Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN DISKUSI TOPIK

BLOK 4A

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS NORMAL DENGAN

KELAINAN KONGENITAL

Dosen : Yulizawati, SST, M. Keb

Kelompok : 4

Anggota : Fikratul Nisa (1810332010)

Rezki Amellia Putri (1810332011)

Wahda Mandasari (1810332001)

Fatia Shofwah (1810333001)

Putri Endah Febriyanti (1810332015)

Karita Aulia Tama (1810333002)

Presellya Halim (1810333011)

Ernis Nur prisca Laiya (1810339002)

Resty Sri Handayani (1810332014)

PRODI S1 KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Menurut World Health Organization
(WHO) , kelainan kongenital adalah suatu keadaan yang umum. Dengan keberhasilan
penanggulangan penyakit akibat infeksi dan gangguan gizi, masalah yang akan muncul ke
permukaan adalah masalah genetik (termasuk di dalamnya kelainan bawaan). Kelainan
kongenital atau dapat juga dikenali dengan kelainan bawaan merupakan suatu kelainan
struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika bayi itu
dilahirkan.

Ada beberapa kelainan bawaan diantaranya adalah


labioskizis,labiopalatoskizis, atresia esofagus, atersia rekti dan ani, obstruksi
biliaris,omfalokel, hernia diafragmatika, atresia duodeni, meningokel,
ensefalokel,hidrosefalus, fimosis, dan hipospadia. Salah satu kelainan bawaan yang akandi
jelaskan lebih jauh disini adalah labioskizis dan labiopalatoskizis.

Labioskizis dan Labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa


celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang,
bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat
bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir,
alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur
struktur yang terkena menjadi Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung,alveolus dan
palatum durum dibelahan foramenincisivumPalatum sekundermeliputi palatum durum dan
molle posterior terhadap foramen. Suatu belahandapat mengenai salah satu atau
keduanya, palatum primer dan palatumsekunder dan dapat unilateral atau bilateral.
Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh
dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak


menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus
dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.

Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan


kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada 86% kasus terdapat
fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa fistula Sementara pada 4% kasus
terdapat fistula tracheooesophageal tanpa atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi
dengan Atresia Esofagus tidak mampu untuk menelan saliva dan ditandai sengan jumlah
saliva yang sangat banyak dan membutuhkan suction berulangkali. Masalah pada atresia
esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan secara normal, bahaya aspirasi
termasuk karena saliva sendiri dan sekresi dari lambung.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu kelainan Kongenital ?


2. Apa itu Atresia Esofagus dan bagaimana Penangannya ?
3. Apa itu Labioskizis dan bagaimana Penangananya?
4. Apa itu Labiopalatoksizis dan bagaimana Penangannya?
5. Bagaimana asuhan kebidanan pada bayi dengan kelainan kongenital?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui tentang Kongenital


2. Untuk mengetahui tentang Atresia Esofagus dan cara Penangannya
3. Untuk Mengetahui tentang Labioskizis dan cara Penangannya
4. Untuk mengetahui tentang Labiopalatoksizis dan cara Penangannya
5. Untuk mengetahui bagaimana aduhan kebidanan pada bayi dengan kelainan
kongenital
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH JURNAL

2.1. TINJAUAN PUSTAKA VARNEY

Menurut varney ada 7 langkah menejemen kebidanan


1. Pengumpulan data dasar
Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan data klien secara
lengkap dan akurat. Biasanya berisi tentang:
- Riwayat kesehatan
- Pemeriksaan fisik pada kesehatan
- Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya
- Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil study
2. Interpretasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan
kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data yang telah dikumpulkan
sehingga dapat ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Contohnya pada labioskizis
terdapat celah pada mulutnya dan juga bayi sulit menerima dan menelan makanan.
Diagnosa : labioskiziz
Masalah : terdapat celah pada mulutnya dan juga bayi sulit menerima dan
menelan makanan.
Kebutuhan : pantau intake dan output yang akan dicerna bayi, gunakan dot panjang dalam
memberikan ASI dan kolaborasi dengan dokter ahli bedah, dokter anak, dan dokter
ortodontis.
3. Mengidentifikasi diagnosa/masalah potensial
a) Diagnosa potensia
1) Hipoglikemia
2) Infeksi
b) Masalah potensial
1) Masalah pemberian ASI
2) Penurunan turgor kulit
3) Perdarahan karena pembuluh darah yang rapuh
4. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan
segera
Untuk memberikan tindakan yang harus segera dilakukan kepada pasien untuk mengurangi
angka kesakitan,kecacatan bahkan kematian.
5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Dalam hal ini bidan dapat memberikan dukungan emosional kepada klien dan keluarga,
menyarankan keluarga untuk memantau intake dan output yang akan dicerna bayi, gunakan
dot panjang dalam memberikan ASI dan kolaborasi dengan dokter ahli bedah, dokter anak,
dan dokter ortodontis.
6. Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah 5
dilaksanakan secara efisien dan aman. Pelaksanaan biasanya dapat dilakukan oleh bidan
sendiri atau bisa berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya.
7. Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi dari asuhan yang sudah diberikan apakah telah dipenuhi
sesuai dengan identifikasi dalam masalah dan diagnosa. Ada kemungkinan telah efektif
(berhasil) dan tidak berhasil (memerlukan tindakan lebih lanjut).

2.2 TINJAUAN PUSTAKA SOAP


Metode pendokumentasian yang dilakukan dalam asuhan kebidanan adalah metode SOAP,
yang merupakan catatan yang bersifat sederhana, Jelas, logis dan singkat. SOAP berarti :
S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa
sebagai langkah 1 varney.
Contohnya menanyakan terkait biodata klien dan riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas
yang lalu.
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemerikasaan fisik klien, hasil lab dan tes
diagnosa lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assessment sebagai
langkah 1 varney.
A : Assessment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan
objektif dalam suatu identifikasi.
1. Diagnosa (masalahnya)
Contoh: Diagnosa : labioskiziz
2. Antisipasi diagnosa atau masalah potensial
Contoh : Masalah potensial: hipoglikemia, infeksi
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi atau kolaborasi
atau rujuakan sebagai langkah 2,3, dan 4 varney.
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanan, tindakan dan evaluasi yang
dilakukan bidan, berdasarkan assessment sebagai langkah 5,6 dan 7 varney.

2.3 PUSTAKA KASUS TENTANG KELAINAN KONGENITAL

Kelainan kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang didapat sejak lahir.
Kondisi ini disebabkan oleh gangguan selama masa tumbuh kembang janin dalam
kandungan. Kelainan kongenital dapat menyebabkan bayi lahir dengan kecacatan atau
gangguan fungsi pada organ tubuh atau bagian tubuh tertentu.

Data dari WHO menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 8 juta bayi di seluruh dunia
terlahir dengan kelainan bawaan setiap tahunnya. Dari sekian banyak bayi yang terlahir
dengan kelainan kongenital atau bawaan tersebut, sekitar 300.000 bayi meninggal hanya
dalam waktu beberapa hari hingga 4 minggu setelah dilahirkan. Di Indonesia sendiri,
diperkirakan ada sekitar 295.000 kasus kelainan kongenital per tahunnya dan angka tersebut
menyumbang sekitar 7% dari angka kematian pada bayi.

Sebagian bayi yang terlahir dengan kelainan kongenital dapat hidup. Namun, bayi tersebut
umumnya berisiko tinggi untuk mengalami masalah kesehatan atau kecacatan pada organ
tubuh atau bagian tubuh tertentu, misalnya kaki, tangan, jantung, hingga otak.
Kelainan kongenital dapat terjadi dalam setiap fase kehamilan. Namun, sebagian
besar kasus kelainan bawaan terjadi pada trimester pertama kehamilan, yaitu saat organ tubuh
janin baru mulai terbentuk. Kelainan ini bisa terdeteksi pada masa kehamilan, saat bayi
dilahirkan, atau selama masa tumbuh kembang anak.

Beberapa Faktor Penyebab Kelainan Kongenital

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang bayi terlahir dengan kelainan
kongenital, yaitu:

a. Faktor genetik
Setiap sifat genetik yang menentukan bentuk dan fungsi organ tubuh dibawa
oleh kromosom. Kromosom adalah komponen pembawa materi genetik yang
diwariskan dari orang tua kepada anak. Jumlah kromosom normal manusia ada 23
pasang. Setiap pasang kromosom berasal dari sel telur ibu dan sperma ayah yang
bertemu saat proses pembuahan.

Ketika terjadi kelainan kromosom atau kelainan genetik, misalnya pada anak
yang lahir tanpa 46 kromosom atau justru lahir dengan kelebihan kromosom, maka ia
dapat mengalami kelainan bawaan. Kelainan genetik ini bisa bersifat keturunan atau
terjadi akibat adanya mutasi atau perubahan sifat genetik pada janin saat ia
dikandung.

b. Faktor lingkungan
Paparan radiasi atau zat kimia tertentu pada ibu hamil, seperti pada pestisida,
obat, alkohol, asap rokok, dan merkuri, dapat meningkatkan risiko bayi mengalami
kelainan bawaan. Hal ini karena efek racun dari zat-zat tersebut bisa mengganggu
proses tumbuh kembang janin.

c. Faktor gizi ibu selama hamil


Diperkirakan sekitar 94% kasus kelainan bawaan yang ditemukan di negara
berkembang terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan gizi buruk selama
hamil. Ibu dengan kondisi tersebut biasanya kekurangan asupan nutrisi penting yang
berperan dalam menunjang pembentukan organ tubuh janin dalam kandungan.
Adapun nutrisi yang penting untuk ibu hamil dan janin tersebut meliputi asam folat,
protein, zat besi, kalsium, vitamin A, yodium, dan omega-3. Selain gizi buruk, ibu
yang mengalami obesitas saat hamil juga memiliki risiko cukup tinggi untuk
melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.

d. Faktor kondisi ibu hamil


Saat hamil, ada banyak kondisi atau penyakit pada ibu yang bisa meningkatkan
risiko janin di dalam kandungannya untuk mengalami kelainan kongenital. Beberapa
kondisi dan penyakit ini termasuk:

 Infeksi saat hamil, misalnya infeksi air ketuban, siflis, rubella, atau virus zika.
 Anemia saat hamil.
 Komplikasi kehamilan, seperti diabetes gestasional dan preeklamsia.
 Efek samping obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil.
 Kebiasaan tidak sehat yang dilakukan selama hamil, seperti menggunakan
narkoba, mengonsumsi minuman beralkohol, dan merokok.
 Usia ibu hamil yang sudah cukup tua saat hamil. Beberapa studi menyatakan
bahwa semakin tua usia ibu saat hamil, semakin tinggi risiko terjadinya kelainan
bawaan pada bayi yang dikandungnya.

Beberapa kelainan kongenital yang dapat terjadi pada bayi:

1. Atresia esofagus
A. Pengertian Atresia Esofagus
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia
esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital
dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya
lubang atau muara pada esofagus (buntu). Pada sebagian besar kasus atresia
esofagus, ujung esofagus buntu, sedangkan pada 1/4 -1/3 kasus lainnya esofagus
bagian bawah berhubungan dengan trakea (disebut sebagai atresia esofagus dengan
fistula). Kelainan lumen esofagus ini biasanya disertai dengan fistula
trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti
kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresia ani), kelainan
tulang (hemivertebrata). Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital
terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten
dengan trakea.

B. Penyebab Atresia Esofagus


Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 %
jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih
berhubungan dengan sindroma trisomi 21, 13 dan 18 dengan dugaan penyebab
genetik.

C. Klasifikasi Atresia Esofagus :


 Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bawah esofagus (pada
persambungan dengan lambung) yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi
sering regurgitasi bila dibaringkan. Penanganannya bayi harus pdalam posisi
duduk pada waktu diberi minum, dan jangan dibaringkan segera setelah minum.
biarkan dia dalam sikap duduk agak lama, baru kemudian dibaringkan miring
kekanan dengan letak kepala lebih tinggi.

 Akalasia
Pada akalasia bagian distal esofagus tidak dapat membuka dengan baik
sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia. Penyebab akalasia adalah
adanya kartilago trakea yang tumbuh ektopik pada esofagus bagian bawah.
Pertolongannya adalah dengan tindakan bedah.

D. Gejala Klinis Atresia Esofagus


1. Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu
meleleh dari mulut bayi.
2. Sianosis.
3. Batuk dan sesak napas.
4. Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan
regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas.
5. Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam
lambung dan usus.
6. Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk.
7. Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan
jantung, atresia rectum atau anus.

E. Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Penderita seharusnya ditengkurapkan
untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantung
esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah
aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian
suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta. Penatalaksanaan medis
dilakukan dengan operasi.

2. Labioskizis dan labiopalatoskizis

A. Pengertian
Labioskizis adalah deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau
pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian
kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat
bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung,
bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Sedangkan Labiopalatoskizis yaitu
kelainan kotak palatin (bagian depan bibir serta langit-langit mulut) tidak menutup
dengan sempurna.

B. Beberapa jenis bibir sumbing:


1. Unilateral Incomplete. Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir
dan tidak memanjang hingga ke hidung.
2. Unilateral complete. Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
3. Bilateral complete. Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
4. Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut,
palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu
selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)
C. Etiologi
1. Faktor herediter .
2. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui.
3. Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu .
4. Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen (agen/faktor yang
menimbulkan cacat pada embrio).
5. Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).
6. Mutasi genetic atau teratogen.

D. Patofisiolgi
1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama
fase embrio pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan
maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
4. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.

E. Manifestasi Klinis
1. Deformitas pada bibir.
2. Kesukaran dalam menghisap/makan.
3. Kelainan susunan archumdentis.
4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
5. Gangguan komunikasi verbal.
6. Regurgitasi makanan.
7. Pada Labio skisis.
8. Distorsi pada hidung.
9. Tampak sebagian atau keduanya.
10. Adanya celah pada bibir.
11. Pada Palato skisis.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan prabedahrutin (misalnya hitung darah lengkap).
2. Foto Rontgen.
3. Pemeriksaan fisik.
4. MRI untuk evaluasi abnormal.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik
bedah, orbodantis, dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi
kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada,
maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap. Biasanya
penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah
berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang
memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada
kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi
usia pubertas.Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk
danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus
disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan
pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan
pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat
dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring
dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi
untuk menghasilkan penutup nasoporing.

H. Komplikasi
1. Gangguan bicara dan pendengaran.
2. Terjadinya otitis media.
3. Asirasi.
4. Distress pernafasan.
5. Risiko infeksi saluran nafas.
6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat.

2.4 TELAAH JURNAL

1. ARTATHI EKA SURYANDARI / INDONESIA JURNAL KEBIDANAN. VOL. I


No.I (2017) 49-56 . Hubungan Antara Umur Ibu Dengan KlasifikasI Labioschisis Di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwekerto.

Kelainan bibir dan langit-langit atau biasa disebut dengan bibir sumbing atau labioschisis
adalah kelainan bawaan adanya celah di antara kedua sisi kanan dan kiri bibir. Kelainan ini
terjadi saat pembentukan janin, kadang kala meluas mencapai langit- langit bahkan merusak
estetika cuping hidung yang disebut dengan labiopalatoschisis atau labiognatoschisis. Bayi
dengan bibir sumbing akan mengalami kesulitan dalam koordinasi, pengolahan nafas, dan
kesulitan menghisap saat menyusu. Akibatnya anak akan bingung saat sedang makan atau
minum. Bahkan kadang terlihat seperti berhenti bernafas, malas makan, padahalanak
tersebuttakut menelan karena ia tahu pasti akan tersedak. Penyebab pasti dari labioschisis
memang belum diketahui secara pasti. namun faktor penyebab yang diperkirakan adalah
kombinasi antara faktor genetiK dan faktor lingkungan, seperti umur ibu, obat-obatan,
penyakit infeksi yang dialami ibu saat hamil, serta ibu hamil yang mengkonsumsi minuman
beralkohol atau merokok. Risiko terkena kasus ini akan semakin tinggi pada anak yang
memiliki saudara kandung atau orangtua yang juga menderita kelainan ini. Penyebab lain dari
labioschisis adalah faktor lingkungan dimana salah satunya adalah faktor usia ibu, dengan
bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio pun akan menurun, sehingga
bertambah pula risiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan
bayi dengan kehamilan trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak
memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35 tahun maka
sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun. Risiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak
bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu.

2. JURNAL VOL.l NO.5 AGUSTUS 2018. Hubungan Jenis Kelamin Dan Gambaran
Klinis Celah Bibir Non Sindromik Di Clip Center FK UMM.

Celah bibir non sindromik merupakan jenis celah yang tanpa disertai kelainan pada
kepala dan leher. Terdapat perbedaan jenis kelamin terhadap waktu penutupan langit-langit.
Celah bibir terjadi karena hipoplasia pada lapisan mesenkim, yang mengakibatkan kegagalan
medial nasal dan proses maksila untuk bergabung. Mayo HealthBook menjelaskan beberapa
faktor bisa terlibat sebagai predisposisi CB/L: geografi faktor, ras, riwayat keluarga, jenis
kelamin, paparan faktor risiko selama kehamilan, seperti konsumsi alkohol dan merokok
tembakau, gizi buruk, infeksi virus, obat-obatan dan juga teratogen di tempat kerja dan di
rumah. Studi terakhir menunjukkan bahwa bahkan obesitas selama kehamilan mungkin
berhubungan dengan bibir sumbing dan langit-langit mulut. Kejadian CB/L lebih sering pada
laki- laki, dan celah langit-langit (CL) lebih sering pada perempuan, di berbagai kelompok
etnis. Rasio jenis kelamin bervariasi dengan tingkat keparahan celah, adanya malformasi
tambahan, jumlah saudara kandung yang terpengaruh dalam keluarga, asal etnis, dan
kemungkinan usia ayah.

3. LITERA, VOLUME 17, NOMOR 3, NOVEMBER 2018. Realisasi Bahasa Indonesia


Penderita Bibir Sumbing: Sebuah Studi Kasus

Menurut Muslich (2009) bibir sumbing atau rekahan (belahan) baik di langit- langit,
mulut, gusi, maupun bibir, ter- jadi sejak awal kehamilan ibu. Hal itu disebabkan gagalnya
jaringan janin pada saat pembentukan langit-langit mulut, gusi, dan bibir. Selain itu, pada
penderita bibir sumbing sering didapati kelainan bentuk hidung. Bibir sumbing terjadi karena
dua faktor. Faktor perta- ma, yakni faktor internal berupa cacat genetik atau cacat sejak lahir.
Faktor kedua, yakni faktor eksternal, akibat zat kimia pada lingkungan yang di- sebut
teratogen (Sudjatmiko, 2009). Ter- dapat tiga jenis kerusakan organ wicara pada penderita ini,
di antaranya bibir sumbing satu sisi tidak komplit, satu sisi komplit, dan dua sisi komplit.
Bibir sumbing satu sisi tidak komplit yakni celah hanya terdapat pada satu sisi bibir dan tidak
membesar hingga ke rongga hidung. Bibir sumbing satu sisi komplit yakni penderita ini juga
memiliki celah pada satu bibir saja namun membesar hingga ke rongga hidung. Bibir sum-
bing dua sisi komplit yakni celah terda- pat pada kedua sisi bibir dan melebar hingga ke
rongga hidung.Kesulitan berbicara yang dialami oleh ketiga jenis penderita bibir sum- bing
tersebut harus segera diatasi. Jika kesulitan yang dialami tidak segera di- tangani,
dikhawatirkan siswa akan te- rus mengalami kegagalan dalam belajar. Kegagalan tersebut
akan menimbulkan kekecewaan, malas belajar, rendah diri atau bahkan mungkin dapat
mempe- ngaruhi jiwanya (Winiari, Meter, dan Negara, 2015). Hal dapat diatasi de- ngan jalan
operasi bibir, meskipun hasil yang didapat tidak se-sempurna organ wicara normal.
4. JURNAL VOL.1 No.1 JUNI 2015 : 115-121. Penatalaksanaan Repair Palatoplasty
dengan Teknik Furlow Double Opposing Z Plasty

Celah pada lelangit atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada atap/lelangit
dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan,
mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu

sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan
mulut. Bibir dan lelangit sumbing merupakan salah satu kelainan deformitas kongenital yang
sering terjadi. Keadaan klinis bervariasi mulai bibir sumbing tidak komplit sampai dengan
komplit, juga melibatkan prosesus alveolaris maksila, palatum dengan tulang nasal yang
terlihat di antara celah. Furlow Double Opposing Z Plasty. Furlow palatoplasty dilakukan
pada kasus palatum lunak dan celah dangkal unilateral. Biasanya dilakukan pada anak usia
lebih dari 5 tahun ketika faringoplasty primer juga diindikasikan. Prinsip dasar dari Furlow z
palsty adalah transposisi. Otot palatal dielevasi sebagai bagian dari dasar flap posterior pada
tiap z plasty. Bagian nasal z plasty dibuat sebagai gambaran cermin dari lapisan rongga
mulut. Flap dibuat dengan membentuk sudut 60 derajat. Pada sisi cleft di insisi terlebih
dahulu dan didapatkan mucoperiosteal flap.6 Insisi lateral terkadang atau bahkan tidak
diperlukan. Lateral relaxingincision dibuat untuk mengurangi ketegangan flap ketika flap
ditransposisikan.Keuntungan dari Furlow palatoplasty adalah didapatkannya pemanjangan
palatum tanpa menggunakan jaringan dari palatum durum, diseksi yang presisi dari otot dan
transfer otot dimungkinkan. Tingkat kejadian fistula dilaporkan lebih rendah dibandingkan
dengan prosedur lainnya.

5. JURNAL KESEHATAN ANDALAS. 2019; 8(Supplement 1). Interposisi Colon


Retrosternal dan Esofagoplasty Pada Pasien Atresia Esophagus Tipe A Long Gap

Atresia esophagus merupakan kelainan kongenital yaitu tidak menyambungnya esofagus


bagian proksimal dengan esofagus bagian distal.Kebanyakan bayi dengan AE menunjukkan
gejala pada jam-jam pertama kehidupannya. Tanda klinis yang paling awal adalah
hpersalivasi, biasanya pemberian makan pertama diikuti muntah, tersedak, dan batuk. Gejala
lainnya adalah sianosis dengan atau tanpa makan, sesak nafas, kesulitan menelan, dan
ketidakmampuan makanan atau kateter suction masuk ke lambung. Jika ditemukan fistel
bagian distal, perut akan kembung saat inspirasi. Gangguan pulmonary akan terjadi jika
cairan lambung naik melewati TEF, mengisi trakea dan paru dan selanjutnya menyebabkan
pneumonitis kimia. Dengan perut yang makin kembung, diafragma akan naik dan pernafasan
maikin terganggu. Aspirasi dari saliva pada kantung atas trakea lebih lanjut akan memicu
gangguan pulmonar.Diagnosis TEF tanpa AE lebih sulit dan memerlukan tingkat kecurigaan
yang lebih tinggi terhadap gejala klinis yang muncul. Diagnosis dapat dibuat dengan
esofagografi barium dalam posisi prone. Namun, bronkoskopi ataupun esofagoskopi sering
diperlukan untuk menegakkan diagnosis. insidensi kelainan-kelainan lain yang behubungan
dengan EA yang dapat diketahui adalah sekitar 50-70%, oleh karena itu harus dilakukan
pemeriksaan untuk mencari kelaianan-kelaianan lain yang berhubungan seperi
ekokardiografi, USG ginjal, analisis kromosom.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN (VARNEY dan SOAP)

SKENARIO

Ny.Nina, usia 25 tahun melahirkan seorang anak perempuan di PMB bidan Rini
.setelah lahir ternyata bayi Ny.Nina ada kelainan dibagian mulut seperti sumbing dan ada
celah pada mulutnya . 20 hari setelah melahirkan datang lagi ke PMB bidan Riri bersama
suami dan bayinya, Ny.Nina mengeluhkan bayinya sulit menghisap Asi serta sulit menerima
dan menelan asupan makanan . Bidan melakukan pemeriksaan fisik lanjutan didapat
Denyut jantung 120x/menit, Frekuensi napas 30x/menit, Nadi 120x/menit, Suhu 36 C, BB
3800 g, PB 50 cm. dari anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut bidan Riri mendiagnosis
bayi Ny.Nina mengidap labioskiziz.

Bidan Riri memberikan dukungan emosional kepada Ny .Nina dan suaminya terkait
kondisi bayinya saat ini dan menyarankan untuk pantau intake dan output yang akan dicerna
bayinya,gunakan dot panjang untuk pemberian ASI serta segera kolaborasi dengan dokter
ahli bedah ,dokter anak dan dokter ortodontis . Ny.Nina pun mendengarkan saran dari bidan
Riri dan akan melakukan saran yang dikatakan bidan.

A. MANAJEMEN KEBIDANAN VARNEY

Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi Nyonya ”Nina” Dengan Labioskizis


Di PMB Bidan Rini Tanggal 30 Januari 2020
Jam : 10.30 WIB

I. Pengkajian Data

A. Data Umum

1. Identitas / Biodata
Nama Bayi : Bayi Ny. Nina
Umur : 20 hari
Tanggal / Jam Lahir : 10 januari 2020 / 05.15 WIB
Jenis Kelamin : Perempuan

Nama ibu : Ny. Nina Nama Ayah : Tn. M


Umur : 25 Tahun Umur : 28 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Minang Suku : Minang
Pendidikan : SMK Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ibu RT Pekerjaan : PNS
Alamat : Minahasa 1 Alamat : Minahasa 1

2. Keluhan Utama
Ny. Nina mengatakan bayinya mengalami kelainan pada mulutnya seperti sumbing
dan ada celah pada mulutnya, NY. Nina juga mengeluhkan bayinya sulit menghisap Asi
serta sulit menerima dan menelan asupan makanan.

3. Riwayat Keluarga
a. Data Keluarga
Bayi anak ke : 1 (Satu)
b. Riwayat kesehatan keluarga : Normal
4. Riwayat kehamilan yang sekarang
a. Pemeriksaan kehamilan :
Trimester I
3 kali saat umur kehamilan : 4 minggu, 8 minggu dan 12 minggu
Trimester II
3 kali saat umur kehamilan : 16 minggu, 20 minggu dan 24minggu
Trimester III
4 kali saat umur kehamilan 28 minggu, 32 minggu, 36 minggu dan 38
minggu
b. Kebiasaan waktu hamil
1) Merokok : Tidak ada
2) Alkohol : Tidak ada
3) Obat-obatan : Tidak ada
4) Jamu : Tidak ada

5. Riwayat persalinan sekarang :


a. Tanggal persalinan : 10 januari 2020
b. Tempat bersalin : PMB
c. Jenis persalinan : Pervaginam
d. Usia Kehamilan : 38 minggu
e. Penolong : Bidan
f. Lama persalinan
- Kala I : 12 Jam
- Kala II : 1 Jam
- Kala III : 10 Menit
- Kala IV : Pemantauan 2 Jam
g. Ketuban pecah : Warna jernih
h. Keadaan plasenta : Utuh, lengkap
i. Komplikasi dalam persalinan : Kelainan bibir sumbing
j. Episiotomi : Tidak ada
k. Laserasi : Tidak ada
l. Lochea : Sanguinolenta

6. Pola kegiatan sehari hari ibu


a. Nutrisi
1) Makanan
- Frekuensi : 3x sehari
- Menu : Nasi,sayur,ikan dan buah
- Keluhan : Tidak ada
2) Minuman
- Frekuensi : 6 gelas/hari
- Jenis : Air putih
- Keluhan : Tidak ada
7. Nutrisi bayi : ASI

B. Pemeriksaan umum
a. KU Bayi : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Denyut nadi : 120 kali per menit
d. Suhu : 36 C
e. Pernafasan : 30 kali per menit
f. Berat Badan : 3800 gr
g. Panjang Badan : 50 cm
h. Apgar Score :7
i. Jenis Kelamin : Perempuan

2. Pemeriksaan Khusus
a. Kepala : Simetris
Ubun-ubun kecil dan ubun-ubun besar : Normal
Sutura cefal hematom : Tidak ada
Caput succedenium : Tidak ada
b. Mata : Simetris
Warna bola mata : Normal
Perdarahan sub konjungtiva : Tidak ada
Sklera : Normal tidak ikteri
c. Hidung : Tidak ada benjolan dan tidak ada kotoran
d. Telinga : Simetris, lubang telinga ada daun telinga sudah terbentuk
e. Mulut : Terdapat labioskizis pada bibir
f. Leher :
Pembesaran kelenjar tyriod dan kelenjer limfe : Tidak ada
g. Dada :
1) Bentuk dada : Simetris
2) Gerakan dada : Normal
3) Suara napas : Normal
4) Bunyi jantung : Normal
h. Tangan :
1) Gerakan : Normal
2) Jumlah jari : Lengkap
3) Kelainan : Tidak ada
i. Abdomen :
1) Bentuk perut : Tampak membulat
2) Keadaan tali pusat : Normal
3) Bising usus : Ada
j. Kelamin
1) Perempuan
- Bentuk genitalia eksternal : Normal
- Kelainan : Tidak ada
k. Kaki :
1) Gerakan : Normal
2) Jumlah jari : Lengkap
3) Kelainan : Tidak ada
l. Punggung
1) Bentuk punggung : Normal
2) Gangguan lainnya : Tidak ada
m. Anus :
Bentuk anus : Normal
n. Kulit
1) Warna kulit : Kemerahan
2) Verniks kaseosa : Tidak ada
3) Lanugo : Tidak ada
4) Oedema : Tidak ada
o. Pemeriksaan reflek
1) Reflek morrow : Positif
2) Reflek rooting : Positif
3) Reflek sucking : Positif
4) Reflek grasping : Positif
5) Reflek tonik neck : Positif
6) Reflek Babinski : Positif
p. Pemeriksaan Antropometri
1) Lingkar kepala : 34 cm
2) Lingkar dada : 35 cm
3) Lingkar perut : 33 cm
4) Panjang Badan : 50 cm
5) Berat Badan : 3800 gr

II. Interpretasi Data


1. Diagnosa :
Bayi Ny. Nina umur 20 hari dengan labioskizis

Data subjektif
Ny. Nina mengatakan bayinya mengalami kelainan pada mulutnya seperti sumbing
dan ada celah pada mulutnya, NY. Nina juga mengeluhkan bayinya sulit menghisap Asi
serta sulit menerima dan menelan asupan makanan.

Data Objektif
a. Keadaan : baik
b. Kesadaran : composmentis
c. Frekuensi jantung : 120x/menit
d. RR : 30x/menit
e. Suhu : 36 C
f. BB sekarang : 3800 gram
g. Terdapat labioskizis pada bibir dalam pemeriksaan fisik

2. Masalah
Ibu mengatakan bayinya kesulitan menghisap Asi serta sulit menerima dan menelan
asupan makanan.

3. Kebutuhan
Pemberian ASI 3 jam sekali menggunakan botol peras (Squeeze bottles) dengan
dot panjang atau sendok
III. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Faringitis

IV. Tindakan segera


Berkolaborasi dengan dokter anak dan dokter bedah untuk dilakukan operasi

V. Perencanaan
Informasi kondisi bayi kepada ibu
a. Beritahu klien tentang hasil pemeriksaan
b. Melakukan pendekatan terapeutik pada ibu dan keluarga
c. Melakukan Pemantauan intake dan output
d. Menggunakan dot panjang untuk pemberian ASI
e. Berkolaborasi dengan Ortodontis untuk dibuatkan okulator
f. Berkolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk diberi terapi
g. Berkolaborasi dengan ahli bedah, ortodontis, dan dokter anak untuk dilakukan
tindakan bedah

VI. Pelaksanaan
Informasi kondisi bayi kepada ibu
a. Memberitahu klien tentang hasil pemeriksaan
b. Melakukan pendekatan terapeutik pada ibu dan keluarga
c. Memantau intake dan output
d. Menggunakan dot panjang untuk pemberian ASI dengan menekan botol maka
susu dapat didorong jatuh dibelakang mulut hingga dapat dihisap
e. Melakukan kolaborasi dengan Ortodontis untuk dibuatkan okulator untuk
menutup sementara celah palatum
f. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk diberikan terapi obat
g. Melakukan kolaborasi dengan ahli bedah, ortodontis, dan dokter anak untuk
tindakan bedah

VII. Evaluasi
a. Ibu mengerti tentang kondisinya bayi saat ini
b. Telah dilakukan kolaborasi dengan ahli bedah, ortodontis, dan dokter anak untuk
dilakukan operasi
c. Bayi sudah puasa pre operasi
d. By. Ny. Nina sudah dilakukan tindakan operasi

B. DOKUMENTASI SOAP
Dokumentasi Asuhan Kebidanan pada Nyonya ”Nina” Dengan Labioskizis
Di PMB Bidan Rini Tanggal 30 Januari 2020

Subjective Objective Assessment Planning


1. Ny. Nina Diagnosa: 1. Beritahu klien
1. TB 50 cm dan
mengatakan tentang hasil
BB sekarang: Bayi Ny. Nina umur
bayinya pemeriksaan
3800 gram 20 hari dengan 2. Melakukan
mengalami 2. Keadaan : labioskizis pendekatan
kelainan pada baik Masalah : terapeutik pada ibu
mulutnya 3. Kesadaran:
composmentis dan keluarga
seperti Ibu mengatakan
4. Frekuensi 3. Melakukan
sumbing dan bayinya kesulitan
jantung: Pemantauan intake
ada celah pada menghisap Asi serta
120x/menit dan output
mulutnya, NY. 5. RR:30x/menit sulit menerima dan 4. Menggunakan dot
Nina juga 6. Suhu: 36 C menelan asupan panjang untuk
7. Terdapat
mengeluhkan makanan. pemberian ASI
labioskizis 5. Berkolaborasi
bayinya sulit Kebutuhan:
pada bibir dengan Ortodontis
menghisap Asi
dalam Pemberian ASI 3 jam untuk dibuatkan
serta sulit
pemeriksaan sekali menggunakan okulator
menerima dan
fisik botol peras (Squeeze 6. Berkolaborasi
menelan
bottles) dengan dot dengan dokter
asupan
panjang atau sendok spesialis anak
makanan.
untuk diberi terapi
7. Berkolaborasi
dengan ahli bedah,
ortodontis, dan
dokter anak untuk
dilakukan tindakan
bedah
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang
dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Menurut World Health
Organization (WHO) , kelainan kongenital adalah suatu keadaan yang umum.

Ada beberapa kelainan bawaan diantaranya adalah labioskizis,


labiopalatoskizis, dan atresia esofagus. Labioskizis dan Labiopalatoskizis merupakan
deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang
sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu. Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak
menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus
dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.

4.2. SARAN

Pemahaman ibu akan labioskizis, labiopalatoskizis, dan atresia esofagus menjadi bekal
untuk ibu dalam mencegah terjadinya salah satu kelainan kongenital yang berdampak pada
bayi, mulai dari definisi, faktor penyebab, tanda gejala, dan pencegahan serta penanganannya,
sehingga ibu tidak merasa khawatir atau dapat mengatasi hal tersebut dan bayi pun akan lahir
dengan keadaan normal dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Yulizawati,dkk.2019.Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Neonatus,Bayi dan


Balita.Sidoarjo:Indomedia Pustaka.

2. Artathi Eka Suryandari / Indonesia Jurnal Kebidanan. Vol. I No.I (2017) 49-56 .
Hubungan Antara Umur Ibu Dengan KlasifikasI Labioschisis Di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwekerto.

3. Jurnal Vol.L No.5 Agustus 2018. Hubungan Jenis Kelamin Dan Gambaran Klinis
Celah Bibir Non Sindromik Di Clip Center FK UMM.

4. Litera, Volume 17, Nomor 3, November 2018. Realisasi Bahasa Indonesia Penderita
Bibir Sumbing: Sebuah Studi Kasus

5. Jurnal Vol.1 No.1 Juni 2015 : 115-121. Penatalaksanaan Repair Palatoplasty dengan
Teknik Furlow Double Opposing Z Plasty

6. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(Supplement 1). Interposisi Colon Retrosternal dan
Esofagoplasty Pada Pasien Atresia Esophagus Tipe A Long Gap

Anda mungkin juga menyukai