Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PROBLEM BASIC LEARNING (PBL)

Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal


Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal :
CONGENITAL TALIPES EQUINOVASRUS (CTEV)
Dosen Pengampu: Ns. Ita Sulistiani, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh:
KELAS A NON REGULER
KELOMPOK 4

Siti Rabiatul A. Kilo (841423185)

Yusrifat Abd. Kadir (841423162)

Akhmad Khozin Marzuki (841423190)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2024
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
kehadirat- Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya-Nya kepada
Kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Problem Basic Learning (PBL)
Keperawatan Anak Sehat dan Sakit Akut.

Tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak Sehat dan Sakit Akut telah kami susun
dengan maksimal dan mendapatkan dari beberapa sumber sehingga dapat memperlancar
pembuatan tugas ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
beberapa sumber yang telah membantu dalam pembuatan Problem Basic Learning (PBL)
ini dan tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini Ns.
Ita Sulistiani, S.Kep., M.Kep.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan dan cara pengeditan kerapian dalam tugas ini. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari dosen
pengampu mata kuliah dan pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk banyak
orang dan dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap para pembaca.

Gorontalo, Maret 2024

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

PEMBAGIAN TUGAS.........................................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iv

SEEN JUMP...........................................................................................................................1

Step 1: Clarifying Unfamiliar Terms (Identifikasi Istilah atau Konsep)............................1

Step 2: Problem Definiton (Identifikasi Masalah)................................................................2

Step 3: Brainstorming (Analisa Masalah).............................................................................2

Step 4: Analyzing the Problem (Strukturisasi/Mindmap)...................................................5

Step 5: Formulating Learning Issues (Merumuskan Tujuan Belajar)..............................6

Step 6: Self Study (Belajar Mandiri/Informasi Tambahan)..............................................6

Step 7: Reporting (Laporan Hasil Belajar Mandiri)...........................................................6

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................32

iii
SEEN JUMP

SKENARIO 4
KAKI ANAK SAYA TERPELINTIR KELUAR

An Z. umur 7 tahun, jenis kelamin laki-laki. Orang tua membawa pasien ke


RS dengan keluhan anaknya sering mengeluh sulit berjalan, dari hasil pengkajian
orang tua pasien mengatakan kelainan pada kaki anaknya terdeteksi saat hari
pertama lahir, dokter menyarankan untuk dilakukan perawatan namun orang tua
mengungkapkan tidak menjalankan karena pasien ini memiliki saudara dengan
keluhan kaki yang sama. , nyeri kadang dirasakan saat berjalan, pasien sering tidak
mengukuti beberapa pelajaran olahraga karena kondisi kakinya. Orang tua pasien
mengatakan anaknya sering merasa malu dengan keadaan kakinya.

Step 1: Clarifying Unfamiliar Terms (Identifikasi Istilah atau Konsep)

Step 2: Problem Definiton (Identifikasi Masalah)

Step 3: Brainstorming (Analisa Masalah)

1
2
Step 4: Analyzing the Problem (Strukturisasi/Mindmap)

3
Step 5: Formulating Learning Issues (Merumuskan Tujuan Belajar)
Diharapkan mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan:
1. Konsep medis Congenital talipes equinovasrus (CTEV):
a. Definisi
b. Etiologi
c. Prognosis
d. Klasifikasi
e. Manifestasi Klinis
f. Patofisiologi
g. Komplikasi
h. Pemeriksaan Penunjang
i. Penatalaksaan
j. Pencegahan
2. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian keperawatan
b. Diagnosa Keperawatan (Pathway dan Analisa Data)
c. Intervensi Keperawatan
d. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Step 6: Self Study (Belajar Mandiri/Informasi Tambahan)

Step 7: Reporting (Laporan Hasil Belajar Mandiri)

1. Konsep Medik Congenital talipes equinovasrus (CTEV)


a. Definisi
Talipes equinovarus (clubfoot) berasal dari kata Latin yaitu talus berarti
pergelangan kaki (ankle), pes berarti kaki, equinus berarti fleksi plantaris (horse-like),
dan varus berarti terbalik dan adduksi. Literatur medis untuk talipes equinovarus
diperkenalkan pertama kali oleh Hippocrates pada 400 SM, yang menyadari bahwa
clubfoot dapat terjadi kongenital dan bermanifestasi defek yang terisolasi saat lahir
tanpa adanya malformasi pada organ lain (80% kasus) sehingga mencetuskan konsep
istilah congenital talipes equino-varus (CTEV) idiopatik.
Congenital talipes equinovasrus (CTEV) umumnya berupa idiopatik namun
dapat dihubungkan dengan kondisi lain pada sekitar 20% kasus. Kondisi-kondisi yang
paling sering dihubungkan dengan CTEV ialah spina bifida (4,4% pada anak dengan
CTEV), palsi serebral (1,9%), dan artrogriposis (0,9%). Berdasarkan jenis kelamin
CTEV lebih sering dialami oleh laki-laki dibandingkan perempuan dan pada 50%
kejadian merupakan kasus yang terjadi bilateral (Bent, 2022).
Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) atau clubfoot merupakan suatu

4
kelainan malformasi kongenital yang paling umum. CTEV ditandai dengan adanya
perubahan pada empat struktur utama yaitu kaki tengah cavus, kaki depan adduksi,
tumit varus dan kaki belakang equinus (Pambudi & Dyah Purnaning, 2023).
CTEV adalah masalah umum yang terkait dengan kontraktur tendon medial
kaki, tendon Achilles, kontraktur pergelangan kaki, hindfoot, dan midfoot. Kaki
biasanya kecil, berada pada posisi equinus, varus, cavus, dan adduksi (Filberto, 2021).

b. Etiologi
Etiologi dari CTEV masih tidak diketahui dengan pasti, namun pada
beberapa penelitian didapatkan faktor genetik maupun lingkungan meningkatkan
risiko terjadinya CTEV. Berdasarkan hasil studi meta analisis, sistematik review dan
literature review didapatkan beberapa faktor risiko tersering terjadinya CTEV,
diantaranya:
1) Riwayat keluarga
Berdasarkan hasil penelitian , dinyatakan bahwa keluarga dengan
riwayat CTEV terutama pada keturunan pertama lebih berisiko dibandingkan
keturunan kedua. Beberapa protein genetik terlibat dalam kejadian CTEV, seperti:
HOX, STS, PITX1, TBX4 dan RBM10. Faktor genetik ini umumnya
mempengaruhi pembentukan faktor transkripsi yang berperan dalam proses
pembentukan kaki dan sering dijumpai pada CTEV.
2) Penggunaan obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)
Paparan SSRI cukup berisiko terutama apabila terjadi pada trimester 1.
Penggunaan beberapa obat seperti golongan paroxetine, certraline, citalopram
selama kehamilan dapat meningkatkan risiko CTEV 326% (OR 4,26), 90% (OR
1,9) dan 64% (OR 1,64). Namun hal ini tidak terjadi pada pasien yang konsumsi
antidepresan SSRI (fluoxetine) dan non-SSRI.
3) Amniosentesis
Tindakan invasif meningkatkan risiko terjadinya CTEV sebesar 260%
(OR 3,6) dibandingkan dengan tindakan CVS (biopsi villi korialis). Tindakan ini
dikaitkan dengan risiko terjadinya kebocoran terutama pada amniosentesis pada
usia kehamilan muda (11 minggu) yang menyebabkan berkurangnya cairan

5
amnion, sehingga pergerakan ekstremitas terhambat dan menyebabkan terjadinya
deformitas CTEV.
4) Ibu hamil yang merokok
Ibu hamil yang merokok 1-10 batang rokok perhari meningkatkan risiko
kejadian CTEV 41% (OR 1,41), sedangkan penggunaan >10 rokok perhari
memiliki risiko kejadian CTEV sebesar 89% (OR 1,89).
5) Obesitas maternal
Ibu hamil dengan BMI >30 berisiko sebesar 46% atau 1,46 kali
mengalami CTEV dibandingkan BMI normal (18,5 – 24,9). Obesitas ibu hamil ini
juga sering dikaitkan dengan risiko penyakit sistemik lain, seperti: diabetes
mellitus tipe 2 dan penyakit jantung.
6) Diabetes gestasional
Diabetes memiliki hubungan yang kuat dengan kejadian CTEV. Hal ini
dikaitkan dengan komplikasi dari diabetes gestasional pada bayi umumnya dapat
menyebabkan makrosomia sehingga berisiko mengalami kesulitan persalinan , dan
ruang gerak bayi yang terbatas akibat ukuran bayi yang lebih besar dari normal
sehingga dapat menjadi risiko CTEV.
Selain faktor genetik lingkungan, didapatkan juga beberapa penyakit yang
umumnya menyertai penyakit CTEV ini, diantaranya distal arthrogryposis, congenital
myotonic dystrophy, myelomeningocele atau spina bifida, dan amniotic band
sequence (Pambudi & Dyah Purnaning, 2023).

c. Prognosis
Diagnosis clubfoot dapat ditegakkan sejak prenatal, setidaknya paling cepat
pada trimester kedua. Biasanya diagnosis terbukti saat kelahiran bayi yang ditandai
dengan adanya heel equinus dan inverted foot terhadap tibia. True clubfoot harus
dibedakan dengan postural clubfoot, dimana kaki tidak dapat sepenuhnya dikoreksi
secara pasif. Postural clubfoot terjadi karena posisi janin saat di dalam uterus. Pada
kelainan ini tidak didapatkan kontraktur yang signifikan, skin creases yang dalam
atrofi dan rigiditas ekstremitas. Dalam pemeriksaan kita harus menyingkirkan juga
apakah kasus yang dihadapi idiopatik atau nonidiopatik. Pada kasus nonidiopatik akan
memiliki prognosis yang lebih buruk dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi.
CTEV dengan arthrogryposis, diastrophic dysplasia, Mobius atau Freeman-Sheldon
syndrome, spina bifida dan spinal dysraphism, serta fetal alcohol syndrome
penanganannya hampir pasti meliputi tindakan operatif. Terkecuali CTEV dengan
Down syndrome dan Larsen syndrome, penanganan seringkali hanya secara
nonoperatif (Mhaskar & Maheshwari, 2015).

6
d. Klasifikasi
Secara global, sistem klasifikasi yang paling sering digunakan pada CTEV
ialah klasifikasi Dimeglio dan klasifikasi Pirani. Sistem klasifikasi Dimeglio
menjelaskan berdasarkan koreksi yang diperoleh setelah dilakukan kekuatan reduksi
ringan pada kaki yang mengalami deformitas. Pada sistem klasifikasi ini terdapat 4
parameter yang dinilai yaitu:
1) Deviasi equinus pada sisi sagital;
2) Deviasi varus pada sisi frontal;
3) Derotasi pada sekitar talus ke calcaneoforefoot block;
4) Adduksi kaki depan pada sisi horizontal.
Nilai maksimal yang diperoleh berjumlah 16 untuk kaki yang paling kaku.
Terdapat tambahan 4 poin untuk penilaian bila terdapat 4 tanda kegawatan: lipatan
plantar, lipatan medial, retraksi cavus, dan fibrosis otot.
Sistem klasifikasi Pirani mengevaluasi 6 tanda klinis kontraktur yang
merupakan karakteristik klinis pada CTEV. Setiap tanda pada sisi yang mengalami
deformitas dibandingkan dengan bagian normal yaitu sisi sebelahnya. Hal ini
dilakukan pada deformitas yang terbatas pada satu sisi saja (Bent, 2022).
Poin-poin pada klasifikasi CTEV Dimeglio dan elemen-elemen kegawatan
Variabel Nilai
45 o - 90o 4
20o - 45o 3
0 o - 20o 2
- 20o - 0 o 1
> -20o 0
Elemen-elemen kegawatan
Lipatan posterior 1
Lipatan medial 1
Cavus 1
Fibrosis otot-otot 1
Skor total 0-20

Derajat klasifikasi CTEV Dimeglio


Derajat Tipe Skor Reduksibilitas
I Ringan <5 >90o, lunak-lunak, tereduksi
II Sedang 5-10 >50o, lunak-keras, tereduksi, sebagian kaku
III Berat 10-15 <50o, keras-lunak, keras, sebagian tereduksi
IV Sangat berat 15-20
<10o, keras-keras, kaku

7
Klasifikasi CTEV Pirani
Variabel Skor
Skor kontraktur kaki belakang 0-3
Lipatan posterior (dorsal) 0, 0,5, 1
Kekosongan tumit 0, 0,5, 1
Derajat dorsofleksi 0, 0,5, 1
Skor kontraktur kaki bagian tengah 0-3
Kelengkungan batas lateral 0, 0,5, 1
Lipatan medial 0, 0,5, 1
Tereksposnya kepala lateral talus 0, 0,5, 1
Skor total 0-6

e. Manifestasi Klinis
Deformitas biasanya terlihat jelas saat lahir kedua kaki terputar ke dalam,
sehingga dalam kasus terburuk telapak kaki menghadap posteromedial. Gambaran
klinis telah diklasifikasikan oleh Pirani, sehingga tingkat keparahannya dapat dinilai
saat lahir dan kemajuan pengobatan dapat dipantau. Ada 6 tanda klinis untuk
mengukur keparahan dari tiap komponen deformitas. Tiap komponen deformitas
diukur 0 (normal), 0,5 (abnormal ringan), atau 1 (abnormal berat).

Skor Pirani meliputi: (1)


curvedlateral border, (2) medial crease,
(3) lateral head of talus, (4) posterior
crease, (5) rigid equinus, (6) empty heel.

Kaki pengkor/ CTEV dengan


deformitas
8
Kelainan punggung, spina bifida
dapat ditemukan pada pasien kaki
pengkor/ CTEV

Pada bayi normal, kaki dapat abduksi, eversi, dan pergelangan kaki
dorsifleksi. Pada kaki pengkor, manuver ini ditemukan dengan berbagai tingkat
resistensi dan dalam kasus yang parah tampak deformitas. Bayi harus selalu diperiksa
untuk kelainan terkait seperti dislokasi pinggul bawaan dan spina bifida. Tidak adanya
lipatan mungkin menunjukkan adanya arthrogryposis; perhatikan apakah sendi lain
terpengaruh (Filberto, 2021).

f. Patofisiologi
Patofisiologi dari terjadinya CTEV: (Rizky, Rafieqah Nalar and Mahardika,
2023).

9
g. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dibagi atas komplikasi non operatif dan
operatif. Pada komplikasi non-operatif dapat ditemu kan flat top talus, rocker bottom,
dorsal bunion, distal tibiofibular bowing, fraktur, dan luka akibat tekanan. Flat top
talus diduga terjadi secara iatrogenik, namun durasi dari manipulasi dan pemasangan
casting lebih dari 3 bulan dapat juga menyebabkan kelainan ini. Perlu diketahui
bahwa deformitas ini sebenarnya sudah terdapat sejak lahir. Flat top talus dapat
disalah-diagnosis karena posisi x-ray lateral pasien CTEV sering memperlihatkan
talus pada posisi proyeksi oblik, sehingga menunjukkan gambaran flat talar dome.
Deformitas rocker bottom merupakan komplikasi tersering akibat tatalaksana non-
operatif manipulasi pada CTEV dengan insidensi 3,2% di seluruh dunia.
Prinsip penyebab rocker bottom ialah percobaan koreksi equinus pada
hindfoot sebelum forefoot, sehingga varus hindfoot terbuka (koreksi varus). Kite telah
mengindikasikan bahwa ketika hindfoot dan forefoot dibuka, maka equinus hampir
selalu dapat dikoreksi. Umumnya terapi koreksi berulang dapat menyebabkan rocker-
bottom foot. Setelah munculnya komplikasi ini, maka operasi posteriror release
dibutuhkan dengan segera.18 Dorsal bunion ini ditandai oleh adanya peninggian pada
metatarsal I dan muskulus fleksor halusis brevis yang berkontraksi pada tampakan
pemeriksaan fisik. Pada distal tibiofibular bowing, posisi bowing selalu berada di
bagian posterior dan/atau medial, sehingga menunjukkan derajat fibula akan tibia
menjadi besar. Bowing yang terjadi biasanya ringan dan dapat didiagnosis hanya
dengan x-ray. Penyebab terjadinya bowing disebabkan akibat dorsifleksi paksa
dengan terkanan berlebihan. Beberapa fraktur yang dapat terjadi ialah:
1) Kompresi metafiseal, yang diduga disebabkan oleh kompresi anterior pada
metafisis tibia dan fibula bagian distal ditambah dengan dorsifleksi paksa pada
kaki;
2) Distal tibial metaphyseal spur, disebabkan karena adanya infark piring epifiseal.
Lokasinya mengindikasikan akibat dorsifleksi paksa;
3) Fraktur torus pada metafisis distal tibia, yang terjadi di antara piring epifiseal
dengan penyebab diduga akibat dorsofleksi paksa;
4) Faktur fibula distal, yang disebabkan karena adanya eversi paksa atau dorsifleksi
paksa. Luka akibat tekanan kadang-kadang muncul akibat tekanan yang diberikan
pada bagian superfisial.
Komplikasi operatif dapat berupa overcorrection, nonunion of triple
arthrodeses, slough atau jaringan nekrotik, dan infeksi luka. Pasien dengan
overcorrected biasanya datang beberapa tahun setelah operasi. Gejala onset akut yang
muncul ialah simtomatik dan biasanya berhubungan dengan trauma minor sehingga

10
pasien dapat mengeluhkan sprain. Sampai usia dewasa muda, gejala yang muncul
ialah kekakuan yang sering terjadi sekitar deformitas sehingga membatasi aktivitas.
Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan dan kesulitan pasien dalam memakai
sepatu.19 Nonunion of triple arthrodesis merupakan kasus non-union tulang pada
pasca operasi yang dapat dihindari dengan teknik operasi yang baik. Slough atau
jaringan nekrotik pada bagian anterior sendi pergelangan kaki yang terjadi akibat
kesalahan dalam pengaplikasian plaster setelah operasi, dimana plester menumpuk
pada bagian anterior pergelangan kaki dan akan terjadi penekanan pada daerah
tersebut. Infeksi luka jarang terjadi, hanya sebesar didapatkan berbeda bila
dibandingkan dengan kaki normal seusianya (Bent, 2022).

h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi dini tidaklah informatif dibandingkan dengan
pemeriksaan fisik, dikarenakan hanya akan tampak ossification center pada tulang
tarsal, calcaneus, dan metatarsal. Setelah usia 3 atau 4 bulan, tulang-tulang tersebut
telah cukup terosifikasi, dan pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan proyeksi
film anteroposterior dan lateral dengan stress dorsofleksi (Baruah et al, 2013). Pada
proyeksi AP diukur sudut talocalcaneal (30-50o ) dan talo-metatarsal I (0- 10o ),
sedangkan pada proyeksi lateral diukur sudut talocalcaneal (30-50o ) dan
tibiocalcaneal (10-20o ). Sudut-sudut tersebut akan menghilang/berkurang pada
CTEV, sehingga dapat memprediksi keparahan dan respon terhadap intervensi yang
akan diberikan (Mhaskar & Maheshwari, 2015).

i. Penatalaksanaan
Tatalaksana CTEV meliputi tindakan nonoperatif, operatif, terapi
tambahan, dan eksternal fixator.
1) Tindakan non-operatif
a) Metode Ponseti

Metode Ponseti merupakan terapi non-invasif yang diperkenalkan oleh


Ignacio Ponseti pada tahun 1940. Dilaporkan bahwa tingkat keberhasilan teknik
Ponseti dalam menangani CTEV mencapai lebih dari 90%, sehingga memiliki
luaran mobilitas dan fungsional yang baik, sehingga sampai saat ini metode
Ponseti menjadi gold standar dalam penanganan CTEV. Terapi ini
diprioritaskan untuk bayi usia < 2 tahun, hal ini ditujukan agar remodeling
tulang dapat maksimal dan mencegah kelemahan jaringan ikat.

Metode Ponseti terdiri dari manipulasi yang diulang setiap minggu,


dengan kaki di-imobilisasi menggunakan gips. Koreksi biasanya membutuhkan

11
ratarata lima gips dan setelah dikoreksi kaki difiksasi dalam gips lebih lanjut
selama 3 minggu. Setelah koreksi total dengan gips serial, deformitas harus
difiksasi menggunakan foot abduction brace (FAB) untuk mencegah
kekambuhan. Penggunaan FAB dipertahankan selama 3 bulan penuh waktu
(selama 23 jam per hari) kemudian dilanjutkan dengan waktu tidur siang dan
malam selama 4 tahun.

b) Metode French Metode French

Merupakan terapi fisik yang meliputi manipulasi harian berupa


stimulasi otot-otot kaki untuk mempertahankan kekuatan kaki saat manipulasi
pasif, dan imobilisasi temporer kaki menggunakan strapping adhesi elastik
maupun non elastik. Metode ini dilakukan pada jam-jam pertama setelah bayi
lahir dan bertahap dan dilakukan sesuai prinsip Scarpa yaitu manipulasi bayi
harus dilakukan dalam keadaan rileks.
2) Tindakan operatif

12
Tindakan operatif pada CTEV biasanya dilakukan apabila terjadi
deformitas residual atau kekambuhan dan kegagalan dalam manajemen tindakan
non-operatif. Tindakan operatif untuk CTEV meliputi pemindahan tendon tibialis
anterior, osteotomy midfoot, hemiepiphysiodesis tibia distal, peregangan
pergelangan kaki (ankle), dan peregangan subtalar. Tujuan melakukan
peregangan lengkap sendi dan pemanjangan tendon adalah agar kaki dapat
diposisikan secara normal tanpa ketegangan berlebihan.

Tindakan operatif yang sering digunakan saat ini adalah posteromedial


release (PMR). Metode ini dilakukan pada pasien CTEV yang tidak terkoreksi
dengan terapi non-operatif atau relaps saat pasien sudah bisa berjalan. Tindakan
operatif harus mempertimbangkan usia dari pasien. Pada anak berusia < 5 tahun,
maka koreksi dapat dilakukan hanya melalui prosedur jaringan lunak. Sedangkan
pada anak berusia > 5 tahun, membutuhkan pembentukan ulang tulang/bony
reshaping seperti eksisi dorsolateral dari persendian calcaneocuboid (prosedur
Dillwyn Evans) atau osteotomi tulang kalkaneus untuk mengoreksi varus.
Apabila anak berusia > 10 tahun, maka dapat dilakukan tarsektomi lateralis atau
arthrodesis.
3) Terapi tambahan
a) Injeksi BOTOX (BTX)

Berasal dari derivat Clostridium botulinum tipe A atau botulinum toxin


(BTX). Injeksi BTX berfungsi dalam menginhibisi pelepasan asetilkolin ke
celah neuromuskular sehingga secara parsial memberikan efek denervasi serat
otot dan menyebabkan paralisis otot yang terlokalisasi. Injeksi BTX diberikan
pada masa postnatal, yaitu pada satu atau kombinasi pada kelompok otot m.
gastrocnemius, m.soleus, m.tibialis posterior, dan m.adductor halluces longus.
b) External fixator (Ilizarov fixator)

Fiksator eksternal diindikasikan apabila tindakan operatif tetap


menyebabkan terjadinya relaps atau kekambuhan. Penyebab tersering relaps
adalah program Bracing yang tidak berjalan baik dengan hilangnya posisi
dorsofleksi sehingga kaki akan mengikuti postur equinus dan varus seperti
semula. Koreksi bertahap menggunakan fiksator eksternal melingkar (metode

13
Ilizarov) telah dilaporkan dapat mengobati kasus relaps yang sulit dan kelainan
bentuk yang parah dengan hasil baik. Metode ini diindikasikan pada pasien
anak-anak berusia lebih dari 3 tahun. Walaupun metode ini menggunakan alat
yang lebih rumit namun manfaat yang dihasilkan lebih besar dibandingkan
komplikasi yang terkait (Pambudi & Dyah Purnaning, 2023).

j. Pencegahan CTEV
Tidak ada cara pasti untuk mencegah CTEV, namun ada beberapa tindakan
yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terjadinya kondisi ini. Beberapa tindakan
pencegahan CTEV meliputi:
1) Pemeriksaan USG selama kehamilan
Pemeriksaan USG selama kehamilan dapat membantu mengidentifikasi
kemungkinan kelainan kongenital, termasuk CTEV.
2) Menghindari alkohol dan narkoba selama kehamilan
Menghindari alkohol dan narkoba selama kehamilan dapat membantu mengurangi
risiko terjadinya CTEV dan kelainan kongenital lainnya.
3) Memperhatikan gizi selama kehamilan
Asupan gizi yang seimbang dan cukup selama kehamilan dapat membantu
mencegah terjadinya kelainan kongenital, termasuk CTEV.

2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Nama : An. Z
Umur : 7 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : perempuan
Status : Pelajar
Pendidikan : Sekolah Dasar
Pekerjaan : Pelajar
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Indonesia
Tanggal masuk : 20 Oktober
Tanggal pengkajian : 20 Oktober
No. register : 08221133
2) Identitas penanggung jawab
Nama : Ibu

14
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
dengan pasien : Ibu pasien
No. Hp : 08221133
3) Keluhan utama : Anak mengeluh sulit berjalan
4) Riwayat keperawatan
a) Riwayat Kesehatan sekarang :
An Z. umur 7 tahun, jenis kelamin laki-laki. Orang tua membawa
pasien ke RS dengan keluhan anaknya sering mengeluh sulit berjalan, dari hasil
pengkajian orang tua pasien mengatakan kelainan pada kaki anaknya terdeteksi
saat hari pertama lahir, dokter menyarankan untuk dilakukan perawatan namun
orang tua mengungkapkan tidak menjalankan karena pasien ini memiliki
saudara dengan keluhan kaki yang sama. nyeri kadang dirasakan saat berjalan,
pasien sering tidak mengukuti beberapa pelajaran olahraga karena kondisi
kakinya. Orang tua pasien mengatakan anaknya sering merasa malu dengan
keadaan kakinya.
b) Riwayat kesehatan dahulu : kelainan pada kaki anak terdeteksi saat hari
pertama lahir
c) Riwayat keluarga : pasien memiliki saudara dengan keluhan yang
sama
5) Pola kebutuhan dasar
a) Pola persepsi dan manejemen kesehatan : kesehatan itu sangat penting
b) Pola nutrisi metabolik
Sebelum sakit : klien makan teratur 3 kali sehari
Sesudah sakit : klien makan teratur 3 kali sehari
c) Pola eliminasi
BAB
Sebelum sakit : 1x sehari
Sesudah sakit : 1x sehari
BAK
Sebelum sakit : 3x sehari
Sesudah sakit : 3x sehari
d) Pola aktivitas dan latihan : nyeri kadang dirasakan saat berjalan, pasien sering
tidak mengikuti beberapa pelajaran olahraga

6) Pemeriksaan umum

15
a) Keadaan umum : Baik
b) Kesadaran : Compos Mentis
c) Tanda-tanda vital
Suhu : Normal
Nadi : 90x/menit
RR : Eupnea
TD : 95/54
d) Keadaan fisik
Kepala : Mesosephali
Leher : Simetris
Dada : Simetris
Pemeriksaan paru
Inspeksi : Normal
Palpasi : Tidak ada benjolan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : normal
Palpasi : Tidak ada benjolan
Perkusi : Tidak terdapat penumpukan cairan
Auskultasi : normal
Pemeriksaan Integument : Kulit nampak lembab
Pemeriksaan Genetalia : Keadaan kulit vulva normal
Pemeriksaan Ekstremitas : Refleks kaki tidak normal dan tangan
normal
7) Pola persepsi dan konsep diri : Kesehatan itu penting
8) Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit : Anak tidur malam jam 8 dan bangun jam
7 pagi
Sesudah sakit : Tidak dikaji
9) Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan radiologi

16
b. Pathway
Congenital Talipes
Idiopatik Genetik
Equino Varus (CTEV)

Calcaneus, navicular dan cuboid terotasi


ke arah medial terhadap talus

Inversi pada sendi subtalar tungkai

Fungsi/struktur anggota tubuh yang


Enggan melakukan aktivitas Bentuk kaki abnormal
berubah

Tidak memahami masalah kesehatan Mengungkapkan perasaan negatif


Gangguan mobilitas fisik keluarga yang diderita oleh anggota terhadap perubahan salah satu anggota
keluarga tubuh

Riwayat keluarga yang pernah diderita


sebelumnya Gangguan citra tubuh

Manajemen kesehatan keluarga tidak Ketidakmampuan keluarga untuk


efektif merawat anggota keluarga yang sedang
sakit

17
Analisa Data
NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM

1. DS: Idiopatik Genetik Gangguan Mobilitas


1. Keluarga klien mengatakan Fisik
anaknya sering mengeluh sulit Congenital Talipes
berjalan Equino Varus
(CTEV)
2. Keluarga klien mengatakan
kelainan anaknya terdeteksi saat Calcaneus, navicular
pertama lahir dan cuboid terotasi ke
3. Keluarga klien mengatakan nyeri arah medial terhadap
kadang dirasakan saat berjalan talus
4. Keluarga klien mengatakan sering
tidak mengikuti beberapa pelajaran Inversi pada sendi
subtalar tungkai
olaraga karena kodisi kakinya
Fungsi/struktur
DO: Tidak tersedia anggota tubuh yang
berubah

Enggan melakukan
aktivitas

Gangguan mobilitas
fisik

2. DS : Tidak tersedia Idiopatik Genetik Managemen Kesehatan


DO : Keluarga Tidak
1. Dokter menyarankan untuk Congenital Talipes Efektif
dilakukan perawatan namun Equino Varus
orang tua mengungkapkan tidak (CTEV)
menjalankan karena klien ini
Calcaneus, navicular
memiliki saudarah dengan dan cuboid terotasi ke
keluhan kaki yang sama. arah medial terhadap
talus

Inversi pada sendi


subtalar tungkai

Fungsi/struktur
anggota tubuh yang
berubah

Tidak memahami
masalah kesehatan
21
keluarga yang
diderita oleh anggota
keluarga

Riwayat keluarga
yang pernah diderita
sebelumnya

Ketidakmampuan
keluarga untuk
merawat anggota
keluarga yang
sedang sakit

Manajemen
kesehatan keluarga
tidak efektif
3 DS: Idiopatik Genetik Gangguan Citra
Tubuh
1. Keluarga klien
Congenital Talipes
mengatakan anaknya Equino Varus
sering merasa malu (CTEV)
dengan keadaan
kakinya. Calcaneus, navicular
DO: tidak tersedia dan cuboid terotasi ke
arah medial terhadap
talus

Inversi pada sendi


subtalar tungkai

Fungsi/struktur
anggota tubuh yang
berubah

Bentuk kaki
abnormal

Mengungkapkan
perasaan negatif
terhadap perubahan
salah satu anggota
tubuh

Gangguan citra
tubuh

22
c. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan mobilitas fisik Berhubungan dengan kontraktur ditandai dengan
Keluarga klien mengatakan kelainan anaknya terdeteksi saat pertama lahir
2) Managemen kesehatan keluarga tidak efektif Berhubungan dengan komplesksitas
program perawatan/pengobatan ditandai dengan orang tua mengungkapkan tidak
menjalankan karena klien ini memiliki saudarah dengan keluhan kaki yang sama.
3) Gangguan citra tubuh Berhubungan dengan Perubahan fungsi tubuh (kelainan )
ditandai dengan anaknya sering merasa malu dengan keadaan kakinya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bagus Tyas Anggoro and Made Suandika, ‘Asuhan Keperawatan Diet Rendah Garam Dan
Protein Pada Tn.W Dengan Gagal Ginjal Kronik’, Jurnal Kesehatan Tambusai, 4.3
(2023),2701–13 <https://journal. universitaspahlawan.ac.id /index.php/jkt/article
/view/15248/ 12682>.

Ervina, Leni. Dahler Bahrun, Hertanti Indah Lestari. (2015) Tatalaksana Penyakit Ginjal
Kronik pada Anak. Palembang : Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sriwijaya. https://core.ac.uk/reader/267825460 di akses tanggal 07 Februari
2024 jam 19.30.

Kemenkes RI. (2019). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anemia. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

Lydia Barus, ‘Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang
Dirawat Di Rumah Sakit Bangkatan Binjai Tahun 2019’, 2.1 (2021), 1–5.

Mayusef Sukmana, Sagiran, & Falasifah Ani Yuniart. (2018). Penggunaan Leg Elevator
Terhadap Circumference Edema, Kenyamanan Dan Fungsi Pada Ulkus Kaki. Jurnal
Kesehatan Karya Husada, 106-107.

Medline Plus. (2022). Tes nitrogen urea darah (NUS). USA: perpustakaan kedokteran
nasional.

Medline Plus. (2023). Outpit Urin - Menurun. USA: Perpustakaan Kedokteran Nasional.

Oxford Unirversity Hospitals. (2020). Oxford Handbook Of Clinical Medicine. UK: Oxford
University Press.

Rauf, dkk. (2021). Teori Keperawatan Medikal Bedah I. Aceh: Yayasan Penerbit Muhammad
Zaini.

RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro. (2023). kenapa apa itu diet rendah garam? Jawa Tengah:
rsupsoeradji.id.

Safruddin S and others, ‘Edukasi Pentingnya Diet Cairan Dan Nutrisi Pada Penderita Gagal
Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis’, Idea Pengabdian Masyarakat,
2.04 (2022), 196–201 <https://doi.org/10.53690/ipm.v2i04.146>.

Salman Salman and others, ‘Pengaruh Kandungan Obat Demam Sirup Terhadap Kasus Gagal
Ginjal Akut Pada Anak’, Journal of Pharmaceutical and Sciences, 6.2 (2023), 451–55
<https://doi.org/10.36490/journal-jps.com.v6i2.94>.

Sdki : Tim pokja Sdki Dpp Ppni, standar diagnosis keperawatan indonesia, jakarta selaatan
2017

Shahrul Rahman, ‘Tatalaksana Hemodialisis Pada Anak Dan Bayi’, Jurnal CDK, 47.4
(2020), 291–96.

Siki : tim pokja Siki Dpp Ppni, standar intervensi keperawatan indonesia, jakarta selatan 2018

Siti Rusdianah Jafar, ‘Penurunan Tingkat Kelelahan Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani
Hemodialisis Melalui Promosi Kesehatan Teknik Relaksasi Nafas Dalam’, Jurnal
Keperawatan Terpadu (Integrated Nursing Journal), 1.1 (2019), 22
<https://doi.org/10.32807/jkt.v1i1.20>.

24
Slki : tim pokja Slki Dpp Ppni, standar luaran keperawatan indonesia, jakarta selatan2019

Sudira, P. G. (2018). perdarahan epidural dan encepalopati pasca cedera kepala.


Yogyakarta: simdos unud.

Syarifah Lubbna, ‘Penyuluhan Kesehatan Tentang Pencegahan Gagal Ginjal Kronik (PKG)
Di Wilayah Desa Susukan Kabupaten Cirebon Tahun 2023’, Jurnal Pengabdian
Masyarakat Mandira Cedikia, 2023, 48–53 <https://journal-
mandiracendika.com/index.php/pkm>.

25

Anda mungkin juga menyukai