NIM : K11114306
UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro (lihat skema.) sebagai
salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut
ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:
1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi
kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak
yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat
menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan,
maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
Kemiskinan merupakan hal yang perlu di perhatikan karena jika kemiskinan melanda
masyarakat, maka masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan makanannya.
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat
atau kurangnya kesempatan kerja berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun
tidak langsung. Ketersediaan pangan harus selalu memadai, baik dari segi jumlah
maupun mutu gizinya. Jika ketersediaan pangan tidak atau kurang memadai, maka
masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan/gizinya.
4. Akar masalah
1,000 Hari Pertama Kehidupan ialah usia 0-24 bulan ( 1.000 hari pertama
kehidupan) merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga
sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat
diwujudkan apabila pada masa ini bayi memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk
tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila pada masa ini bayi tidak memperoleh
asupan makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi
periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang, baik pada saat ini maupun masa
selanjutnya.
Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and
Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus
dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30
menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian
ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan
makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan,
dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih.
Rekomendasi tersebut menekankan, secara sosial budaya MP-ASI hendaknya dibuat dari
bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah setempat (indigenous food).
Untuk mencapai target di atas, dilakukan sejumlah kegiatan yang bertumpu kepada
perubahan perilaku dengan cara mewujudkan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Melalui
penerapan perilaku keluarga sadar gizi, keluarga didorong untuk memberikan ASI
eksklusif pada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan dan memberikan MP-ASI yang
cukup dan bermutu kepada bayi dan anak usia 6-24 bulan. Bagi keluarga mampu,
pemberian MP-ASI yang cukup dan bermutu relatif tidak bermasalah. Namun, pada
keluarga miskin, pendapatan yang rendah menimbulkan keterbatasan pangan di rumah
tangga yang berlanjut kepada rendahnya jumlah dan mutu MP-ASI yang diberikan
kepada bayi.
2. Hipotesis Barker
Hipotesis barker disebut juga Fetal Origins hypothesis, atau Thrifty Phenotype
hypothesis. Hipotesis itu menyatakan bahwa berkurangnya pertumbuhan fetus
berhubungan kuat dengan terjadinya beberapa penyakit degeneratif kronis di usia
dewasa, khususnya penyakit jantung koroner (PJK), stroke, diabetes melitus (DM),
hipertensi, dan COPD (PPOK). Organisme memiliki kelenturan (plastisitas) selama
perkembangan awal, sehingga dapat dibentuk oleh lingkungan. Menurut hipotesis
Barker, paparan lingkungan yang buruk (misalnya, kekurangan gizi) pada periode kritis
pertumbuhan dan perkembangan di dalam uterus memiliki efek jangka panjang terhadap
terjadinya penyakit kronis di usia dewasa dengan cara pemrograman struktur atau
fungsi organ, jaringan, atau sistem tubuh. Adaptasi struktur, fisiologis, dan metabolis di
awal kehidupan membantu kelangsungan hidup janin dengan cara memilih trayek (jalur)
pertumbuhan yang tepat di masa mendatang. Tetapi ketika terdapat lingkungan yang
tidak menguntungkan di awal kehidupan (misalnya, kurang nutrisi), maka fetus terpaksa
berkompromi yaitu beradaptasi pada keadaan yang tidak menguntungkan dan
memilih trayek yang sesuai (tetapi salah), yaitu melakukan trade off dengan
mengurangi perkembangan organ yang relatif non-esensial seperti ginjal (massa
nefron) dan pankreas (massa sel beta), demi berkembangnya organ yang lebih esensial
seperti otak, dan menyebabkan efek yang salah terhadap kesehatan di usia dewasa (Hales
dan Barker, 1992; Godfrey dan Barker, 2001; Rasmussen, 2001; Kuh et al., 2003).