienya.

2.6 Unsur-unsur komunikasi.

Unsur-unsur dalam komunikasi terapeutik adalah terdiri dari komunikator, komunikan,


pesan yang disampaikan dan lingkungan waktu komunikasi berlangsung. (syakira-
blog.blogspot.com).

         Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi
dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan
dalam mengirim.

         Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang berupa bahasa
verbal maupun non verbal.

         Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas pesan yang
disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan.

          Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran
penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan.

         Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan,
pengecap dan perabaan.

Komunikasi terapeutik dapat berjalan secara efektif apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

         Adanya referen atau stimulus yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan
orang lain berupa objek, pengalaman, emosi, ide, atau tindakan.

         Terdapat pesan sebagai informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim. Pesan
mungkin terdiri dari symbol bahasa verbal dan non verbal (mis. kata-kata yang diucapkan,
ekspresi wajah atau gerakan tubuh). Kendalanya tidak semua symbol memiliki makna yang
universal, oleh karena itu kesulitan dalam komunikasi mungkin terjadi pada pesan apabila
pengirim tidak waspada terhadap faktor ini dan tidak mencoba untuk menjelaskan.

         Adanya pengirim (encoder) dan penerima (decoder) sebagai objek dari media komunikasi.

         Pesan dikirimkan melalui saluran komunikasi yang dimaksudkan untuk membawa pesan,
seperti melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil. Semakin banyak saluran yang digunakan
oleh seorang perawat untuk menyampaikan pesan secara tepat dan efektif, maka hubungan
terapeutik akan semakin mudah terjalin antara perawat dan pasien.

         Adanya respons terbuka di dalam komunikasi yang dapat membantu untuk mengungkapkan
apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Respons sangat penting dalam menjalin
komunikasi terapeutik agar dapat menjelaskan pesan yang disampaikan oleh klien maupun
perawat dan memodifikasi tingkah laku menurut pesan tersebut.

         Adanya dukungan lingkungan yang tepat pada saat melakukan komunikasi terapeutik untuk
menjaga privasi klien.
2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ( Kariyoso, 1994 ) :
Ditinjau dari komunikator :
- Kecakapan komunikator
- Sikap komunikator
- Pengetahuan komunikator
- Sistem sosial
- Pengarah komunikasi
Ditinjau dari komunikan :
- Kecakapan
- Sikap
- Pengetahuan
- Sistem sosial
- Saluran ( pendengaran, penglihatan ) dari komunikasi
Faktor yang menghambat komunikasi (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002) :
1. Tahap perkembangan 
2. Jenis kelamin 
3. Peran dan hubungan 
4. Karakteristik sosiokultural 
5. Nilai persepsi 
6. Ruang dan teritorial 
7. Lingkungan 
8. Kesesuaian 
9. Sikap interpersonal 
Faktor penghambat komunikasi (Kariyoso, 1994) :
a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi 
b. Sikap yang kurang tepat 
c. Kurang pengetahuan 
d. Kurang memahami sistem sosial 
e. Prasangka yang tidak beralasan 
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan reseptor
berjauhan 
g. Tidak ada persamaan persepsi 
h. Indera yang rusak 
i. Berbicara yang berlebihan 
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya 
Faktor - faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda.
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita.
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi.
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Indrawati, 2000:21) :
- Perkembangan.
- Persepsi.
- Nilai.
- Latar belakang sosial budaya.
- Emosi.
- Pengetahuan.
- Peran dan hubungan.
- Lingkungan.
- Jarak.
- Citra Diri.
- Kondisi Fisik.
2.8 Hambatan komunikasi terapeutik.
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri
dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari
berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat
komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini
menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya
marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.
1.Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang
dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang
dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten
sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja,
karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2.Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang
paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme
pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan
dan tergantung.
3.Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens
merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi
maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini
biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan
atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten
klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan
perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998).
Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan
mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali
baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative
pada proses terapeutik.

2.9 Teknik komunikasi terapeutik.

Dua persyaratan dasar agar komunikasi menjadi efektif (Stuart dan Sundeen, 1998), yaitu
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum
memberikan saran, informasi maupun masukan.
Komunikasi terapeutik akan menjadi efektif hanya melalui pengguanaan dan latihan yang sering.
Artinya dengan melatih diri dengan menggunakan komunikasi yang bersifat terapeutik akan
meningkatkan kepekaan diri diri kita akan perasaan orang lain, khususnya klien. Selain itu dalam
komunikasi terapeutik, diri kita akan terlatih mengerti akan keinginan yang dibutuhkan klien.
Setiap kilen memiliki karakter yang berbeda, tidak ada klien yang sama. Oleh karena itu,
diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam berkomunikasi dengan klien. Teknik komunikasi
berikut ini, yang dikutip dari artikel Purba, J.M. (2008) terdiri atas beberapa komponen berikut
ini.

1.      Mendengarkan dengan penuh perhatian

Dalam hal ini perawat berusaha memahami klien dengan cara mendengarkan masalah yang
disampaikan klien. Satu- satunya orang yang dapat menceritakan perasaan, pikiran, dan persepsi
klien terhadap perwat adalah klien itu sendiri.Mendengarkan klien menyampaikan pesan verbal
dan non-verbal mengandung arti bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah
klien. Perawat yang mendengarkann dengan penuh perhatian merupakan salah satu upaya agar
dapat mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang disampaikan klien. 

2.      Menunjukkan Penerimaan

Arti menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan dengan tingkah laku yang
menunjukan ketertarikan dan tidak menilai. Perlu diketahui bahwa menerima tidak berarti
menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
keraguan dan ketidaksetujuan. Sebagai seorang perawat kita tidak harus menerima semua
perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan ketidak setujuan terhadap sesuatu, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala yang menandakan tidak percaya.

Tuju cara memfasilitasi agar memperoleh “penerimaan” ( Bolton Cit.R,1999)


1. Tidak seorangpun dapat menerima secara sempurna
2. Beberapa orang cendrung diterima dari pada orang lain
3. Tingkah penerimaan seseorang terus menerus berganti
4. Adalah ssuatu yang alami mempunyai sesuatu yang difavoritkan
5. Setiap orang dapat lebih menerima
6. Penerimaan yang hanya pura pura merupakan suatu hal yang berbahaya untuk hubungan
interpersonal
7. Penerimaan tidak sama dengan persetujuan.
Berikut ini sikap perawat yang menunjukkan rasa percaya.
a. Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
b. Membarikan umpan balik verbal kepada klien dengan cara yang baik.
c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal sesuai dengan komunikasi verbal.
d. Menghindari perdebatan, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran
klien. Perawat dapat menganggukkan kepalanya atau berkata,”Ya” atau, “Saya mengikuti apa
yang Anda ucapkan”.
Penerimaan juga digunakan untuk membangun rasa percaya dan mengembangkan empati
( Boyt& Nirhat, 1998)
Misalnya:
Klien : “Saya telah melakukan beberapa kesalahan”
Ners : “ Saya ingin mendengar itu, tidak apa jika anda ingin mendiskusikan hal itu dengan saya”

3.      Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan

Menanyakan pertanyaan yang berkaitan bertujuan untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topikk yang dibicarakan dan
menggunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Pertanyaan hendaknya disampaikan
secara berurutan selama pengkajian.

4.      Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan kata-Kata Sendiri

Dengan mengulang kembali ucapan klien berarti perawat membarikan umpan balik sehingga
klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun,
perawat harus berhati-hati ketika menggunakan teknih ini, sebab pengertian bisa rancu jika
pengulangan ucapan mempunyai arti yang berbeda. Sebagai contoh, seorang klien mengatakan, “
Saya tidak dapat tidur, semalam saya terjaga”, lalu perawat menjawab, “Anda mengalami
kesulitan untuk tidur tadi malam...”.

5.      Memberi Kesempatan kepada Klien memulai Pembicaraan


Perawat sebaiknya memberikan kesempatan kepada klienuntuk berinisiatif dan mmemilih
temapembicaraan. Klien yang merasa ragu tentang perannya dalam berinteraksi dapat diberikan
stimulus untuk mengambil inisiatif, sehingga klien tersebut merasa bahwa ia diharapkan dapat
membuka pembicaraan. Misalnya “Adakah sesuatu yang ingin Anda sampaikan?” atau “Apakah
yang sedang Anda pikirkan?”.

6.      Diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasikan pikiran
masing-masing. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri dalam
memproses informasi yang ada. Penggunaan teknik diam memerlukan keterampilan dan
ketetapan waktu, karena jika tidak demikian maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam
berguna pada saat klien harus mengambil keputusan.

Arti diam ( Miyers& Miyers Cit.R,1999)


· Saat seseorang marah dan frustasi tetapi menolak mengungkapkanya
· Saat seseorang mendengarkan dengan penuh perhatian untuk sesuatu yang penting
· Saat seorang bosan
· Saat seseorang tidak dapat berpikir apa yang akan dikatakanya
· Saat seseorang berpikir tentang hal yang penbicara katakana
· Saat seseorang tidak memahami yang dikatakan pembicra
· Saat seorang melihat pandangan yang indah sehingga membuat seseorang tidak bicara.
Diam digunakan saat klien perlu mengekspresikan ide tapi tidak tahu cara
melakukanya/menyampaikan hal tersebut ( Boyd& Nihart,1998)
Msalnya:
Klien : “ Saya marah”
Ners : (Diam)
Klien : “orang tua saya tidak perhatian lagi sama saya”

7.      Klarifikasi

Jika terjadi kesalahpahaman sebaiknya perawat menghentikan pembicaraan sejenak untuk


mengklarifikasi dan menyamakan pemahaman, karena keakuratan informasi sangat penting
dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan. Perawat perlu membarikan contoh yang
konkret agar pesan mudah dimengerti klien dan tidak ada kesalahpahaman.

Contoh:

Klien : “Saya kurang yakin apakah bisa mengikuti apa yang Anda sampaikan.”

Perawat : “Apa yang Anda katakan tadi adalah.....”

8.      Memfokuskan
Teknik ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik dan
dimengerti. Perawat seharusnya tidak memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan
masalah yang penting, kecuali jika pemnicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. Misalnya,
“Hal ini sangat penting, nanti kita bicarakan lebih lanjut.”

9.      Menyampaikan hasil observasi

Perawat perlu memberikan respons kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya,
sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan baik dan benar. Perawat menguraikan
kesan yang ditimbulkan melalui syarat non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan
perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus memfokuskan atau
mengklarifikasi pesan.

Contoh:
“ Anda kelihatan tegang...”
“ Apakah Anda merasa cemas apabila Anda...”

10.  Menawarkan Infornasi

Pemberian tambahan informasi dapat dijadikan sebagai pendidikan kesehatan bagi klien dan juga
bisa menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Jika ada informasi yang ditutupi oleh
dokter, seorang perawat hendaknya mengklarifikasi alasannya. Perawat dalam memberikan
informasi tidak boleh terkesan seperti memberikan nasihat melainkan memfasilitasi klien untuk
mengambil keputusan

11.  Meringkas

Meriingkas adalah mengulang ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Teknik ini
bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan
berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam
interaksinya. Sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik lain yang berkaitan.
Misalnya, “Selama kurang lebih 2 jam, Anda dan saya telah membicarakan tentang...”

12.  Memberikan Penghargaan

Memberikan penghargaan terhadap klien dapat dilakukan dengan cara seperti menyambutnya
dengan salam dan menyebutkan namanya. Dengan melakukan hal tersebut perawata dapan
menunjukkan kesadarannya tentang perubahan yang terjadi selain itu juga dapat menunjukkan
bahwa perawat menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan
tanggungjawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Namu penghargaan tersebut jangan sampai
menjadi beban baginya,dengan kata lain penghargaan tersebut jangan sampai membuat klien
berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas
perbuatannya. Misalnya” Selamat siang, Bapak Jaya”, “Assalamualaikum” atau “Selamat datang
Ibu, Ibu sangat tepat waktu sesuai janji.”
Dengan agama islam, memberi salam dan penghargaan merupakan aklak terpuji, dengan begitu
berarti orang tersebut telah mendoakan orang lain agar memperoleh rahmat dari Allah SWT.
Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain dengan bersikap ramah.

13.  Menawarkan Diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain. Sering kali
perawat hanya menawarkan kehadirannya dan ketertarikannya tenpa mempertimbangkan kondisi
klien. Sesungguhnya teknik komunikasi ini harus dilakukan dengan tulus ikhas. Misalnya, “Saya
mengharapkan Anda merasa tenang dan nyaman.”

14.  Mempersilakan Untuk Meneruskan Pembicaraan

Teknik ini mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan
selanjutnya respek dengan apa yang akan dibicarakan. Sikap perawat lebih berusaha untuk
menafsirkan dari pada mengarahkan pembicaraan. Misalnya, “...lanjutkan...!”, “... dan terus...?”,
atau “Ceritakan kepaa saya...”.

15.  Menganjurkan Klien untuk Menjelaskan Persepsinya

Jika perawat ingin mengerti klien lebih jauh, maka perawat tersebut harus melihat klien dengan
sesungguhnya dari segala perspektif. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan atau
menjelaskan persepsinya tentang sesuatukepada perawat. Perawat harus mewaspadai adanya
ansietas saat klien menceritakan pengalamannya. Misalnya, “Ceritakan kepada saya bagaimana
perasaan Anda ketika akan dilakukan pemasangan infus”, “Atau apa yang sedang Anda lihat.”

16.  Refleksi

Refleksi adalah suatu teknik yang menganjurkan klien untukmengemukakan dan menerima ide
serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Jika klien bertanya apa yang harus ia
pikirkan atau kerjakan dan apa yang harus ia rasakan, maka perawat dapat
menjawab,”bagaimana menurut Anda?” atau “Bagaimana perasaan Anda”. Kemudian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak melakukan
hal tersebut, selanjutnya klien pun akan berfikir bahwa dirinya adalah individu yang terintegrasi
dan bukan sebagai bagian dari orang lain yang mempunyai kapasitas dan kemampuan.
Misalnya,”Apakah menurut Anda, saya harus menyampaikannya kepada dokter?” atau “Apakah
menurut Anda, Anda yang harus menyampaikannya?”.

2.10 Sikap komunikasi terapeutik.


Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik
untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik,  yang ia
definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang 
berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika
menunjukkan kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya
komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap  untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-
mendengar).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan
komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan  gerakan/bahasa
tubuh yang natural.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non
verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya
tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang
seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan
pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling
personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar
belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.

2.11 Tahapan komunikasi terapeutik.

Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase
yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase
terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus
terselesaikan.
a.Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas
perawat pada fase ini yaitu :
1). Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2). Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk
memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu
belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3). Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu
dengan klien.

b.Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali
bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan
langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini
adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu
klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini
antara lain :
1)Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka.
Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas,
menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien.
2)Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah
interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik
pertemuan.
3)Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien
mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.
4)Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi.
Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi
(Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1).Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2). Memperkenalkan diri perawat
3). Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi,
topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4). Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang
identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5). Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang
membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus
pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan
utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan
kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
6).Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan
orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien
saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.

c.Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini perawat
bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor
dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan
perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah
ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain
mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan
menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).

d.Fase terminasi.
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah
terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien
akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah
dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik,
perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat,
yang dibagi dua yaitu:
1) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2). Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a). Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi
objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan
tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat
berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).
b). Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah
berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c). Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut
pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi
yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut
klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d). Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik,
waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah
bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama
interaksi.

Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa tahapan komunikasi terapeutik meliputi :

1.PRAINTERAKSI
Dimulai sebelum kontak pertama perawat-klien
Tugas perawat : mengeksplorasi diri
Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image pada umumnya
ditambah dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul seperti:
- Takut ditolak klien
- Cemas karena merupakan pengalaman baru
- Memperhatikan klien secara berlebihan
- Meragukan kemampuan diri
- Takut dilukai klien secara fisik
- Gelisah melakukan komter
- Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
- Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
- Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
- Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
- Takut disakiti secara psikologis

Analisi diri
- Apakah saya menganggap klien sbg orang yang aneh?
- Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif
saya menjadi marah atau merasa terluka?
- Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam hubungan
dengan klien)?
- Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?
- Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan secara berlebihan
bila saya melakukan kekeliruan?

2.ORIENTASI
Perawat : menemukan alasan mengapa klien memerlukan pertolongan  dasar pengkajian
keperawatan dan membantu perawat fokus pada masalah klien.
Tugas perawat pada fase ini :
- Membangun trust
- Memahami
- Menerima
- Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien

Kontrak pertama dimulai :


- Memperkenalkan diri perawat dan klien
- Menyebutkan nama
- Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan harapan baik klien maupun perawat dengan
menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak dapat lakukan).
- Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan menekankan pada pengalaman hidup perawat – klien
serta konflik)

Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan untuk
menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini disebabkan :
- Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah .
- Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
- Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang
lain.
- Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga diri.
- Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang mungkin tidak
menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu rencana, dan yang terpenting
adalah membawa suatu perubahan

3.KERJA
Selama fase ini
- Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus meningkatkan perkembangan
insight klien (yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan)
- Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam pengalaman hidup klien
- Perawat membantu klien : menghilangkan kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan dan
tanggung jawab terhadap diri sendiri mengembangkan mekanisme koping yang positif. (Fokus
fase ini : perubahan perilaku secara nyata)

4.TERMINASI
- Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan
- Saling tukar pikiran dan memori
- Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan dengan tujuan asuhan keperawatan)
- Perawat-klien bersama-sama mereview perkembangan yang tercapai selama perawatan
- Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah diekspresikan dan diekplorasi

Tugas perawat dalam tiap-tiap fase :


Prainteraksi :Mengekplorasi perasaan, harapan, dan rasa takut diri sendiri.
Menganalisa kemamp. & kekurangan diri
Mengumpulkan data klien (bila mungkin)
Merencanakan pertemuan pertama dgn klien

Orientasi :Mengidentifikasi alasan klien meminta bantuan


Membangun trust, menerima, dan membuka komunikasi
Bersama-sama membuat kontrak
Mengekplorasi pikiran, perasaan, dan tindakan klien
Mengidentifikasi masalah klien
Menetapkan tujuan dgn klien

Kerja :Mengekplorasi stressor yg berkaitan


Meningkatkan insight dan mekanisme koping klien

Terminasi :Mereview perkembangan terapi dan tujuan yg tercapai


Mengekplorasi perasaan satu sama lain;rejeksi,
kehilangan, kesedihan, dan kemarahan dan dihubungan dgn perilaku.

Tahapan strategi komunikasi keperawatan secara sigkat

Contoh :

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

A. PROSES KEPERAWATAN

1.Kondisi klien…………………………………………………………...

2.Diagnosis perawatan…………………………………………………...

3.Tindakan keperawatan…………………………………………………

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKANKEPERAWATAN

·ORIENTASI…………………………………………………………….

§ Salam terapeutik………………………………………………………..

§ Evaluasi / validasi………………………………………………………

§ Kontrak :

o Topik…………………………………………………………………..

oWaktu…………………………………………………………………..

o Tempat…………………………………………………………………

· KERJA (Langkah – langkah tindakan keperawatan)

1.………………………………………………………………………….

2.………………………………………………………………………….

· TERMINASI

a. Evaluasi respons klien terhadap tindakan keperawatan

ü Evaluasi subjektif…………………………………………………..
ü Evaluasi objektif……………………………………………………

b. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan) : ………………………....................................................

c. Kontrak yang akan datang

· Topik……………………………………………………………….

· Waktu………………………………………………………………

· Tempat……………………………………………………………...

Contoh Analisis Kasus

Situasi

Seorang ibu bernama Neni, 25 tahun, post-partum (anak pertama) ingin mengetahui tentang
perawatan tali pusat pada bayi, dimana ners Irma sebelumnya sudah melakukan interaksi dan
menjalin hubungan saling percaya dengan ibu Neni. Dalam hal ini yang digunakan adalah teknik
komunikasi wawancara (tanya jawab).

Fase Orientasi

1. Ners Irma : “Assalaualaikum Bu.../ selamat pagi bu” (sambil mengulurkan tangan untuk
berjabat tangan).

Bu Neni : “walaikumsalam, pagi juga ners Irma,” (sambil tersenyum dan menjabat tangan).

2. Ners Irma: “Bagaimana perasan Ibu Neni sekarang, adakah sesuatu yang ingin disampaikan
Ibu Neni ketika menemani si kecil selama kita tidak bertemu, coba Ibu sampaikan?” (sambil
memegang bahui kanan Ibu Neni).

Bu Neni : “Alhamdulillah, saya sanga senang Ners, setelah lahirnya sibuah hati yang kami
tunggu-tunggu. Oh, ya Ners ... saya masih kurang jelas mengenai perawatan tali pusat, saya agak
khawatir jangan-jangan nanti terjadi infeksi?”.

3. Ners Irma : “O...ya, Ibu sesuai dengan perjanjian kita kemarin,hari ini saya akan jelaskan apa
saja yang belum Ibu pahami dan saya juga akan jelaskan semua hal yang ingin Ibu tanyakan,
yaitu tentang perawatan tali pusat yan gbenar, begitukah bu?”

Bu Neni: “ Ya Ners, saya masih bingung!”

4. Ners Irma : “Baiklah, saya akan coba menjelaskan tentang perawatan tali pusat pada bayi,
tetapi tolong Ibu perhatikan betul! Sekarang apakah Ibu sudah siap untuk mendengarkannya?”

Bu Neni : “ya ners, saya siap”

Fase Kerja

1. Ners Irma :”Baiklah Bu, perawatan tali pusat pada bayi sangatlah penting kita ketahui dan kita
pahami agar bayi kita terbebas dari infeksi tetanus.”

Bu Neni :”Infeksi tetanus pada bayi bisa terjadi..., ya Ners?”


2. Ners Irma :” Benar Bu Neni, tetanus bisa berakibat kematian pada bayi. Jadi, perawatan tali
pusat kita laksanakan pada pagi hari setelah kita memandikan bayi kita dan kita harus benar-
benar menjaga kebersihannya”.

Bu Neni :”Berarti ners, setelah kita memandikan bayi kita, kita juga malkukan perawatan tali
pusat”.

3. Ners Irma :”Ya, sangat benar sekali Bu Neni, sebelum kita melaksanakannya, kita terlebih
dahulu mempersiapkan alat-alatnya”. (Sambil memmpraktikkannya).

Bu Neni :”Apa saja persiapan alatnya Ners?”

4. Ners Irma :”Kita harus menyiapkan alat-alat yang akan dipakai seperti kapas lidi, trypleday,
kassa steril semuanya diletakkan pada tempatnya masing-masing lalu disusun pada baki.”
(sambil memegang dan menunjukkan alat tersebut)

Bu Neni :”Terus caranya bagaimana ners...?” (Klien menganggukkan kepala).

5. Ners Irma :” Pertama-tama setelah bayi selesai dimandikan, kita ambil kapas lidi lalu diolesi
trypleday kemudian kita mulai membersihkannya dari sekeliling pangkal tali pusat sampai
bagian ujung. Sampai disini ada yang mau ditanyakan Bu Neni?” Bu Neni :”O...ya ners, apakah
kapas lidi tersebut tidak boleh kita bolak-balik?”

6. Ners Irma :”Benar sekali Bu Neni, jadi setiap kita membersihkan bagian tali pusat, kita tukar
dengan yang baru lagi dan jangan lupa juga Bu, sebelum kita melakukannya tangan ibu harus
bersih atau cuci tangan sebelum melakukan tindakan tersebut. Pokoknya kebersihan herus dijaga
sebaik-baiknya.”

Bu Neni :”Selanjutnya bagaimana ners...?”

7. Ners Irma :”Oh...ya, maaf Bu..., tadi pembicaran kita sampai dimana?”

Bu Neni :”Sampai...membersihkan tali pusat sampai bagian ujung.”

8. Ners Irma :”Kemudian dilanjutkan dengan membungkus tali pusat, bagaimaan Bu Neni, tidak
sulit bukan?”

Bu Neni :”Sepertinya saya bisa, ya... saya bisa melakukannya, ners.”

Fase Terminal

1. Ners Irma :”Bagaimana Bu Neni, apakah sudah mengerti denganpenjelasan tadi?” Bu


Neni :”Sudah, Ners.”

2. Ners Irma :”Apakah Bu Neni bisa mengulang kembali apa yang telah saya jelaskan?”

Bu Neni :”Insya Allah bisa Bu. Saya akan mencoba Ners, pertama-tama setelah bayi selesai
dimandikan, kita ambil kapas lidi lalu kita olesi tryplady setelah itu kita mulai membersihkan tali
pusat dari pangkal dan sekelilingnya sampai keujung, kemudian kita bungkus dengan kain kassa
steril yang kering. Terakhir baru kita rapikan dan baju bayi kita pasangkan. Bagaimana Ners?”

3. Ners Irma :”Bagus Bu Neni, sepertinya Ibu telah mengerti dengan apa yang telah saya
sampaikan, apakah masih ada yang ingin Ibu tanyakan?”

Bu Neni :” Tidak ners, saya pikir sudah cukup!”


4. Ners Irma :”Oke...”(tersenyum).

Bu Neni :”Saya sangat berterima kasih karena Ners telah meluangkan waktu untuk saya.”

5. Ners Irma :”Sama-sama Bu Neni, itu semua sudah kewajiban saya.”

Bu Neni :”Terus saya ingin mengetahui bagaimana cara menyusui yang baik dan benar.”

6. Ners Irma : (tersenyum)”...baiklah Bu Neni. Insya Allah, saya akan datang lagi kesini besok
untuk menjelaskan bagaimana cara menyusui yang baik dan benar. Ibu mau saya datang jam
berapa?”

Bu Neni :”Sama seperti hari ini saja, ners.”

7. Ners Irma :”Baik Bu sampai ketemu besok, ya!”

Bu Neni :”Ya, ners.”

8. Ners Irma :” Kalau begitusaya permisi dulu ya Bu Neni. Selamat siang..., Assalamualaikum!”
(tersenyum).

Bu Neni :”Siang ners...walaikumsalam.”

2.12 Komunikasi terapeutik dalam proses keperawatan.

Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)


1. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
2. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau kelompok.
3. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh atau ekspresi
wajah.
4. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan pada
penerima/ sasaran.
5. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan tersebut dituju.
6. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan.
Proses komunikasi terapeutik dalam perawatan.
1. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
- Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
- Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas intervensi.
- Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
- Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
- Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan bisa
realistik.
- Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.
- Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang dibutuhkan.
2. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)
- Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
- Sesi perencanaan tim kesehatan.
- Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.
- Membuat rujukan.
3. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)
- Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
- Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
- Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.
- Meningkatkan harga diri pasien.
- Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
- Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
4. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)
- Memperkenalkan diri kepada pasien.
- Memulai interaksi dangan pasien.
- Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
- Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.
- Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.
5. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)
- Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan sendiri.
- Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
- Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.

2.13 Komunikasi efektif.

            Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap
(attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi.
            Tujuan dari Komunikasi Efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan dalam
memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi sehingga
bahasa yang digunakan oleh pemberi informsi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan
dipahami dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. tujuan lain dari Komunikasi
Efektif adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seinbang
sehingga tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih penggunaan bahasa
nonverbal secara baik.

            Menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp mengatakan bahwa komunikasi yang efektif
dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara
komunikator dan komunikan dalam setiap komunikasi. Komunikasi yang lebih efektif terjadi
apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap dan bahasa.
Komunikasi dapat dikatakan efektif apa bila komunikasi yang dilakukan dimana :
1. Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang dimaksud oleh
pengirimnya.
2. Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti
dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim.
3. Tidak ada hambatan yang berarti untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk
menindaklanjuti pesan yang dikirim.

            Di dalam konsep komunikasi terapeutik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
komunikasi terapeutik berjalan dengan efektif antara lain :

Upaya meningkatkan komunikasi terapeutik :

a.   Pihak komunikator ( perawat ).

1)    Harus menguasai metoda / cara penyampaianpesan baik verbal maupun non verbal.

2)    Harus bersikap tegas , penuh penerimaan dan penghargaan , jangan menunjukan       


kesombongan , ragu-ragu dan menunjukan ketidak percayaan dihadapan klien.

3)    Dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi selama melakukan komunikasi.

4)    Jamgam memaksa budaya sendiri dalam melakukan komunikasi dengan klien.

Pesan disampaikan  hendaknya dengan cara :

Ø   Mengulang  pengertian –pengertian pokok.

Ø   Mengemukakan ide-ide yang sulit diterjemahkan kedalam kalimat yang dimengerti klien.

Ø   Memberi alasan lebih luas bila klien kurang mengerti.

b.   Pihak komunikan (Klien).

1)   Diupayakan agar dapat menangkap seluruh pesan yang disampaikan baik verbal maupun non
verbal.

2)   Sikap /rasa curiga , acuh tak acuh terhadap komunikator harus dihilangkan.

3)   Pengalaman klien berpengaruh terhadap proses komunikasi oleh karena itu perlu
diperhatikan.

4)   Klien yang mempunyai masalah dengan panca indera menjadi hambatan dalam komunikasi
harus dicari cara lain.

5)   Jarak antara perawat dengan klien 0,4 m sampai 1,2 m.

6)   Klien diupayakan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan perawatan 

            Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik
untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik,  yang ia
definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang 
berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika
menunjukkan kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya
komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap  untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-
mendengar).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan
komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan  gerakan/bahasa
tubuh yang natural.

  Kesadaran intrapersonal perawat-klien.


2.7 Kesadaran diri.

            Kesadaran diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami dirinya
sendiri, baik perilaku, perasaan dan pikirannya sendiri. Untuk dapat mengetahui sampai dimana
kesadaran diri sendiri, maka perawat haruslah dapat menjawab pertanyaan “Siapakah saya ?”
perawat seperti apakah saya ?” (Nurjannah, 2005).

            Ada empat komponen kesadaran diri yang saling berkaitan terdiri dari komponen
psikologis, fisik , lingkungan dan psikologis :

1.      Komponen psikologis, meliputi pengetahuan tentang emosi, motivasi, konsep diri dan
kepribadian.

2.      Komponen fisik, terdiri dari pengetahuan tentang kepribadian dan fisik secara umum yang
meliputi juga sensasi tubuh, gambaran diri dan potensi fisik.

3.      Komponen lingkungan, terdiri dari lingkungan sosiokultural, hubungan dengan orang lain, dan
pengetahuan tentang hubungan antara manusia dan alam.

4.      Komponen filosofi, mencakup arti hidup bagi sesorang , komponen filosofi akan menjelaskan
tentang arti hidup itu bagi seseorang.

Keempat komponen tersebut secara bersama – sama digunakan sebagai alat untuk meningkatkan
keesadaran diri dan pertumbuhan bagi perawat dan klien.

Gambaran kesadaran diri ditunjukkan oleh jendela Johari yang terdiri dari 4 kuadran :

Gambaran kesadaran diri menurut Jendela Johari

1. Diketahui diri sendiri dan orang lain 2. Hanya diketahui oleh orang lain
4. Tidak diketahui diri sendiri dan
3. Hanya diketahui diri sendiri
orang lain
Setiap kuadran terdiri dari tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang.
1.      Kuadran satu disebut kuadran terbuka karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
diketahui oleh diri sendiri dan orang lain.

2.      Kuadran kedua disebut kuadran buta karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang
diketahui oleh orang lain tapi dirinya sendiri tidak tahu.

3.      Kuadran ketiga adalah kuadran tersembunyi karena tingkah laku, perasaan dan pikiran
seseorang tentang diri, dimana hanya individu sendiri yang tahu.

4.      Kuadran keempat adalah kuadran yang tidak diketahui yang berisi aspek yang tidak

diketahdiketahui oleh diri dan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).

Ada tiga prinsip yang dapat diambil dalam memperluas kesadaran diri (Keliat, 1996).

(1). Meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, karena dapat menurunkan
ancaman dari sikap perawat terhadap klien dan membantu klien memperluas dan menerima
semua aspek kepribadiannya, Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :

1). Tindakan penerimaan yang tidak kaku.

2). Dengarkan klien.

3). Dorong mendiskusikan perasaan dan pikiran klien.

4). Beri respon yang tidak menghakimi.

5). Tunjukkan bahwa klien adalah individu berharga yang bertanggung jawab terhadap dirinya 
dan dapat membantu diri sendiri.

(2). Bekerja dengan klien pada tingkat kemampuan yang dimiliki klien, karena tingkat
kemampuan klien seperti kemampuan menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlukan
sebagai dasar asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :

1) Identifikasi kemampuan yang dimiliki klien

2) Petunjuk asuhan untuk klien dengan kemampuan minimal :

a) Mulai dengan penegasan identitas

b) Memberi dukungan untuk menurunkan tingkat kepanikan (cemas)

c) Pendekatan yang tidak menuntut

d) Terima dan coba mengklarifikasi komunikasi verbal dan non verbal

e) Cegah isolasi social

f) Beri batasan pada perilaku yang tidak sesuai

g) Orientasi ke realitas

h) Beri pujian dan pengakuan pada perilaku yang tepat

i) Secara bertahap tingkatkan aktivitas dan tugas

(3). Memaksimalkan peran serta klien dalam hubungan terapeutik, karena kerjasama penting
bagi klien untuk menerima tanggung jawab terhadap dirinya dan respon koping yang
maladaptive, tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya
a) Secara bertahap tingkatkan peran serta klien dalam mengambil keputusan tentang asuhannya.
b) Tunjukkan bahwa klien orang yang bertanggung jawab.

2.14 Klarifikasi nilai.

Perawat harus mampu menjawab, apa yang penting untuk saya? Kesadaran membantu
perawat untuk sayang dan tidak menjauhi pasien dan membantu sesuai dengan kebutuhannya.

Walaupun hubungan perawat – klien merupakan hubungan timbal balik, tetapi kebutuhan
klien selalu di utamakan. Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang
cukup, sehingga tidak menggunakan klien untuk kepuasan dan keamanannya.

Jika perawat mempunyai konflik, ketidakpuasan, sebaiknya perawat menyadari dan


mengklarifikasi agar tidak mempengaruhi keberhasilan hubungan perawat – klien.

Dengan menyadari sistem nilai yang dimiliki perawat, misalnya kepercayaan, seksual, ikatan
keluarga, perawat akan siap mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan sistem nilai yang
dimiliki.

            Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki standar mengenai hal – hal yang pantas
dilakukan (Stuart & Sundeen, 1998). Konsep tersebut dibentuk sebagai hasil dari pengalaman
dengan keluarga , teman, budaya, pendidikan, kerja, relaksasi dan lainnya (Nurjannah, 2005).

            Yang dimaksud dengan klarifikasi nilai adalah metode dimana seseorang menemukan
nilai- nilainya sendiri dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai – nilai pribadi
dan bagaimanan nilai tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan.
Pemahaman tentang nilai diri diklarifikasikan oleh nilai individu dengan cara mengkaji,
eksplorasi, imajinasi, serta merujuk pada tujuan akhir (Covey, 1997, dikutip dari Nurjannah,
2005).
            Perawat dapat melakukan klarifikasi nilai dengan beberapa tahap sebagai berikut (Taylor
dkk, 1997, dikutip dari Nurjanna, 2005):

Pemilihan

1). Kebebasan untuk memilih kepercayaan

2). Mengenal dan mengakui bahwa seseorang mempunyai pilihan lain

3). Kepercayaan bahwa menghargai setiap orang akan memberikan konsekuensi terbaik bagi
dirnya dan untuk semua masyarakat

Penilaian

1) Merasa bebas dan bahagia dengan pilihannya

2) Dapat mempertahankan nilai


Tindakan

1) Mengaplikasikan nilai – nilai ini pada praktek

2) Berusaha secara konsisten untuk menghargai orang lain dalam kehidupan pribadi dan
professional

2.15 Eksplorasi perasaan.

            Eksplorasi diri adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap perasaan perawat dan dapat
mengontrol agar perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik ( Stuart& Sundeen, 1987,
dikutip dari Keliat, 1996).

            Eksplorasi diri merupakan kesadaran diri perawat bagaimana cara memperlihatkan model
pada klien sehingga tidak memberi efek negatif pada saat hubungan perawat klien (Keliat, 1996).

            Ada 4 (empat) prinsip yang dapat diambil dalam mengeksplorasi diri perawat :

Membantu klien untuk menerima perasaan dan pikirannya, karena jika perawat memperlihakan
perhatian dan penerimaannya terhadap perasaan dan pikiran klien, maka klien juga
melakukannya.

1) Dorong klien mengekspresikan emosi, keyakinan, perilaku dan pikiran secara verbal dan non
verbal.

2) Gunakan respon terapeutik dan respon empati

3) Catat pikiran logi dan tidak logis

            Menolong klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungan dengan orang lain melalui
keterbukaan – keterbukaan, karena keterbukaan dan pengertian tentang persepsi sendirilah
prasyarat untuk berubah. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain :

1) Peroleh persepsi tentang kekuatan dan kelemahan

2) Bantu klien untuk menguraikan ideal diri

3) Identifikasi kritik diri

4) Bantu untuk menguraikan hubungannya dengan orang lain

            Sadari dan kontrol perasaan anda atau perawat, karena kesadaran diri perawat merupakan
cara untuk memperlihatkan model pada klien sehinggga tidak memberikan efek negatif pada
hubungan perawat klien. Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :

1) Terbuka pada perasaan sendiri


2) Mengungkapkan diri secara terapeutik dengan cara:

a) Mengungkapkan perasan dengan klien

b) Verbalisasi bagaimana perasaan orang lain

c) Bercermin pada persepsi dan perasan klien

            Memberi respon empati bukan simpati dan tekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada
pada klien karena simpati menguatkan pandangan negatif klien. Perawat harus mengatakan
bahwa kehidupan klien harus dibawah kontrolnya. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara
lain:

1) Pakai cara – cara empati , evaluasi diri tentang simpati

2) Menguatkan klien bahwa dia berguna dalam memecahkan masalahnya

3) Tunjukkan secara verbal dan perilaku bahwa klien bertanggung jawab terhadap perilakunya
termasuk perilaku maladaptif dan adaptif.

4) Diskusikan cakupan pilihan, area kekuatan, dan sumber – sumber yang tersedia untuk klien
5) Pakai sumber daya keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi penyelidikan klien
6) Bantu klien untuk mengerti sifat konfilik dan cara maladaptive yang dilakukan klien untuk
mengatasinya.

2.16 Role model.


            Kemampuan menjadi model juga berarti bahwa perawat mampu melaksanakan nilai –
nilai yang telah ditetapkan sebagai standarnya, dimana nilai – nilai itu sesuai dengan prinsip
yang benar. Perawat dapat menjadi model apabila perawat tersebut dapat memenuhi dan
memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasikan oleh konflik, distress, atau
pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat.
            Perawat yang mempunyai masalah pribadi, seperti ketergantungan obat, hubungan
interpersonal yang terganggu, akan mempengaruhi hubungannya dengan klien (Stuart dan
Sundeen, 1987, h.102)
            Perawat mungkin menolak dan mengatakan ia dapat memisahkan hubungan profesional
dengan kehidupan pribadi. Hal ini tidak mungkin pada asuhan kesehatan jiwa karena perawat
memakai dirinya secara terapeutik dalam menolong klien.
            Perawat yang efektif adalah perawat yang dapat memenuhi dan memuaskan kehidupan
pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distres atau pengingkaran dan memperlihatkan
perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat diharapkan bertanggung jawab atas
perilakunya, sadar akan kelemahan dan kekurangannya.

Ciri perawat yang dapat menjadi role model :

Puas akan hidupnya,tidak didominasi oleh stres,mampu kembangkan kemampuan,


Adaptif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
            Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien
dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang
adaptif dan positif.

            Kesadaran diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami dirinya
sendiri, baik perilaku, perasaan dan pikirannya sendiri.

            klarifikasi nilai adalah metode dimana seseorang menemukan nilai- nilainya sendiri
dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai – nilai pribadi dan bagaimanan nilai
tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan.

            Eksplorasi diri adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap perasaan perawat dan dapat
mengontrol agar perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik ( Stuart& Sundeen, 1987,
dikutip dari Keliat, 1996).

3.2 Saran.

            Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat. Komunikasi
terapeutik bukanlah hanya salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung
proses keperawatan yang diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan
efektif diperlukan latihan dan pengasahan keterampilan berkomunikasi sehingga efek terapeutik
yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.
            Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia miliki
untuk melakukan komunikasi terapeutik, ia pada akhirnya akan menyadari bahwa komunikasi
terapeutik yang ia lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik bagi pasiennya tetapi juga
bagi dirinya sendiri.
            Perawat merupakan bagian dari tenaga kesehatan yang ada di lingkungan masyarakat.
Tidak hanya itu perawat bahkan dapat dijumpai sampai pelosok tanah air. Oleh karena itu
perawat hidup ditengah masyarakat haruslah menjadi panutan/contoh (Role Model) dalam
berkehidupan di masyarakat. Karena perawat merupakan publik figure yang ada di tengah
masyarakat Indonesia, maka semua perilaku atau kebiasaan perawat akan menjadi contoh di
masyarakat. Terlebih lagi kebiasaan dalam bidang kesehatan, misal perilaku hidup bersih dan
sehat, ini akan menjadi sorotan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media

Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC

Potter & Perry (2005). Fundamental keperawatan, Edisi 5 .Jakarta : EGC

Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC


http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalam-komunikasi.html

(Diakses tanggal 11 Mei 2014).

BAB I
                                                              PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG


            Adapun latar belakang pembuatan makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas
makalah juga untuk mempelajari tentang komunikasi terapeutik  khususnya pada berbagai
tingkat usia dengan berbagai kondisi serta berbagai macam teknik-teknik yang terdapat di
dalamnya. Selain itu juga untuk memberi pengetahuan kepada para pembaca bagaimana tahap-
tahap komunikasi terapeutik yang baik. Serta memberi panduan kepada calon perawat bagaimana
merawat pasien dengan menggunakan komunikasi terapeutik. Selain itu komunikasi terapeutik,
akan dibahas juga mengenai bagaimana pula komunikasi Non-Terapeautik itu.
 
1.2   RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan makalah ini adalah
1.             Pengertian Komunikasi
2.            Analisis Diri Perawat
3.            Definisi Komunikasi Terapeutik
4.            Tujuan Komunikasi Terapeutik
5.            Interaksi Sosial
6.            Mengembangkan Konsep “Helping Relationnship”
7.            Prinsip Komunikasi Terapeutik
8.            Tahap-tahap Komunikasi Terapeutik
9.            Sikap Perawat dalam berkomunikasi Terapeutik
10.          Tehnik Komunikasi Terapeutik
11.          Komunikasi Terapeutik Pada Tingkat Usia
12.         Hambatan Komunikasi Terapeutik
13.         Komunikasi Non-Terapeutik
1.4     TUJUAN MASALAH
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari cara-cara
komunikasi terapeutik dan menerapkan langsung kepada klien tentang bagaimana komunikasi
terapeutik tersebut.
                                                     

BAB II
PEMBAHASAN

2.1   PENGERTIAN KOMUNIKASI


  Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia.
  Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu
untuk berhubungan dengan orang lain.
  Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
  Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antar perawat dengan pasien.
Ada beberapa pengertian tentang komunikasi :
a)    Komunikasi adalah pengiriman pesan atau tukar menukar informasi    atau ide/gagasan (Oxford
Dictionary)
b)    Komunkasi adalah suatu proses ketika informasi disampaikan pada orang lain melalui symbol,
tanda, atau tingkah laku
c)    Komunkasi bisa berbentuk komunikasi verbal, komunikasi non verbal, dan komunikasi abstrak.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pesan atau informasi dari seseorang kepada orang lain baik secara verbal maupun
nonverbal.
Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan menggunakan symbol, tanda, atau tingkah laku.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antar perawat dengan pasien.
2.2   ANALISA DIRI PERAWAT
Setiap memulai aktivitas dalam memberikan pelayanan kepada klien selalu didahului
dengan komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk menjalin hubungan interpersonal perawat-
klien agar proses keperawatan dapat dilakukan dengan lancar dan afektif.
Sebelum melakukan komunikasi perawat harus melakukan ”Analisa Diri” yang meliputi :
a.    kesadaran Diri
b.    klarifikasi Nilai
c.    Eksplorasi Perasaan
d.    Kemampuan menjadi model
2.3   DEFINISI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komunikasi Terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat-klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.
Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun perawat yang
didefinisikan dalam 4 tindakan yang harus diambil antara perawat-klien, yaitu :
a.    Tindakan diawali perawat
b.    Respon reaksi dari klien
c.    Interaksi dimana perawat dan klien untu mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
d.    Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan
hubungan

2.4   TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


a.    Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban, perasaan dan pkiran serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal diperlukan.
b.    Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
c.    Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut
(Hamid, 1998) :
a.    Kesadaran diri.
b.    Klarifikasi nilai.
c.    Eksplorasi perasaan.
d.    Kemampuan untuk menjadi model peran.
e.    Motivasi altruistic.
f.     Rasa tanggung jawab dan etik

2.5   INTERAKSI SOSIAL


Upaya awal yang dilakukan pada saat berkomunikasi dengan klien biasanya
menghasilkan interaksi sosial yang singkat. Pesan yang disampaikan masih bersifat dangkal,
dimana komunikasi antara perawat dan klien belum mencoba membahas sesuatu secara
mendalam. Beberapa perubahan interpersonal cenderung didasarkan pada respon intuitif dan
bersifat otomatis. Interaksi yang dangkal tersebut membuat orang yang terlibat di dalamnya
merasa aman karena diskusi yang di lakukan tdk ada niat yang tersembunyi untuk mengungkap
tabir rahasia pribadi seseorang.
2.6 MENGEMBANGKAN KONSEP “HELPING RELATIONSHIP “
Bentuk umum dari hubungan membantu adalah rasa percaya, empati, perhatian, autonomi
dan mutualisme. Sifat-sifat tersebut esensial jika perawat ingin menetapkan hubungan yang
positif dan suportif dengan klien. Ada 3 hal mendasar dalam mengembangkan Helping
Relationship, yaitu :
a.    Geunineness
Untuk membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap, dan perasaan yang
dimiliki klien. Apa yang dipikirkan dan dirasakan perawat tentang individu dan dengan siapa dia
berinteraksi perlu selalu dikomunikasikan baik secara verbal maupun secara non verbal.
b.    Empathy
Empathy merupakan perasaan, “pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap
perasaan yang dialami klien, dan kemampuan merasakan “dunia pribadi klien”. Empathy
merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat yang didasarkan atas apa yang dialami
orang lain.
c.    Warmth
Hubungan yang saling membantu dilakukan untuk memberikan kesempatan klien
mengeluarkan”uneg-uneg” (perasaan dan nilai-nilai) secara bebas.Dengan kehangatan,perawat
akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk
perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi.

2.7    PRINSIP DASAR KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1. Hubungan perawat dengan klien.


2. Perawat harus menghargai keunikan klien yang   mempunyai satu karakter yang berbeda-
beda.
3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat memjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan (harga diri perawat dan harga klien)
4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan
masalah, hubungan yang saling percaya itu adalah kunci dari komunikasi terapeutik yaitu
antara perawat dan klien
5. Hubungan perawat dengan klien.
6. Perawat harus menghargai keunikan klien yang   mempunyai satu karakter yang berbeda-
beda.
7. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat memjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan (harga diri perawat dan harga klien)
8. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan
masalah, hubungan yang saling percaya itu adalah kunci dari komunikasi terapeutik yaitu
antara perawat dan klien
2.8 SIKAP PERAWAT DALAM BERKOMUNIKASI TERAPEUTIK
Perawat tidak cukup hanya mengetahui tekhnik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang
sangat penting adalah sikap atau penampila dalam berkomunikasi.
a.     Kehadiran diri secara Fisik
1.    Gerakan Mata
2.    Ekpresi muka
3.    Sentuhan
b.    Kehadiran diri secara Psikologis
1.    Keikhlasan
2.    Menghargai
3.    Empati
4.    Kongkrit

2.9 TAHAP-TAHAP KOMUNIKASI


a.    Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1.    Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya
2.    Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk
memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu
belajar kembali, diskusi teman kelompok
3.    Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi
4.    Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan
klien.
b.     Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali
bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan
langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini
adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu
klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.
Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
1.    Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka.
Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas,
menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien;
2.    Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah
interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik
pertemuan;
3.    Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien
mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka;
4.    Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila
tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi
(Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)

Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :


1.    Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2.    Memperkenalkan diri perawat
3.    Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi,
topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4.    Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang
identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5.    Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat
klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih
lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan
lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil
interaksi sebelumnya.
6.    Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan
orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien
saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.

c.   Fase kerja.


Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik.Tahap ini
perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi
stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi,
perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah
ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain
mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan
menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d.  Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah
terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien
akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah
dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik,
perawat menggunakan konsep kehilangan.

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1.    Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2.    Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a.    Mengevaluasi pencapaian tujuan interak i yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi
objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan
tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat
berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005);
b.    Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi
atau setelah melakukan tindakan tertentu;
c.    Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut
pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi
yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut
klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam;
d.    Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik,
waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah
bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama
interaksi.

2.10    KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA TINGKAT USIA


a.    Pada bayi usia 0-1 tahun
            Perkembangan komunikasi dengan bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk
melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan berespn untuk
mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai
pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk meliht objek atau cahaya,
kemudian pada minggu ke dua belas sudah mulai melakukan tersenyum.
Pada usia ke enam belas sudah menolehkan kepala pada suara asing pada dirinya. Pada
pertengahan tahun prtaa bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti baba, da-da, dan
lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya,
mampu melihat beberapa gambar yang terdapat pada buku.  Pada akhir tahun pertama bayi sudah
mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata. Selain melakukan
komunikasi seperti diatas terdapat cara komunikasi yang efektif pada bayi yakni dengan cara
menggunakan komunikasi non verbal dengan teknik sentuhan seperti mengusap, menggendong,
memangku, dan lain-lain. Mengungkapkan kebutuhan dengan tingkah laku dan bersuara yang
dapat diinterpretasikan oleh orang sekitarnya, misal: menangis.
b.    Toddler usia 1-3 tahun
Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahas
anak dengan kemapuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke
dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengar kata-kata ulangan. Pada anak usia ini
khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan ratus kata dan banyak kata-kata
yang digunkan seperti mengapa, apa, kapan, dan sebagainya.
Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa
yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan
yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang
lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti
kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktifitas saat komunikasi, memberi mainan saat
komunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus
menghindarkan konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara non
verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh
anak tanpa disetujui dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan
perasaan cemas, menggambar, menulis atau berceriita dalam menggali perasaan dan fikiran anak
di saat melakukan komunikasi.
c.    Prasekolah usia 3-5 tahun
anak tidak dapat memahami/membedakan fantasi dan kenyataan, anak juga hanya
memahami kalimat yang pendek, sederhana, kata-kata yang dipahami penjelasan ysng konkrit.
d.    Anak usia sekolah usia 5 – 12 tahun
anak mencari alasan dan penjelasan atas segala sesuatu, namun tidak membutuhkan
pengesahan. Anak juga memahami penjelasan sederhana dan mendemonstrasikan.
e.    Remaja usia 13-18 tahun
remaja berfikir lebih abstrak frustasi antara tingkah laku berfikir kanak-kanak dan
dewasa.
f.     Lansia
Proses komunikasi dengan lansia membutuhkan perhatian khusus, perawat harus waspada
terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi dan sosial yang mempengaruhi pola komunikasi.
CARA BERKOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA BERBAGAI TINGKAT USIA
1.    Pada Anak
            Dalam melakukan komunikasi pada anak perawat perlu memperhatikan berbagai aspek
diantaranya adalah usia tumbuh kembang anak, cara berkomunikasi dengan anak, metode
berkomunikasi dengan anak. Peran orang tua dalam membantu proses komunikasi dengn anak
sehingga bisa di dapatkan informasi yang benar dan akurat.
a.    Sikap Kesejatian
Menghindari membuka diri yang terlalu dini sampai dengan anak menunjukkan kesiapan
untuk berespon positif terhadap keterbukaan, sikap kepercayaan kita kepada anak.
b.    Sikap Empati
Bentuk sikap dengan cara menempatkan diri kita pada posisi anak dan orang tua.
c.    Sikap Hormat
Bentuk sikap yang menunjukkan adanya suatu kepedulian/perhatian, rasa suka dan
menghargai klien. Seperti senyum pada saat yang tepat, melakukan jabat tangan atau sentuhan
yang lembut dengan seizin komunikan.
d.    Sikap Konkret
Bentuk sikap dengan menggunakan terminologi yang spesifik dan bukan abstrak pada saat
komunikasi dengan kien seperti gambar, mainan, dll

3.    Pada Remaja


a.    Pola pikir dan tingkah laku
Peralihan dari anak ke dewasa 
b.    Bila stres, diskusi tentang masalahnya dengan teman sebaya, orang dewasa Diluar keluarga dan terbuka terhadap
perawat.
c.    Menolak orang yang berusaha menjatuhkan harga dirinya
1).    Beri support penuh perhatian
2).   Jangan melakukan intrupsi
3).   Ekspresi wajah tidak menunjukkan heran
4).   Hindari pertanyaan yang menimbulkan rasa malu (jaga privasi)

3. Strategi untuk memperbaiki komunikasi dengan pasien lanjut usiayaitu


1.    Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena
pasien pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang kompleks.
2.    Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak bercerita dulu
kepada  p e r a w a t atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk
m e m i n i m a l k a n f r u s t a s i d a n kelelahan pasien.
3.    Menghindarkan jargon medis.
4.    Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
5.    Menggunakan diagram, model, dan gambar.
6.    Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih siap darisegi
waktu dan secara klinis cenderung kurang sibuk.
7.     Mengenal Kultur dan Budaya
8.    ekspresi yang menyenangkan.
9.    Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
10.Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menituntuk
mengekspresikan masalahnya jika mampu
11.Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
12.Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
13.Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
14.Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.2. Gangguan kognitif
pasien
15.Jangan mengabaikan pasien.
16.Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan jawaban “ya”
atau“tidak” dan bahasa tubuh sederhana.
17.Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.3. Pertemuan dengan keterlibatan
pihak ketiga.
18.Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi dalam bentuk segitiga.

2.11 HAMBATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenisutama : resistens,
transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin
terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik.
Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang
baik bagi perawat maupun bagi klien.
1.Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang
dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang
dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten
sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja,
karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2.Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap
terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu.
Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan
mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi
bermusuhan dan tergantung.
3.Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien.
Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang
tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas
emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi
sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon
terhadap resisten klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk
mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien
(Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi
terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang
perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan
dampak negative pada proses terapeutik.
Adapun Faktor-faktor penghambat komunikasi menurut Purwoto, Heri (1994), yaitu :
a. kemampuan pemahaman yanng berbeda
b. Pengamatan / penafsiran yang berbeda kerena pengalaman masa lalu
c. Komunikasi satu arah
d. Kepentingan yang berbeda
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada klien
g. Menuntut bukti
h. Membicarakan ha;-hal yang bersifat pribadi
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita
j. menghentikan / mengalihkan topik pembicaraan
k. terlalu banyak bicara yang seharusnya didengarkan
l. memperlihatkan sifatjemu, pesimis
Faktor-faktor penghambat komunikasi menurut Karyoso, (1994), yaitu :
a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. kurang memahami sistem sosial
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik,
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indra yanng rusak
i. berbicara yang berlebihan
j. mendominir pembicaraan
Sedangkan Faktor-faktor penghambat komunikasi menurut Blais, Kathleen Koening,dkk
(2002), yaitu :
a. Tahap perkembangan
b. Jenis kelamin
c. Peran dan hubungan
d. Karakteristik sosiokultural
e. Nilai persepsi
f. Ruang dan teritorial
g. Lingkungan
h. Kesesuaiaan
i. Sikap interpersonal
2.12 KOMUNIKASI NON-TERAPEUTIK
Komunikasi Non-Terapeutik merupakan komunikasi yang dapat merintangi atau merusak
profesionalisme hubungan yaitu :
a.    Menanyakan pertanyaan pribadi
b.    Memberikan pendapat pribadi
c.    Mengganti subyek
d.    Respon otomatis
e.    Penentraman hati yang keliru
f.     Simpati
g.    Meminta penjelasan
h.    Persetujuan atau penolakan
i.      Respon bertahan
j.      Respon agresif atau pasif
k.    Membantah

BAB III
PENUTUP
3.1         KESIMPULAN
Komunikasi merupakan aktivitas penting manusia dalam menjalani kehidupan. Sebagai
bagian dari makhluk sosial yang syarat dengan keberagaman, kebutuhan dan kepentingan serta
harapan-harapan yang ingin dicapai, manusia tidak bisa lepas dari aktivitas komunikasi. Perawat
sebagai salah satu profesi kesehatan yang mempunyai waktu paling lama berinteraksi dengan
klien dituntut mempunyai keterampilan komunikasi yang bermakna Terapeutik.
3.2         SARAN
Keterampilann berkomunikasi yang baik dan benar serta efektif yang berdampak
Terapeutik merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki oleh semua tenaga pelayanan
kesehatan, terutama perawat. Kemampuan ini perlu ditumbuh kembangkan sehingga menjadi
kebiasaan bagi perawat dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
Maka dari itu, kegiatan komunikasi bagi perawat harus dilakukan dengan penuh kejujuran dan
ketulusan disertai dengan komitmen yang kuat untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi
klien.

DAFTAR PUSTAKA
Lisa Kennedy Sheldon, PhD, APRN. Komunikasi untuk Keperawatan Berbicara Dengan Pasien. Edisi kedua.
Terjemahan dari : Communication For Nurses; Talking With Patients, Second Edition. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Mundakir . (2006). Komunikasi Keperawatan Aplikasi Dalam Pelayanan. Edisi pertama. Penerbit Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Ajeng Putrie Cutik.  Komunikasi pada Anak dan Remaja . http://putricutik.blogspot.com/2012/07/komunikasi-
pada-anak-remaja.html
vassella_sestra . (2011). Terapeutik pada berbagai tingkat usia.
                   ivank-revank.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai