BLOK 4A
KELAINAN KONGENITAL
Kelompok : 4
PRODI S1 KEBIDANAN
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Menurut World Health Organization
(WHO) , kelainan kongenital adalah suatu keadaan yang umum. Dengan keberhasilan
penanggulangan penyakit akibat infeksi dan gangguan gizi, masalah yang akan muncul ke
permukaan adalah masalah genetik (termasuk di dalamnya kelainan bawaan). Kelainan
kongenital atau dapat juga dikenali dengan kelainan bawaan merupakan suatu kelainan
struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika bayi itu
dilahirkan.
1.3 TUJUAN
Kelainan kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang didapat sejak lahir.
Kondisi ini disebabkan oleh gangguan selama masa tumbuh kembang janin dalam
kandungan. Kelainan kongenital dapat menyebabkan bayi lahir dengan kecacatan atau
gangguan fungsi pada organ tubuh atau bagian tubuh tertentu.
Data dari WHO menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 8 juta bayi di seluruh dunia
terlahir dengan kelainan bawaan setiap tahunnya. Dari sekian banyak bayi yang terlahir
dengan kelainan kongenital atau bawaan tersebut, sekitar 300.000 bayi meninggal hanya
dalam waktu beberapa hari hingga 4 minggu setelah dilahirkan. Di Indonesia sendiri,
diperkirakan ada sekitar 295.000 kasus kelainan kongenital per tahunnya dan angka tersebut
menyumbang sekitar 7% dari angka kematian pada bayi.
Sebagian bayi yang terlahir dengan kelainan kongenital dapat hidup. Namun, bayi tersebut
umumnya berisiko tinggi untuk mengalami masalah kesehatan atau kecacatan pada organ
tubuh atau bagian tubuh tertentu, misalnya kaki, tangan, jantung, hingga otak.
Kelainan kongenital dapat terjadi dalam setiap fase kehamilan. Namun, sebagian
besar kasus kelainan bawaan terjadi pada trimester pertama kehamilan, yaitu saat organ tubuh
janin baru mulai terbentuk. Kelainan ini bisa terdeteksi pada masa kehamilan, saat bayi
dilahirkan, atau selama masa tumbuh kembang anak.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang bayi terlahir dengan kelainan
kongenital, yaitu:
a. Faktor genetik
Setiap sifat genetik yang menentukan bentuk dan fungsi organ tubuh dibawa
oleh kromosom. Kromosom adalah komponen pembawa materi genetik yang
diwariskan dari orang tua kepada anak. Jumlah kromosom normal manusia ada 23
pasang. Setiap pasang kromosom berasal dari sel telur ibu dan sperma ayah yang
bertemu saat proses pembuahan.
Ketika terjadi kelainan kromosom atau kelainan genetik, misalnya pada anak
yang lahir tanpa 46 kromosom atau justru lahir dengan kelebihan kromosom, maka ia
dapat mengalami kelainan bawaan. Kelainan genetik ini bisa bersifat keturunan atau
terjadi akibat adanya mutasi atau perubahan sifat genetik pada janin saat ia
dikandung.
b. Faktor lingkungan
Paparan radiasi atau zat kimia tertentu pada ibu hamil, seperti pada pestisida,
obat, alkohol, asap rokok, dan merkuri, dapat meningkatkan risiko bayi mengalami
kelainan bawaan. Hal ini karena efek racun dari zat-zat tersebut bisa mengganggu
proses tumbuh kembang janin.
Infeksi saat hamil, misalnya infeksi air ketuban, siflis, rubella, atau virus zika.
Anemia saat hamil.
Komplikasi kehamilan, seperti diabetes gestasional dan preeklamsia.
Efek samping obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil.
Kebiasaan tidak sehat yang dilakukan selama hamil, seperti menggunakan
narkoba, mengonsumsi minuman beralkohol, dan merokok.
Usia ibu hamil yang sudah cukup tua saat hamil. Beberapa studi menyatakan
bahwa semakin tua usia ibu saat hamil, semakin tinggi risiko terjadinya kelainan
bawaan pada bayi yang dikandungnya.
1. Atresia esofagus
A. Pengertian Atresia Esofagus
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia
esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital
dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya
lubang atau muara pada esofagus (buntu). Pada sebagian besar kasus atresia
esofagus, ujung esofagus buntu, sedangkan pada 1/4 -1/3 kasus lainnya esofagus
bagian bawah berhubungan dengan trakea (disebut sebagai atresia esofagus dengan
fistula). Kelainan lumen esofagus ini biasanya disertai dengan fistula
trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti
kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresia ani), kelainan
tulang (hemivertebrata). Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital
terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten
dengan trakea.
Akalasia
Pada akalasia bagian distal esofagus tidak dapat membuka dengan baik
sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia. Penyebab akalasia adalah
adanya kartilago trakea yang tumbuh ektopik pada esofagus bagian bawah.
Pertolongannya adalah dengan tindakan bedah.
E. Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Penderita seharusnya ditengkurapkan
untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantung
esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah
aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian
suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta. Penatalaksanaan medis
dilakukan dengan operasi.
A. Pengertian
Labioskizis adalah deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau
pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian
kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat
bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung,
bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Sedangkan Labiopalatoskizis yaitu
kelainan kotak palatin (bagian depan bibir serta langit-langit mulut) tidak menutup
dengan sempurna.
D. Patofisiolgi
1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama
fase embrio pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan
maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
4. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
E. Manifestasi Klinis
1. Deformitas pada bibir.
2. Kesukaran dalam menghisap/makan.
3. Kelainan susunan archumdentis.
4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
5. Gangguan komunikasi verbal.
6. Regurgitasi makanan.
7. Pada Labio skisis.
8. Distorsi pada hidung.
9. Tampak sebagian atau keduanya.
10. Adanya celah pada bibir.
11. Pada Palato skisis.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan prabedahrutin (misalnya hitung darah lengkap).
2. Foto Rontgen.
3. Pemeriksaan fisik.
4. MRI untuk evaluasi abnormal.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik
bedah, orbodantis, dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi
kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada,
maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap. Biasanya
penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah
berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang
memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada
kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi
usia pubertas.Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk
danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus
disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan
pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan
pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat
dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring
dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi
untuk menghasilkan penutup nasoporing.
H. Komplikasi
1. Gangguan bicara dan pendengaran.
2. Terjadinya otitis media.
3. Asirasi.
4. Distress pernafasan.
5. Risiko infeksi saluran nafas.
6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat.
Kelainan bibir dan langit-langit atau biasa disebut dengan bibir sumbing atau labioschisis
adalah kelainan bawaan adanya celah di antara kedua sisi kanan dan kiri bibir. Kelainan ini
terjadi saat pembentukan janin, kadang kala meluas mencapai langit- langit bahkan merusak
estetika cuping hidung yang disebut dengan labiopalatoschisis atau labiognatoschisis. Bayi
dengan bibir sumbing akan mengalami kesulitan dalam koordinasi, pengolahan nafas, dan
kesulitan menghisap saat menyusu. Akibatnya anak akan bingung saat sedang makan atau
minum. Bahkan kadang terlihat seperti berhenti bernafas, malas makan, padahalanak
tersebuttakut menelan karena ia tahu pasti akan tersedak. Penyebab pasti dari labioschisis
memang belum diketahui secara pasti. namun faktor penyebab yang diperkirakan adalah
kombinasi antara faktor genetiK dan faktor lingkungan, seperti umur ibu, obat-obatan,
penyakit infeksi yang dialami ibu saat hamil, serta ibu hamil yang mengkonsumsi minuman
beralkohol atau merokok. Risiko terkena kasus ini akan semakin tinggi pada anak yang
memiliki saudara kandung atau orangtua yang juga menderita kelainan ini. Penyebab lain dari
labioschisis adalah faktor lingkungan dimana salah satunya adalah faktor usia ibu, dengan
bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio pun akan menurun, sehingga
bertambah pula risiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan
bayi dengan kehamilan trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak
memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35 tahun maka
sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun. Risiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak
bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu.
2. JURNAL VOL.l NO.5 AGUSTUS 2018. Hubungan Jenis Kelamin Dan Gambaran
Klinis Celah Bibir Non Sindromik Di Clip Center FK UMM.
Celah bibir non sindromik merupakan jenis celah yang tanpa disertai kelainan pada
kepala dan leher. Terdapat perbedaan jenis kelamin terhadap waktu penutupan langit-langit.
Celah bibir terjadi karena hipoplasia pada lapisan mesenkim, yang mengakibatkan kegagalan
medial nasal dan proses maksila untuk bergabung. Mayo HealthBook menjelaskan beberapa
faktor bisa terlibat sebagai predisposisi CB/L: geografi faktor, ras, riwayat keluarga, jenis
kelamin, paparan faktor risiko selama kehamilan, seperti konsumsi alkohol dan merokok
tembakau, gizi buruk, infeksi virus, obat-obatan dan juga teratogen di tempat kerja dan di
rumah. Studi terakhir menunjukkan bahwa bahkan obesitas selama kehamilan mungkin
berhubungan dengan bibir sumbing dan langit-langit mulut. Kejadian CB/L lebih sering pada
laki- laki, dan celah langit-langit (CL) lebih sering pada perempuan, di berbagai kelompok
etnis. Rasio jenis kelamin bervariasi dengan tingkat keparahan celah, adanya malformasi
tambahan, jumlah saudara kandung yang terpengaruh dalam keluarga, asal etnis, dan
kemungkinan usia ayah.
Menurut Muslich (2009) bibir sumbing atau rekahan (belahan) baik di langit- langit,
mulut, gusi, maupun bibir, ter- jadi sejak awal kehamilan ibu. Hal itu disebabkan gagalnya
jaringan janin pada saat pembentukan langit-langit mulut, gusi, dan bibir. Selain itu, pada
penderita bibir sumbing sering didapati kelainan bentuk hidung. Bibir sumbing terjadi karena
dua faktor. Faktor perta- ma, yakni faktor internal berupa cacat genetik atau cacat sejak lahir.
Faktor kedua, yakni faktor eksternal, akibat zat kimia pada lingkungan yang di- sebut
teratogen (Sudjatmiko, 2009). Ter- dapat tiga jenis kerusakan organ wicara pada penderita ini,
di antaranya bibir sumbing satu sisi tidak komplit, satu sisi komplit, dan dua sisi komplit.
Bibir sumbing satu sisi tidak komplit yakni celah hanya terdapat pada satu sisi bibir dan tidak
membesar hingga ke rongga hidung. Bibir sumbing satu sisi komplit yakni penderita ini juga
memiliki celah pada satu bibir saja namun membesar hingga ke rongga hidung. Bibir sum-
bing dua sisi komplit yakni celah terda- pat pada kedua sisi bibir dan melebar hingga ke
rongga hidung.Kesulitan berbicara yang dialami oleh ketiga jenis penderita bibir sum- bing
tersebut harus segera diatasi. Jika kesulitan yang dialami tidak segera di- tangani,
dikhawatirkan siswa akan te- rus mengalami kegagalan dalam belajar. Kegagalan tersebut
akan menimbulkan kekecewaan, malas belajar, rendah diri atau bahkan mungkin dapat
mempe- ngaruhi jiwanya (Winiari, Meter, dan Negara, 2015). Hal dapat diatasi de- ngan jalan
operasi bibir, meskipun hasil yang didapat tidak se-sempurna organ wicara normal.
4. JURNAL VOL.1 No.1 JUNI 2015 : 115-121. Penatalaksanaan Repair Palatoplasty
dengan Teknik Furlow Double Opposing Z Plasty
Celah pada lelangit atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada atap/lelangit
dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan,
mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu
sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan
mulut. Bibir dan lelangit sumbing merupakan salah satu kelainan deformitas kongenital yang
sering terjadi. Keadaan klinis bervariasi mulai bibir sumbing tidak komplit sampai dengan
komplit, juga melibatkan prosesus alveolaris maksila, palatum dengan tulang nasal yang
terlihat di antara celah. Furlow Double Opposing Z Plasty. Furlow palatoplasty dilakukan
pada kasus palatum lunak dan celah dangkal unilateral. Biasanya dilakukan pada anak usia
lebih dari 5 tahun ketika faringoplasty primer juga diindikasikan. Prinsip dasar dari Furlow z
palsty adalah transposisi. Otot palatal dielevasi sebagai bagian dari dasar flap posterior pada
tiap z plasty. Bagian nasal z plasty dibuat sebagai gambaran cermin dari lapisan rongga
mulut. Flap dibuat dengan membentuk sudut 60 derajat. Pada sisi cleft di insisi terlebih
dahulu dan didapatkan mucoperiosteal flap.6 Insisi lateral terkadang atau bahkan tidak
diperlukan. Lateral relaxingincision dibuat untuk mengurangi ketegangan flap ketika flap
ditransposisikan.Keuntungan dari Furlow palatoplasty adalah didapatkannya pemanjangan
palatum tanpa menggunakan jaringan dari palatum durum, diseksi yang presisi dari otot dan
transfer otot dimungkinkan. Tingkat kejadian fistula dilaporkan lebih rendah dibandingkan
dengan prosedur lainnya.
SKENARIO
Ny.Nina, usia 25 tahun melahirkan seorang anak perempuan di PMB bidan Rini
.setelah lahir ternyata bayi Ny.Nina ada kelainan dibagian mulut seperti sumbing dan ada
celah pada mulutnya . 20 hari setelah melahirkan datang lagi ke PMB bidan Riri bersama
suami dan bayinya, Ny.Nina mengeluhkan bayinya sulit menghisap Asi serta sulit menerima
dan menelan asupan makanan . Bidan melakukan pemeriksaan fisik lanjutan didapat
Denyut jantung 120x/menit, Frekuensi napas 30x/menit, Nadi 120x/menit, Suhu 36 C, BB
3800 g, PB 50 cm. dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut bidan Riri mendiagnosis
bayi Ny.Nina mengidap labioskiziz.
Bidan Riri memberikan dukungan emosional kepada Ny .Nina dan suaminya terkait
kondisi bayinya saat ini dan menyarankan untuk pantau intake dan output yang akan dicerna
bayinya,gunakan dot panjang untuk pemberian ASI serta segera kolaborasi dengan dokter
ahli bedah ,dokter anak dan dokter ortodontis . Ny.Nina pun mendengarkan saran dari bidan
Riri dan akan melakukan saran yang dikatakan bidan.
I. Pengkajian Data
A. Data Umum
1. Identitas / Biodata
Nama Bayi : Bayi Ny. Nina
Umur : 20 hari
Tanggal / Jam Lahir : 10 januari 2020 / 05.15 WIB
Jenis Kelamin : Perempuan
2. Keluhan Utama
Ny. Nina mengatakan bayinya mengalami kelainan pada mulutnya seperti sumbing
dan ada celah pada mulutnya, NY. Nina juga mengeluhkan bayinya sulit menghisap Asi
serta sulit menerima dan menelan asupan makanan.
3. Riwayat Keluarga
a. Data Keluarga
Bayi anak ke : 1 (Satu)
b. Riwayat kesehatan keluarga : Normal
4. Riwayat kehamilan yang sekarang
a. Pemeriksaan kehamilan :
Trimester I
3 kali saat umur kehamilan : 4 minggu, 8 minggu dan 12 minggu
Trimester II
3 kali saat umur kehamilan : 16 minggu, 20 minggu dan 24minggu
Trimester III
4 kali saat umur kehamilan 28 minggu, 32 minggu, 36 minggu dan 38
minggu
b. Kebiasaan waktu hamil
1) Merokok : Tidak ada
2) Alkohol : Tidak ada
3) Obat-obatan : Tidak ada
4) Jamu : Tidak ada
B. Pemeriksaan umum
a. KU Bayi : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Denyut nadi : 120 kali per menit
d. Suhu : 36 C
e. Pernafasan : 30 kali per menit
f. Berat Badan : 3800 gr
g. Panjang Badan : 50 cm
h. Apgar Score :7
i. Jenis Kelamin : Perempuan
2. Pemeriksaan Khusus
a. Kepala : Simetris
Ubun-ubun kecil dan ubun-ubun besar : Normal
Sutura cefal hematom : Tidak ada
Caput succedenium : Tidak ada
b. Mata : Simetris
Warna bola mata : Normal
Perdarahan sub konjungtiva : Tidak ada
Sklera : Normal tidak ikteri
c. Hidung : Tidak ada benjolan dan tidak ada kotoran
d. Telinga : Simetris, lubang telinga ada daun telinga sudah terbentuk
e. Mulut : Terdapat labioskizis pada bibir
f. Leher :
Pembesaran kelenjar tyriod dan kelenjer limfe : Tidak ada
g. Dada :
1) Bentuk dada : Simetris
2) Gerakan dada : Normal
3) Suara napas : Normal
4) Bunyi jantung : Normal
h. Tangan :
1) Gerakan : Normal
2) Jumlah jari : Lengkap
3) Kelainan : Tidak ada
i. Abdomen :
1) Bentuk perut : Tampak membulat
2) Keadaan tali pusat : Normal
3) Bising usus : Ada
j. Kelamin
1) Perempuan
- Bentuk genitalia eksternal : Normal
- Kelainan : Tidak ada
k. Kaki :
1) Gerakan : Normal
2) Jumlah jari : Lengkap
3) Kelainan : Tidak ada
l. Punggung
1) Bentuk punggung : Normal
2) Gangguan lainnya : Tidak ada
m. Anus :
Bentuk anus : Normal
n. Kulit
1) Warna kulit : Kemerahan
2) Verniks kaseosa : Tidak ada
3) Lanugo : Tidak ada
4) Oedema : Tidak ada
o. Pemeriksaan reflek
1) Reflek morrow : Positif
2) Reflek rooting : Positif
3) Reflek sucking : Positif
4) Reflek grasping : Positif
5) Reflek tonik neck : Positif
6) Reflek Babinski : Positif
p. Pemeriksaan Antropometri
1) Lingkar kepala : 34 cm
2) Lingkar dada : 35 cm
3) Lingkar perut : 33 cm
4) Panjang Badan : 50 cm
5) Berat Badan : 3800 gr
Data subjektif
Ny. Nina mengatakan bayinya mengalami kelainan pada mulutnya seperti sumbing
dan ada celah pada mulutnya, NY. Nina juga mengeluhkan bayinya sulit menghisap Asi
serta sulit menerima dan menelan asupan makanan.
Data Objektif
a. Keadaan : baik
b. Kesadaran : composmentis
c. Frekuensi jantung : 120x/menit
d. RR : 30x/menit
e. Suhu : 36 C
f. BB sekarang : 3800 gram
g. Terdapat labioskizis pada bibir dalam pemeriksaan fisik
2. Masalah
Ibu mengatakan bayinya kesulitan menghisap Asi serta sulit menerima dan menelan
asupan makanan.
3. Kebutuhan
Pemberian ASI 3 jam sekali menggunakan botol peras (Squeeze bottles) dengan
dot panjang atau sendok
III. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Faringitis
V. Perencanaan
Informasi kondisi bayi kepada ibu
a. Beritahu klien tentang hasil pemeriksaan
b. Melakukan pendekatan terapeutik pada ibu dan keluarga
c. Melakukan Pemantauan intake dan output
d. Menggunakan dot panjang untuk pemberian ASI
e. Berkolaborasi dengan Ortodontis untuk dibuatkan okulator
f. Berkolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk diberi terapi
g. Berkolaborasi dengan ahli bedah, ortodontis, dan dokter anak untuk dilakukan
tindakan bedah
VI. Pelaksanaan
Informasi kondisi bayi kepada ibu
a. Memberitahu klien tentang hasil pemeriksaan
b. Melakukan pendekatan terapeutik pada ibu dan keluarga
c. Memantau intake dan output
d. Menggunakan dot panjang untuk pemberian ASI dengan menekan botol maka
susu dapat didorong jatuh dibelakang mulut hingga dapat dihisap
e. Melakukan kolaborasi dengan Ortodontis untuk dibuatkan okulator untuk
menutup sementara celah palatum
f. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk diberikan terapi obat
g. Melakukan kolaborasi dengan ahli bedah, ortodontis, dan dokter anak untuk
tindakan bedah
VII. Evaluasi
a. Ibu mengerti tentang kondisinya bayi saat ini
b. Telah dilakukan kolaborasi dengan ahli bedah, ortodontis, dan dokter anak untuk
dilakukan operasi
c. Bayi sudah puasa pre operasi
d. By. Ny. Nina sudah dilakukan tindakan operasi
B. DOKUMENTASI SOAP
Dokumentasi Asuhan Kebidanan pada Nyonya ”Nina” Dengan Labioskizis
Di PMB Bidan Rini Tanggal 30 Januari 2020
4.1 KESIMPULAN
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang
dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Menurut World Health
Organization (WHO) , kelainan kongenital adalah suatu keadaan yang umum.
4.2. SARAN
Pemahaman ibu akan labioskizis, labiopalatoskizis, dan atresia esofagus menjadi bekal
untuk ibu dalam mencegah terjadinya salah satu kelainan kongenital yang berdampak pada
bayi, mulai dari definisi, faktor penyebab, tanda gejala, dan pencegahan serta penanganannya,
sehingga ibu tidak merasa khawatir atau dapat mengatasi hal tersebut dan bayi pun akan lahir
dengan keadaan normal dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
2. Artathi Eka Suryandari / Indonesia Jurnal Kebidanan. Vol. I No.I (2017) 49-56 .
Hubungan Antara Umur Ibu Dengan KlasifikasI Labioschisis Di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwekerto.
3. Jurnal Vol.L No.5 Agustus 2018. Hubungan Jenis Kelamin Dan Gambaran Klinis
Celah Bibir Non Sindromik Di Clip Center FK UMM.
4. Litera, Volume 17, Nomor 3, November 2018. Realisasi Bahasa Indonesia Penderita
Bibir Sumbing: Sebuah Studi Kasus
5. Jurnal Vol.1 No.1 Juni 2015 : 115-121. Penatalaksanaan Repair Palatoplasty dengan
Teknik Furlow Double Opposing Z Plasty
6. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(Supplement 1). Interposisi Colon Retrosternal dan
Esofagoplasty Pada Pasien Atresia Esophagus Tipe A Long Gap