Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

LABIOPALATOSKIZIS

Dosen Pengajar : Ns. Elfira AR.,M.Kep.,Sp.Kep.An

Penyusun: 1. Afdul Azis Maulana Puspo (18002)

2. Angelina Br. Sirait (18007)

3. Tri Indah Agustinawati (18045)

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA

TAHUN AJARAN 2020-2021


BAB I
PENDAHULUAN

Labiopalatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir atas diantara mulut dan
hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai pada
pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut
labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.
Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang
menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga dapat
menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stres pada kehamilan,
trauma dan faktor genetik.

Permasalahan pada penderita celah bibir dan langit-langit sudah muncul sejak  penderita lahir.
Derita psikis yang dialami pula oleh penderita setelah menyadari dirinya berbeda dengan yang
lain. Secara fisik adanya celah akan membuat kesukaran minum karena adanya daya hisap yang
kurang dan banyak yang tumpah atau bocor kehidung, Se1ain itu terjadi permasalahan dalam
segi estetik/kosmetik, perkembangan gigi yang tidak sempuma serta gangguan pertumbuhan
rahang dan gangguan bicara berupa suara sengau. Penyulit yang juga mungkin terjadi pada
penderita celah bibir adalah infeksi pada telinga tengah hingga gangguan pendengaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Celah bibir dan celah palatum (Labiopalatoskizis), suatu fisura atau lubang pada bibir atau
palatum yang dapat terjadi secara tunggal atau secara kombinasi, disebabkan oleh kegagalan
jaringan lunak atau jaringan tulang palatum dan rahang atas menyatu selama minggu ke-5
sampai minggu ke-12 gestasi. Defek tersebut umumnya dapat bersifat unilateral atau bilateral.
Defek pada garis tengah dan komplet atau inkomplet sangat jarang terjadi hanya bibir yang
mungkin terkena, atau pemisahan dapat meluas sampai ke rahang atas atau rongga hidung .

Tiap tahun, kira-kira 1 dari 700 bayi baru lahir dilahirkan dengan celah bibir atau celah palatum,
yang menyebabkan kondisi ini merupakan defek lahir yang paling banyak terjadi (Guzzetta et
al., 1994). Lebih banyak bayi laki-laki daripada bayi perempuan yang mengalami kombinasi
kelainan celah bibir dan celah palatum. Celah palatum mengalami peningkatan insidensi di
kalangan bayi perempuan. Gangguan tersebut dapat dikaitkan dengan sindrom lainnya. Pengaruh
genetic multiple dapat terlibat.

B. ETIOLOGI
- Faktor herediter
- Dapat dikaitkan dengan abnormal kromosom, mutasi gen, dan terato E ( agen atau factor
yang menimbulkan cacat pada masa embrio )
- stress pada saat hamil trimester pertama (ketidakseimbangan hormone)
- defisiensi vitamin
- defisiensi asam folat
C. PATOFISIOLOGI
- Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase
embrio pada trimester pertama.
- Sumbing adalah terbelahnya /bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nasal medial
dan maksilaris untuk menyatu selama masa kehamilan 6-8 minggu.
- Palato skizis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu
- Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7 dan 8 minggu masa kehamilan.

D. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tindakan pembedahan untuk memperbaiki celah bibir kebanyakan dilakukan pada usia sekitar 3
bulan; untuk celah palatum, pembedahan dapat dilakukan pada usia 9-12 bulan. Ketika
pembedahan dilakukan kemudian, alat bicara prostetik pada umumnya dipasang sehingga
perkembangan wicara tidak terhambat. Celah palatum biasanya melibatkan kesulitan lain, seperti
infeksi telinga berulang dan masalah wicara. Oleh karena itu, anak-anak ini membutuhkan
perawatan multidisiplin yang terkoordinasi. Professional dari sebuah tim kraniofasial dapat
terdiri atas dokter anak, ahli pendengaran, ahli otolaring, ahli patologis wicara, ahli genetika,
spesialis gigi, ahli bedah plastic, ahli pedodontis, ahli ortodintis, perawat dan pekerja sosial
(Guzzetta et al., 1994).

E. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Karena cacat bibir terlihat dengan jelas pada saat lahir, pengkajiannya terdiri atas uraian
mengenai lokasi serta luas cacat atau defek tersebut, dengan keberadaan palatoskizis tanpa
labioskizis dapat ditemukan dengan cara papasi memakai jari tangan pada saat dilakukannya
pemeriksaan bayi baru lahir.
Dampak emosional kelahiran anak cacat kosmetik maupun fungsioal sungguh sungguh bersifat
traumatic bagi keluarga nya. Sebagai konsekuensinya, pengkajian keperawatan di lakukan
berkaitan dengan reaksi emosional keluarga terhadap anak dan defeknya.

DIAGNOSIS
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang saksama akan tampak dengan jelas sejumlah diagnosis
keperawatan . Diagnosis keperawatan ini diuraikan dalam rencana asuhan keperawatan.
1. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan mengisap secara adekuat atau menciptakan sehat yang efektif
2. Risiko Aspirasi yang berhubungan dengan kesulitan pembersihan jalan napas
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan alat khusus untuk pemberian makan
4. Risiko infeksi yang berhubungan dengan sekresi yang tertahan
5. Kurang pengetahuan (orang tua) yang berhubungan dengan terdapatnya celah bibir dan
celah palatum, terapi, prosedur, kemungkinan pembedahan, dan pembedahan.
6. Risiko perubahan perilaku orangtua yang berhubungan dengan cacat fisik yang sangat
nyata pada bayinya

PERENCANAAN
Perawatan prabedah

1. Diagnosis Keperawatan: perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan cacat fisik

Tujuan 1: pasien mengonsumsi makanan dengan gizi yang adekuat

Intervensi:

1. Berikan diet yang sesuai dengan usia (sebutkan)


2. Bantu ibu dalam menyusui bayinya jika tindakan ini menjadi pilihan ibu karena bayi
dengan cacat lahir apapun dapat disusui sendiri
3. Atur posisi puting susu dan stabilkan dengan baik dalam rongga mulut bayi sehingga
gerakan lidah memperlancar pemerahan ASI
4. Stimulasi reflex let-down secara manual atau dengan pompa payudara sebelum menyusui
bayi, karena isapan yang diperlukan untuk menstimulasi pengeluaran ASI pada awalnya
mungkin tidak ada
5. Modifikasi teknik pemberian susu agar sesuai dengan keadaan defek karena kemampuan
bayi untuk mengisap susu berkurang
6. Peluk anak daam posisi tegak (duduk) untuk meminimalkan risiko aspirasi
7. Gunakan alat khusus untuk pemberian susu yang mengimbangi kesulitan bayi dalam
menyusu
8. Coba memberikan susu kepada bayi dengan menggunakan dot untuk memenuhi
kebutuhan mengisap pada bayi dan meningkatkan perkembangan otot bicaranya
9. Atur posisi dot atau puting diantara lidah bayi dan palatum yang ada untuk
mempermudah penekanan dot/putting tersebut
10. Bila menggunakan alat tanpa dot (mis, Breck freeder,semprit Asepto), upayakan agar
susu formula terkumpul dibelakang lidah untuk mempermudah bayi menelannya dan
mengatur aliran susu menurut kemampuan menelan pada bayi untuk mencegah aspirasi
11. Serdawakan bayi dengan sering karena adanya kecenderungan untuk menelan udara
dengan jumlah yang berlebihan
12. Dorong orangtua memulai pemberian susu sesegera mungkin kepada bayinya sehingga
mereka sudah terbiasa dengan teknik pemberian susu tersebut sebelum pulang dari rumah
sakit
13. Pantau berat bayi untuk menilai kecukupan asupan gizinya

Hasil yang diharapkan :

1. Bayi mengonsumsi nutrient dengan jumlah yang memadai (sebutkan)


2. Bayi memperlihatkan peningkatan berat badan yang tepat

2. Diagnosis keperawatan : risiko perubahan perilaku orangtua yang berhubungan dengan


cacat fisik yang sangat nyata pada bayinya

Tujuan 1: pasien (keluarga) memperlihatkan penerimaan terhadap bayi

Intervensi:

1. Berikan kesempatan kepada keluarga dalam mengungkapkan perasaan mereka untuk


mendorong kemampuan keluarga mengatasi masalah (koping)
2. Perlihatkan perilaku menerima bayi dan keluarganya karena orangtua bersikap sensitive
terhadap perilaku afektif orang lain
3. Tunjukan lewat prilaku bahwa anak merupakan insan yang berharga untuk mendorong
penerimaan bayi cacat fisik
4. Jelaskan hasil operasi untuk mengoreksi cacat
5. Gunakan foto-foto yang menunjukan hasil operasi yang memuaskan untuk mendorong
timbulnya harapan
6. Atur pertemuan dengan orang lain yang pernah mengalami situasi serupa dan dapat
mengatasinya dengan berhasil

Hasil yang diharapkan :

1. Keluarga membicarakan perasaan dan kekhawatiran mengenai cacat yang disandang


anaknya, koreksi dan prospeknya dimasa mendatang
2. Keluarga memperlihatkan sikap menerima bayinya
3. Lihat pula rencana asuhan keperawatan : pembedahan pada anak, perawatan
prabedah.

3. Diagnosis Keperawatan: Risiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan


dgn prosedur bedah, gangguan fungsi menelan
Tujuan 1: Pasien tdak mengalami trauma pada tempat pembedahan
Intervensi:
1. Atur posis bayi agar berbaring terlentang atau miring atau duduk pada kursi bayo
(labioskozis) untuk mencegah trauma pada tempat pembedahan
2. Pertahankan alat perlindungan bibir (labioskozis) untuk melindungi jahitan luka
3. Gunakan teknik pemberian susu yang nontraumatic untuk meminimalkan risiko
trauma
4. Lakukan imobilisasi siku bayi untuk mencegah bayi menyentuh jahitan luka
5. Gunakan jaket penahan pada bayi yang besar untuk mencegah bayi menggulingkan
tubuhnya dan menggosokkan wajahnya pada kain sprei
6. Hindari penempatan alat-alat di dalam mulut sesudah oprasi palastokizis (kateter
pengisap, tong spatel, sedotan dot, sendok kecil )untuk mencegah trauma pada tempat
oprasi
7. Cegah bayi agar tidak menangis dengan keras dan terus-menerus yang dapat
menimbulkan regangan pada jahitan operasi
8. Bersihkan jahitan operasi dengan hati-hati sesudah pemberian susu dan jika
diperlukan dengan cara seprti yang diperintahkan oleh dokter bedah (labioskozis)
karena inflamasi atau infeksi akan menggangu koreksi pembedahan
9. Ajarkan prosedur membersihkan dan menahan gerakan bayi yang mengenai luka
opresi , khususnya ketika bayi akan di pulangkan sebelum jahitan luka di lepas, untuk
meminimalkan komplikasi sesudah pulang dari rumah sakit
Hasil yang diharapkan:
1. Luka operasi tidak terganggu/rusak
Tujuan 2: pasien memperlihatkan bukti tidak adanya aspirasi
Intervensi :
1. Atur posisi untuk memungkinkan drainase mucus (posisi berbaring setengah miring,
posisi semi-flower) dan untuk mencegah aspirasi cairan susu formula
Hasil yang di harapkan:
1. Anak dapat menangani secret yang dikeluarkan dan susu formula tanpa aspirasi

4. Diagnosis keperawatan: Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan kesulitan makan sesudah prosedur pembedahan
Tujuan 1: pasien mengomsumsi makanan dengan gizi yang adekuat
Intervensi:
2. Pantau pemberian cairan intravena (jika diprogamkan). Berikan diet yang sesuai dengan
usia dan sebagaimana di progamkan untuk periode pascabedah (jelaskan).
3. Libatkan keluarga dalam menentukan metode pemberian susu yang terbaik karena
keluarga memiliki tanggung jawab dalam pemberian susu di rumah.
4. Modiifkasi teknik pemberian susu untuk menyesuaikan dengan cacat dan koreksi
pembedahan.
5. Berikan susu dalam posisi duduk untul memenimalkan risiko aspirasi.
6. Gunakan alat-alat khusus yang mengimbangi kesulitan dalam pemberian susu tanpa
menimbulkan trauma pada tempat opresi
7. Serdawakan bayo dengan sering karena adanya kecenderungan menelan uadara dengan
jumlah yang besar. Bantu pemberian ASI jika ini pilihan ibu
8. Ajarkan teknik pemberian susu dan pengisapan kepada keluarga untuk mengoptimalkan
perawatan di rumah
9. Sangat membantunya dalam periode segera sesudah pembedahan, posisi ini juga amat
membantu pad bayi yang memiliki kesulitan dalam penganan sekretnya
Hasil yang diharapkan :
1. Bayi dapat mengonsumsi nutrient dengan jumlah yang adekuat ( sebutkan jumlahnya)
2. Keluarga memeragakan kemampuan untuk melaksanakan perawatan pascabedah.
3. Bayi memperlihatkan kenaikan berat badan yang tepat

5. Diagnosis keperawatan : Nyeri yang berhubungan dengan prosedur pembedahan


Tujuan 1 : pasien mengalami tingkat kenyamanan yang optimal
Intervensi :
1. Kaji perilaku dan tanda vital untuk menemukan bukti adanya rasa nyeri.
2. Berikan terapi analgesia dan/atau pemberian sejati sesuai program.
3. Lepas alat penahan secara periodik sambil melakukan terus pengawasan untuk
memberikan kesempatan kepada bayi menggerakkan lengannya, menghilangkan rasa
tidak nyaman karena imobilisasi, dan mengamati kulit bayi guna menemukan tanda
iritasi.
4. Peluk bayi dan laksanakan tindakan yang memberikan stimulasi taktil serta intervensi
non farmakologis lainnya sebagaimana di perlukan untuk memberikan rasa nyaman
yang optimal.
5. Libatkan orang tua dalam perawatan bayinya untuk memberikan rasa nyaman dan aman.
Hasil yang di harapkan
1. Bayi tampak merasa nyaman dan beristirahat dengan tenang.
6. Diangnosis keperawatan: perubahan proses keluarganya yang berhubungan dengan
cacat fisik pada anak, perawat di rumah sakit
Tujuan 1 :pasien (keluarga) menerima dukungan yang ade kuat.
Intervensi keperawatan/Rasional dan hasil yang di harapkan
1. Rujuk keluarga ke lembaga dan kelompok pendukung yang tepat.
2. Lihat Rencana Asuhan Keperawatan : keluarga anak yang sakit atau yang di rawat di
rumah sakit.
BAB III
STUDI KASUS
Pengkajian
-Nama: An. A
-Umur : 4 bulan
-Jenis kelamin : perempuan
-Data fokus
DS:
Ibu pasien mengatakan keluhan utama celah bibir dan langit" Sisi kiri sejak lahir
DO:
Anak cukup aktif
Nadi: 108x/menit
Nafas : 26x/ menit
BB : 4,9 kg
Kavum oris tampak celah pada pelatum durum,sampai pelatum mole
Regio labialis superior tampak celah pada bibir sisi kiri memanjang dan dasar hidung sampai
bibir atas ukuran kurang lebih 2,5x1x0, 5 cm.
Hasil laboratorium ( 6 Agustus 2015) :
Hemoglobin 12,9 g/dl
leukosit 10.400 / mm3
Trombosit 498. 000 / mm3
PT 9,8 detik
APRT 32,3 detik

Diagnosa keperawatan :
Pasien dengan labiopalatokisis kiri unilateral komplit
Rencana keperawatan :
Oprasi labioplastik

Tindakan keperawatan :
Labioplastik dalam anestesi umum
Pasien tidur terlentang di meja oprasi dalam anestesi umum

Evaluasi :
S= luka oprasi baik
O= pendarahan tidak ada
A= demam tidak ada
P= luka jahitan baik
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Labioskizis (celah bibir) dan palatoskizis (celah langit-langit mulut/palatum) merupakan
malformasi fasial yang terjadi dalam perkembangan embrio. Keadaan ini sering dijumpai pada
semua populasi dan dapat menjadi disabilitas yang berat pada orang yang terkena. Keduanya
dapat terjadi secara terpisah atau yang lebih sering lagi, secara bersamaan. Labioskizis terjadi
karena kegagalan pada penyatuan kedua prosesus nasalis maksilaris daan mediana; palatoskizis
merupakan fisura pada garis tengah palatum akibat kegagalan penyatuan kedua sisinya.
DAFTAR PUSTAKA

Whaley, Wong, D.L., 2000, Nursing Care of Infants and Children, Mosby, St. Louis.
Reeder, Sharon J. 2014. Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Suriadi, Rita Yulianni. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. CV. Sagung Seto. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai