N
NIM : PO714211171026
KELAS : IIA/DIV KEBIDANAN
1. Labioskizis, Labiopalatoskizis
a. Pengertian
Labioskizis dan labiopalatoskizis adalah anomali perkembangan pada 1
dari 1.000 kelahiran. Kelainan bawaan ini berkaitan dengan riwayat
keluar, infeksi virus pada ibu hamil trimester I.
Celah bibir dan celah langit-langit adalah suatu kelainan bawaan
yang terjadi pada bibir bagia atas serta langit-langit lunak dan lagit-langit
keras mulut. Celah bibir (labioskizis) adalah suatu ketidaksempurnaan
pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya beerlokasi tepat
dibawah hidung. Celah langit-langit (palatoskizis) adalah suatu saluran
abnominal yang terlewati langit-langit mulut dan menuju ke saluran udar
di hidung.
b. Etiologi
Celah bibir dan celah langit-lang (labiopalatoskizis), bisa terjadi
secara bersamaan maupun sendiri-sendiri. Kelainan ini juga bisa terjadi
bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya. Penyebab mungkin adalah
mutasi genetik atau teratogen (zat yang dapat menyebabkan kelaina pada
janin, contohnya virus atau bahan kimia). Selain tidak sedap untuk
dipandang, kelainan ini juga menyebabkan anak mengalami kesulit
ketika makan, gangguan perkembangan berbicara dan infeksi telinga.
Faktor resiko untuk kelainan ini adalah riwayat celah bibir atau celah
langit-langit padaa keluargaa serta adnya kelainan bwaan lainnya.
2. Atresia esophagus
Atresia esophagus adalah kelainan kongenital dengan segmen atas esophagus
berakhir padaa kantung buntu. Pada sebagian besar kasus atresia esophagus,
ujung esophagus buntu, sedangkan pada 1/4-1/3 kasus lainnya, wsofagus bagian
bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia
esofagus denggan fistula.
Atresia esofagus sering juga disertai dengan kelainan bawaan lainnya
seperti kelainan jaantung bawaan, kelainan gastroitertinal, atau kelainan tulang.
Atresia esifagus disebabkan oleh kegagalan esofagus untuk mengadakan
pasase yang kontinu. Biasanya terjadi pada bayi prematur, berat badan lahir
rendah, dan bayi yang laahir dengan hidromnion.
Tanda pertama yang mungkin terjadi pada bayi dengan atresia esofagus
adalah keluarnya lendir oral dan nasal yang sangat berlebihan dab bahkan
berbuih. Pemberian minum dapat menyebabkan batuk atau seperti tercekik dab
bayi sianosis. Bila diupayakan pengisapan lendir, kateter yang dimasukkan
kedalam mulut sepanjang 7,5-10 cm dar bibir akan terbentur pada ujung
esofagus yang buntu dan bila kateter didorong terus, kateter akan melingkar-
lingkar di dalam esofagus yang buntu tersebut.
Diagnosis pati ditetapkan dengan memasukkan pita-opak atau larutan
kontras lipiodol ke dalam esofagus dan dilakukan ronsen toraks biasa.
Penatalaksanaannya adalah tindakan operasi. Perawatan sebelum operasi:
1. Bayi diletakkan setengan duduk untuk mencegah terjadinya regurgirasi
cairan lambung.
2. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
3. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam
inkubator agar mendapat lingkungan yang cukup hangat.
4. Posisinya sering diubah-ubah.
5. Penghisapan lendir harus sering dilakukan.
6. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.
7. Perawatan bayi dengan posisi tertelungkup untuk mencegah sekresi masuk
ke paru.
8. Antibiotik diberikan jika terdapat infeksi toraks.
Perawatan setelah operasi adalah:
b. Penyebab
c. Klasifikasi
d. Gejala
e. Diagnosis
f. Pengobatan
4. Hirschprung
a. Definisi
c. Insiden
Angka kejadiannya adalah 1 dari 5000 kelahiran hidup.Penyakit
Hirschprung ditemukan 4 kali lebih banyak pada bayi lelaki daripada
bayi perempuan.
d. Etiologi
e. Patofisiologi
Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi sebagai akibat distensi
pada dinding usus,yang berkontribusi menyebabkan enterokolitis
(inflamasipada usus halus dan kolon),yang merupakan penyebab utama
kematian pada bayi/anak dengan penyakit Hirschprung
(Kirschner,1991)
a) Adanya konstipasi
b) Tinja/feses seperti pita dan berbau busuk
c) Perut kembung/distensi abdomen
d) Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia
e) Kadang timbul diare dan muntah
h. Pemeriksaan Penunjang
Daerah transisi
Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus
yang menyempit
Enterokolitis pada segmen yang melebar
Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
i. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan terpeutik:
Penatalaksanaan pembedahan bertujuan untuk:
b) Penatalaksanaan Umum
a) Obstruksi usus
b) Konstipasi
c) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
d) Enterokolitis
e) Struktur anal dan inkontinensia
5. Obstruksi biliaris
Pengertian
Obstruksi billiaris merupakan suatu kelainan bawaan karena adanya
penyumbatan pada saluran empedu, sehingga cairan empedu tidak dapat
mengalir ke dalam usus dan akhirnya dikeluarkan dalam feses (sebagai
strerkobilin).
Etiologi
Etiologi dari obstruksi billiaris adalah saluran empedu belum terbentuk
sempurna, sehingga tersumbat pada saat amnion tertelan masuk.
Fatofisiologi
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding
misalnya ada tumor, atau penyempitan karena trauma(iatrogenik). Batu
empedu dan cacing askariasis sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan
didalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor caput pankreas, tumor kandung
empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepato duodenale
dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran
empedu. (Reskoprodjo, 1995).
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan
antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, di ventrikel
duodenum dan striktur sfingter papila vater. (Reskoprojo,1995).
Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja
pucat biasanya dikaitkan dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal (pruritus)
yang berhubungan dengan obstruksi empedu tidak jelas. Sebagian percaya
mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu di kulit. Lain
menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan opioid endogen
(Judarwanto,2009).
Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga
empedu tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai
strekobilin ) didalam feses. (Ngastiyah, 2005)
Gambaran klinis
Gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama ketika bayi tampak ikterus.
Selain itu, feses tampak berwarna putih keabu-abuan, terlihat seperti dempul,
dan urine tampak berwarna lebih tua karena mengandung urobilin.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis obstruksi billiaris adalah dengan pemeriksaan
radiologi dan kadar bilirubin darah.
Komplikasi
Secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:
a. Tipe yang dapat dioperasi (yang dapat diperbaiki). Jika
kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya
b. Tipe yang tidak dapat dioperasi. Jika kelainan/sumbatan terdapat
dibagian atas porta hepatic, tetapi akhir-akhir ini dapat
dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal.
Penatalaksaan
a. Berikan perawatan layaknya bayi normal lainnya, seperti pemberian
nutrisi yang adekuat, pencegahan hipotermi, pencegahan infeksi, dan
lain-lain.
b. Lakukan konseling kepada orang tua agar mereka menyadari bahwa
menguningnya tubuh bayi bukan disebabkan oleh masalah yang biasa,
tetapi karena adanya penyumbatan saluran empedu.
c. Berikan infromed consent dan infromed choise untuk dilakukan rujukan.
d. Selain itu, penanganan dari penyakit obstruksi billiaris adalah dengan
operasi. Asuhan pada bayi sebelum menjalani operasi, ialah perbaikan
keadaan umum, menghindari infeksi, memberikan konseling kepada
orang tua, serta infromed consent tindakan operasi.
Perawatan
Pemberian Terapi Sinar
1. Bayi diletakkan di bawah lampu terapi sinar
a. Bila berat badan bayi 2000 gram atau lebih, letakkan bayi dalam
keadaan telanjang di boks bayi;
b. Tutup mata bayi dengan penutup, pastikan penutup mata tidak
menutupi lubag hidung.
2. Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk
3. Ubah posisi bayi tiap 3 jam
4. Pastikan bayi diberi minum
a. Anjurkan ibu menyusui bayi setiap 3 jam;
• Alat terapi sinar dan lepas penutup matanya selama diberi minum :
• Tidak perlu menambah atau mengganti ASI dengan AIR dekserosa
atau formula.
b. Bila bayi tidak dapat menyusui, berikan ASI peras dengan
menggunakan cara alternatif selama dilakukan terapi sinar, naikkan
kebutuhan hariannya dengan menambah 25 ml/kg BB.
c. Bila bayi diberi minum melalui NGT bayi tidak perlu dipindahkan
dari lampu terapi sinar.
5. Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi menjadi cair dan berwarna
kuning.
(http://alfatibonemidwife.blogspot.com/2013/11/asuhan-kebidanan-pada-
neonatus-kelainan.html)
6. Omphalokel
Di sini terdapat ernia pada dinding perut sekitar rusat, sehingga isi rongga perut
dapat masuk dalam suatu kantong diatas permukaan rongga perut. Pada
gastroskritis benjolan ini tidak terbungkus dalam kantong. Pada herniasi yang
besar, dinding kantong hanya terdiri atas lapisan peritoneum. Dinsing kantong
ini mudag robek pada waktu persalinan dan akan akan memperburuk prognosis
bayi.
Pengobatan terdiri atas tindakan bedah yang bertujuan untuk menutup
hernia tersebut. Pada herniasi yang besar, tindakan bedah dilakukan bertahap.
Jika keadaan bayi tidak mengizinkan pembedahan dengan segera, maka hernia
omfalokel dibungkus dengan kain kasa steril yang dibasahi dengan larutan
garam fisologis untuk mencegah mengeringnya dinding kantong dan mencegah
bahaya infeksi. Di sampaing itu, dipasang pula tube nasogatrik untuk kompresi
perut. Prognosis sangat tergantung dari besarnya kelainan tersebut.
Kadang-kadang dijumpai pula suatu hernia didalam tali pusat. Pada
keadaan ini sebagian isi perut masuk ke dalam tali pusat bayi. Hernia dibawah
tali pusat harus dibedakan pula dengan kemungkinan ektropia vesika, ialah
menonjolnya vesika urinaria keluar dinding perut.
Klasifikasi
a. Reponible
Benjolan di daerah lipat paha atau umbilikus tampak keluar masuk
(kadang-kadang terlihat menonjol, kadang-kadang tidak). Benjolan ini
membedakan hernia dari tumor yang umumnya menetap. Ini adalah tanda
yang paling sederhana dan ringan yang bisa dilihat dari hernia eksternal.
Bisa dilihat secara kasat mata dan diraba, bagian lipat paha dan umbilikus
akan terasa besar sebelah. Sedangkan pada bayi wanita, seringkali
ditemukan bahwa labianya besar sebelah. Labia adalah bagian terluar dari
alat kelamin perempuan.
b. Irreponible
Benjolan yang ada sudah menetap, baik di lipat paha maupun di
daerah pusat. Pada hernia inguinalis misalnya, air atau usus atau omentum
(penggantungan usus) masuk ke dalam rongga yang terbuka kemudian
terjepit dan tidak bisa keluar lagi. Di fase ini, meskipun benjolan sudah
lebih menetap tapi belum ada tanda-tanda perubahan klinis pada anak.
c. Incarcerata
Benjolan sudah semakin menetap karena sudah terjadi sumbatan pada
saluran makanan sudah terjadi di bagian tersebut. Tak hanya benjolan,
keadaan klinis bayi pun mulai berubah dengan munculnya mual, muntah,
perut kembung, tidak bisa buang air besar, dan tidak mau makan.
d. Strangulata
Ini adalah tingkatan hernia yang paling parah karena pembuluh darah
sudah terjepit. Selain benjolan dan gejala klinis pada tingkatan incarcerata,
gejala lain juga muncul, seperti demam dan dehidrasi. Bila terus
didiamkan lama-lama pembuluh darah di daerah tersebut akan mati dan
akan terjadi penimbunan racun yang kemudian akan menyebar ke
pembuluh darah. Sebagai akibatnya, akan terjadi sepsis yaitu beredarnya
kuman dan toxin di dalam darah yang dapat mengancam nyawa si bayi.
Sangat mungkin bayi tidak akan bisa tenang karena merasakan nyeri yang
luar biasa.
Etiologi
Hernia diafragmatika paling sering disebabkan oleh kegagalan satu atau
kedua selaput pleura peritoneal untuk menutup saluran-saluran
perikardioperitoneal selama kehamilan minggu ke 8, terjadinya hernia
diafragma adalah trauma pada abdomen(perut), baik trauma penetrasi
maupun trauma tumpul abdomen., baik pada anak-anak maupun orang
dewasa. Mekanisme dari cedera dapat berupa cedera penetrasi langsung pada
diafragma atau yang paling sering akibat trauma tumpul abdomen. Pada
trauma tumpul abdomen, penyebab paling sering adalah akibat kecelakaan
sepeda motor. Hal ini menyebabkan terjadi peningkatan tekanan intra
abdominal yang dilanjutkan dengan adanya rupture pada otot-otot diafragma.
Pada trauma penetrasi paling sering disebabkan oleh luka tembak senjata api
dan luka tusuk senjata tajam. Sekitar 0,8-1,6 % dengan trauma tumpul pada
abdomen mengalami rupture pada diafragma.
Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69 % pada sisi kiri, 24
% pada sisi kanan, dan 15 % terjadi bilateral. Hal ini terjadi karena adanya
hati di sisi sebelah kanan yang berperan sebagai proteksi dan memperkuat
struktur hemidiafragma sisi sebelah kanan. Organ abdomen yang dapat
mengalami herniasi antara lain gaster(lambung), omentum, usus halus, kolon,
limpa dan hepar(hati). Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun
strangulata dari saluran cerna yang mengalami herniasi ke rongga
toraks(dada) ini.
Patofisiologi
Rongga peritoneum dan pleura kemudian saling berhubungan di sepanjang
dinding tubuh posteriol. Kelainan seperti ini yang dikenal sebagai hernia
diafragmatika congenital, memungkinkan organ-organ dalam perut memasuki
rongga pleura. Pada 85 – 90 % kasus, hernianya disisi kiri, dan gelung usus,
lambung, limpa, dan bagian hati bisa masuk ke rongga dada. Karena kehadiran
organ-organ perut di dalam dada, jantung terdorong ke anterior, sedangkan
paru-paru tertekan dan sering mengalami hipoplasia.
Diagnosis
a. Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris.
b. Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia.
c. Bising usus terdengar di dada
d. Perut teraba kosong
e. Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga dada
Tanda dan gejala
a. Gangguan pernafasan yang berat
b. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen) .
c. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
d. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
e. Takikardia (denyut jantung yang cepat)
f. Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
g. Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
h. Bising usus terdengar di dada
i. Perut teraba kosong.
j. Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia.
k. Paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Jika
hernianya besar Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga
usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung
sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.
Komplikasi
Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika
hernianya besar, biasanayaparu-paru pada sisi hernia tidak berkembang
secara sempurna. Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehinggga
usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung
sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat
pernafasan. Sedangkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita
hernia diafragmatika tipe bockdalek antara lain 20 % mengalami kerusakan
congenital paru-paru dan 5-16 % mengalami kelainan kromosom
Tindakan
Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa nasogastrik yang
dengan teratur sihisap. Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak
dipersiapkan untuk operasi. Hendaknya perlu diingatkan bahwa biasanya
(70%) kasus seperti ini disertai dengan hipoplasia paru.
(http://alfatibonemidwife.blogspot.com/2013/11/asuhan-kebidanan-pada-
neonatus-kelainan.html)
9. Meningokel, ensefalokel
a. Meningokel
Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang
tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit.
Meningokel biasanya terjadi di daerah servikal atau daerah torakal
sebelah atas.
b. Ensefalokel
Ensephalokel adalah suatu kelainan tabung syaraf yang ditandai dengan
adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk
seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak.
Ensephalokel didaerah oksipital ini sering berhubungan dengan kelainan
mental yang berat dan mikrosefal.
Penyebab
Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan.
Gejala klinis
1. Gangguan pernafasan
2. Gangguan mental
3. Gangguan tingkat kesadaran
Penatalaksanaan
Tindakan pembedahan.
(https://riefkyzulkarnain.wordpress.com/2015/05/26/riefkyz-neonatus-
dengan-kelainan-bawaan)
10. Hidrosefalus
Defenisi
a. Hidrosefalus berasal dari bahasa yunani, Hidro artinya air, Sefalus artinya
kepala. Maka Hidrosefalus adalah penumbungan cairan di ruang yang
secara normal terdapat di dalam otak.
(http://www.analisadaily.com/index.php)
b. Hidrosefalus merupakan suatu keadaan dimana tirdapat timbunan cairan
serebrospinalis yang berlebihan dalam vertikel-vertikel, yang disertai
dengan kenaikan tekanan intrakranial. (Sarwono, 1992)
c. Hidrosefalus adlah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran vertikel (Hassan,
1983). Pelebaran vertikel ini akibat ketidak seimbangan antara produksi
dan absorbsi cairan serebrospinal (Huttenlocher, 1983). Hidrosefalus
bukan suatu penyakit yang ter diri sendiri. Sebenarnya, hidrosefalus tidak
bersifat sekuder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya
kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi
pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. (Wiknjosastro,1994)
(http://medlinux.blogspot.com/-2007/09/hidrocepalus.html).
Klasifikasi
Terdapat berbagai macam klasifikasi hidrosefalus yanng bergantung pada
faktor yang terkait. Klasifikasi hidrossefalus berdasarkan:
a. Gambaran klinis
Hidrosefalus yyang manifes (overt hydrocephalus) merupakan
hisrosefalus yangtampak jelas dengan tanda-tanda klinis yang khas.
Hidrosefalus yang tersembunyi (occult hydrochepalus)merupakan
hidrosefalus dengan ukuran kepala yang normal.
b. Waktu pembentukan
Hidrosefalus konginetal meruakan hidrosefalus yang terjadi paa
neonatus atau yang berkembang selama intrauterin.
Hidrosefalus ifantil merupakan hidrosefalus yang terjadi karena
cedera kepala selam proses kelahiran.
Hidrosefalus akuitisa merupakan hidrosefalus yang terjadi setelah
masa neonatus atau disebabkan oleh faktor-faktor lain setelah masa
neonatus.
Proses terbentuknya
Etiologi
Hidrosefalus terjadi apabila terdapat penyumbatan aliran serebrospinal pada
salah satu tempat antara tempat pembentukan cairan serebrospinal dalam
sistem vertikel dan tempat absorbsi dalam ruangan subaraknoid. Pada bayi,
penyebab penyumbatan aliran aliran cairan serebrispinal yang sering terjadi
adalah karena:
Patogenesis
Berdasarkan riset lembaga Neonatal Institute of Neorugenical Diserder and
Strok (NINDS) bahwa gangguan aliran cairan serebrospinal terdapat tiga jenis,
yaitu:
Diagnosa
Prosedur diagnosa hidrosefalus didasarkan pada anamnesa yang cermat,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, antara lain:
Penatalaksanaan
a. Penatalaaksanaan hidrisefalus adalah dengan diagnisis dini yang
dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya.
b. Keterlambatan tidakan dapat menyebabkan kecacatan dan kematian
bayi.
c. Tindakan non pembedahan dengan pemberian oat-obatan yang dapat
mengurangi produksi cairan serebrospinal.
d. Tindakan bedah antara lain dengan penyumbatan shunting atau pintasan
untuk mengalirkan cairan serebrospinal di ruang tengkorak yang
tersumbat ke tempat lain dengan menggunakan alat sejenis kateter
berdiameter kecil.
11. Fimosis
Pengertian
Phimosis (fimosis) adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada
bagian kepala penis dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air
kemih, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan saat kencing. Sebenarnya yang
berbahaya buukanlah femosis sendiri, tetapi kemungkinan timbulnya infeksi
pada urethra kiri dan kanan. Kemudian ke ginjal. Infeksi ini dapat
menimbulkan keruskan pada ginjala.
Merupakan kondisi penis dengan kulit yang melingkupi kepala penis
(glans penis) tidak bisa ditarik kebelakang untuk membuka seluruh bagian
kepala penis (kulup, prepuce, preputium, foreskin). Preputium terdiri dua lapis,
bagian dalam dan luar, sehingga dapat di tarik ke depan dan belakang pada
batang penis. Pada femosis, lapisan bagian dalam preputium melekat pada
glans penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang
untuk berkemih (meatus urethra externus).
Apabila preputium melekat pada glans penis, maka cairan smegma, yaitu
cairan putih kental yang biasanya mengumpul di antara kulit kulup dan kepala
penis akan terkumpul di tempat itu, seeingga mudah terjadi infeksi. Umumnya
tempat yang diserang infeksi adalah ujung penis, sehingga disebut balantis.
Sewaktu anak buang air kecul, anak anan menjadi rewel, dan yang terlihat
adalah kulit dan menggelembunng.
Femosis (phimosis) bisa merupakan kelainan bawaan sejak lahir
(kongenital) maupun didapat. Fimosis kongenital (true phimosis) terjadi
apabila kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat
ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta
diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi
lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapisan bagian dalam
preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis
Insiden /Kejadian
Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke
belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun
dan hanya 1-1,5% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami femosis
kengenital. Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari
200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat
ditarik ke belakang penis.
Patofisiologi
Phimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir, karena terdapat adesi
alamiah antara premutium dengan glans penis. Sampai usia 3-4 tahun, penis
tumbuh dan berkembang. Debris yang dihasilkan oleh epitel preputium
(smegma) mengumpul di dalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan
preputum dan glans penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa preutum dan
glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.
Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium berdilaktasi
perlahan-lahan sehingga preputium terjadi retraksi dan dapat ditarik ke arah
proksimal. Pada usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat direktraksi. Pada
sebagian anak, preputium masih menempel pada glans penis, sehinnga ujung
preputium mengalami penyimpangan dan akhirnya akan mengganggu fungsi
miksi.
Biasanya anak menangis dan pada ujung penis tampak menggelembung.
Air kemih yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan
arah yang tidak dapt diduga. Kalau sampai terjadi infeksi, anak akan menangis
tiap akan buang air kecil dan dapat pula disertai demam. Ujung penis yang
tampak menggelembung disebabkan oleh adanya penyempitan pada ujung
preputium karena terjadi perlengjetan dengan glas penis yang dapat ditarik
kearah proksimal. Adanya penyempitan tersebut menyebakan terjadi gangguan
aliran urin pada saat miksi. Urin terkumpul di ruang antara preputium dan glans
penis, sehingga ujung penis tampak menggelembung.
Komplikasi
Komlikasi yang akan terjadi pada bayi/anak yang mengalami phimosis,
antara lain terjadinya infeksi pda urethra kanan dan kiri akibat terkumpulnya
cairan smegma dan urine yang tidak dapat keluar sepenuhnya pada saat
berkemih. Infeksi tersebut akan naik mengikuti saluran urinaria hingga
mengenai ginjal dan dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal.
Penanganan
Tidak dianjurkan melakukaan retraksi yang dipaksakan pada saat
membersihkan penis karena dapat menimbulkan luka dan bentuk sikatriks pada
ujung preputium sehingga akan terbentuk phimosis sekunder. Phimosis yang
disertai balanits xerotica obliterans dapat diberikan salep deksamethanose
0,1% yang dioleskan 3-4 kali sehari, dan diharapkan 6 minggu pemberian
preputium dapat direktrasi spontan.
Phimosis dengan keluhan miksi, menggelembungnya ujing preputium
pada saat miksi, atau infeksi proktitis merupakan indikasi untuk melakukan
sirkumsisi. Phimosis yang disertai balanitis atau prostitis harus diberikan
antibiotika lebih dahulu sebelum dilakuakan serkumsisi. Jika fimosis
menyebabkan hambatan air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi (membung
sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah plastik lainnya
seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputium tanpa
memotongnya). Indikasi medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada
anak-anak dalam fimosis patologik.
(Mustihatun,Wafi Nur.2010. Asuhan Neonatus, Bayi Dan Balita.
Yogyakarta:Fitramaya.Hal 160-163)
12. Hipospodia
Pengertian
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus
terletak dipermukaan ventral penis dan lebbih ke proksimal dari tempatnya
yang normal pada ujung glans penis.
Hipospedia adalah kelainan kongenital pada penis yang paling banyak
kedua setelah undescensus testiscolorum (cryptorchidism). Kelainan
kongenital pada penis terjadi masalah yang sangat penting karena penis
berfungsi sebagai saluran pengluaran urin dan sebagai alat seksual di kemudian
hari yang akan berpengaruh terhadap fertilitas (Ilmu Bedah, 2009).
Etiologi
Hipospadia terjadi karena adanya gangguan perkembangan uterthra
anterior yang tidak sempurna sehingga urethra terletak dimana saja sepanjang
batang penis sampai perineum. Semakin proksimal muara meatus maka
semakin besar kemungkinan adanya chordae.
Sampai saat ini, kekurangan adrogen pada proses maskulinisasi masa
embrional masih dianggap sebagai pemicu terjadinya hiospadia. Devine (1970)
mengatakan bahwa defosmidasi yang terjadi pada penderita hipospedia
disebabkan oleh involusi sel-sel interstitial pada testil yang sedang tumbuh
yang disertai dengan berhentinya produksi androgen dan akibatnya terjadi
maskunisasi yang tidak sempurna dari organ genetalia eksterna.
Ada beberapa faktor penyebab hispospidia yaitu:
a. Faktor genetik
Dua belas persen berpengaruh terhadap kejadia hispodia apabila
mempunyai riwayat kelurga yamh menderita hispospidia. Lima puluh
persen berpengarus terhadap kejadian hispospidia apabila ayah
menderita hispospidia.
b. Faktor Etnik dan Geografis
Di negara Amerika Serikat, angka kejadian hipospedia pada
kaukasoid lebih tinggi (1,3) dari pada orang Afrika Amerika.
c. Faktor Hormonal
Faktor hormonal androgen terdapat kejadian sangat berpengaruh
terhadap kejadian hipospidia karena mempengaruhi proses
maskulinisasi pada masa embrional.
d. Faktor Pencemaran Limbah Industri
Limbah industri berperan sebagai “endocrin discrupting
chemicals” baik berifat eksogenik maupun anti androgenetik seperti
polyhidrobiphenyls, dioxin, furan, pepsida organochlorin, alkilphenol
polyethoxsylates dan phtalites. (Ilmu Bedah, 2009b).
Gambaran Klinis
Kelainan hipospedia dapat diketahui segera setelah lahir, dimana letak
muara uterethra tidak di ujung glans penis tetapi terletak di ventroproksimal
penis. Kelainan ini terbatas di urethra anterior sedangkan leher vesika urunaria
dan uretraposterior tidak terganggu sehingga tidak ada gangguan miksi. (Ilmu
Bedah, 2009b).
Klasifikasi Hipospadia
Menurut bercat (1973), berdasarkan letak osteum urethra eksterna maka
hipospadia dibagi menjadi lima tipe, yaitu:
⁃ Anterior (60-70%)
1. Hipospadia tipe gland
2. Hipospadia tipe coronal
⁃ Midle (10-15%)
3. Hipospadia tipe penil
⁃ Posterior (20%)
4. Hipospedia tipe penoscrotal
5. Hipospedia tipe perineal
(Ilmu Bedah, 2009b)
Penatalaksanann
Tujuan perbaikan hipospedia adalah untuk melepaskan chorder dan
menempatkan kembali native urethra atau membentuk urethra pada ujung glans
penis. Ada dua hal pokok dalam memperbaiki hiospadia, yaitu:
1. Chordectomi, merelease chordae sehingga penis bisa lurus kedepan saat
ereksi.
C. Penyakit tiroid
Tiroid janin mengandu g kolod dan iodoprotein dapa usia gestasi 10
minggu. Pada usia tersebut, TSH plasma sudah dapat dideteksi dan sudah
dapat dilihat adanya aktivitas dini aksis hipofisis-tiroid. Tiroid janin
cenderung mensekresi reverse T3, suatu molekul yang berbeda dari
iodotironin pada satu lokasi atom yodium. Reverse T3 dianggap sebagai
hormon yang tidak akitf dan perannya pada fisiologis tiroid masih belum
jelas. Pada masa khamilan, tiroksin akan masuk ke sirkulasi janin,
meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit (Hull and Jhnston, 2008).
Sesudah lahir akan terjadi lonjakan pelepasan TSH yang sejajar
dengan peningkatan tiroksin (T4) dan tri- iodotironin (T3). Kadar TSH
akan kembali turun untuk mencapai kadar normal orang dewasa dalam
waktu 1 minggu, tetapi penurunan kadar T4 dan terutama T3 berlangsung
lebih lambat. Definisi fungsi tiroid normal pada neonatus sangat penting
dalam perkembangan rangka program skrining untuk mendeteki
hipotiroidisme kongenital (Hull and Jhnston, 2008).
1. Hipotiroidisme kongenital
a. Pengertian
Tidak adanya kelenjar tiroid. Kadang tirod berukuran kecil
atau ektopik, atau terdapat masalah metabolik pada kelenjar yang
menghambat produksi hormon tiroid (Meadow and Newell,
2005).
b. Etiologi
Bayi lahir dari ibu dengan insufisiensi hormon tiroid pada
saat intra uterin dan segera setelah lahir (Susanto,2006).
c. Gambaran Klinis
1) Pada neonatus, gejala khas hipotiroidisme seringkali tidak
tampak dalam bebarapa minggu pertama kehidupan.
2) Hanya 10-15% bayi baru lahir hipotirodisme yang datang
dengan gambaran klinis mencurigakan.
3) Salah satu tanda yang paling khas dari hipotiroidisme
kongenital pda bayi baru lahir adalah fontanela posterior
terbuka dengan sutura krainal yang terbuka lebar akibat
keterlambatan maturasi skeletal prenatal. Sebagian besar
kasus hipotiroidisme mengalami keterlambatan skeletal dan
fontanela posteriur tetap terbuka.
4) Ikterus yang berkempanjangan.
5) Hernia umbilikalis, namun kurang spesifik.
6) Tanda dan gejala yang jarang terlihat adalah kinstipasi,
hipotonia, suara nangis serak, kesulitan makan atau
menyusui, kulit kering dan kasar.
7) Peningkata TSH yang bisa dideteksi pada saat skrining pada
akhir minggu petama.
8) Kadar TSH normal, namun sangat jarang. Pada kretenisme,
gambaran klinisnya berupa anak yang cebol dengan tampilan
kasar, rambur jarang, hernia umbilikalis ddan masalah
belajar berat (Susanto, 2006, Meadow and Newell, 2005).
d. Penatalaksanaan (Hull and Johnston, 2008, Meadow and Newell,
2005).
1) Apabila program skrining berhasil, maka dimungkinkan
untuk pemberian dini tetapi pergantian hormon seumur hidup
dengan tiroksin oral.
2) Terapi tiroksin yang dimulai sejak 3 minggu dan dititrasi
sesuai dengan pertumbuhan memungkinkan mayoritas
penderita akan mencapai perkembangan yang hampir
mendekati perkembangan anak normal.
3) Hipotiroidisme kongenital tanpa terapi dapat menyebabkan
kretinisme.
2. Hipotiroidisme juvenil (Meadow and Newell, 2005, Hull and
Johnston, 2008 ).
a. Pengertian
Hipotiroidisme adalah kegagalan tiroid di kemudian hari.
b. Etiologi
1) Penyakit autonium dan didapatkan antibodi.
2) Biasanya terjadi pada anak dengan diabetes, sindrom down
atau turner.
c. Gambaran klinis
1) Goiter
2) Letargi
3) Konstipasi
4) Gagal tumbuh progresif dengan usia tulang yang sangat
tertinggal
5) Penurunan pertumbuhan fisik
6) Kegagalan di sekolah dan masalah belajar
d. Penatalaksanaan
1) Tiroksin merupakan terapi standar untuk hipotiroidisme.
2) Bayi membutuhkan dosis yang relatif lebih besar, 5
μg/kg/hari, selanjutnya diturunkan menjadi 2-3 μg/kg/hari
setelah anak telah cukup besar.
3) Dosis dipantau dengan memeriksa pertambaahan tinggi
badan ddan usia tulang, serta parameter biokimiawi.
4) Terapi diberikan seumur hidup.
https://riefkyzulkarnain.wordpress.com/2015/05/26/riefkyz-neonatus-dengan-
kelainan-bawaan
http://alfatibonemidwife.blogspot.com/2013/11/asuhan-kebidanan-pada-
neonatus-kelainan.html)