Anda di halaman 1dari 167

BAGIAN 3

NEONATUS DENGAN KELAINAN


BAWAAN DAN PENATALAKSANAANNYA

1. LABIOSKIZIZ DAN LABIOPALATOSKIZIZ


2. ATRESIA ESHOPAGUS
3. ATRESIA ANI DAN ANUS
4. HIRSPUNG
5. OBSTRUKSI BILIARIS
6. OMFALOKEL
7. HERNIA DIAFRAGMATIKA
8. ATRESIA DUODENI, OESHOPAGUS
9. MENINGOKEL, ENSEPALOKEL
10.HIDROSEFALUS
11.FIMOSIS
12.HIPOSPADIA
13.KELAINAN METABOLIC DAN ENDOKRIN

273
LABIOSKIZIS,
LABIOPALATOSKIZIZ
DAN ATRESIA ESOFAGUS

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Labioskizis


2.1.1 Pengertian
Menurut Vivian (2010), Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan
deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan
yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional di mana bibir
atas bagian atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu

2.1.2 Klasifikasi
Menurut Vivian (2010), jenis belahan pada labioskizis atau
labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa  mengenai salah satu
bagian  atau semua bagian dari dasar cuping hidung , bibir, alveolus
dan palatum molle.  Suatu  klasifikasi membagi struktur –struktur
yang terkena menjadi beberapa bagian berikut.
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung , alveolus, dan
palatum durum di belahan foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle
posterior terhadap foramen

274
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum
primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau
bilateral
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa.  Dalam kasus ini
mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan
otot palatum.

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan


hingga hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang
diketahui :
1. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya
disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
2. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya
disalah satu sisi  bibir dan memanjang hingga ke hidung.

275
3. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.

2.1.3 Etiologi
Penyebab terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis belum diketahui
dengan pasti.  Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioskizis
dan labiopalatoskizis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor
genetik dan faktor-faktor lingkungan. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Faktor tersebut antara lain,
yaitu :
1 Faktor genetik atau keturunan
2 Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6. Vitamin C
pada waktu hamil, kekurangan asam folat.
3 Radiasi.
4 Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5 Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya
seperti infeksi Rubella dan sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
6 Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi
hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya
kecanduan alkohol, terapi penitonin.
2.1.4 Patofisiologi
Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-
langit. Berbeda pada kelainan bibir yang terlihat jelas secara estetik,

276
kelainan sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut
seperti menelan, makan, minum, dan bicara.
Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut
dan hidung. Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak
ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan
menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat
menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg
masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan
perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran nafas atas
karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut,
bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.
2.1.5 Manifestasi Klinis
a. Pada labio Skisis:
1 Distorsi pada hidung
2 Tampak sebagian atau keduanya
3 Adanya celah pada bibir
b. Pada palato skisis:
1. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras
dan atau foramen incisive.
2. Adanya rongga pada hidung
3. Distorsi hidung
4. Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa
dengan jari
5. Kesukaran dalam menghisap atau makan

2.1.6 Komplikasi
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa
komplikasi karenannya, yaitu ;
1. Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika
diikuti dengan celah palatum. Memerlukan penanganan khusus
seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran
dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing

277
2. Infeksi telinga dan hilangnya. Dikarenakan tidak berfungsi dengan
baik saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan
kerongkongan dan jika tidak segera diatasi makan akan kehilangan
pendengaran.
3. Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami
penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu
pola berbicara bahkan dapat menghambatnya
4. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau
bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan penanganan
khusus.
5. Distress pernafasan
6. Risiko infeksi saluran nafas
7. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
2.1.7 Tanda dan Gejala
Menurut Vivian (2010), ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
1 Terjadi pemisahan langit-langit
2 Terjadi pemisahan bibir
3 Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
4 Infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah
5 Pada bayi tidak terjadi regurgitas nasal ketika menyusui yaitu
keluarnya air susu dari hidung.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto rontgen

278
2. Pemeriksaan fisisk
3. MRI untuk evaluasi abnormal
2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Vivian (2010), penatalaksanaan pada penderita labioskizis
dan labiopalatoskizis adalah sebagai berikut :
1 Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan jika ibu
mempunyai refleks mengeluarkan air susu dengan baik yang
mungkin dapat dicoba dengan sedikit menekan payudara.
2 Bila anak sukar mengisap sebaiknya gunakan botol peras
(squeeze bottles), untuk mengatasi gangguan mengisap, pakailah
dot yang panjang dengan memeras botol maka susu dapat
didorong jatuh di belakang mulut hingga dapat diisap. Jika anak
tidak mau, berikan dengan cangkir dan sendok.
3 Dengan bantuan ortodontis dapat pula dibuat okulator untuk
menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian
minum, dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum
dapat melakukan tindakan bedah.
4 Tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah,
ortodontis, dokter anak, dokter THT, serta ahli wicara.
Syarat labioplasti (rule of ten)
a Umur 3 bulan atau > 10 minggu
b Berat badan kira-kira 4,5 kg/10 pon
c Hemoglobin > 10 gram/dl
d Hitung jenis leukosit < 10.000
Syarat palaplasti
Palatoskizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan
menjelang anak belajar bicara, yang penting dalam operasi ini
adalah harus memperbaiki lebih dulu bagian belakangnya agar
anak bisa dioperasi umur 2 tahun. Untuk mencapai
kesempurnaan suara, operasi dapat saja dilakukan berulang-
ulang. Operasi dilakukan jika berat badan normal, penyakit
lain tidak ada, serta memiliki kemampuan makan dan minum

279
yang baik. Untuk mengetahui berhasil tidaknya operasi harus
ditunggu sampai anak tersebut balajar bicara antara 1-2 tahun.
Menurut Rukiyah, dkk (2010), Asuhan yang dapat dilakukan
adalah :
1 Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir
sumbing,berikan perasan ASI dengan menggunakan metode
pemberian makanan alternatif (menggunakan sendok atau
cangkir).
2 Jika bayi memiliki celah palatum, berikan perasan ASI dengan
menggunakan metode pemberian makan alternatif
(menggunakan sendok atau cangkir).
3 Ketika bayi makan dengan baik dan mengalami penambahan
berat badan,rujuk bayi ke rumah sakit tersier atau pusat
spesialisasi, jika memungkinkan untuk pembedahan guna
memperbaiki celah tersebut.
2.2 Konsep Dasar Atresia Esophagus
2.2.1 Pengertian
Atresia Esofagus adalah gangguan kontinuitas esofagus dengan
atau tanpa hubungan dengan trakea atau esofagus (kerongkongan)
yang tidak terbentuk secara sempurna.
Atresia Esofagus adalah esofagus/kerongkongan yang tidak
terbentuk secara sempurna, kerongkongan menyempit dan buntu tidak
terseambung dengan lambung sebagaimana mestinya.

2.2.2 Etiologi

280
1. Faktor obat. Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan
kelainan kongenital ialah thalidomine
2. Faktor radiasi. Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat
mengakibatkan mutasi pada gen
3. Faktor gizi. Penelitian menunjukkan bahwa frekuensi kelainan
kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
kekurangan makanan.

2.2.3 Klasifikasi
1. Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bawah esophagus
(pada persambungan dengan lambung) yang tidak dapat menutup
rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.
Penanganannya bayi harus dalam posisi duduk pada waktu diberi
minum, jangan dibaringkan segera setelah minum. Biarkan dia
dalam sikap duduk agak lama, baru kemudian dibaringkan miring
ke kanan dengan letak kepala lebih tinggi.
2. Akalasia
Akalasia
merupakan kebalikan dari
kalasia. Pada akalasia
bagian distal esophagus
tidak dapat membuka
dengan baik sehingga
terjadi keadaan
seperti stenosis atau atresia. Penyebab akalasia adalah kartilago
trakea yang tumbuh ektopik pada esophagus bagian bawah.
Pertolongannya adalah dengan tindakan bedah.

2.2.4 Patofisiologi

281
Motilitas dari esophagus selalu dipengaruhi pada atresia
esophagus. Gangguan peristaltik esophagus biasanya paling sering
dialami pada bagian esophagus distal. Janin dengan atresia tidak dapat
dengan efektif menelan cairan amnion. Sedangkan pada atresia
esophagus dengan fistula trakeoesofageal distal, cairan amnion masuk
melalui trakea ke dalam usus. Polihidramnion bisa terjadi akibat
perubahan dari sirkulasi amnion pada janin.
Neonatus dengan atresia tidak dapat menelan dan akan
mengeluarkan banyak sekali air liur atau saliva. Aspirasi dari saliva
atau air susu dapat menyebabkan aspirasi pneumonia. Pada atresia
dengan distal trakeoesofageal, sekresi dengan gaster dapat masuk ke
paru-paru dan sebaliknya, udara juga dapat bebas masuk dalam
saluran pencernaan saat bayi menangis ataupun mendapat ventilasi
bantuan. Keadaan-keadaan ini bisa menyebabkan perforasi akut gaster
yang fatal. Diketahui bahwa bagian esophagus distal tidak
menghasilkan peristaltik dan ini bisa menyebabkan disfagia setelah
perbaikan esophagus dan dapat menimbulkan reflux gastroesofagela.
Trakea juga dipengaruhi akibat gangguan terbentuknya atresia
esophagus. Trakea abnormal, terdiri dari berkurangnya tulang rawan
trakea dan bertambahnya ukuran otot transversal pada posterior
trakea. Dinding trakea lemah sehingga mengganggu kemampuan bayi
utnuk batuk yang akan mengarah pada munculnya pneumonia yang
bisa berulang-ulang. Trakea juga dapat kolaps bila diberikan makanan
ataupun air susu dan ini akan menyebabkan pernapasan yang tidak
efektif, hipoksia atau bahkan bisa menjadi apneo.
2.2.5 Manifestasi Klinis
Biasanya timbul setelah bayi berumur 2-3 minggu, yaitu berupa
muntah yang proyektil beberapa saat setelah minum susu (yang
dimuntahkan hanya susu), bayi tampak selalu haus dan berat badan
sukar naik.
1. Biasanya disertai dengan hidramnion (60 %) dan hal ini pula yang
menyebabkan kenaikan frekuensi bayi lahir premature, sebaiknya

282
dari anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu
disertai hidramnion hendaknya dilakukan kateterisasi esophagus.
Bila kateter berhenti pada jarak < 10 cm, maka diduga atresia
esophagus.
2. Bila pada BBL timbul sesak yang disertai dengan air liur yang
meleleh keluar, dicurigai terdapat atresia esophagus
3. Segera setelah diberi minum, bayi akan batuk dan sianosis karena
aspirasi cairan kedalam jalan napas
4. Pada fistula trakeoesophagus, cairan lambung juga dapat masuk ke
dalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis
5. Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
6. Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk
kedalam lambung dan usus
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia
esophagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut:
1. Dismotilitas esophagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot
dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah
operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan
dan minum
2. Gastroesofagus refluk. Kira-kira 50% bayi yang menjalani operasi
ini karena mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak
atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus.
Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau
pembedahan.
3. Trakeo esophagus fistula berulang. Pembedahan ulang adalah
terapi untuk keadaan seperti ini\
4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya
makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini
dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan
mencegah terjadinya ulkus

283
5. Kesulitan bernafas dan tersedak. Komplikasi ini berhubungan
dengan proses menelan makanan, tertahannya makanan dan
aspirasi makanan ke dalam trakea
6. Batuk kronis.
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan
atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea

7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan. Pencegahan keadaan ini


adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang menderita flu,
dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
vitamin dan suplemen

2.2.7 Diagnosis
Tanda awal dari atresia esophagus pada bayi yang berupa
polihidramnion menyebabkan atresia esophagus memiliki banyak
diferensial diagnosis, antara lain:
1. Atresia intestinal
2. Hidrofetalis
3. Cacat batang otak
4. Hernia diafragmatika
5. Lesi intrathorakal

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto Thoraks

284
2. CT-Scan
3. USG
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
5. Nuclear Imaging
6. Angiografi

2.2.9 Penatalaksanaan
a. Tindakan Sebelum Operasi
Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah.
Persiapan operasi untuk bayi baru lahir mulai umur 1 hari
antara lain:
1. Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan
nutrisi bayi
2. Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena
3. Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan
inkubator, dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar
45°
4. NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin
5. Monitor vital signs.
Pada bayi prematur dengan kesulitan bernapas, diperlukan
perhatian khusus. Jelas diperlukan pemasangan endotracheal
tube dan ventilator mekanik. Sebagai tambahan, ada resiko
terjadinya distensi berlebihan ataupun ruptur lambung apabila
udara respirasi masuk kedalam lambung melalui fistula karena
adanya resistensi pulmonal. Keadaan ini dapat diminimalisasi
dengan memasukkan ujung endotracheal tube sampai ke pintu
masuk fistula dan dengan memberikan ventilasi dengan tekanan
rendah. Echochardiography atau pemeriksaan EKG pada bayi
dengan atresia esophagus penting untuk dilakukan agar segera
dapat mengetahui apabila terdapat adanya kelainan
kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera

285
b. Tindakan Selama Operasi
Pada umumnya operasi perbaikan atresia esophagus tidak
dianggap sebagai hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian
ialah bila bayi prematur dengan gangguan respiratorik yang
memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan yang
keluar melalui distal fistula akan menimbulkan distensi
lambung yang terus-menerus kemudian bisa menyebabkan
ruptur dari lambung sehingga mengakibatkan tension
pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi
pernapasan.
Pada keadaat tersebut, maka tindakan pilihan yang
dianjurkan ialah dengan melakukan ligasi terhadap fistula
trakeaesofageal dan menunda tindakan thoratocomi sampai
masalah gangguan respiratorik pada bayi benar-benar teratasi.
Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemudian untuk
memisahkan fistula dari memperbaiki esophagus.
c. Tindakan Setelah Operasi
Pasca operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction
harus dilakukan secara rutin. Selang kateter untuk suction harus
ditandai agar tidak masuk terlalu dalam dan mengenai bekas
operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan kerusakan.
Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian
makanan.
ASKEB TEORI

A. ASKEB TEORI LABIOSKIZIS


I. Pengkajian Data
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara,
anamnesi merupakan bagian yang sangat penting dan sangat
menentukan dalam pemeriksaan. Anamnesi dapat menentukan sifat
dan berat penyakit
A. Data Subjektif, meliputi:

286
1. Identitas
Nama : Berupa nama lengkap sebagai identitas diri
agar tidak terjadi kekeliruan dalam
memberi asuhan
Umur : Digunakan untuk penilaian klinis yang di
sesuaikan dengan umur
Jenis : Jenis kelamin sangat diperlukan sebagai
Kelamin penilaian data pemeriksaan klinis
Nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan orang tua
Sebagai identitas tambahan yang
menggambarkan keakuratan data
Agama dan : Untuk memberikan dorongan spiritual
suku : yang sesuai dengan kepercayaan yang
dianut
Alamat : Berisi alamat lengkap agar mudah untuk
dihubungi apabila ada keperluan atau
kepentingan untuk klien

2. Keluhan utama
Ibu mengatakan anaknya susah makan dan terdapat celah
pada bibirnya
2. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit yang sedang diderita pasien sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya. Apakah pasien pernah menderita penyakit
menahun seperti asma,paru-paru, atau jantung, penyakit
menular seperti HIV/AIDS, serta penyakit menurun
seperti diabetes dan hipertensi
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita
penyakit menahun seperti asam, paru-paru, atau jantung,
penyakit menular seperti HIV/AIDS, serta penyakit
menurun seperti diabetes dan hipertensi
6. Pola kebiasaan sehari-hari

287
a. Pola nutrisi:
- Energi : 2050 kkal
- Protein : 50 gr
- Air : 2,5 lt
- Vit dan Mineral : 0,7 – 0,9 gr
b. Pola eliminasi
BAB
- Frekuensi : berapa kali / hari
- Konsistensi : padat / encer
- Bau : khas/tidak
- Warna : khas/tidak
BAK
- Frekuensi : berapa kali /hr
- Konsistensi : cair
- Bau : khas / tidak
- Warna : khas / tidak
c. Pola aktivitas
Selama sakit pasien tidak melakukan aktivitas
sebagaimana pasien lakukan saat sehat
d. Pola hygiene
- Mandi : berapa kali/hari
- Keramas : berapa kali/minggu
- Gosok gigi : berapa kali/hari
- Ganti pakaian: berapa kali/hari
7. Pola Psikososial
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pasien dengan
orang tua, keluarga, tetangga, dan sekitar serta apakah
keluhan tersebut mengganggu aktivitasnya

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan fisik umum
- Keadaan umum

288
- Kesadaran
- Data Antropometri (BB,TB)
- TTV: Nadi :normal : 120-160 x/menit
RR :normal : 30-60x/menit)
Suhu :normal : 36,5-37,5 °C
2. Pemeriksaan fisik khusus
a. Kepala
Tampak simetris, tampak rambut menempel datar pada
kulit kepala, tidak tampak dan tidak teraba benjolan
seperti caput suksedenum, cepal hematoma, , sutura
tidak menyatu dan tidak ada molase.
b. Muka
Muka tampak simetris dan tidak ada kelainan.
c. Mata
Bentuk ukuran dan jarak masing-masing mata tampak
simetris, pada mata kedua bola mata ada dengan
ukuran yang sama, tidak ada glukoma kongenital,
katarak kongenital, sclera tidak tampak kuning,
terdapat pupil dengan ukuran sama dan reaksi terhadap
cahaya baik, terdapat 2 alis mata dan terpisah.
d. Telinga
Simetris kiri dan kanan, letak dan bentuk daun telinga
normal, pendengaran baik dengan merespon bunyi atau
suara.

e. Hidung
Simetris, tidak purulent/darah, tidak mengalami
pernafasan cuping hidung.
f. Mulut
Bibir tampak tidak simetris, tidak ada bercak pada
mukosa mulut, mukosa mulut berwarna merah muda,
pallatum utuh, bibir atas bagian kanan dan kiri tidak

289
tumbuh bersatu, dan terdapat celah di bibir sebelah
kiri.
g. Leher
Tampak pendek, dikelilingi lipatan kulit dan tidak ada
selaput, tidak ada pembengkakan kelanjar thyroid dan
vena jugularis, pergerakan tidak terbatas atau bebas.
h. Dada
Gerakan dada simetris, dinding dada dan abdomen
bergerak bersamaan saat bayi bernafas, tidak ada
fraktur klavikula, puting susu terbentuk dengan baik,
menonjol simetris kanan dan kiri, bunyi nafas tidak
terdengar wheexing dan ronchi,.
i. Bahu, lengan, dan tangan
Tampak bergerak bebas dan simetris, tidak ada fraktur
klavikula, dan fraktur humerus, kedua lengan sama
panjang, tidak ada polidaktili dan sidaktili.
j. Abdomen
Abdomen tampak bulat, tidak tampak tonjolan pada
abdomen, tampak bergerak bersamaan dengan gerakan
dada saat bernapas, tali pusat tampak di ikat dengan
benang, tidak terjadi penonjolan disekitar tali pusat
saat bayi menangis, tidak mengalami bengkak, tidak
bernanah, tidak berbau.
k. Genetalia
Labia mayora sudah menutupi labia minora, terdapat 2
lubang yang berbeda yaitu uretra dan vagina.
l. Kaki dan tungkai
Tampak bergerak bebas, kaki dan tungkai simeteris,
jari kaki tidak polodaktili dan sidaktili.
m. Punggung
Tulang punggung tampak fleksi, tidak ada spina bifida,
n. Anus

290
Berlubang pada posisi normal
o. Kulit
Warna kulit bayi merah, terdapat vernix caseosa
berwarna keputihan, dan tidak berbau, tampak lanugo
disekitar bahu, daun telinga dan dahi bayi tidak ada
pembengkakan dan bercak hitam, tidak ada tanda lahir.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen
b. MRI untuk evaluasi abnormal

II. Interprestasi Data Dasar


Data Subjektif : Data yang diperoleh dari pernyataan pasien
dan mendukung diagnosa
Data Objektif : Data yang diperoleh dari petugas dan
mendukung diagnosa
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Data antropometri (BB,TB)
- TTV : Nadi : normal : 120-160
x/menit
RR : normal 30-60
x/menit
Suhu : normal 36,5-37,5 °C
- Bibir tampak tidak simetris,
- Bibir atas bagian kanan dan kiri tidak
tumbuh bersatu, dan terdapat celah di
bibir sebelah
- Pemeriksaan penunjang
- Foto rontgen
- MRI untuk evaluasi abnormal

III. Identifikasi Masalah Potensial

291
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa
komplikasi karenannya, yaitu ;
1. Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan
jika diikuti dengan celah palatum. Memerlukan penanganan
khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga
kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing
2. Infeksi telinga dan hilangnya. Dikarenakan tidak berfungsi
dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah
dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi makan
akan kehilangan pendengaran.
3. Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami
penurunan fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat
mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya
4. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau
bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu perawatan dan
penanganan khusus.
5. Distress pernafasan
6. Risiko infeksi saluran nafas
7. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

IV. Identifikasi Kebutuhan Segera


Oititis media pada neonatus dapat dilakukan kolaborasi pada
dokter, kekurangan gizi dengan memperbaiki cara pemberian ASI
yang benar atau dengan menggunakan alat bantu seperti dot
domba dan diperlukan kesabaran pada ibu.
V. Intervensi
1. Informasikan keadaan bayi kepada ibu dan keluarga
R/ Agar ibu dan keluarga mengetahui keadaan bayinya saat ini
2. Jaga kehangatan bayi
R/ Agar bayi tidak mengalami hipotermi
3. Beritahukan kepada ibu cara menyusui dengan labioskizis
R/ Agar bayi bisa mendapatkan ASI

292
4. Lakukan perawatan gabung
R/ Agar mempererat ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi
5. Berikan support kepada ibu
R/ Agar ibu dapat menerima keadaan bayinya, dan tetap
semangat dalam merawat bayinya dan menjadi seorang ibu
VI. Implementasi
1. Menginformasikan keadaan bayi kepada ibu dan keluarga
2. Menjaga kehangatan bayi
3. Memberitahukan kepada ibu cara menyusui dengan
labioskizis
4. Melakukan perawatan gabung
5. Memberikan support kepada ibu
VII. Evaluasi
Melakukan evaluasi keaktifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar
telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah.
Subjektif : Data yang diperoleh dari keterangan pasien
Objektif : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas
kesehatan
Assesment : Pendokumentasian dari hasil analisa dan
interpretasi data subjektif dan objektif
Planning :Rencana tindakan yang akan dilakukan oleh
petugas kesehatan atau tim medis
B. Askeb Teori Atresia Esofagus
I. Pengkajian Data
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara anamnesi
merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan dalam
pemeriksaan. Anamnesi dapat menentukan sifat dan berat pernyakit.
Pengkajian Data
A. Data Subjektif, meliputi:
1. Identitas

293
Nama : Berupa nama lengkap sebagai identitas diri agar
tidak terjadi kekeliruan dalam memberi asuhan
Umur : Digunakan untuk penilaian klinis yang di
sesuaikan dengan umur
Jenis : Jenis kelamin sangat diperlukan sebagai
Kelamin penilaian data pemeriksaan klinis
Nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan orang tua
Sebagai identitas tambahan yang
menggambarkan keakuratan data
Agama dan:: Untuk memberikan dorongan spiritual yang
suku sesuai dengan kepercayaan yang dianut
Alamat : Berisi alamat lengkap agar mudah untuk
dihubungi apabila ada keperluan atau
kepentingan untuk klien

2. Keluhan Utama
3. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit yang sedang di derita pasien sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya. Apakah pasien pernah menderita penyakit
menahun seperti asam, paru – paru, atau jantung, penyakit
menular seperti HIV / AIDS, serta penyakit menurun
seperti diabetes dan hipertensi.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita
penyakit menahun seperti asam, paru – paru, atau jantung,
penyakit menular seperti HIV / AIDS, serta penyakit
menurun seperti diabetes dan hipertensi.
6. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola nutrisi:
- Energi : 2050 kkal
- Protein : 50 gr
- Air : 2,5 lt
- Vit dan Mineral : 0,7 – 0,9 gr

294
b. Pola eliminasi
BAB
- Frekuensi : berapa kali / hari
- Konsistensi : padat / encer
- Bau : khas/tidak
- Warna : khas/tidak
BAK
- Frekuensi : berapa kali /hr
- Konsistensi : cair
- Bau : khas / tidak
- Warna : khas / tidak
c. Pola aktivitas
Selama sakit pasien tidak melakukan aktivitas
sebagaimana pasien lakukan saat sehat
d. Pola hygiene
- Mandi : berapa kali/hari
- Keramas : berapa kali/minggu
- Gosok gigi : berapa kali/hari
- Ganti pakaian: berapa kali/hari
7. Pola Psikososial
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pasien dengan
orang tua, keluarga, tetangga, dan sekitar serta apakah
keluhan tersebut mengganggu aktivitasnya
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan fisik umum
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Data antropometri (BB,TB)
- TTV : Nadi :normal : 120 – 160 x / menit
RR :normal : 30 – 60 x / menit
Suhu :normal : 365 – 375° C
2. Pemeriksaan Fisik

295
a. Kulit
Warna biru/sianosis
b. Kepala
Tampak simetris, tampak rambut menempel datar pada
kulit kepala, tidak tampak dan tidak teraba benjolan
seperti caput suksedenum, cepal hematoma, , sutura
tidak menyatu dan tidak ada molase.
c. Muka
Muka tampak simetris dan tidak ada kelainan.
d. Mata
Bentuk ukuran dan jarak masing-masing mata tampak
simetris, pada mata kedua bola mata ada dengan
ukuran yang sama, tidak ada glukoma kongenital,
katarak kongenital, sclera tidak tampak kuning,
terdapat pupil dengan ukuran sama dan reaksi terhadap
cahaya baik, terdapat 2 alis mata dan terpisah.
e. Telinga
Simetris kiri dan kanan, letak dan bentuk daun telinga
normal, pendengaran baik dengan merespon bunyi atau
suara.
f. Hidung
Simetris, tidak purulent/darah, tidak mengalami
pernafasan cuping hidung.
g. Mulut
Simetris, berbuih
h. Leher
Tidak ada pembersaran kelenjar limfe, tiroid, maupun
vena jugularis
i. Mammae
Simetris, tidak ada lesi, bersih
j. Dada
Simetris, tidak ada ronchi atau wheezzing

296
k. Abdomen
Tampak bulat, tali pusat tampak diikat dengan benang,
perut kembung, membuncit
l. Bahu, lengan dan tangan
Tampak bergerak bebas dan simetris, tidak ada fraktur
klavikula, dan fraktur humerus, kedua lengan sama
panjang, tidak ada polidaktili dan sidaktili.
m. Genetalia
Labia mayora sudah menutupi labia minora, terdapat 2
lubang yang berbeda yaitu uretra dan vagina.
n. Kaki dan tungkai
Tampak bergerak bebas, kaki dan tungkai simeteris,
jari kaki tidak polodaktili dan sidaktili.
o. Punggung
Tulang punggung tampak fleksi, tidak ada spina bifida
p. Anus
Tidak berlubang
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thoraks
2. CT-Scan
3. USG
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
5. Nuclear Imaging
6. Angiografi
II. INTERPRETASI DATA DASAR
Data Subjektif : Data yang diperoleh dari pernyataan pasien
dan mendukung diagnosa.
Data Objektif : Data yang diperoleh dari petugas dan
mendukung diagnosa.
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Data antropometri (BB,TB)

297
- TTV : Nadi :normal : 120 – 160 x
/ menit)
RR ( normal : 30 – 60 x /
menit)
Suhu ( normal : 365 – 375° C)
- Tubuh tampak sianosis
- Tidak ada lubang anus
- Pemeriksaan penunjang
- Foto Thoraks
- CT-Scan
- USG
- MRI (Magnetic Resonance Imaging)
- Nuclear Imaging
- Angiografi
-
III. Identifikasi Masalah Potensial
Komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada
atresia esophagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai
berikut:
1. Dismotilitas esophagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan
otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa
terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi
sudah mulai makan dan minum
2. Gastroesofagus refluk. Kira-kira 50% bayi yang menjalani
operasi ini karena mengalami gastroesofagus refluk pada saat
kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau
refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat
(medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esophagus fistula berulang. Pembedahan ulang adalah
terapi untuk keadaan seperti ini
4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya
makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini

298
dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan
dan mencegah terjadinya ulkus
5. Kesulitan bernafas dan tersedak. Komplikasi ini berhubungan
dengan proses menelan makanan, tertahannya makanan dan
aspirasi makanan ke dalam trakea
6. Batuk kronis. Batuk merupakan gejala yang umum setelah
operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan
kelemahan dari trakea
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan. Pencegahan
keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang
yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh
dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen

IV. Identifikasi Kebutuhan Segera


Konsultasi dan kolaborasi

V. Intervensi
1. Lakukan penghisapan sesuai kebutuhan
R/ untuk menghilangkan penumpukkan sekresi di orofaring
2. Beri posisi terlentang dengan kepala ditempatkan pada
sandaran yang ditinggikan setinggi 30 derajat
R/ untuk menurunkan tekanan pada rongga torakal dan
meminimalkan refluks sekresi lambung ke esofagus distal dan
ke dalam trakea dan bronki
3. Beri oksigen jika bayi menjadi sianosis
R/ untuk membantu menghilangkan distress pernafasan
4. Jangan berikan tekanan positif baik pada ambubag atau
oksigen mask
R/ agar udara tidak masuk ke perut dan usus halus

VI. Implementasi
1. Melakukan penghisapan sesuai kebutuhan

299
2. Memberi posisi terlentang dengan kepala ditempatkan pada
sandaran yang ditinggikan setinggi 30 derajat
3. Memberi oksigen jika bayi menjadi sianosis
4. Tidak memberikan tekanan positif baik pada ambubag atau
oksigen mask

VII. Evaluasi
Melakukan evaluasi keaktifan dari asuhan yang suah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar –
benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebgaimna telah
diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah.
Subjektif : Data yang diperoleh dari keterangan pasien
Objektif : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas
kesehatan
Assement : Pendokumentasian dari hasil analisa dan
interpretasi data subjektif dan objektif
Planning : Rencana tindakan yang akan dilakukan oleh
petugas kesehatan atau tim medis

ATRESIA REKTI DANANUS SERTA


HIRSCHPRUNG

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR TEORI ATRESIA REKTI DAN ANUS
2.1.1 DEFINISI

300
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai
anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz.Ed 3 tahun
2002).Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak
adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak
mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan
pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.Atresia ani atau anus
imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk
Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang
merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal,
Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan
cacat kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah
terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada
pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Kelainan
kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat
bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya
gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
2.1.2 ETIOLOGI

301
Atresia Ani

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga


bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu / 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di
daerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu keempat sampai minggu keenam usia
kehamilan.
2.1.3 PATOFISIOLOGI
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
a)  Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b)  Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur,
sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
c) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu atau tiga bulan
d) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan Terdapat tiga macam letak:
 Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani
(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum
dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya
disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
 Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya.

Feses tidak keluar Vistel


rektovaginal

Feses menumpuk
Feses masuk ke
uretra

Reabsorbsi sisa
Peningkatan
Pengeluara metabolisme Mikroorgsnisme 302
intra
n tidaktinggi
Resiko Resiko nutrisi oleh tubuh masuk ke saluran
Operasi :
terkontrol
kerusakan
Perubaha integritas
nyeri
Trauma
Mual,jaringan
kurang Gangguan
dari rasa
keracunan
Gangguan
Perawatan
Resiko
rasa
tinggi kemih
tidak Resiko
Gangguan
tinggi
Iritasi mukosa
anoplasti, Dysuria
n defekasikulit muntah
kebutuhannyaman nyaman infeksi
adekuat eliminasi
nyeri BAK
 Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga
jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada
wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum Pada laki-
laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus
urinarius

2.1.4 KLASIFIKASI ATRESIA REKTI DAN ANUS


a. Anal stenosis

Stenosis ani merupakan suatu keadaan dimana lumen anus


menyempit, ini karena kurangnya kontraktilitas, disebabkan tidak
adanya / berkurangnya sel ganglion parasimpatik dari plexus
aurbach dan meissner dalam lapisan dinding usus. Sehingga akan
terjadi hipertrofi dan distensi yang berlebihan pada kolon, yang
lebih proximal, pada daerah distal terutama anus terjadi
penyempitan karena daerah anus posisinya terhimpit oleh
pelvis. Sebenarnya stenosis ani merupakan penyakit Hirschprung
atau mega kolon yang bersegmen pendek, yaitu mulai dari sfinkter
anus sampai sigmoid, sedangkan yang bersegmen panjang melebihi
kolon sigmoid sampai usus halus.Kolostomi merupakan tindakan
infasif dengan tujuan membuat anus buatan, dimaksudkan untuk
menjamin kelancaran pasase usus dan mencegah penyulit –
penyulit yang tidak diinginkan seperti enterokolitis, peritonitis dan
sepsis ( Darmawan Kartono, 95 )

303
b. Membranosus atresia

Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.


c. Anal agenesis

Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
d. Rectal atresia

Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

2.1.5 TANDA dan GEJALA


1. Tanda dan gejala dari Atrsia Ani ini antara lain adalah : Mekonium
tidak keluar dalam waktu 24 - 48 jam setelah lahir.
2.  Tinja keluar dari vagina atau uretra.
3.  Perut menggembung.

304
4.  Muntah.
5. Tidak bisa buang air besar.
6. Tidak adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula.
7.  Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi perut, muntah,
gangguan cairan elektrolit dan asam basa.

2.1.6 KOMPLIKASI
 Asidosis hiperkloremia.
 Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
 Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
 Eversi mukosa anal
 Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
 Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet
training.
 Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
 Prolaps mukosa anorektal.
 Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan
infeksi)
 Komplikasi jangka panjang.

2.1.7 MANIFESTASI KLINIS


1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama stelah lahir
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak
ada fistula )
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24 – 48 jam
6. Pada pemeriksaan rectal touche terdapat adanya membran anal
7. Perut kembung
(Betz Ed 7.2002)

2.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

305
a. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik
yang umum dilakukan pada gangguan ini
b.  Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya selsel
epitel meonium.
c.  Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice)
dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum
yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung
kantong rectal.
d.  Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal
kantong.
e.  Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan
jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak
keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut
dianggap defek tingkat tinggi.
f.  Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan seperti di bawah ini :
 Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan
obstruksi di daerah tersebut.
 Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian
baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan
atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus
impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid,
kolon/rectum.
 Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat
dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang
radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak
dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

2.1.9 PENATALAKSANAAN
Pembedahan Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai
dengan keparahan kelainan.Semakin tinggi gangguan, semakin rumit
prosedur pengobatannya.Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa
lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen

306
(prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia
12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan
untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot
untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk
menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya.Gangguan
ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai
lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal
membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel.
Pengobatan, antara lain :
1.      Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2.      Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah
3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
(Staf Pengajar FKUI. 205)

2.1.10 PENANGANAN
 Penanganan Medis
1. Kolostomi (pembuatan lubang anus di bagian perut)
2. Dilatasi Anal (pelebaran lubang anus)
3. Eksisi membran anal (pelepasan selaput anus)
4. Anoplasty (perbaikan organ anus)
 Penaganan Non Medis
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada
anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi.
Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan
anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2,
selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga
kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan
bayi.

307
 Penanganan secara preventif antara lain:
a. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan
untuk berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan
alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.
b. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya
terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia
ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun
hingga mendesak paru-parunya.
c. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk
menghindari konstipasi.

2.1 KONSEP DASAR TEORI HIRSCHPRUNG


2.2.1 DEFINISI
Hirschprung  merupakan suatu kelainan bawaan berupa
aganglionosis usus yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah
proksimal dengan panjang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.
Juga dikatakan sebagai kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya
sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbact di kolon (A. Aziz
Alimul Hidayat,2006).
 (Hirschprung)  adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000).
Hirschprung  adalah  kelainan  bawaan  berupa obstruksi usus
akibat dari tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik pada dinding
saluran intestinal  lapisan  submukosa, dan biasa terjadi pada calon
bagian distal (Fitri Purwanto, 2001).
Hirschsprung (megakolon / aganglionic congenital) adalah
anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena
ketidakadekuatan motilitas sebagian usus (Wong, 1996).
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik
megakolon.Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang
tidak mempunyai persarafan (aganglionik).Jadi, karena ada bagian dari
usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai

308
persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam
menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar
(megakolon).Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk
setiap individu.Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak
adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai
pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138). Penyakit hirschsprung adalah
anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena
ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 :
507)

2.2.3 ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach
dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus kearah
proksimal, 70 % terbatas didaerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh
kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus dan pilorus.
Adapun yang menjadi penyebab hirschsprung atau mega kolon
kongenital adalah diduga karena terjadi faktor genetik dan lingkungan
sering terjadi pada anak dengan Down syndrome, kegagalan sel neural
pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal
pada myentrik dan submukosa pada dinding plexus.
Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan
disepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang
melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan
peristaltiik).Kontraksi dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut
ganglion yang terletak dibawah lapisan otot.
Sedangkan menurut (Amiel, 2001) penyebab hisprung  tidak
diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi genetic Mutasi pada Ret
proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B
pada penyakit Hirschsprung familiar (Edery, 1994). Gen lain yang
berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik
glial yang diturunkan dari factor gen, dari factor gen endhotelin-B, dan
gen endothelin -3 (Marches, 2008). Penyakit Hirschprung juga terkait

309
dengan Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit
Hirschprung juga memiliki trisomi 21 (Rogers, 2001)
2.2.4 MANIFESTASI KLINIS
 Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
 Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat
tinja seperti pita.
 Obstruksi usus dalam periode neonatal.
 Nyeri abdomen dan distensi
 Gangguan pertumbuhan.
 Menurut (Suriadi, 2001 : 242) :
- Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketiadaan evaluai mekonium.
- Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang
membaik secara spontan maupun dengan edema.
- Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan
yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
- Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan
demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
- Gejala hanya konstipasi ringan.
 Menurut Mansjoer, 2000 : 380)
• Masa Neonatal :
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
2. Muntah berisi empedu.
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen
 Masa bayi dan anak-anak :
1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh

310
2.2.5PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan
disepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi
usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltic).Kontraksi otot-otot
tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang
terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschprung ganglion / pleksus
yang memerintahkan gerakan peristaltic tidak ada,  biasanya hanya
sepenjang beberapa sentimetir. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan
peristaltic tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga
terjadi penyumbatan (Dasgupta, 2004).
Dengan kondisi tidaka adanya ganglion, maka akan memberikan
manisfestasi gangguan atau tidak adanya peristalsis sehingga akan terjadi
tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu sfingter rectum tidak dapat
berelaksasi secara optimal, kondisi ini dapat mencegah keluarnya feses
secara normal.Isi usus kemudian terdorong ke segmen aganglionik dan
terjadi akumulasi feses di daerah tersebut sehingga memberikan manifestasi
dilatasi usus pada bagian proksimal.

Hirschprung

Entero kulitis
Distensi (-) Distensi(+)

Tetap dilatasi/
Definitif Irgasi
segmen aganglioner
primer
panjang

Regresi Stoma

Definitive

311
2.2.7 KOMPLIKASI
a.       Gawat pernapasan (akut)
b.      Enterokolitis (akut)
c.       Striktura ani (pasca bedah)
d.      Inkontinensia (jangka panjang)

2.2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.    Pemeriksaan colok dubur
Pada penderita Hisrchsprung, pemeriksaan colok anus sangat
penting untuk dilakukan. Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan
jepitan karena lumen rectum yang sempit. Pada saat ditarik akan
diikuti dengan keluarnya udara dan mukonium (feses) yang
menyemprot.
2.    Pemeriksaan lain :
- Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus
melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
- Pemeriksaan radiologis akan memperlihatkan kelainan pada
kolon setelah enema barium. Radiografi biasa akan
memperlihatkan dilatasi dari kolon diatas segmen aganglionik
- Biopsy rectal dilakukan dengan anastesi umum, hal ini
melibatkan diperolehnya sampel lapisan otot rectum untuk
pemeriksaan adanya sel ganglion dari pleksus Aurbach
(biopsy) yang lebih superficial untuk memperoleh mukosa dan
submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner
- Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang
ditempatkan dalam rectum dan dikembangkan. Secara normal,
dikembangkannya balon akan menghambat sfingter ani
interna. Efek inhibisi pada penyakit Hisrchsprung tidak ada
jika dan jika balon berada dalam balon aganglionik, dapat
diidentifikasi gelombang rectal yang abnormal. Uji ini efektif
dilakukan pada masa neonatus karena dapat diperoleh hasil
baik positif palsu ataupun negative palsu.

312
2.2.9 PENATALAKSANAAN
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu
dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan
ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal
(memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3
prosedur berikut :
1. Prosedur Duhamel menarikan kolon normal kearah bawah dan
menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
2. Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada kolon
berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
3. Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap
utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
4. Intervensi bedah Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus
aganglionik yang mengalami obstruksi. Pembedahan rekto-
sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat dicapai
dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto
sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup
dalam prosedur kedua.
Persiapan prabedah, antara lain :
- Lavase kolon
- Antibiotika
- Infuse intravena
- Tuba nasogastrik
- Perawatan prabedah rutin
Pelaksanaan pasca bedah, antara lain :
- Perawatan luka kolostomi
- Perawatan kolostomi
- Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis
dan peningkatan suhu.
5. Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk
diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak
dengan suatu kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan

313
bagaimana membersihkan stoma dan bagaimana memakaikan
kantong kolostomi.

2.2.11Tipe Hirschsprung
Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996).
Hirschsprung dibedakan sesuai dengan panjang segmen yang
terkena, hirschsprung dibedakan menjadi dua tipe berikut :
 Segmen Pendek
Segmen pendek aganglionisis mulai dari anus sampai
sigmoid,terjadi pada sekitar 70% kasus penyakit
Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada laki-
laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen
pendek yang umum, insidennya 5 kali lebih besar pada
laki-laki dibandingkan wanita dan kesempatan saudara
laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini
adalah 1 dari 20 (Sacharin, 1986)
 Segmen Panjang
Daerah aganglionisis dapat melebihi sigmoid, bahkan
kadang dapat mengenai seluruh kolon atau sampai usus
halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang
sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis
kelamin (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1996:
Sacharin, 1986).

2.2.12 PENCEGAHAN
 Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan
usus, segera dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah
pembuatan lubang pada dinding perut yang disambungkan
dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang
terkena dan penyambungan kembali usus besar biasanya
dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau lebih.

314
 Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis,
diberikan antibiotik.
 Secara klinis menurut dokter, bagian usus yang tak ada
persarafannya ini harus dibuang lewat operasi. Operasi
biasanya dilakukan dua kali. Pertama, dibuang usus yang tak
ada persarafannya. Kedua, kalau usus bisa ditarik ke bawah,
langsung disambung ke anus. Kalau ternyata ususnya belum
bisa ditarik, maka dilakukan operasi ke dinding perut, yang
disebut dengan kolostomi, yaitu dibuat lubang ke dinding
perut. Jadi bayi akan BAB lewat lubang tersebut. Nanti kalau
ususnya sudah cukup panjang, bisa dioperasi lagi untuk
diturunkan dan disambung langsung ke anus. Sayang sekali
kadang proses ini cukup memakan waktu lebih dari 3 bulan,
bahkan mungkin hingga 6-12 bulan. Setelah operasi biasanya
BAB bayi akan normal kembali, kecuali kasus tertentu misal
karena kondisi yang sudah terlalu parah.

ASKEB TEORI

A. ASKEB TEORI ATRESIA REKTI DAN ANUS


I. PENGKAJIAN DATA
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, anamnesi
merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan dalam
pemeriksaan.Anamnesi dapat menentukan sifat dan berat penyakit.
A. Data Subjektif, meliputi:
1. Identitas
Nama : Berupa nama lengkap sebagai identitas diri agar
tidak terjadi kekeliruan dalam memberi asuhan
Umur : Digunakan untuk penilaian klinis yang di
sesuaikan dengan umur
Jenis : Jenis kelamin sangat diperlukan sebagai
Kelamin penilaian data pemeriksaan klinis
Nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan orang tua
Sebagai identitas tambahan yang

315
menggambarkan keakuratan data
Agama dan:: Untuk memberikan dorongan spiritual yang
suku sesuai dengan kepercayaan yang dianut
Alamat : Berisi alamat lengkap agar mudah untuk
dihubungi apabila ada keperluan atau
kepentingan untuk klien

2. Keluhan utama
Ibu mengatakananaknya muntah-muntah 24-48 jam setelah lahir
3. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit yang sedang di derita pasien sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Apakah pasien pernah menderita penyakit menahun seperti asam, paru
– paru, atau jantung, penyakit menular seperti HIV / AIDS, serta
penyakit menurun seperti diabetes dan hipertensi.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit menahun
seperti asam, paru – paru, atau jantung, penyakit menular seperti HIV /
AIDS, serta penyakit menurun seperti diabetes dan hipertensi.
6. Riwayat kesehatan lingkungan
Kondisi lingkungan tempat tinggal dan beraktivitas, penyimpanan
makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan.
7. Pola kebiasaan sehari – hari
a. Pola nutrisi
- Energi : 2050 kkal
- Protein : 50 gr
- Air : 2,5 Lt
- Vit dan Mineral : 0,7 – 0,9 gr
-
b. Pola eliminasi
BAB: BAK:
- Frekuensi : berapa kali / hr - Frekuensi : berapa kali/ hr

316
- Konsistensi : padat / encer - Konsitensi : Cair
- Bau : khas / tidak - Bau : khas / tidak
- Warana : khas / tidak - Warna : khas / tidak
c. Pola aktivitas
Selama sakit pasien tidak melakukan aktivitas sebagaimana pasien
lakukan saat sehat.
d. Pola hygiene
- Mandi : berapa kali / hari
- Keramas : berapa kali / minggu
- Gosok gigi : berapa kali / hari
- Ganti pakaian : berapa kali / hari
8. Pola psikososial
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pasien dengan orang tua,
keluarga, tetangga, dan sekitar serta apakah keluhan diare mengganggu
aktivitasnya.

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan fisik umum
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Data antropometri (BB,TB)
- TTV : Nadi ( normal : 120 – 160 x / menit)
RR ( normal : 30 – 60 x / menit)
Suhu ( normal : 365 – 375° C)

2. Pemeriksaan fisik khusus


a. Integumen : terdapat furunkel, tidak turgor,adanya nyeri tekan
b. Kepala : bersih, tidak ada lesi, penyebaran rambut merata
c. Muka : simetris, tidak oedem
d. Hidung : simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada penyumbatan
e. Mulut : simetris, bersih, bibir berwarna merah muda

317
f. Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tiroid
maupun vena jugularis
g. Mammae : simetris, tidak ada lesi, bersih
h. Dada : simetris, tidak ada ronchi atau wheezzing
i. Abdomen : simetris, ada nyeri tekan
j. Genetalia : tinja dalam urine dan vagina
k. Anus : tampak kemerahan
l. Ektremitas : normal, tidak edema, tidak sindaktili atau polidaktili

3. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini
 Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-
sel epitel meonium.
 Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice)
dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum
yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai
keujung kantong rectal.
 Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal
kantong.
 Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan
menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika
mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm
Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
 Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan seperti di bawah ini :
 Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan
obstruksi di daerah tersebut.
 Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada
bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan
kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi
dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di
daerah sigmoid, kolon/rectum.

318
 Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat
dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda
bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda
radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat
diukur.

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Data Subjektif : Data yang diperoleh dari pernyataan pasien dan
mendukung diagnosa.
Data Objektif : Data yang diperoleh dari petugas dan mendukung
diagnosa.
- Keadaan umum
- Kesadaran
- Data antropometri (BB,TB)
- TTV : Nadi ( normal : 120 – 160 x / menit)
RR ( normal : 30 – 60 x / menit)
Suhu ( normal : 365 – 375° C)
- Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium.
- Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini
- Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa
adanya sel-sel epitel meonium.
- Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-
rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam
ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah
udara sampai keujung kantong rectal.
- Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak
rectal kantong.
- Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan
menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi,

319
jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk
1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
- Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan seperti di bawah
ini :
 Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang
menandakan obstruksi di daerah tersebut.
 Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis
pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus
dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus
impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus.
Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid,
kolon/rectum.
 Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi
diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas
pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada
foto daerah antara benda radio-opak dengan
dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

III. IDENTIFIKASI MASALAH POTENSIAL


 Asidosis hiperkloremia.
 Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
 Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
 Eversi mukosa anal
 Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
 Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet
training.
 Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
 Prolaps mukosa anorektal.
 Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan
infeksi)
 Komplikasi jangka panjang.
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA

320
1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3
bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
(Staf Pengajar FKUI. 205)

V. INTERVENSI
1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
R/ : untuk membantu dalam melakukan BAB secara normal
2.   Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3
bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
R/ : untuk membantu melakukan aktifitas bab secara normal sesui
dengan kebutuhan yang sesungguhnya.

VI. IMPLEMENTASI
1. Membuat anus buatan
2. Melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan melakukan
korksi sekaligus

VII. EVALUASI
Melakukan evaluasi keaktifan dari asuhan yang suah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar – benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebgaimna telah diidentifikasi
dalam diagnosa dan masalah.
Subjektif : Data yang diperoleh dari keterangan pasien
Objektif : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas kesehatan
Assement : Pendokumentasian dari hasil analisa dan interpretasi data
subjektif dan objektif
Planning : Rencana tindakan yang akan dilakukan oleh petugas
kesehatan atau tim medis

B. ASKEB TEORI HIRSCHPRUNG

321
I. PENGKAJIAN DATA
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, anamnesi
merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan dalam
pemeriksaan.Anamnesi dapat menentukan sifat dan berat penyakit.

A. Data Subjektif, meliputi:


1. Identitas
Nama : Berupa nama lengkap sebagai identitas diri agar
tidak terjadi kekeliruan dalam memberi asuhan
Umur : Digunakan untuk penilaian klinis yang di
sesuaikan dengan umur
Jenis : Jenis kelamin sangat diperlukan sebagai
Kelamin penilaian data pemeriksaan klinis
Nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan orang tua
Sebagai identitas tambahan yang
menggambarkan keakuratan data
Agama dan:: Untuk memberikan dorongan spiritual yang
suku sesuai dengan kepercayaan yang dianut
Alamat : Berisi alamat lengkap agar mudah untuk
dihubungi apabila ada keperluan atau
kepentingan untuk klien

2. Keluhan utama
Mekonium keluar secara lambat (lebih dari 24 jam setelah lahir)
3. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit yang sedang di derita pasien sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Apakah pasien pernah menderita penyakit menahun seperti asam, paru
– paru, atau jantung, penyakit menular seperti HIV / AIDS, serta
penyakit menurun seperti diabetes dan hipertensi.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit menahun
seperti asam, paru – paru, atau jantung, penyakit menular seperti HIV /
AIDS, serta penyakit menurun seperti diabetes dan hipertensi.

322
6. Riwayat kesehatan lingkungan
Kondisi lingkungan tempat tinggal dan beraktivitas, penyimpanan
makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan.
7. Pola kebiasaan sehari – hari
a. Pola nutrisi
- Energi : 2050 kkal
- Protein : 50 gr
- Air : 2,5 Lt
- Vit dan Mineral : 0,7 – 0,9 gr
b. Pola eliminasi
BAB: BAK:
- Frekuensi : berapa kali / hr - Frekuensi : berapa kali/ hr
- Konsistensi: padat / encer - Konsitensi : padat / encer
- Bau : khas / tidak - Bau : khas / tidak
- Warana : khas / tidak - Warna : khas / tidak
c. Pola aktivitas
Selama sakit pasien tidak melakukan aktivitas sebagaimana pasien
lakukan saat sehat.
d. Pola hygiene
- Mandi : berapa kali / hari
- Keramas : berapa kali / minggu
- Gosok gigi : berapa kali / hari
- Ganti pakaian : berapa kali / hari
8. Pola psikososial
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pasien dengan orang tua,
keluarga, tetangga, dan sekitar serta apakah keluhan mengganggu
aktivitasnya.

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan fisik umum
- Keadaan umum
- Kesadaran

323
- Data antropometri (BB,TB)
- TTV : Nadi ( normal : 120 – 160 x / menit)
RR ( normal : 30 – 60 x / menit)
Suhu ( normal : 365 – 375° C)
2. Pemeriksaan fisik khusus
a. Integumen : tidak ada furunkel, simetris
b. Kepala : penyebaran rambut merata, hitam, tidak ada nyeri tekan
c. Muka : pucat, tidak edema, tulang pipi menonjol, simetris
d. Hidung : simetris, bersih, tidak ada polip
e. Mulut : simetris, bibir dan lidah kering, tidak stomatitis
f. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tiroid maupun vena
jugularis
g. Mammae : simetris, tidak ada lesi, bersih
h. Dada : simetris, tidak ada ronchi atau wheezzing
i. Abdomen : distensi abdomen, buncit
j. Genetalia :kotor
k. Anus : kotor, feses berbau tidak enak,
l. Ektremitas : normal, tidak edema, tidak sindaktili atau polidaktili
3. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan colok dubur
Pada penderita Hisrchsprung, pemeriksaan colok anus sangat
penting untuk dilakukan. Saat pemeriksaan ini, jari akan
merasakan jepitan karena lumen rectum yang sempit. Pada saat
ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mukonium
(feses) yang menyemprot.
2.  Pemeriksaan lain :
 Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-
usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus
rendah.
 Pemeriksaan radiologis akan memperlihatkan kelainan
pada kolon setelah enema barium. Radiografi biasa akan

324
memperlihatkan dilatasi dari kolon diatas segmen
aganglionik
 Biopsy rectal dilakukan dengan anastesi umum, hal ini
melibatkan diperolehnya sampel lapisan otot rectum untuk
pemeriksaan adanya sel ganglion dari pleksus Aurbach
(biopsy) yang lebih superficial untuk memperoleh mukosa
dan submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner
 Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon
yang ditempatkan dalam rectum dan dikembangkan.
Secara normal, dikembangkannya balon akan menghambat
sfingter ani interna. Efek inhibisi pada penyakit
Hisrchsprung tidak ada jika dan jika balon berada dalam
balon aganglionik, dapat diidentifikasi gelombang rectal
yang abnormal.Uji ini efektif dilakukan pada masa
neonatus karena dapat diperoleh hasil baik positif palsu
ataupun negative palsu.

III. IDENTIFIKASI MASALAH POTENSIAL


a.       Gawat pernapasan (akut)
b.      Enterokolitis (akut)
c.       Striktura ani (pasca bedah)
d.      Inkontinensia (jangka panjang)

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


a. Prosedur Duhamel : menarikan kolon normal kearah bawah
dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
b. Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada
kolon berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
c. Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan
tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
d. Intervensi bedah Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus
aganglionik yang mengalami obstruksi. Pembedahan rekto-

325
sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat dicapai
dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto
sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi
ditutup dalam prosedur kedua.
e. Persiapan prabedah, antara lain :
- Lavase kolon
- Antibiotika
- Infuse intravena
- Tuba nasogastrik
- Perawatan prabedah rutin
f. Pelaksanaan pasca bedah, antara lain :
- Perawatan luka kolostomi
- Perawatan kolostomi
- Observasi distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis
dan peningkatan suhu.
g. Dukungan orangtua, bahkan kolostomi sementara sukar untuk
diterima. Orangtua harus belajar bagaimana menangani anak
dengan suatu kolostomi. Observasi apa yang perlu dilakukan
bagaimana membersihkan stoma dan bagaimana memakaikan
kantong kolostomi.

V. INTERVENSI
1. Tarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya
dibelakang usus aganglionik
R/ : untuk penyambungan usus dengan usus sehat
2. Lakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan
saluran anal yang dibatasi
R/ : utuk menggabungkan usus yang sudah potong dan digabungkan
dengan usus yang sehat
3. Biarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh. Kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus
R/ :supaya tidak terjadi penyumbatan

326
4. Tarik ari segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi.
Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through
dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga,
rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi
ditutup dalam prosedur kedua.
R/ : untuk pemulihan usus
5. Lakukan pembedahan
R/ : Runtuk proses penyembuhan
6. Laksanakan pasca bedah
R/ : untuk proses penyembuhan
7. Berikan dukungan orang tua
R/ :untu memberikan semangat kepada anaknya

VI. IMPLEMENTASI
a. Menarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya
dibelakang usus aganglionik
b. Melakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan
saluran anal yang dibatasi dengan usus yang sehat
c. Membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh. Kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus
d. Menarik ari segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi.
Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through
dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga,
rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi
ditutup dalam prosedur kedua.
e. Melakukan pembedahan
f. Melaksanakan pasca bedah
g. Memberikan dukungan orang tua

VII. EVALUASI
Melakukan evaluasi keaktifan dari asuhan yang suah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar – benar telah

327
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebgaimna telah diidentifikasi
dalam diagnosa dan masalah.

Subjektif : Data yang diperoleh dari keterangan pasien


Objektif : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas kesehatan
Assement : Pendokumentasian dari hasil analisa dan interpretasi data
subjektif dan objektif
Planning : Rencana tindakan yang akan dilakukan oleh petugas
kesehatan atau tim medis

OBSTRUKSI BILLIARIS
DAN OMFALOKEL
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR OBSTRUKSI BILLIARIS DAN OMFALOKEL


2.1.1. PENGERTIAN
Obstruksi billiaris merupakan suatu kelainan bawaan karena
adanya penyumbatan pada saluran empedu, sehingga cairan empedu
tidak dapat mengalir ke dalam usus dan akhirnya dikeluarkan dalam
feses. ( Vivian Nanny Lia Dewi,2010 ).

Obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu


sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk
dikeluarkan. (Ngastiyah,2005). Pada bayi lahir tidak terjadi
obstruksi biliaris, melainkan ikterus, karena meningkatnya kadar
bilirubin dalam darah.
Ikterus adalah keadaan teknis dimana ditemukannya warna

328
kuning pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh pigmen

empedu. Pada bayi baru lahir sering disebabkan inkompabilitas


faktor Rh atau golongan darah ABO antara ibu dan bayi atau karena
defisiensi GGPO pada bayi.
Berdasarkan penyakit yang ditimbulkan, meliputi :
1.      Penyakit duktus biliaris intrahepatik :
a.      Atresia biliaris
Merupakan suatu kondisi kelainan dimana saluran
empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara
normal.

329
b.      Sirosis biliaris primer
Secara histologis kerusakan duktus tampak dikelilingi
infiltrasi limfosit yang padat dan sering timbul
granuloma.
c.       Kolangitis sklerosing
Obat-obatan long-acting lebih menyebabkan
kerusakan hepar dibandingkan dengan obat-obatan
short-acting. (Sarjadi,2000).
2.      Obstruksi biliaris akut
Obtruksi biliaris akut duktus biliaris umumnya
disebabkan oleh batu empedu. Secara klinis akan
menimbulkan nyeri kolik dan ikterus. Apabila kemudian
sering terjadi infeksi pada traktus biliaris, duktus akan
meradang (kolangitis) dan timbul demam. Kolangitis dapat
berlanjut menjadi abses hepar.
Obstruksi biliaris yang berulang akan menimbulkan
fibrosis traktus portal dan regenerasi noduler sel hepar.
Keadaan ini disebut sirosis biliaris sekunder. (Sarjadi,2000)
Omphalokel pada dasarnya sama dengan
gastroschisis. Omphalocele adalah defek (kecacatan) pada
dinding anterior abdomen pada dasar dari umbilical cord
dengan herniasi dari isi abdomen. Organ-organ yang
berherniasi dibungkus oleh peritoneum parietal. Setelah 10
minggu gestasi, amnion dan Wharton Jelly juga
membungkus massa hernia (Lelin-Okezone, 2007).
Omfalokel / Omphalokel adalah penonjolan isi
abdomen melalui dinding abdomen pada titik sambungan
korda umbilicus dan abdomen. Omfalokel adalah kelainan
yang berupa protusi (sembuhan) isi ronnga perut keluar di
sekitar umbilicus,benjolan dandibungkus dalam suatu
kantong. (Markum,AH.1991.Ilmu Kesehatan Anak hal.
245-246).

330
Omfalokel adalah hernisi/benjolan isi rongga perut ke
dalam dsar tali pusat. (Behrman,Ricard E.19998.Ilmu
Kesehatan Anak. hal. 659).
Omphalocele adalah suatu keadaan dimana dinding
perut mengandung struktur muskulo aponeuresis yang
kompleks. Aponeuresis adalah lembaran jaringan mirip
tendon yang lebar serta mengkilap untuk membungkus dan
melekatkan otot yang satu dengan yang lainnya dan juga
dengan bagian yang digerakkan oleh otot tersebut.
·      Dibagian belakang, struktur ini melekat pada tulang
belakang.
·      Disebelah atas, melekat pada iga.
·      Di bagian bawah melekat pada tulang panggul.
Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari
luar ke dalam lapisan kulit yang terdiri dari kutis dan sub
cutis, lemak sub cutan dan fasia superfisialis (Fasia scarpa).
Kemudian ketiga otot dinding perut, m. oblikus abdominis
externus, m. oblikus abdominis internus, m. tranfersus
abdominis dan akhirnya lapis preperitoneum. Peritoneum,
yaitu fasia tranversalis, lemak peritoneal dan peritoneum.
Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rectus
abdominis dengan fasianya yang di garis tengah dipisahkan
oleh linea alba (Harnawatiaj, 2008).
Omphalocele adalah kondisi bayi waktu dilahirkan
perut bagian depannya berlubang dan usus hanya dilapisi
selaput yang sangat tipis (dr. Irawan Eko, Spesialis Bedah
RSU Kardinah, 2008). Omphalocele berarti muara tali pusat
dan dinding perut tidak menyatu sehingga usus keluar (dr.
Christoffel SpOG (K) RSUPM, 2008).
Di Amerika Serikat, omphalokel yang kecil terjadi
dengan rasio 1 kasus dalam 5.000 kelahiran. Omphalokel
yang besar terjadi dengan rasio 1 kasus dalam 10.000

331
kelahiran. Perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah
1:1. Menurut catatan Dinas Kesehatan Bangka Belitung,
dalam kurun waktu tiga bulan belakangan ini, setidaknya ada
enam kasus kelahiran dengan usus terburai. Padahal, selama
ini catatan medis memperlihatkan, angka kejadian kelainan
dinding perut adalah sekali dalam tiap 200.000 kelahiran.
Perempuan umur 40 tahun atau lebih cenderung melahirkan
bayi dengan omphalokel. Angka kematian kelainan ini tinggi
bila omfalokel besar karena kantong dapat pecah dan terjadi
infeksi.
Omphalocele terjadi saat bayi masih dalam kandungan.
Karena gangguan fisiologis pada sang ibu, dinding dan otot-
otot perut janin tak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya,
organ pencernaan seperti usus, hati, tali pusar, serta lainnya
tumbuh di luar tubuh. Jenis gastroschisis terjadi seperti
omphalocele. Bedanya, posisi tali pusar tetap pada
tempatnya.(,2008 ,dr Redmal Sitorus).
Pada bayi dengan Omfalokel / Omphalokel, terjadi
kegagalan fusi sentral pada cincin umbilicus menyebabkan
gangguan pertumbuhan mesodermal yang kemudian
mengakibatkan penutupan dinding abdominal tidak lengkap
dan terjadi herniasi midgut yang menetap. Organ visceral
abdomen tertutup oleh kantong translusen yang terdiri dari
amnion, Wharton Jelly, dan peritoneum.
Anomali yang berkaitan dengan Omfalokel /
Omphalokel termasuk :
Anomali kromosom (40%-60%), ini termasuk trisomi 18,
13 dan 21 dan juga Sindrom Turner, Sindrom Klinefelter
dan Sindrom Triploidi. Defek Kardiak (16%-47%), ini
termasuk defek atrial dan ventrikular, Tetralogy of Fallot,
stenosis arteri pulmonalis, hipoplasia pulmoner, a double
outlet right ventricle, bicuspid aortic valve syndrome,

332
transposisi dari pembuluh darah besar, coarctation of the
aorta, ectopia cordis dan tidak ada vena cava inferior.
Anomali neural tube, kepala dan leher. Ini termasuk defek
neural tube, holoprosencephaly, encephalocele, cerebellar
hypoplasia, cleft lip, facial clefts, micrognathia dan cystic
hygroma.
Anomali gastrointestinal (40%), ini termasuk hernia
diafragmatik, malrotasi, duplikasi intestinal, atresia,
asites, tidak ada kandung empedu, tidak ada hepar, fistula
trakeo-esofageal dan imperforata anus.
Anomali muskuloskeletal (10%-30%), ini termasuk
Limb-Body Wall Deficiency (LBWD), scoliosis,
hemivertebra, comptomelic drawfism, clubfeet,
syndactily dan anomali tangan yang lain.
Abnormalitas ibu dan perkembangan janin, ini termasuk
oligohidramnion, polihidramnion, Intrauterine Growth
Restriction (IUGR), single umbilical artery, allantoic
cysts, placental choriongioma, immaturitas janin dan
prematuritas janin.
Anomali genitourinarius (40%), ini termasuk ekstrofi
kandung kemih, Omfalokel, imperforata anus, anomali
spinal, obstruksi dari ureteropelvic junction, malposisi
ginjal (cephalic renal displacement) dan ekstrofi kloaka.
Beckwith-Wiedemann Syndrome (5%-10%), sindrom ini
termasuk Omfalokel, macroglossia dan visceromegali.

2.1.2. ETIOLOGI
2.1.2.1 ETIOLOGI OBSTRUKSI BILLIARIS
1. Batu empedu
2. Karsinoma duktus biliaris
3. Karsinoma kaput pankreas
4. Radang duktus biliaris komunis

333
5. Ligasi yang tidak disengaja pada duktus N
komunis(Sarjadi,2005)
6. Kista dari saluran empedu
7. Limfe node diperbesar dalam porta hepatis
8. Tumor yang menyebar ke sistem empedu (Zieve
David,2009)

2.1.2.2 ETIOLOGI OMFALOKEL


Menurut Rosa M. Scharin (2004), etiologi pasti dari
omphalocele belum diketahui. Beberapa teori telah
dipostulatkan, seperti :
1. Kegagalan kembalinya usus ke dalam abdomen dalam
10-12 minggu yaitu kegagalan lipatan mesodermal
bagian lateral untuk berpindah ke bagian tengah dan
menetapnya the body stalk selama gestasi 12 minggu.
2. Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan
omphalokel adalah resiko tinggi kehamilan seperti :
a. Infeksi dan penyakit pada ibu
b. Penggunaan obat-obatan berbahaya, merokok,
c. Kelainan genetic
d. Defesiensi asam folat
e. Hipoksia
f. Salisil dapat menyebabkan defek pada dinding
abdomen.
g. Asupan gizi yang tak seimbang
h. Unsur polutan logam berat dan radioaktif yang
masuk ke dalam tubuh ibu hamil.

334
2.1.3. PATOFISIOLOGI
1.1.3.1 PATOFISIOLOGI OBSTRUKSI BILLIARIS
Obstruksi billiaris

Kelainan pada dinding misal tumor

Batu empedu
Lumen saluran
dan cacing
askariasis

Menekan saluran empedu dari luar

Menimbulkan gangguan aliran empedu

1.1.3.2 PATOFISIOLOGI OMFALOKEL


Omfalokel

Kegagalan fusi sentral Organ visceral


abdomen tertutup

Pada cincin umbilicus


Kantong
transluler

Gangguan mesodermal
Amnion, warton
jelly, dan
peritoneum
Penutupan dinding
abdominal yang tdk
lengkap

Terjadi herniasi midgut


yg menetap 335
2.1.4. MANIFESTASI KLINIS
2.1.4.1 MANIFESTASI KLINIS OBSTRUKSI BILLIARIS
Gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama yakni bayi
ikterus. Selain ikterus, feses bayi berwarna putih agak
keabu-abuan dan terlihat seperti dempul. Urin menjadi
lebih tua karena mengandung urobilinogen.
2.1.4.2 MANIFESTASI KLINIS OMFALOKEL
Gambaran klinis bayi baru lahir dengan Omfalokel /
Omphalokel ialah terdapatnya defek sentral dinding
abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi
ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai dengan 12
cm, mengandung herniasi organ–organ abdomen baik solid
maupaun berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau
kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak
kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2 lapisan yaitu
lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam
berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-
kadang terdapat lapisan Warton’s jelly. Warton’s jelly
adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil deferensiasi
dari jaringan mesenkimal (mesodermal). Jelly mengandung
kaya mukosa dengan sedikit serat  dan tidak mengandung
vasa atau nervus.
2.1.5. KOMPLIKASI
2.1.5.1 KOMPLIKASI OBSTRUKSI BILLIARIS
1.  Demam
2.  Nafsu makan berkurang
3.  Sulit buang air besar

2.1.5.2 KOMPLIKASI OMFALOKEL


Komplikasi dini merupakan infeksi pada kantong
yang mudah terjadi pada permukaan yang telanjang.
Kekurangan nutrisi dapat terjadi sehingga perlu balans

336
cairan dan nutrisi yang adekuat misalnya dengan nutrisi
parenteral. Dapat terjadi sepsis terutama jika nutrisi kurang
dan pemasangan ventilator yang lama Kelainan kongenital
dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan lain
yang memperburuk prognosis.

2.1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.1.6.1 PEMERIKSAAN PENUNJANG OBSTRUKSI
BILLIARIS
1. Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan bilirubin).
Pemeriksaan darah dilakukan dengan pemeriksaan
fungsi hati khususnya terdapat peningkatan kadar
bilirubin direk. Disamping itu dilakukan pemeriksaan
albumin, SGOT,SGPT, alkali fosfatase, GGT dan faktor
pembekuan darah.
2. Rontgen perut (tampak hati membesar)
3. Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif
Yaitu dengan memasukkan cairan tertentu ke jaringan
empedu untuk mengetahui kondisi saluran empedu.
4. Breath Tes
Dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam
memetabolisir sejumlah obat.
5. USG
Menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan
hati, kandung empedu dan saluran empedu.
6. Imaging Radionuklida (radioisotop)
7. Skrening hati
Penggambaran radionuklida yang menggunakan
subtansi radioaktif yang diikat oleh sel-sel hati.
8. Koleskintigrafi
Mengetahui peradangan akut dari kandung kemiH.
9. CT Scan

337
Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus
(tersebar) seperti kelemahan hati dan jaringan hati yang
menebal secara abnormal.
10. Kolangiopankreatografi Endoskopik Retrograd
11. Foto rontgen sederhana
Menunjukkan batu empedu yang berkapur
12. Pemeriksaan biopsi hati
13. Laparotomi
14. Kolangiografi operatif
15. Kolangiografi Transhepatik Perkutaneus
16. MRI

2.1.6.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG OMFALOKEL


1. Pemeriksaan Fisik
Pada omfalokel tampak kantong yang berisi usus
dengan atau tanpa hati di garis tengah pada bayi yang
baru lahir.Pada gastro schisis usus berada di luar rongga
perut tanpa adanya kantong.
2.    Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Maternal Serum Alfa Fetoprotein
(MSAFP). Diagnosis prenatal defek pada dinding
abdomen dapat dideteksi dengan peningkatan MSAFP.
MSAFP dapat juga meninggi pada spinabifida yang
disertai dengan peningkatan asetilkolinesterase dan
pseudokolinesterase.
3. Pemeriksaan radiology
Fetal sonography dapat menggambarkan kelainan
genetik dengan memperlihatkan marker structural dari
kelainan kariotipik. Echocardiography fetus membantu
mengidentifikasi kelainan jantung. Untuk mendukung
diagnosis kelainan genetik diperjelas dengan
amniosentesis. Pada omphalocele tampak kantong yang

338
terisi usus dengan atau tanpa hepar di garis tengah pada
bayi yang baru lahir

3.1.1. PENATALAKSANAAN
3.1.1.1 PENATALAKSANAAN OBSTRUKSI BILLIARIS
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan
obstruksi biliaris bertujuan untuk menghilangkan penyebab
sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan
tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya
pengangkatan batu atau reseksi tumor. Dapat pula upaya
untuk menghilangkan sumbatan dengan tindakan endoskopi
baik melalui papila vater atau dengan laparoskopi.
            Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan
untuk menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan
tindakan drenase yang bertujuan agar empedu yang
terhambat dapat dialirkan. Drenase dapat dilakukan keluar
tubuh misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier, pipa T
pada duktus koledokus, atau kolesistostomi. Drenase
interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio
digestif. Drenase interna ini dapat berupa kelesisto-
jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-
jejunustomi atau hepatiko-jejunustomi.
Asuhan Kebidanan
a.       Pertahanan kesehatan bayi dengan pemberian
makanan cukup gizi sesuai dengan kebutuhan,
pencegahan hipotermia, pencegahan infeksi dan lain-
lain.
b.      Lakukan konseling pada orang tua agar mereka
menyadari bahwa kuning yang dialami bayinya bukan
kuning biasa tetapi disebabakan karena adanya
penyumbatan pada saluran empedu.

339
c.       Lakukan inform consent dan inform choice untuk
dilakukan rujukan.
d.      Penatalaksanaan medisnya ialah dengan tindakan
operasi selektif.

3.1.1.2 PENATALAKSANAAN OMFALOKEL


Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan
segera setelah lahir  (immediate postnatal), kelanjutan
penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau
nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi.
Secara umum penatalaksanaan bayi dengan omphalokele
dan gastroskisis adalah hampir sama. Bayi sebaiknya
dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki
fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-
bayi dengan omphalokel biasanya mengalami lebih sedikit
kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit
membutuhkan resusitasi awal cairan dibanding bayi dengan
gastroskisis.
Penatalaksanaan segera bayi dengan Omfalokel /
Omphalokel adalah sbb:
1.      Tempatkan bayi pada ruangan yang asaeptik dan
hangat untuk mencegah kehilangan cairan, hipotermi
dan infeksi.
2.      Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk
menghindari bayi menagis dan air swallowing.
Posisi  kepala sebaiknya lebih tinggi  untuk
memperlancar drainase.
3.      lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang
mungkin membutuhkan alat bantu ventilasi seperti
intubasi endotrakeal. Beberapa macam alat bantu
ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat

340
menyebabkan masuknya udara kedalam traktus
gastrointestinal.
4.      Pasang pipa nasogastrik  atau pipa orogastrik untuk
mengeluarkan udara dan cairan dari sistem usus
sehingga dapat mencegah muntah, mencegah
aspirasi, mengurangi distensi dan tekanan
(dekompresi) dalam sistem usus sekaligus
mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula
perlu dipasang rectal tube untuk irigasi dan untuk
dekompresi sistem usus.
5.      Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi
kandung kencing dan mengurangi tekanan intra
abdomen.
6.      Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas
atas) untuk pemberian cairan dan nutrisi parenteral
sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler dan
menjaga kehilangan protein yang mungkin terjadi
karena gangguan sistem usus, dan untuk  pemberian
antibitika broad spektrum.
7.      Lakukan monitoring dan stabilisiasi  suhu, status
asam basa, cairan dan elektrolit
8.      Pada omphalokel, defek ditutup dengan suatu streril-
saline atau povidone -iodine soaked gauze, lalu
ditutup lagi dengn suatu oklusif plastik dressing
wrap? atau plastik bowel bag. Tindakan harus
dilakukan ekstra hati hati diamana cara tersebut
dilakukan dengan tujuan melindungi defek dari
trauma mekanik, mencegah kehilangan panas dan
mencegah infeksi serta mencegah angulasi sistem
usus yang dapat mengganggu suplai aliran darah.

341
9.      Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa
dan hematokrit perlu dilakukan guna persiapan
operasi bila diperlukan.
10.  Evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang
ditunjang oleh pemeriksaan rongent thoraks dan
ekhokardiogram.
11.  Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan
dalam suatu inkubator hangat dan ditambah oksigen.
Pertolongan pertama saat lahir: Kantong omfalokel
dibungkus kasa yang dibasahi betadin, selanjutnya
dibungkus dengan plastic. Bayi dimasukkan incubator dan
diberi oksigen Pasang NGT dan rectal tube Antibiotika.
·         Konservatif: Dilakukan bila penutuan secara primer
tidak memungkinkan, misal pada omfaokel dengan
diameter > 5 cm
Perawatan secara :
a)      Bayi dijaga agar tetap hangat
b)      Kantong ditutup kasa steril dan ditetesi NaCl 0,9%
kalo perlu ditutup dengan lapisan silo yang
dikecilkan secara bertahap
c)      Posisipenderita miring
d)     NGT diisap-isap tiap 30 menit
Penatalaksanaan Omfalokel / Omphalokel secara
konservatif dilakukan pada kasus omfalokel besar atau
terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ
intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi
dengan rongga abdomen.

342
ASKEB TEORI

3.2 KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEBIDANAN PADA OBSTRUKSI


BILLIARIS DAN OMFALOKEL
2.2.1 PENGKAJIAN DATA
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara,
anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dan sangat
menetukan dalam pemeriksaan anamnesa dapat menetukan sifat dan
berat penyakit
A. Data Subyektif
1. Identitas
Meliputi :
Nama : berupa nama lengkap sebagai identitas
diri agar tidak terjadi kekeliruan dalam
memberi asuhan.
Umur : digunakan untuk penilaian klinis yang di
sesuaikandengan umur.
Jenis : diperlukan sebagai penilaian data
kelamin pemeriksaan klinis
Nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan ortu
sebagai identitas tambahan yang
menggambarkan keakuratan data.
Agama & : untuk memberi dorongan spiritual yang
Suku sesuai dengan kepercayaaan yang di anut
Alamat : beri alamat lengkap agar mudah untuk di
hubungi apabila ada kepentingan.

1. Keluhan Utama
Meliputi keluhan yang dirasakan saat ini yang disebabkan pasien
berobat ke RS atau Puskesmas
Keluhan yang dirasakan pasien Obstruksi billiaris adalah :
- Bayi ikterus. Selain ikterus, feses bayi berwarna putih agak
keabu-abuan dan terlihat seperti dempul. Urin menjadi lebih
tua karena mengandung urobilinogen.
Keluhan yang dirasakan pasien Omfalokel adalah :

343
- terjadi sepsis terutama jika nutrisi kurang dan pemasangan
ventilator yang lama Kelainan kongenital dinding perut ini
mungkin disertai kelainan bawaan lain yang memperburuk
prognosis.
2. Riwayat kehamilan
Penyakit yang pernah diderita ibu sebelumnya diketahui karena
mungkin ada hubungannya dengan penyakit yang diderita ibu saat
hamil, porsi makanan, kunjungan ANC berapa kali, dan bisa
sebagai informasi untuk membantu pembuatan diagnosis.
3. Riwayat Persalinan
Umur kehamilan cukup bulan atau premature, ditolong siapa.
Spontan atau dengan Caesar.
4. Riwayat imunisasi
Sudah mendapatkan imunisasi atau belum.
5. Pola kebiasaan
A. Pola nutrisi
Pola nutrisi bayi obstruksi billiaris : Bayi diberi Asi
Pola nutrisi bayi omfalokel : Bayi diberi Asi
B. Pola eliminasi :
Pola eliminasi bayi obstruksi billiaris :
Pola eliminasi bayi omfalokel :
C. Pola Aktivitas
D. Pola Kebersihan
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan fisik umum
 Keadaan umum : baik/ cukup/ lemah/
jelek
 Kesadaran : composmentis, apatis,somnolen,
spoor, delirium, koma.
 Data Antropometri : BB, TB
 Tanda- Tanda Vital
 Nadi Normal : 140 kali per menit

344
 Suhu Normal : 36,5˚C – 37,5˚C
 RR Normal : 30 – 60 kali/menit
 AS : 7-10
2. Pemeriksaan fisik khusus
Pemeriksaan fisik khusus pada obstruksi billiaris
 Kepala : ketombe/tidak, penyebaran rambut
merata/tidak, bersih/tidak, rontok/tidak,
ada benjolan/tidak.
 Muka : pucat/tidak, oedem/tidak.
 Mata : simetris/tidak. Konjungtiva merah
muda/pucat, sclera putih/tidak, ikterus,
 Hidung : bersih/tidak, adakah polip, scret,
simetris/tidak.
 Mulut : bibir kering/tidak, apakah stomatitis.
 Leher : adakah pembesaran vena jugularias, tiroid,
limfe.
 Dada : simetris/tidak, adakah benjolan abnormal,
adakah ronchi, adakah wheezing.
 Abdomen : abses hepar
 Genetalia : bersih/ tidak.
 Anus : bersih/tidak, adakah hemoroid.
 Ekstremitas : normal/tidak, pergerakan aktif/tidak,
simetris/tidak.
Pemeriksaan fisik khusus pada omfalokel
 Kepala : ada benjolan/tidak, rambut merata
 Muka : pucat/tidak, oedem/tidak.
 Mata :simetris/tidak. Konjungtiva merah
muda/pucat, sclera putih/tidak, ikterus,
 Hidung :bersih/tidak, adakah polip, scret,
simetris/tidak.
 Mulut : bibir kering/tidak, apakah stomatitis.

345
 Leher : adakah pembesaran vena jugularias, tiroid,
limfe.
 Dada : simetris/tidak, adakah benjolan abnormal,
adakah ronchi, adakah wheezing.
 Abdomen : Nampak isi perut keluar dan terbungkus
selaput
 Genetalia : bersih/ tidak.
 Anus : bersih/tidak, adakah hemoroid.
 Ekstremitas :normal/tidak, pergerakan aktif/tidak,
simetris/tidak.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang obstruksi billiaris
1. Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan bilirubin).
Pemeriksaan darah dilakukan dengan pemeriksaan
fungsi hati khususnya terdapat peningkatan kadar
bilirubin direk. Disamping itu dilakukan pemeriksaan
albumin, SGOT,SGPT, alkali fosfatase, GGT dan faktor
pembekuan darah.
2. Rontgen perut (tampak hati membesar)
3. Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif
Yaitu dengan memasukkan cairan tertentu ke jaringan
empedu untuk mengetahui kondisi saluran empedu.
4. Breath Tes
Dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam
memetabolisir sejumlah obat.
5. USG
Menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan
hati, kandung empedu dan saluran empedu.
6. Imaging Radionuklida (radioisotop)
7. Skrening hati

346
Penggambaran radionuklida yang menggunakan
subtansi radioaktif yang diikat oleh sel-sel hati.
8. Koleskintigrafi
Mengetahui peradangan akut dari kandung kemiH.
9. CT Scan
Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus
(tersebar) seperti kelemahan hati dan jaringan hati yang
menebal secara abnormal.
10. Kolangiopankreatografi Endoskopik Retrograd
11. Foto rontgen sederhana
Menunjukkan batu empedu yang berkapur
12. Pemeriksaan biopsi hati
13. Laparotomi
14. Kolangiografi operatif
15. Kolangiografi Transhepatik Perkutaneus
16. MRI
Pemeriksaan penunjang omfalokel
1. Pemeriksaan Fisik
Pada omfalokel tampak kantong yang berisi usus
dengan atau tanpa hati di garis tengah pada bayi yang
baru lahir.Pada gastro schisis usus berada di luar rongga
perut tanpa adanya kantong.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Maternal Serum Alfa Fetoprotein
(MSAFP). Diagnosis prenatal defek pada dinding
abdomen dapat dideteksi dengan peningkatan MSAFP.
MSAFP dapat juga meninggi pada spinabifida yang
disertai dengan peningkatan asetilkolinesterase dan
pseudokolinesterase.
3. Pemeriksaan radiology
Fetal sonography dapat menggambarkan kelainan
genetik dengan memperlihatkan marker structural dari

347
kelainan kariotipik. Echocardiography fetus membantu
mengidentifikasi kelainan jantung. Untuk mendukung
diagnosis kelainan genetik diperjelas dengan
amniosentesis. Pada omphalocele tampak kantong yang
terisi usus dengan atau tanpa hepar di garis tengah pada
bayi yang baru lahir

2.2.1 INTERPRETASI DATA DASAR


2.2.1.1 INTERPRETASI DATA DASAR OBSTRUKSI
BILLIARIS
Dx : An “…” umur… dengan obstruksi billiaris
Ds : Bayi ikterus. feses bayi berwarna putih agak
keabu-abuan dan terlihat seperti dempul. Urin
menjadi lebih tua karena mengandung
urobilinogen.
Do : Abses hepar
- Keadaan umum : baik/ cukup/ lemah/ jelek
- Kesadaran : composmentis,
apatis,somnolen, spoor, delirium, koma.
- Data Antropometri : BB, TB
- Tanda- Tanda Vital
 Nadi Normal : 140 kali per menit
 Suhu Normal : 36,5˚C – 37,5˚C
 RR Normal : 30 – 60 kali/menit
 AS : 7-10

- Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
2. Rontgen perut (tampak hati membesar)
3. Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif
4. Breath Tes
5. USG

348
6. CT Scan
7. Foto rontgen sederhana
8. Pemeriksaan biopsi hati
9. Laparotomi
10. Kolangiografi operatif
11. Kolangiografi Transhepatik Perkutaneus
12. MRI
2.2.1.2 INTERPRETASI DATA DASAR OMFALOKEL
Dx : An “…” umur… dengan omfalokel
Ds : sepsis
Do : isi perut keluar dengan dibungkus selaput
- Keadaan umum : baik/ cukup/ lemah/ jelek
- Kesadaran :composmentis, apatis,somnolen,
spoor, delirium, koma.
- Data Antropometri : BB, TB
- Tanda- Tanda Vital
 Nadi Normal : 140 kali per menit
 Suhu Normal : 36,5˚C – 37,5˚C
 RR Normal : 30 – 60 kali/menit
 AS : 7-10
- Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laborat
3. Pemeriksaan radiology

2.2.2 IDENTIFIKASI MASALAH POTENSIAL


2.2.2.1 IDENTIFIKASI MASALAH POTENSIAL OBSTRUKSI
BILLIARIS
Keadaan yang mungkin terjadi pada pasien obstruksi
billiaris :
1. Demam
2. Nafsu makan berkurang

349
3. Sulit buang air besar
2.2.2.2 IDENTIFIKASI MASALAH POTENSIAL OMFALOKEL
Keadaan yang mungkin terjadi pada pasien omfalokel :
Komplikasi dini merupakan infeksi pada kantong yang
mudah terjadi pada permukaan yang telanjang.
Kekurangan nutrisi dapat terjadi sehingga perlu balans
cairan dan nutrisi yang adekuat misalnya dengan nutrisi
parenteral. Dapat terjadi sepsis terutama jika nutrisi kurang
dan pemasangan ventilator yang lama Kelainan kongenital
dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan lain
yang memperburuk prognosis.

2.2.3 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


2.2.3.1 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA OBSTRUKSI
BILLIARIS
menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan
aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan
pembedahan
2.2.3.2 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA OMFALOKEL
Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu
pusat yang memiliki fasilitas perawatan intensif neonatus
dan bedah anak.

2.2.4 INTERVENSI
2.2.4.1 INTERVENSI OBSTRUKSI BILLIARIS
1. Pertahanan kesehatan bayi dengan pemberian
makanan cukup gizi sesuai dengan kebutuhan.
R/: untuk pencegahan hipotermia, pencegahan infeksi
dan lain-lain.
2. Lakukan konseling pada orang tua.

350
R/: agar mereka menyadari bahwa kuning yang
dialami bayinya bukan kuning biasa tetapi
disebabakan karena adanya penyumbatan pada
saluran empedu.
3. Lakukan inform consent dan inform choice.
R/: untuk dilakukan rujukan.
4. Penatalaksanaan medisnya ialah dengan tindakan
operasi selektif.

2.2.4.2 INTERVENSI OMFALOKEL


1. Bungkus Kantong omfalokel dengan kasa yang dibasahi
betadin, selanjutnya dibungkus dengan plastic.
R/: agar tidak terinfeksi
2. Masukkan Bayi kedalam incubator
R/ : menjaga suhu tubuh bayi agar tetap stabil
3. Beri oksigen Pasang NGT dan rectal tube Antibiotika.
R/ : asupan nutrisi

2.2.5 IMPLEMENTASI
2.2.5.1 IMPLEMENTASI OBSTRUKSI BILLIARIS
1. Mempertahanan kesehatan bayi dengan pemberian
2. Melakukan konseling pada orang tua.
3. Melakukan inform consent dan inform choice.

2.2.5.2 IMPLEMENTASI OMFALOKEL


1. Membungkus Kantong omfalokel dengan kasa yang
dibasahi betadin, selanjutnya dibungkus dengan
plastic.
2. Memasukkan Bayi kedalam incubator
3. Memberi oksigen Pasang NGT dan rectal tube
Antibiotika.

351
2.2.6 EVALUASI
Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar
telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi dalam diagnose dan masalah.
Subyektif : data yang diperoleh dari keterangan pasien.
Obyektif : data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas
kesehatan.
Assesment : pendokumentasian dari hasil analisa dan
interpretasi data subyektif dan obyektif.
Planing : rencana tindakan yang akan dilakukan oleh
petugas kesehatan atau tim medis.

HERNIA DIAFRAGHMATIKA
DAN ATRESIA DUODENI
EOSPHAGUS

TINJAUAN PUSTAKA

1. Teori Hernia Diafragmatika


Hernia adalah penonjolan gelung atau ruas organ atau jaringan melalui
lubang abnormal. Henia diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga
dada dan rongga perut. Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut
ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Akibat
penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada
diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam
rahim.

352
2. Pembagian Hernia diafragmatika :
a. Traumatica : hernia akuisita, akibat pukulan, tembakan, tusukan
b. Non-Traumatica

3.  Penyebab Hernia Diafragmatika


Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada
sisi tubuh bagian kiri. Janin tumbuh di uterus ibu sebelum lahir, berbagai
sistem organ berkembang dan matur. Diafragma berkembang antara minggu
ke-7 sampai 10 minggu kehamilan. Esofagus (saluran yang menghubungkan
tenggorokan ke abdomen), abdomen, dan usus juga berkembang pada minggu
itu.
Pada hernia tipe Bockdalek, diafragma berkembang secara tidak wajar atau
usus mungkin terperangkap di rongga dada pada saat diafragma berkembang.
Pada hernia tipe Morgagni, otot yang seharusnya berkembang di tengah
diafragma tidak berkembang secara wajar.
Pada kedua kasus di atas perkembangan diafragma dan saluran pencernaan
tidak terjadi secara normal. Hernia difragmatika terjadi karena berbagai faktor,
yang berarti “banyak faktor” baik faktor genetik maupun lingkungan.

2. Etiologi
Lesi ini biasanya terdapat pada distress respirasi berat pada masa neonatus
yang disertai dengan anamali sistem organ lain misalnya anamali sistem saraf
pusat atresia esofagus, omfalokel dan lain-lain.
Pemisahan perkembangan rongga pada dada dan perut disempurnakan
dengan menutupnya kanalis pleuropertioneum posteriolateral selam kehamilan
minggu kedelapan. Akibat gagalnya kanalis pleuroperikonalis ini menutup
merupakan mekanisme terjadinya hernia diafragma. pada neonatus hernia
diafragma disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma yang ditandai
dengan gejala. Anak sesak nafas terutama kalau tidur datar, dada tampak
menonjol tetapi gerakan nafas tidak nyata. Perut kempis dan menunjukkan
gambaran skafoit. Post apeks jantung bergeser sehingga kadang-kadang
terletak di hemitoraks kanan.

353
3. Patofisiologis Hernia Diafragmatika
Disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Diafragma dibentuk dari
3 unsur yaitu membrane pleuroperitonei, septum transversum dan pertumbuhan
dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu
dapat berupa kegagalan pembentukan seperti diafragma, gangguan fusi ketiga
unsure dan gangguan pembentukan seperti pembentukan otot. Pada gangguan
pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada gangguan
pembentukan otot akan menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan
eventerasi. Para ahli belum seluruhnya mengetahui faktor yang berperan dari
penyebab hernia diafragmatika, antara faktor lingkungan dan gen yang
diturunkan orang tua.

4.  Gejala Diafragmatika
Gejalanya berupa:
1.     Retraksi sela iga dan substernal
2.     Perut kecil dan cekung
3.     Suara nafas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut.
4.     Bunyi jantung terdengar di daerah yang berlawanan karena terdorong
oleh isi perut.
5.     Terdengar bising usus di daerah dada.
6.     Gangguan pernafasan yang berat
7.     Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen)
8.     Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
9.     Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
10.  Takikardia (denyut jantung yang cepat).

5. Komplikasi Hernia Diafragmatika


Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika
hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara
sempurna. Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus
segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga

354
menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan. Sedangkan
komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hernia diafragmatika tipe
Bockdalek antara lain 20 % mengalami kerusakan kongenital paru-paru dan 5
– 16 % mengalami kelainan kromosom.
Selain komplikasi di atas, ada pula beberapa komplikasi lainnya, yaitu:
A. Adanya penurunan jumlah alvieoli dan pembentukan bronkus.
B. Bayi mengalami distress respirasi berat dalm usia beberapa jam pertama.
C. Mengalami muntah akibat obstuksi usus.
D. Kolaps respirasi yang berat dalam 24 jam pertama
E. Tidak ada suara nafas

8. Pemeriksaan fisik
1.    Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas
tidak nyata.
2.    Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid.
3.    Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung bergeser sehingga
kadang-kadang terletak di hemitoraks kanan.
4.     Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang.
5.     Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris.
6.        Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia.

9. Pemeriksaan penunjang.
1. Foto thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus di daerah toraks.
2. Kadang-kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis
diafragmatika dengan eventerasi (usus menonjol ke depan dari dalam
abdomen).

10. Penatalaksanaan
Yang dapat dilakukan seorang bidan bila menemukan bayi baru lahir
yang mengalami hernia diafragmatika yaitu :
1.   Berikan oksigen bila bayi tampak pucat atau biru.

355
2.   Posisikan bayi semifowler atau fowler sebelum atau sesudah operasi agar
tekanan dari isi perut terhadap paru berkurang dan agar diafragma dapat
bergerak bebas
3.  Awasi bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka
tegakkan bayi agar tidak terjadi aspirasi.
4.  Lakukan informed consent dan informed choice untuk rujuk bayi ke
tempat pelayanan yang lebih baik.

11. Pengertian Atresia Duodeni


Atresia duodeni adalah Suatu kondisi dimana duodeni ( bagian pertama dari
usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran
terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari
lambung ke usus.

12.Etiologi
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodeni masih belum
diketahui, tapi ada beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodeni, yaitu:
1. Gangguan pada awal masa kehamilan (minggu ke 4 dan minggu ke 5 ).
2. Gangguan pembuluh darah
3. Banyak terjadi pada bayi premature

13. Tanda dan gejala


1.  Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas
2.  Muntah banyak segera setelah lahir berwarna kehijauan akibat adanya
empedu
3.  Perut kembung di daerah epigastrium
4.  Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air kencing
5.  Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium
6.  Berat badan menurun dan sukar bertamba

14.Patofisiologi

356
Muntah dimulai setelah segera lahir dan secara berkembang menjadi
buruk dengan pemberian makanan. Feses akan terlihat seperti mekonium
normal, tetapi pada pemeriksaan tidak mengandug sel epitalium berlapis.
Adanya sel epitel menunjukkan keutuhan usus. Dengan meningkatnya dedikasi
akan timbul demam.
Suatu suhu tubuh 390c merupakan indikasi peritonitis akibat ruptur dari
atresia. Kelainan seringkali ditemukan pada bayi sindrom down.

15.Pemeriksaan diagnostik
1.    Dengan X-ray abdomen memperlihatkan pola gelembung ganda jika
obstruksi tidak lengkap dapat ditemukan sejumlah kecil udara dalam usus
bagian bawah.
2.   Dapat ditegakkan dengan foto polos abdomen 3 posisi, secara klasik akan
terlihat suatu gelembung ganda pada film tegak yang merupakan udara
dalam duodeni yang mengembung naik ke puncak. Selain itu isi duodeni
dapat membentuk satu garis batas permukaan saluran udara. Pada atresia
yang sempurna tidak akan terlihat udara dibagian abdomen.

16.Komplikasi
1. Obstruksi lumen oleh membrane utuh, fail fibrosa yang menghubungkan
dua ujung kantong duodeni yang buntu pendek, atau suatu celah antara
ujung-ujung duodeni yang tidak bersambung. Penyebab obstruksi yang
tidak lazim adalah jaringan “windscocle” yakni suatu flap jaringan yang
dapat mengembang yang terjadi karena anomaly saluran empedu.
2. Atresia membranosa adalah bentuk yang paling sering obstruksinya terjadi
di sebelah distal ampula vateri pada kebanyakan penderita.
3. Obstruksi duodeni dapat juga disebabkan oleh kompresi ekstrinsik seperti
pancreas anular atau oleh pita-pita laad pada penderita malrotasi.

17. Penatalaksanaan
1. Pengobatan awal bayi dengan atresia duodeni meliputi dekompresi naso
atau arogastrik dengan penggantian cairan secara intravena.

357
2. Ekokardiogram dan foto rontgent dada serta tulang belakang harus
dilakukan untuk mengevaluasi anomaly yang lain karena 1/3 bayi dengan
atresia duodeni mempunyai anomaly bawaan yang dapat mengancam
kehidupan.
2. Koreksi definitive atresia duodeni biasanya ditunda untuk mengevaluasi
dan mobati anomaly lain yang berakibat fatal.
3. Duodenoduodenostomi yaitu operasi perbaikan atresia duodeni. Usus
proksimal yang melebar dapat dikecilkan secara perlahan dalam upaya
memperbaiki peristaltic
4. Pemasangan pipa gastrostomi dipasang untuk mengalirkan lambung dan
melindungi jalan nafas.
5. Dukungan nutrisi intravena atau pipa jejunum transanastomosis diperlukan
sampai bayi mulai makan peroral.
6. Jika obstruksi disebabkan oleh pipa ladd dengan malrotasi, operasi
diperlukan tanpa boleh ditunda. Setelah lipatan atau pita peritoneum yang
tidak normal dipisahkan, seluruh usus besar diletakkan di dalam perut
sebelah kiri, setelah mula-mula membuang appendiks dan usus halus
diletakkan di sebelah kanan posisi janin tidak berputar (non rotasi).
7. Apendektomi dilakukan menghindari salah diagnose apendisitis di kemudian
hari.
8. Memasang kateter nasogastrik berujung balon ke dalam jejerum sebelah
bawah obstruksi, balon ditiup dan dengan pelan-pelan menarik kateternya.
Ini dilakukan jika terjadi malrotasi yang muncul bersama dengan obstruksi
duodeni intrinsic seperti membrane atau stenosis.
9. Pada pancreas anular paling baik ditangani dengan duodeniduodenostomi
tanpa memisah pancreas, dengan meninggalkan sependek mungkin bagian
lingkungan yang tidak berfungsi. Obstruksi duodeni hernia diafragmatika
dikelola dengan diodenoplasti karena ada kemungkinan bahwa duktus
koledokus dapat bermuara pada diafragma sendiri.
18.Pengertian Atresia Eshopagus
Atresia esophagus adalah kelainan bawaan dimana ujung saluran
esophagus buntu 60% biasanya disertai dengan hidramnion. Atresia

358
esophagus terjadi pada 1 dari 3000-4500 kelhiran hidup, sekitar sepertiga
anak yang terkena lahir premature. Pada lebih 85% kasus, fistula antara trakea
dan esophagus distal menyertai atresia. Lebih jarang, atresia esophagus atau
fistula trakeoesophagus terjadi sendiri-sendiri atau dengan kombinasi yang
aneh. Gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan kranial dan
satu lipatan kaudal pada usus depan dengan primitive menjelaskan variasi-
variasi pembentukan atresia dan fistula.
19. Gambaran Klinis
Akibat adanya atresia menyebabkan saliva terkumpul pada ujung bagian
esophagus yang buntu, apabila terdapat fistula akan menyebabkan saliva
mengalir keluar atau masuk kedalam trakea. Hal ini akan lebih berbahaya
apabila melalui fistula trakeo-esophagus akan menyebabkan cairan saliva
mengalir kedalam paru.
Kelainan ini biasanya baru diketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu
dengan gejala muntah yang proyektil beberapa saat setelah minum susu. Pada
pemeriksaan fisik yang dilakukan setelah bayi minum akan ditemukan
gerakan peristaltik lambumg dalam usaha melewatkan makanan melalui
daerah yang sempit di pylorus, selain itu pada peristaltik teraba tumor.

20. Kelainan- kelainan lain dalam atresia esophagus


a. Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus
( pada persambungan dengan lambung ) yang tidak dapat menutup rapat
sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.Bayi harus dalam posisi
duduk pada waktu diberi minum, dan jangan dibaringkan segera setelah
minum. Biarkan ia dalam sikap duduk agak lama, baru kemudian
dibaringkan miring kekanan dengan kepala letak lebih tinggi ( pakai
bantal yang agak tinggi ).
b. Akalasia merupakan kebalikan dari kalasia, pada akalasia bagian distal
esophagus tidak dapat membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan
seperti stenosis atau atresia. Disebut pula sebagai spasme kardio-
esophagus. Penyebab akalasia adanya kartilago traken yang tumbuk
ektopik pada esophagus bagian nawah. Pada pemeriksaan mikroskopis

359
ditemuka jaringa tulang rawan dalam lapisan otot esophagus.
Pertonongan adalah tindakan bedah. Sebelum dioperasi pemberian
minum harus dengan sendok sendok sedikit demi sedikit dengan bayi
dalam posisi duduk.

21. Etiologi
Pemicu kelahiran bawaan seperti atresia esophagus dapat dicurigai :
1. Pada kasus polahidramnion ibu
2. Bayi dalam keaadaan kurang bulan / kurang cukup bulan
2. Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi saat lahir tidak bisa masuk
kedalam lambung
3. Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut berlebihan
4. Jika terjadi tersedak, sianosis, atau pada waktu berupaya menelan
makanan.

22. Tanda Dan Gejala


1. Liur yang menetes terus menerus dari mulut bayi
2. Liur berbuih
3. Adanya aspirsai ketika bayi diberi minum
4. Bayi tampak sianosis akibat aspirasi yang dialami
5. Saat bayi diberi minum bayi akan mengalami batuk seperti tercekik
b. Muntah yang proyektil

23. Komplikasi
Atresia esophagus sering disertai bawaan lain yaitu :
1. Kelainan lumer esophagus biasanya disertai dengan fistula trakeo-
esophagus.
2. Kelainan jantung
3. Kelainan gastrointestinal ( atresia duodeni, atresia ani )
4. Kelainan tulang ( hemifer tebra )
5. Malformasi kardiovaskuler
6. Perkembangan abnormal rudrus

360
7. Malformasi ginjak dan urogenital

24. Penatalaksanaan
1. Posisikan bayi setengah duduk apabila atresia esophagus disertai fistula,
sedangkan apabiala atresia tanpa disertai fistula bayi dipossikan kepala
lebih rendah ( posisi trendelenburg ) posisi sering di ubah-ubah.
2. Pada bayi segera dipasangkan kateter kedalam esophagus dan bila
memungkinkan dilakukan penghisapan terus menerus,
3. Berikan penanganan seperti bayi normal lainanya, sepeti pencegahan
hipotermi, nutrisi adekuat dan lain-lain.
4. Ramgsang bayi untuk menangis.

25. Penatalaksanan Lebih Lanjut


Anak dipersiapkan untuk opersai segera. Apakah dapat dilakukan
penutupan fistula dengan segera atau hanya dilakukan gastrotomi tergantung
pada jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu. Sebelum dilakukan
operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya
regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering
dihisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermi bayi
hendaknya dirawat dalam inkubator agar mendapatkan lingkungan yang
cukup hangat. Posisinya, sering diubah-ubah, penghisapan lendir harus sering
dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menagis agar paru berkembang.

ASKEB TEORI

2.2.1 Pengkajian Data


Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, anamnesi
merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan dalam
pemeriksaan anemnesi dapat menentukan sifat dan berat penyakit.
A. Data subjektif
1. Identitas
Meliputi identitas dari pasien dan keluarga, yang mencakup :

361
Nama : berupa nama lengkap sebagai identitas
diri agar tidak terjadi kekeliruan dalam
memberi asuhan.
Umur : digunakan untuk penilaian klinis yang di
sesuaikandengan umur.
Jenis kelamin : diperlukan sebagai penilaian data
pemeriksaan klinis
Nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan ortu
sebagai identitas tambahan yang
menggambarkan keakuratan data.
Agama & Suku : untuk memberi dorongan spiritual yang
sesuai dengan kepercayaaan yang di anut
Alamat : beri alamat lengkap agar mudah untuk di
hubungi apabila ada kepentingan.

2. Keluhan utama
Meliputi keluhan yang dirasakan saat ini, yang disebabkan pasien
dibawa berobat ke rumah sakit atau BPS
3. Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui apakah anak sekarang menderita suatu penyakit.
4. Riwayat kesehatan yang lalu
Untuk mengetahui apakah anak pernah menderita penyakit menurun
atau menular yang dapat mempengaruhi perkembangannya sekarang.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui adakah penyakit menurun atau menular yang
diderita anggota keluarga yang bisa mempengaruhi kesehatan anak
dan adakah keturunan kembar dalam keluarga

6. Riwayat imunisasi
Untuk mengetahui imunisasi pasien,khususnya imunisasi
BCG,DPT,Polio,Campak,dan Hepatitis B hal tersebut juga untuk
membantu diagnosis pada beberapa keadaan tertentu.
7. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola Nutrisi

362
Pola makan anak.berapa kali anak makan (3 kali / hari) makanan
yang dikonsumsi anak nasi, sayur, lauk pauk atau bubur dan
apakah ada kebiasaan minum susu.
b. Pola aktivitas
Untuk mengetahui aktivitas (motorik kasar dan halus) anak
apakah sesuai dengan usia anak atau tidak. Seperti dapatkah anak
menendang bola
c. Pola Eliminasi
Untuk mengetahui berapa kali anak BAB ( 1 kali/
hari,warnanya,baunya) dan BAK ( 7-8
kali/hari,warnanya,baunya)
d. Pola Personal Hygiene
Untuk mengetahui berapa kali anak mandi, ganti baju.( 2 kali/
hari)
e. Pola istirahat
Untuk mengetahui pola istirahat atau tidur berapa jam/ hari. Tidur
siang (2-3 jam/ hari) dan tidur malam ( 8-9 jam/ hari)
f. Pola Psikososial dan budaya
1) Psikologi
Bagaimana respon ibu dan keluarga terhadap kelahiran
anaknya
2) Sosial
Apakah hubungan ibu dengan suami, keluarga serta petugas
kesehatan baik atau tidak.

3) Budaya
Untuk mengetahui tradisi yang dianut keluarga yang
merugikan termasuk pantang makanan, minum jamu dan
kebiasaan berobat jika sakit.
g. Riwayat Spiritual

363
Untuk mengetahui bagaimana sikap ibu terhadap agama yang
diyakininya.

B. Data obyektif
1. Pemeriksaan fisik umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmetris
Data antropometri : BB : apakah berat badan anak dalam keadaan
normal (≥ 2500 gr)
TB : apakah tinggi badan anak dalam keadaan
normal (≥45 cm)
LILA :  lingkar lengan anak menentukan status gizi
anak ( ±11 cm)
LIKA :  apakah lingkar kepala anak dalam keadaan
normal ( ±32 cm)
Tanda-tanda vital : TD : -
S : 36,5 o c-37,5o c
N : 120-160x/menit
RR : 40-60x/menit
2. Pemeriksaan fisik khusus
(Terdiri dari inspeksi,palpasi,perkusi dan auskultasi)
Kepala : tidak ada benjolan,bersih,bentuk simetris,rambut hitam.
Muka : Tampakkemerahan,tidak oedema,tidakpucat.
Mata : simetris,konjungtiva merah muda,sclera putih.
Hidung : Simetris,tidak secret,tidak polip.
Mulut : Bibir tidak kering,tidak stomatitis.
Telinga : Simetris,bersih,tidak ada secret.
Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis,tiroid.
Dada : Simetris,tidak ada kelainan wheezing dan ronchi.
Abdomen : Tidakadabenjolan abnormal,tidak meteorismus.
Genetalia : Simetris,bersih
Anus : tidak ada hemoroid,bersih

364
Ekstremitas : normal,tidakoedema,tidak sidaktili,tidak polidaktili

2.2.2 INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosa : Am”…” umur…dengan tumbuh kembang
Data subyektif : Data yang diperoleh dari pernyataan Pasien
Data obyektif : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmetris
Data antropometri : BB : apakah berat badan anak dalam
keadaan normal (≥ 2500 gr)
TB : apakah tinggi badan anak dalam keadaan normal
(≥45 cm)
LILA :  lingkar lengan anak menentukan status gizi anak (
±11 cm)
LIKA :  apakah lingkar kepala anak dalam keadaan
normal ( ±33 cm)
Tanda-tanda vital : S : 36,5 o c-37,5o c
N : 120-160x/menit
RR : 40-60x/menit
2.2.3 Identifikasi Masalah Potensial
-

2.2.4 Identifikasi Kebutuhan Segera


Tindakan pertama dan utama untuk mengatasi masalah dan mencegah
terjadinya masalah potensial yang mengancam keselamatan jiwa pasien
seperti konsultasi, kolaborasi, dan rujukan

2.2.5Intervensi
1. Pantau keadaan bayi selama dirawat
R:Deteksi dini adanya kelainan
2. Lakukan perawatan pada bayi baru lahir
R:Agar kondisi bayi tetap stabil

365
3. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI sesering mungkin.
R:Untuk memenuhi nutrisi bayi.
4. Jangan lakukan rawat gabung/ rooming in
R:Untuk melakukan observasi intensif, karena bayi dengan
5. Jaga kehangatan bayi
R:Agar bayi tidak mengalami hipotermi.
6. Segera beri oksigen
R:Agar bayi tidak sesak napas, dan mengalami syok.
7. Segera lakukan persiapan operasi
R: Melakukan pembedahan pada Hernia diafragmatika untukn
mengembalikan usus ke rongga abdomen, agar tidak terjadi komplikasi
lebih lanjut pada paru dan jantung.

MENINGOKEL , ENSEFALOKEL
HIDROSEFALUS DAN FIMOSIS
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR TEORI MENINGOKEL


2.1.1 Pengertian
Meningokel merupakan benjolan berbentuk kista di garis tulang
belakang yang umumnya terdapat di daerah lumbo-sakral. Lapisan
meningel berupa durameter dan arachnoid ke luar kanalis vertebralis,
sedangkan medulla spinalis masih di tempat yang normal. Benjolan
ditutup dengan membrane tipis yang semi-transparan berwarna kebiru-
biruan atau ditutup sama sekali oleh kulit yang dapat menunjukkan
hipertrikhosis atau nevus. Pada transiluminasi tidak terlihat jaringan
saraf pusat di dinding benjolan.
Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina
bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra
yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di

366
bawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah
pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu
atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah
atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam
korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan
mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan
motorik dan bayi akan menjadi normal.
Ensephalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai
dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang
berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak
serta ditutupi kulit. Terbanyak di daerah oksipital.
Ensefalokel terjadi akibat kegagalan menutupnya pembuluh saraf
selama perkembangan janin di awal kehamilan. Akibatnya, terbentuk
celah yang dapat terjadi di sepanjang garis tengah kepala. Bisa di
belakang kepala, puncak kepala, atau di antara dahi dan hidung. Melalui
celah inilah, sebagian struktur otak dan selaput otak keluar. Akibat
kelainan ini: kelumpuhan anggota gerak, keterlambatan perkembangan,
retardasi mental, dan kejang berulang.
2.1.2 Etiologi
Penyebab terjadinya meningokel adalah karena adanya defek pada
penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang
tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di
garis tengah. Risiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan
erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal
kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan
kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi
penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
oleh saraf tersebut atau dibagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida.
Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal

367
atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina
bifida: hidrosefalus, siringomielia, serta dislokasi pinggul.
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi,
faktor usia ibu yang tertalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik,
serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan
asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu sangat disarankan
mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup.
Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf
selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini
disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam
uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya
infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen
(terpapar bahan radiologi), obat–obatan yang mengandung bahan yang
terotegenik.
Ensefalokel dapat juga disebabkan oleh defek tulang kepala,
biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang – kadang juga dibagian
nasal, frontal, atau parietal.
2.1.3 Gejala
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada
korda spinalis dan akar sarf yang terkena. Beberapa anak memiliki
gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami
kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun
akar sarf yang terkena.
Terdapat tiga jenis spina bifida, yaitu :
1. Spina bifida okulta, merupakan spina bifida yang paling ringan.
Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi
korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2. Meningokel, yaitu meningens menonjol melalui vertebra yang tidak
utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.

368
3. Mielokel, merupakan jenis spina bifida yang paling berat, dimana
korda spinalis menonjol dan kulit di atasnya tampak kasar dan
merah.
Gejala dari spina bifida umumnya berupa penonjolan seperti
kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir, jika
disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya, kelumpuhan/kelemahan
pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinensia uri
(besar) maupun inkontinensia tinja, korda spinalis yang terkena rentan
terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada spina bifida okulta, adalah
seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang), lekukan
pada daerah sakrum.
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus,
kelumpuahn keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik), gangguan
perkembangan, mikrosefalus, gangguan penglihatan, keterbelakangan
mental dan pertumbuhan, ataksia, serta kejang. Beberapa anak memiliki
kecerdasan yang normal. Ensefalokel sering kali disertai denga kelainan
kraniofasial atau kelainan otak lainnya.
2.1.4 Penyebab
Risiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat
dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal
kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan akar syaraf, sehingga terjadi
penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi
oleh saraf tersebut atau dibagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida.
Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal
atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
Kelainan bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina
bifida: hidrosefalus , siringomielia, serta dislokasi pinggul.

2.1.5 Gejala

369
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada
korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki
gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami
kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun
akar saraf yang terkena (Wafi Nur, 2010).
Terdapat tiga jenis spina bifida yaitu:
a. Spina bifida okulta merupakan spina bifida yang paling ringan.
Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi
korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
b. Meningokel yaitu meningens menonjol melalui vertebra yang tidak
utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit.
c. Mielokel merupakan jenis spina bifida yang paling berat, dimana
korda spinalis menonjol dan kulit diatasnya tempak kasar dan
merah.
Gejala dari spina bifida, umumnya berupa penonjolan seperti
kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir, jika di
sinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya, kelumpuhan/kelemahan
pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinensia uri
(beser) maupun inkontinensia tinja, korda spinalis yangt terkena rentan
terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada spina bifida okulta adalah
seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang) lekukan
pada daerah sakrum.
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan
berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama,
wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen.
Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma down
dan kelainan bawaan lainnya.
Sebanyak 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina
bifida, akan memiliki kadar serum alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini
meliliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif,
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.

370
Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.
Kadang-kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairanm ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang
belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan, pemeriksaan USG
tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis
maupun vertebra, serta pemeriksaan CT-Scan atau MRI tulang belakang
kadang-kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya
kelainan (Wafi Nur, 2010).
Pemeriksaan neurologis yang cermat sangat dianjurkan. Anak
yang tidak bergejala dengan pemeriksaan neurologis normal dan
keseluruhan tebal kulit menutup meningokel dapat menunda
pembedahan. Sebelum koreksi defek dengan pembedahan penderita
harus secara menyeluruh diperiksa dengan menggunakan rontgenogram
sederhana, ultrasonografi, dan tomografi komputasi (CT) dengan
metrizamod atau resonansi magnetik (MRI) untuk menentukkan
luasnya keterlibatan jaringan syaraf jika ada dan anomali yang terkait,
termasuk diastematomelia, medulla spinalis terlambat dan lipoma.
Penderita dengan kebocoran cairan serebrospinalis (CSS) satu kulit
yang menutupi tipis harus dilakukan pembedahan segera untuk
mencegah meningitis. Scan CT kepala dianjurkan pada anak dengan
meningokel karena kaitannya dengan hidrosefalus pada beberapa kasus.
Meningokel anterior menonjol ke dalam pelvis melalui defek pada
sakrum (Behrman dkk, 2000).
2.1.7 Pengobatan dan Penanganan
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel
adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida, meminimalkan
komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam
menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang
yang terbentuk dan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk
mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta
kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.

371
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan
untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah
meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan
antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa
dilakukan penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang
berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan
program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi
saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka
tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi
fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya
gangguan fungsi yang terjadi. Kadang-kadang pembedahan shunting
untuk memperbaiki hidrisefalus akan menyebabkan berkurangnya
mielimeningokel secara spontan.
Penatalaksanaan:
a. Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan kedalam incubator dengan
kondisi tanpa baju.
b. Bayi dalam posisi telungkup atau tidurjika kantungnya besar untuk
mencegah infeksi.
Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah dan ahli ortopedi,
dan ahli urologi, terutama untuk tidakan pembedahan, dengan
sebelumnya melakukan informed consen. Penanganan yang dapat
dilakukan pada kelainan ini, antara lain :
a. Untuk spina bifida atau meningokel tidak diperlukan
pengobatan
b. Perbaikan mielomeningokel, kadang-kadang meningokel,
melalui pembedahan diperlukan
c. Apabila dilakukan perbaikan melalui pembedahan,
pemasangan pirau (shunt) untuk memungkinkan drainase CSS
perlu di lakukan untuk mencegah hidrosefalus dan peningkatan
tekanan intrakranial selanjutnya

372
d. Seksio sesarea terencana sebelum mulainya persalinan dapat
penting dalam mengurangi kersakan neurologis yang terjadi
pada bayi dengan defek medula spinalis (Corwin, 2009).

2.1.8 Pencegahan
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan
mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang
wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena
kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita tang berencana untuk hamil dianjurkan untuk
mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam
folat pada wanita hamil 1 mg/hari.

2.2 KONSEP DASAR TEORI MENINGOKEL ENSEFALOKEL


2.2.1 Definisi
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai
dengan adanya penonolan meningens (selaput otak) dan otak yang
berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak.
Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin.
2.2.2 Etiologi
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya, infeksi,
faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi
genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan
kekurangan asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun hamil, ibu
sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup.
Encefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf
selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini
disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang cranium saat dalam
uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya
infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen

373
(terpapar bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan
yang terotegenik.
Ensefalokel disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi
dibagian occipitalis, kadang – kadang juga dibagian nasal, frontal,
atau parietal.
2.2.3 Gejala
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa :
a. Hidrosefalus
b. kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia stastik).
c. Mikrosefalus
d. gangguan penglihatan, keterbelakangan mental, dan pertumbuhan.
e. Ataksia
f. kejang.
2.2.4 Penanganan
Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan
jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang
kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk
hidrosefalus mungkin perlu dibuat suatu shunt. Pengobatan lainnya
bersifat simtomatis dan suportif.

Penanganan Pra Bedah:


a. Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa
steril yang direndam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang
terpapar harus ditutpi kasa steril yang tidak melekat untuk
mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering.
b. Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus
pada saat mempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan
cepat. Pada beberapa pusat tubuh bayi ditempatkan dalam
kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas yang dapat
terjadi akibat permukaan lesi yang basah.
c. Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.

374
d. Akan diminta X-Ray medulla spinalis.
e. Akan diambil photografi dari lesi.
f. Persiapan operasi.
g. Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan
sringter anal akan dilakukan oleh fisioterapi.
h. Pembedahan medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan
penutup durameter dan kulit dijahit diatas dura yang diperbaiki.
Jika celah besar, maka perlu digunakan kulit yang lebih besar
untuk menutupi cacat. Pada bayi ini drain sedot diinsersikan
dibawah flap.
Perawatan pasca bedah
a. Pemberian makan pr oral dapat diberikan 4 jam setelah
pembedahan.
b. Jika ada drain penyedotan luka makan harus diperiksa setiap
jam untuk menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada
saluran dan terjaganya tekanan negatif dan wadah.
Lingkar kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali
seminggu. Sering kali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran
setelah penutupan cacat spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan
terjadi perkembangan hidrochephalus maka harus diberikan terapi
yang sesuai.
2.2.5 Prognosis
Prognosis tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi
kantung dan kelainan otak yang menyertainya.

2.2.6 Pencegahan
Bagi ibu yang berencana hamil, ada baikya mempersiapkan jauh
jauh hari. Misalnya, mengkonsumsi makanan bergizi serta
menambah suplemen yang mengandung asam folat. Hal itu
dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa
menyerang bayi.
Sumber asam folat banyak didapatkan dari:

375
a. Sayuran seperti bayam, asparagus, brokoli, lobak hijau, selada
romaine, kecambah.
b. Kacang segar atau kering, kacang polong, gandum, biji bunga
matahari. Produk biji-bijian yang diperkaya (pasta, sereal, roti)
c. Buah-buahan seperti: jeruk, tomat, nanas, melon , jeruk bali,
pisang, strawberry, alpukat, pisang
d. Susu dan produk susu seperti keju yoghurt.
e. Hati
f. Putih Telur
Salah satunya, encephalocele atau ensefalokel. Biasanya
dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang
menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan
memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus
mungkin perlu dibuat suatu shunt. Pengobatan lainnya bersifat,
simtomatis dan suportif. Prognosisnya tergantung kepada jaringan
otak yang terkena, lokasi kantung dan kelainan otak yang
menyertainya.

2.3 HIDROSEFALUS
2.3.1 DEFENISI
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi CCS
yang berlebihan pada satu / lebih ventrikel dan ruang subarakhnoid.
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel.
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang progresif pada
system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan-
jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan
kecepatan absorbsi oleh vili arackhnoid.

2.3.2 EPIDEMIOLOGI

376
Insiden hidrosefalus antara 0,2- 4 setiap 1000 kelahiran. Insiden
hidrosefalus konginetal adalah 0,5- 1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11
% - 43 % disebabkan oleh stenosis aquaductus serebri. Tidak ada
perbedaan bermakna insiden untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal
perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur.
Pada remaja dan dewasa lebih sering disebakan oleh
toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil :
• 46 % adalah abnormalitas perkembangan otak
• 50 % karena perdarahan subarakhnoid dan meningitis

2.3.3. FISIOLOGI CAIRAN CEREBRO SPINAL


1. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari dengan
demikian CSF diperbaharui setiap 8 jam. pada anak dengan
hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0,3 / menit. CSF
dibentuk oleh PPA :
• plexus choroideus ( yang merupakan bagian terbesar )
• parenchim otak
• arachknoid
2. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari
tempat pembentukannya ke tempat absorbsinya. CSF mengalir dari
ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam
ventrikel III, dari sini melalui aquaductus sylvius menuju ventrikel
IV. melalui satu pasang foramen luskha CSF mengalir cerebello
pentine dan cisterna prepontis. cairan yang keluar dari foramen
magindie menuju cisterna magna. dari sini mengalir ke superior
rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra
tentorial. Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere
cortex cerebri. sirkulasi berakhir di sinus Doramatis dimana terjadi
absorbsi melalui villi arachnoid.
2.3.4. ETIOLOGI

377
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada
salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarackhnoid. akibat
penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan
aliran CSS sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
1) Kelaina bawaan ( kongenital )
• Stenosis aquaductus sylvii
• Spina bifida dan kranium bifida
• Syndrom Dandy-Walker
• Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis
terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna
basalis dan daerah lain. penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. pada anak yang terbanyak menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal
otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah
itu sendiri.

2.3.5. PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS


CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis
kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan
arakhnoid yang meliputi seluruh Susunan Saraf Pusat ( SSP ). Cairan
likuor serebrospinalis terdapat dalam satu sistem, yakni sistem internal
dan eksternal.

378
• Orang dewasa : jumlah normal CSS = 90 – 150 ml
• anak umur 8-10 th : 100-140 ml
• bayi : 40-60 ml
• Neonatus : 20-30 ml
• Prematur kecil : 10-20 ml
Hidrosefalus secara teori terjadi sebagai akibat dari 3 mekanisme, yaitu:
1) produksi likuor yang berlebihan
2) peningkatan resistensi aliran likuor
3) peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi 3 mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan
intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan
absorbsi. mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan
berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
dilatasi ini sebagai berikut :
1) kompresi sistem serebrovaskuler
2) redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3) Perubahan mekanis dari otak
4) Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5) Hilangnya jaringan otak
6) Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura
kranial
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus
khoroid. gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus
hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran
akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya
mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai 2 konsekuensi, yaitu
peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume
vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial
sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor
terhadap tekanan sinus vena yang relatiuf tinggi. Konsekuensi klinis
dari hipertensi vena ini tergantung dari komplikasi tengkorak.

379
2.3.6 KLASIFIKASI
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan
dengannya, berdasarkan :
a. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes ( overt hydrosefalus )
dan hidrosefalus tersembunyi ( occult hydrosefalus )
b. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan
hidrosefalus akuisita.
c. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus
kronik.
d. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi vertikal,
hidrosealus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga
subarakhnoid diatas permukaan korteks. hidrosefalus obstruktif
menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan
asimptomatik. hidrosefalus arrasted menunjukkan keadaan dimana
faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut
sudah tidak aktif lagi. hidrosefalus ex: vacuo adalah sebutan bagi kasus
ventrikulomegali yang diakibatkan atropi otak primer, yang biasanya
terdapat pada orang tua.

2.3.7. MANIFESTASI KLINIS


Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan
derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS. gejala
yang menonjol merupakan refleks adanya hipertensi intrakranial.
manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi
2 golongan, yaitu
a. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40
cm dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama

380
tahuin pertama kehidupan. kranium terdistensi dalan semua arah,
tetapi terutama pada daerah frontal. tampak dorsum nasi lebih dari
biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas.
tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis, vena-vena disis samping
kepala tampak melebar dan berkelok.
b. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai
manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas.
Dapat disertai keluhan penglihatan ganda ( diplopia ) dan jarang
diikuti penurunan visus. secara umum gejala yang paling umum
terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus dibawah usia 2 tahun adalah
pembsaran normal. makrokrania biasanya disertai empat gejala
hipertensi intrakranial lainnya, yaitu :
a) Fontanela yang sangat tegang
b) Sutura kranium tampak atau teraba melebar
c) Kulit kepala livin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol
d) Fenomena “ matahari tenggelam “ ( sunset phenomenom )
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih
besr dibandingkan denghan bayi. Gejalanya mencakup :
• nyeri kepala
• muntah
• gangguan kesadaran
• pada kasus lanjut : gejala batang otak akibat hernia tonsiler
(bradikardini aritmia respirasi)
2.3.8. DIAGNOSIS
Disamping dari pemeroksaan fisik, gambaran klinis yang samar-samar
maupun yang khas, kepastian daignosis hidrosefalus dapat ditagakkan
dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. pada neonatus,
USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya
diperlukan CT scanning. CT scan dam MRI dapat memastikan
diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan

381
merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan
hidrosefalus dan penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran
kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obsttruksi aliran CSS.
DIAGNOSIS BANDING
• Makrosefali
• tumor otak
• Abses otak
• Granuloma intrakranial
• Hematoma subdural perinatal
• hidranensefali
2.3.9. TERAPI
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) Mengurangi produksi CSS
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan
tempat absorbsi
c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :


1) Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus
khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2) Penanganan alternatif ( selain shunting )
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A,
reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau
perbaikan suatu malformasi. saat ini cara terbaik untuk malakukan
perforasi dasar ventrikel dasar ventrikel III adalah dengan teknik
bedah endoskopik.
3) Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor
dengan kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih
adalah rongga peritoneum. baisanya cairan ceebrospinalis didrainase

382
dari ventrikel, namun kadang ada hidrosefalus komunikans ada yang
didrain rongga subarakhnoid lumbar. Ada 2 hal yang perlu
diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit
terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan. kelancaran dan fungsi
alat shunt yang dipasang. infeksi pada shunt meningkatkan resiko
akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.
2.3.10. PROGNOSIS
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa,
gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak
diterapi, 50-70 % akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau
akibat infeksi berulang atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun
bila prosesnya berhenti ( arreated hidrosefalus ) sekitar 40 % anak
akan mencapai keceradasan yang normal. Pada kelompok ytang
dioperasi, angka kematian adalah 7 %. Setelah operasi sekitar 51 %
kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16 % mengalami retardasi
mental ringan. Adalah penting sekali anak hiodrosefalus mendapat
tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidispliner.
2.4 FIMOSIS
2.4.1 Definisi
Fimosis adalah keadaan dimana kulit penis (preputium) melekat
pada bagian kepala penis (glands) dan mengakibatkan tersumbatnya
lubang saluran air seni, sehingga bayi dan anak menjadi kesulitan dan
kesakitan saat kencing. Fimosis baik merupakan bawaan sejak lahir
(kongenital) maupun didapat, merupakan kondisi dimana kulit yang
melingkupi kepala penis (glands penis) tidak bisa ditarik ke belakang
untuk membuka seluruh bagian kepala penis. Kulit yang melingkupi
kepala penis tersebut juga dikenal dengan istilah kulup, prepuce,
preputium, atau foreskin. Preputium terdiri dari dua lapis, yaitu bagian
dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan ke belakang pada
batang penis. Pada fimosis, lapisan bagian dalam preputium melekat
pada glands penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya
bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka.

383
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fimosis adalah suatu penyakit
penyempitan pada prepusium.Kelainan ini juga menyebabkan bayi atau
anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit
prepusium menggelembung seperti balon. Hal ini dapat menyebabkan
bayi atau anak sering menangis keras sebelum urine keluar.
2.4.2 Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di
antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik.kondisi ini
menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit
ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir atau
didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.
2.4.3 Patofisiologi
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir,karena terdapat
adesi alamiah antara preputium dengan glans penis.sampai usia 3-4
tahun,penis tumbuh dan berkembang.Debris yang dihasilkan oleh epitel
preputium (smegma) mengumpul didalam preputium dan barlahan-lahan
memisahkan preputium dengan glans penis.smegma terjadi dari sel-sel
mukosa perputium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh
bakteri yang ada didalamnya.
Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium
terdilatasi berlahan-lahan sehinggan preputium menjadi retraktil dan
dapat ditarik ke arah proksimal.pada usia 3 tahun,90% preputium sudah
dapat diretraksi.
Biasanya anak menangis dan pada ujung penis tampak
menggelembung.air kemih yang tidak lancar,kadang-kadang menetes dan
memancar dengan arah yang tidak dapat diduga.ujung penis yang
menggelembung disebabkan oleh adanya penyempitan pada ujung
preputium karena terjadi perlengketan dengan glans penis yang tidak
dapat ditarik ke arah proksimal.adanya penyempitan
tersebutmenyebabkan terjadi gangguan aliran urin pada saat miksi
sehingga ujung penis tampak menggelembung.

384
2.4.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala penyakit fimosis diantaranya :
1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukkan urine.
2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembang
saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah
berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urine yang keluar
terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit
pada ujung penis sebelum keluar muaranya yang sempit.
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena
timbul rasa sakit.
4. Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan.
5. Air seni keluar tidak lancar.Kadang-kadang menetes dan kadang-
kadang memancar dengan arah yang tidak dapat di duga.
6. Bisa juga disertai demam.
7. Terjadi iritsi pada penis.

2.4.6 Tindakan
1. Penatalaksanaan Secara Medis
a. Dilakukan tindakan sirkumsisi ( membuang sebagian atau
seluruh bagian kulit preputium )
b. Dilakukan tindakan teknik bedah preputioplasty
( memperlebar bukaan kulit preputium
tanpa memotongnya )
2. Penatalaksanaan Secara Konservatif
a. Bokong
Area ini mudah terkena masalah, karena sering
terpapar dengan popok basah dan terkena macam-
macam iritasi dari bahan kimia serta
mikroorganisme penyebab infeksi air kemih atau
tinja, maupun gesekan dengan popok atau baju.
Biasanya akan timbul gatal-gatal dan merah
disekitar bokong. Meski tak semua bayi

385
mengalaminya, tapi pada beberapa bayi, gatal-gatal
dan merah dibokong cenderung berulang timbul.
Tindak pencegahan yang penting adalah
mempertahankan area ini tetap kering dan bersih.
Tindakan yang sebaiknya dilakukan adalah :
1) Jangan gunakan diapers sepanjang hari. Cukup
saat tidur malam atau berpergian.
2) Jangan berganti-ganti merek diapesr. Gunakan
hanya satu merek yang cocok dengan bayi .
3) Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa
memakai diapers, kendurkan bagian paha untuk
ventilasi dan seringlah menggantinya (tiap kali
ia habis buang air kecil atau besar).
4) Tak ada salahnya sesekali membiarkan
bokongnya terbuka. Jika perlu, biarkan ia tidur
dengan bokong terbuka. Pastikan suhu ruangan
cukup hangat sehingga ia tidak kedinginan.
5) Jika peradangan kulit karena popok pada bayi
tidak membaik dalam 1 sampai 2 hari atau lebih
bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi
dokter.
b. Penis
Tindakan yang sebaiknya dilakukan adalah :
1) Sebaiknya setelah BAK penis dibersihkan dengan
air hangat menggunakan kasa. Membersihkannya
sampai selangkang, jangan digosok-gosok.Cukup
diusap dari atas ke bawah dengan satu arah
sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang.
2) Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar
kondisi penis tidak iritasi.

386
3) Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan
sabun yang banyak karena bisa menyebabkan
iritasi.
4) Memberikan salep kortikoid ( 0,05 – 0,1 % ) 2x /
hari selama 20 – 30 hari , terapi ini tidak
dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih
memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan
untuk usia sekitar 3 tahun

2.4.7. DIAGNOSIS
Jika prepusium tidak dapat atau hanya sebagian yang dapat
diretraksi, atau menjadi cincin konstriksi saat ditarik ke belakang
melewati glans penis, harus diduga adanya disproporsi antara lebar
kulit preputium dan diameter glans penis. Selain konstriksi kulit
preputium, mungkin juga terdapat perlengketan antara permukaan
dalam preputium dengan epitel glandular dan atau frenulum breve.
Frenulum breve dapat menimbulkan deviasi glans ke ventral saat kulit
preputium diretraksi.

2.4.8 MANIFESTASI KLINIS


1. Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit BAK,
pancaran urin mengcil dan deras menggelumbungnya ujung
prepusium penis pada saat miksi dan pada akhirnya dapat
menimbulkan retensi uruin.
2. Hygiene local yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi
pada prepusium ( postitis ), infeksi pada galns penis ( balanitis )
atau infeksi pada glans penis dan prepusium penis.
3. Kadang ada benjolan lunak di ujung penis karena adanya korpus
smegma ( timbunan smegma di dalam saku prepusium penis ).

2.4.9 KOMPLIKASI
1. Retensi urin

387
2. Karsinoma penis
3. Perdarahan
4. Stenosis ineatus
5. Fimosis persisten
6. Robekan pada prepusium

2.4.10. PENATALAKSANAN
1. Penatalaksanaan medis
a. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan
salep dexamethasone 0,1% yang dioleskan 3-4 kali sehari
dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian prepusium dapat
diretraksi spontan.
2. Dengan tindakan sirkumsisi, apabila fimosis sampai
menimbulkan gangguan miksi pada klien. Dengan
bertambahnya usia, fimosis akan hilang dengan sendirinya.

2. Prinsip terapi dan manajemen keperawatan


a. Perawatan rutin pra bedah.
1. Menjaga kebersihan bagian alat kelamin untuk mencegah
adanya kuman atau bakteri dengan air hangat dan sabn
mandi.
2. Penis harus dibersihkan secara seksama dan bayi tidak
boleh ditinggalkan sendiri berbaring seperti popok yang
basah dalam waktu yang lama.
b. Perawatan pasca bedah
1. Setelah dilakukan pembedahan, akan menimbulkan
komplikasi salah satunya perdarahan. Untuk
mengatasinya, dengan mengganti balutan apabila basah
dan dibersihkan dengan kain/lap yang berguna untuk
mendorong terjadinya penyembuhan.
2. Mengganti popok apabila basah terkena air kencing.

388
3. Mengajarkan orang tua tentang personal hygiene yang
baik bagi anak.
4. Membersihkan daerah luka setiap hari dengan sabun dan
air serta menerpkan prinsip protektif.

ASUHAN KEBIDANAN TEORI

3.1 KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEBIDANAN PADA MENINGOKEL


DAN ENSEFALOKEL
3.1.1 PENGKAJIAN DATA
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, anamnesi
merupakan bagian yang sanagt penting dan sangat menentukan dalam
pemeriksaan anamnesi dapat menentukan sifat dan berat penyakit.
A. Data Subyektif
1. Identitas
Nama : berupa nama lengkap sebagai identitas
diri agar tidak terjadi kekeliruan dalam
memberi asuhan.
Umur : digunakan untuk penilaian klinis yang di
sesuaikandengan umur.
Jenis kelamin : diperlukan sebagai penilaian data
pemeriksaan klinis
Nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan ortu
sebagai identitas tambahan yang
menggambarkan keakuratan data.
Agama & Suku : untuk memberi dorongan spiritual yang
sesuai dengan kepercayaaan yang di anut
Alamat : beri alamat lengkap agar mudah untuk di
hubungi apabila ada kepentingan.

2. Keluhan utama
Meliputi keluhan yang dirasakn saat ini yang disebabkan pasien
dibawa berobat ke rumah sakit.
Keluhan yang dirasakan pasien Meningokel dan Ensefalokel :

389
- Benjolan pada pangkal hidung yang ada sejak lahir
- Hidrosefalus
- Ataksia
- Kelumpuhan anggota gerak
- Keterlambatan berkembang
- Masalah penglihatan
- Retardasi mental dan pertumbuhan
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya diketahui
karena mungkin ada hubungannya dengan penyakit yang
diderita pasien saat ini dan bisa sebagai informasi untuk
membantu pembuatan diagnosis.
4.Penyakit kesehatan keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang mengidap
penyakit menahun seperti Asma, paru-paru, jantung ataupun
penyakit menular seperti HIV/AIDS, TBC serta penyakit
menurun seperti Diabetes dan hipertensi
5. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola Nutrisi : Asi : 5-7 ml/hari
b. Pola Eliminasi
c. Pola Aktifitas
Selama sakit pasien tidak pernah melakukan aktifitas
sebagaimana selama ini pasien lakukan
d.Pola Hygiene
Mandi : berapa kali/hari
Keramas : berapa kali/minggu
Gosok gigi : berapa kali/hari
Ganti pakaian : berapa kali/hari
e. Pola Psikososial
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pasien dengan
orang tua, keluarga, tetangga, dan sekitar serta pakah
keluhan panas, muntah, diarenya mengganggu aktifitasnya.

390
f. Data Sosial Budaya
Keadaan lingkungan yang berhubungan dengna pasien,
pantangan makanan/minuman, kebiasaan minum jamu,
pijat, merokok, minum-minuman keras dan obat-obatan.
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan fisik umum
Keadaaan umum : baik/cukup/lemah/jelek
Kesadaran : composmetis, apatis, samnolen, sopor, delirium,
koma
Data Antopometri : BB, TB
Tanda-tanda vital :
Nadi : Normal : 85-120 x/menit
Suhu : Normal : 36,5-37,50C
RR : Normal : 25 x-30 x /menit
2. Pemeriksaan fisik khusus
(Terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Kepala : tidak ada ketombe, penyebaran rambut merata, bersih, tidak
rontok, warna hitam, tidak ada benjolan
Muka : tidak pucat dan tidak oedem
Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, palpebra tidak oedem, sklera
putih
Hidung : bersih, tidak ada polip, tidak ada secret, simetris, tidak ada
pernafasan cuping hidung
Mulut : bibir tidak kering, tidak stomatitis, tidak ada caries, lidah bersih
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, toiroid, tidak ada peninggian
vena jungularis
Dada : simetris, tidak ada benjolan abnormal, tidak ada rochi dan
wheezing
Abdomen : tidak ada nyeri tekan, bising usus normal, tidak meteorismus
Anus : bersih, tidak hemoroid
Ekstremitas : Normal, simetris, tidak oedem, tidak sindaktili, tidak
polidaktili, reflek patella positif

391
3. Pemeriksaaan Penunjang
Laboratorium :-
Lain-lain : X-Ray
Photografi lesi

3.1.2 INTERPRETASI DATA DASAR


DS : Data yang diperoleh dari pernyataan pasien
DO : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas
Dx : Meningokel dan ensefalokel
Keadaaan umum : baik/cukup/lemah/jelek
Kesadaran : composmetis, apatis, samnolen, sopor, delirium, koma
Data Antopometri : BB , TB
Tanda-tanda vital :
Nadi : Normal : 80-120 x/menit
Suhu : Normal : 36,5-37,5 0c
RR : Normal : 25 x-30 x /menit
Pemeriksaaan Penunjang
Laboratorium :-
Lain-lain : X-Ray
Photografi lesi

3.1.3 IDENTIFIKASI MASALAH POTENSIAL


1. Infeksi
2. Ganguan pertumbuhan dan perkembangan
3. Gangguan penglihatan

3.1.4 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Tindakan pertama dan utama untuk mengatasi masalah dan mencegah
terjadinya masalah potensial yang mengancam keselamatan jiwa pasien
seperti konsultasi, kolaborasi, dan rujukan.

392
3.1.5 INTERVENSI
a. Untuk spina bifida atau meningokel tidak diperlukan pengobatan
b. Perbaikan mielomeningokel, kadang-kadang meningokel, melalui
pembedahan diperlukan
c. Apabila dilakukan perbaikan melalui pembedahan, pemasangan pirau
(shunt) untuk memungkinkan drainase CSS perlu di lakukan untuk
mencegah hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial
selanjutnya
d. Seksio sesarea terencana sebelum mulainya persalinan dapat penting
dalam mengurangi kersakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan
defek medula spinalis (Corwin, 2009).

3.1.6 IMPLEMENTASI
a. Untuk spina bifida atau meningokel tidak diperlukan pengobatan
b. Perbaikan mielomeningokel, kadang-kadang meningokel, melalui
pembedahan diperlukan
c. Apabila dilakukan perbaikan melalui pembedahan, pemasangan
pirau (shunt) untuk memungkinkan drainase CSS perlu di lakukan
untuk mencegah hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial
selanjutnya
d. Seksio sesarea terencana sebelum mulainya persalinan dapat penting
dalam mengurangi kersakan neurologis yang terjadi pada bayi
dengan defek medula spinalis (Corwin, 2009).

3.1.7 EVALUASI
Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan dalam
diagnosa dan masalah.
Subyektif : Data yang diperoleh dari keterangan pasien
Obyektif: Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas kesehatan
Assesment : Pendokumentasian dari hasil pemeriksaan petugas kesehatan

393
Planning: Rencana tindakan yang akan dilakukan oleh petugas kesehatan
atau tim medis

3.2 KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEBIDANAN PADA


HIDROSEFALUS
3.2.1 PENGKAJIAN DATA
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara,
anamnesi merupakan bagian yang sanagt penting dan sangat
menentukan dalam pemeriksaan anamnesi dapat menentukan sifat dan
berat penyakit.
A. Data Subyektif
1. Identitas
Nama : berupa nama lengkap sebagai identitas
diri agar tidak terjadi kekeliruan dalam
memberi asuhan.
Umur : digunakan untuk penilaian klinis yang di
sesuaikandengan umur.
Jenis kelamin : diperlukan sebagai penilaian data
pemeriksaan klinis
Nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan ortu
sebagai identitas tambahan yang
menggambarkan keakuratan data.
Agama & Suku : untuk memberi dorongan spiritual yang
sesuai dengan kepercayaaan yang di anut
Alamat : beri alamat lengkap agar mudah untuk di
hubungi apabila ada kepentingan.

2.Keluhan utama
Meliputi keluhan yang dirasakn saat ini yang disebabkan pasien
dibawa berobat ke rumah sakit. Keluhan yang dirasakan pasien
Hidrosefalus :
- Kepala membesar
- Nyeri kepala hebat
- Kesadaran menurun
- Kelumpuhan anggota gerak

394
- Gcs menurun
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya diketahui
karena mungkin ada hubungannya dengan penyakit yang diderita
pasien saat ini dan bisa sebagai informasi untuk membantu
pembuatan diagnosis.
4.Penyakit kesehatan keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang mengidap
penyakit menahun seperti Asma, paru-paru, jantung ataupun
penyakit menular seperti HIV/AIDS, TBC serta penyakit
menurun seperti Diabetes dan hipertensi
5. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola Nutrisi : Asi : 5-7 ml/hari
b. Pola Eliminasi
BAB : Frekuensi : Berapa kali/hari
Konsistensi : padat, encer
Bau :khas
Warna : khas
BAK : Frekuensi : Berapa kali/hari
Konsistensi : cair
Bau :khas
Warna : khas
c.Pola Aktifitas
Selama sakit pasien tidak pernah melakukan aktifitas
sebagaimana selama ini pasien lakukan
d.Pola Hygiene
Mandi : berapa kali/hari
Keramas : berapa kali/minggu
Gosok gigi : berapa kali/hari
Ganti pakaian : berapa kali/hari
e. Pola Psikososial

395
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pasien dengan orang
tua, keluarga, tetangga, dan sekitar serta pakah keluhan
panas, muntah, diarenya mengganggu aktifitasnya.
f. Data Sosial Budaya
Keadaan lingkungan yang berhubungan dengna pasien,
pantangan makanan/minuman, kebiasaan minum jamu, pijat,
merokok, minum-minuman keras dan obat-obatan.
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan fisik umum
Keadaaan umum : baik/cukup/lemah/jelek
Kesadaran : composmetis, apatis, samnolen, sopor, delirium, koma
Data Antopometri : BB , TB
Tanda-tanda vital :
Nadi : Normal : 80-120 x/menit
Suhu : Normal : 36,5-37,5 0C
RR : Normal : 25 x-30 x /menit
2. Pemeriksaan fisik khusus
(Terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Kepala : tidak ada ketombe, penyebaran rambut merata, bersih,
tidak rontok, warna hitam, tidak ada benjolan
Muka : tidak pucat dan tidak oedem
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, palpebra tidak oedem,
sklera putih
Hidung : bersih, tidak ada polip, tidak ada secret, simetris, tidak
ada pernafasan cuping hidung
Mulut : bibir tidak kering, tidak stomatitis, tidak ada caries, lidah
bersih
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, toiroid, tidak ada
peninggian vena jungularis
Dada : simetris, tidak ada benjolan abnormal, tidak ada rochi dan
wheezing

396
Abdomen : tidak ada nyeri tekan, bising usus normal, tidak
meteorismus
Anus : bersih, tidak hemoroid
Ekstremitas : normal, simetris, tidak oedem, tidak sindaktili, tidak
polidaktili, reflek patella positif
3.Pemeriksaaan Penunjang
- Rontgen foto kepala
- CT Scan kepala

3.2.2 INTERPRETASI DATA DASAR


DS : Data yang diperoleh dari pernyataan pasien
DO : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas
Dx : Hidrosefalus
Keadaaan umum : baik/cukup/lemah/jelek
Kesadaran : composmetis, apatis, samnolen, sopor, delirium, koma
Data Antopometri : BB , TB
Tanda-tanda vital :
Nadi : Normal : 80-120 x/menit
Suhu : Normal : 36,5-37,5 0C
RR : Normal : 25 x-30 x /menit
Pemeriksaaan Penunjang
- Rontgen foto kepala
- CT Scan kepala

3.2.3 IDENTIFIKASI MASALH POTENSIAL


- Perdarahan di dalam otak
- Tumor otak
- Trauma pada kepala
- Gangguan penglihatan
- Alrofi Otak
- Hernisasi otak yang dapat berakibat kematian
- Pembesaran kepala

397
3.2.4 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA
Tindakan pertama dan utama untuk mengatasi masalah dan mencegah
terjadinya masalah potensial yang mengancam keselamatan jiwa pasien
seperti konsultasi, kolaborasi, dan rujukan.

3.2.5 INTERVENSI
1. Lakukan observasi tanda-tanda vital
2. Berikan penjelasan (HE) pada klien dan keluarga tentang tanda-tanda
peningkatan TIK
3. Berikan bantal lunak
4. Hindari bnturan kepala

3.2.6 IMPLEMENTASI
1. Melakukan observasi tanda-tanda vital
2. Memberikan penjelasan (HE) pada klien dan keluarga tentang tanda-
tanda peningkatan TIK
3. Memberikan bantal lunak
4. Menghindari bnturan kepala

3.2.7 EVALUASI
Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan
dalam diagnosa dan masalah.
Subyektif : Data yang diperoleh dari keterangan pasien
Obyektif : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas kesehatan
Assesment : Pendokumentasian dari hasil pemeriksaan petugas
kesehatan
Planning : Rencana tindakan yang akan dilakukan oleh petugas
kesehatan atau tim medis

398
3.3 KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEBIDANAN PADA FIMOSIS
3.3.1 PENGKAJIAN DATA
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, anamnesi
merupakan bagian yang sanagt penting dan sangat menentukan dalam
pemeriksaan anamnesi dapat menentukan sifat dan berat penyakit.
A. Data Subyektif
1. Identitas
Nama : berupa nama lengkap sebagai identitas
diri agar tidak terjadi kekeliruan dalam
memberi asuhan.
Umur : digunakan untuk penilaian klinis yang di
sesuaikandengan umur.
Jenis kelamin : diperlukan sebagai penilaian data
pemeriksaan klinis
Nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan ortu
sebagai identitas tambahan yang
menggambarkan keakuratan data.
Agama & Suku : untuk memberi dorongan spiritual yang
sesuai dengan kepercayaaan yang di anut
Alamat : beri alamat lengkap agar mudah untuk di
hubungi apabila ada kepentingan.

2. Keluhan utama.
Meliputi keluhan yang dirasakn saat ini yang disebabkan pasien
dibawa berobat ke rumah sakit.
Keluhan yang dirasakan pasien Fimosis :
- Infeksi dan peradangan pada ujung penis
- Sulit buang air kemih karena terhalang oleh kulit penis
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya diketahui karena
mungkin ada hubungannya dengan penyakit yang diderita pasien
saat ini dan bisa sebagai informasi untuk membantu pembuatan
diagnosis.
4. Penyakit kesehatan keluarga

399
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang mengidap
penyakit menahun seperti Asma, paru-paru, jantung ataupun
penyakit menular seperti HIV/AIDS, TBC serta penyakit menurun
seperti Diabetes dan hipertensi
5. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola Nutrisi : Asi : 5-7ml/hari
b. Pola Eliminasi
BAB : Frekuensi : Berapa kali/hari
Konsistensi : padat, encer
Bau :khas
Warna : khas
BAK : Frekuensi : Berapa kali/hari
Konsistensi : cair
Bau :khas
Warna : khas
c.Pola Aktifitas
Selama sakit pasien tidak pernah melakukan aktifitas
sebagaimana selama ini pasien lakukan
d.Pola Hygiene
Mandi : berapa kali/hari
Keramas : berapa kali/minggu
Gosok gigi : berapa kali/hari
Ganti pakaian : berapa kali/hari
e. Pola Psikososial
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pasien dengan orang
tua, keluarga, tetangga, dan sekitar serta pakah keluhan panas,
muntah, diarenya mengganggu aktifitasnya.
6. Data Sosial Budaya
Keadaan lingkungan yang berhubungan dengna pasien, pantangan
makanan/minuman, kebiasaan minum jamu, pijat, merokok,
minum-minuman keras dan obat-obatan.
B. Data Obyektif

400
1. Pemeriksaan fisik umum
Keadaaan umum : baik/cukup/lemah/jelek
Kesadaran : composmetis, apatis, samnolen, sopor, delirium, koma
Data Antopometri : BB , TB
Tanda-tanda vital :
Nadi : Normal : 80-120 x/menit
Suhu : Normal : 36,5-37,5 0C
RR : Normal : 25 x-30 x /menit
2. Pemeriksaan fisik khusus
(Terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Kepala : tidak ada ketombe, penyebaran rambut merata, bersih, tidak
rontok, warna hitam, tidak ada benjolan
Muka : tidak pucat dan tidak oedem
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, palpebra tidak oedem, sklera
putih
Hidung : bersih, tidak ada polip, tidak ada secret, simetris, tidak ada
pernafasan cuping hidung
Mulut : bibir tidak kering, tidak stomatitis, tidak ada caries, lidah bersih
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, toiroid, tidak ada
peninggian vena jungularis
Dada : simetris, tidak ada benjolan abnormal, tidak ada rochi dan
wheezing
Abdomen : tidak ada nyeri tekan, bising usus normal, tidak
meteorismus
Anus : bersih, tidak hemoroid
Ekstremitas : normal, simetris, tidak oedem, tidak sindaktili, tidak
polidaktili, reflek patella positif
3.3.2 INTERPRETASI DATA DASAR
DS : Data yang diperoleh dari pernyataan pasien
DO : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas
Dx : Fimosis
Keadaaan umum : baik/cukup/lemah/jelek

401
Kesadaran : composmetis, apatis, samnolen, sopor, delirium, koma
Data Antopometri : BB , TB
Tanda-tanda vital :
Nadi : Normal : 80-125 x/menit
Suhu : Normal : 36,5-37,5 0C
RR : Normal : 25 x-30 x /menit

3.3.3 IDENTIFIKASI MASALH POTENSIAL


1. Tidak nyaman/perih saat kemih
2. Akumulasi sekret dan smegma di bawah prepusium yang kemudian
terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut
3. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin
4. Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan
rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis
5. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut balintis
6. Timbul infeksi pada saluran seni (ureter) kiri dan kanan
7. Fimosis merupakan salah satu faktor resiko terjadix kanker penis

3.3.4 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


Tindakan pertama dan utama untuk mengatasi masalah dan mencegah
terjadinya masalah potensial yang mengancam keselamatan jiwa pasien
seperti konsultasi, kolaborasi, dan rujukan.

3.3.5 INTERVENSI
1. Lakukan observasi tanda-tanda vital
2. Lakukan peregangan yang dilakukan setelah mandi air hangat
selama 5-10 menit setiap hari
3. Berikan salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-30
hari

3.3.6 IMPLEMENTASI
1. 1.Melakukan observasi tanda-tanda vital

402
2. Melakukan peregangan yang dilakukan setelah mandi air hangat
selama 5-10 menit setiap hari
3. Memberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) dua kali sehari selama 20-
30 hari

3.3.7 EVALUASI
Melakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan dalam
diagnosa dan masalah.
Subyektif : Data yang diperoleh dari keterangan pasien
Obyektif : Data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas kesehatan
Assesment : Pendokumentasian dari hasil pemeriksaan petugas kesehatan
Planning : Rencana tindakan yang akan dilakukan oleh petugas kesehatan
atau tim medis

HIPOSPADIA, KELAINAN
METABOLIK DAN ENDOKRIN

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Pengertian hipospadia
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra
eksterna (luban penis) berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih
ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glanss penis) (Arif
Mansjoer, 2000).

403
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang urethra terdapat
dipenis bagian bawah,bukan diujung penis. Hipospadia merupakan
kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1000 bayi baru lahir.
Beratnya hipospadia berpariasi, kebanyakan lubang urethra terletak
didekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih
berat terjadi jika lubang urethra terdapat ditengah batang penis atau
pangkal penis, dan kadang pada skrotum. Kelainan ini sering kali
berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang,
yang menyebabkan penis melengkung kebawah pada saat ereksi (Nur
Wafi, 2010).

2.1.2 Terjadinya Hipospadia


Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu
ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-
tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan
ektoderm dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu
membentuk membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk
tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Di
bawahnya pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya
ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold.
Selama minggu ke-7, genital tubercle akan memanjang dan
membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial dari penis bila embrio
adalah laki-laki, bila wanita akan menjadi klitoris. Bila terjadi agenesis
dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga penis juga
tak terbentuk. Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana
urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu genital fold
akan membentuk sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal
bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.

404
2.1.3 Klasifikasi
1. Klasifikasi hipospadia yang sering digunakan berdasarkan lokasi
meatusnya yaitu :
a. Glandular, muara penis terletak pada daerah proksimal glans penis.
b. Coronal, muara penis terletak pada daerah sulkus coronaria.
c. Penile shafe
d. Perinea
e. ponoscrotal
2. Klasifikasi hipospadia menurut letak muara uretranya antara lain :
a. Anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.
terletak pada pangkal glans penis. Secara klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila
meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
Hipospadia glandular hipospadia subcoronal.
b. Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan
penoscrotal.
meatus terletak antara glans penis dan skrotum. Biasanya disertai
dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium
bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung kebawah atau
glans penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit
dibagian ventral preposium tidak ada maka sebaiknya sirkumisi

405
karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah
selanjutnya .

c. Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.


Pada tipe ini umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang
disertai dengan skrotum befida, meatus uretra terbuka lebar dan
umumnya testis tidak turun. Hipospadia perineal, dapat
menunjukkan kemungkinan letak lubang kencing pada pasien
hipospadia.

2.1.4 Epidemiologi
Hipospadia terjadi kurang lebih pada 1 dari 250 kelahiran bayi
laki-laki di Amerika Serikat. Pada beberapa negara insiden hipospadia
semakin meningkat. Laporan saat ini, terdapat peningkatan kejadian
hipospadia pada bayi laki-laki yang lahir premature, kecil untuk usia
kehamilan, dan bayi dengan berat badan rendah. Hipospadia lebih sering
terjadi pada kulit hitam daripada kulit putih, dan pada keturunan Yahudi
dan Italia.

2.1.5 Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang
belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa
faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
a. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon

406
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang
mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor
hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak
ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk
cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan
dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan
berdampak sama.
a. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi
karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut
sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
b. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan
dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Hipospadia sering disertai kelainan penyerta yang biasanya terjadi
berssamaaan bersama penderita hipospadia. Kelainan yang senring
menyertai hipospadia adalah :
1. Undencentus testikurolum ( tidak turunya testis ke skrotum )
2. Hidrokel
3. Mikopalus/mikropenis
4. Interseksualitas
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi dari hipospadia yaitu:
a. Perdarahan
a. Infeksi
b. Fistel urethrokutan
c. Striktur uretra, stenosis uretra
d. Divertikel uretra.

407
2.1.7 Patofisiologi

2.1.7 Tanda Gejala


1. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis tetapi terdapat di bawah
atau di dasar penis

408
2. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
3. Tempat penis seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit
depan penis.
4. Jika berkemih,anak harus duduk(sudarti,Afroh Fauziah.2012).
5. Penis yang melengkung ke arah bawah yang akan tampak lebih jelas
pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee yaitu suatu
jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya
abnormal ke glands penis. Jaringan fibrosa ini adalah bentuk
rudimeter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos. Walaupun
adanya chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai suatu
hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki
chordee.

2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan.
Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah:
a. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee
a. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
(Uretroplasti)
b. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna
(kosmetik)
Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada
hipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa
recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal
(misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal advance and
glanuloplasty], termasuk preputium plasty).
Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam
bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini
anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu “spesial”, dan berbeda
dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya
miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus
melakukannya dengan jongkok aga urin tidak “mbleber” ke mana-mana.

409
Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini
berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit
preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak
menyatu pada penderita hipospadia.
Apapun teknik operasi hipospadia yang dikerjakan (1 tahap atau 2 ta
hap), semuanya membutuhkan kelebihan kulittudung kepala penis
(preputium) untuk rekonsuksi saluran kencing baru. Oleh karena itu,pada s
etiap bayi yangmenderita hipospadia tidak boleh dilakukan khitan (sirkum
sisi). Bentuk penis setelah operasi hipospadia sudahserupa dengan bentuk 
penis setelah khitan
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain :
a. Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin.
Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu
chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis
penderita bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong
dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
b. (Uretroplasty). Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk
fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa
naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan
dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap
pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia
adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal
dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan
memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya.
Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan
pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat
olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk
mencapai kandung kemih.

Teknik Hipospadia bagian Distal

410
Reparasi hipospadia jenis ini dilakukan jika v – flap dari jadingan glans
mencapai uretra normal setelah koreksi cordae, dibuat uretra dari “flip –
flop” kulit. Flap ini akan membentuk sisi ventral dan lateral uretra dan
dijahit pada flap yang berbentuk v pada jaringan glans, yang mana akan
melengkapi bagian atas dan bagian sisi uretra yang baru.6Beberapa
jahitan ditempatkan dibalik v flap granular dipasangkan pada irisan
permukaan dorsal uretra untuk membuka meatus aslinya. Sayap lateral
dari jaringan glans ini dibawah kearah ventral dan didekatkan pada
garis tengah. Permukaan ventral penis ditutup dengan suatu
prepusium.Ujung dari flap ini biasanya berlebih dan harus dipotong. Di
sini sebaiknya mempergunakan satu flap untuk membentuk permukaan
dibagian belakang garis tengah
Desain granular flap berbentuk Z dapat dilakukan untuk memperoleh
meatus yang baik secara kosmetik dan fungsional pemotongan
berbentuk 2 dilaksanakan pada ujung glans dalam posisi tengah
keatas.Rasio dimensi dari Z terhadap dimensi glanss adalah 1 : 3, dua 
flap ini ditempatkan secara horisontal pada posisi yang berlawanan.
Setelah melepaskan cordae, sebuah flap dua sisi dipakai untuk
membentuk uretra baru dan untuk menutup permukaan ventral
penis.Permukaan bagian dalam prepusium dipersiapkan untuk
perpanjangan uretra. Untuk mentransposisikan uretra baru, satu saluran
dibentuk diatas tunika albuginea sampai pada glans.Meatus uretra
eksternus dibawa mwnuju glans melalui saluran ini. Bagian distal dari
uretra dipotong pada bagian anterior dan posterior dengan arah vertikal
kedua flap Trianggular dimasukkan ke dalam fisura dan dijahit dengan
menggunakan benang 6 – 0 poli glatin. Setelah kedua flap dimasukkan
dan dijahit selanjutnya anastomosis uretra pada glans bisa diselesaikan.

Teknik Hipospadia bagian Proksimal


Bila flap granular tidak bisa mencapai uretra yang ada, maka suatu graft
kulit dapat dipakai untuk memperpanjang uretra. Selanjutnya uretra
normal dikalibrasi untuk menentukan ukurannya (biasanya 12 french 

411
anak umur 2 tahun).6 Segmen kulit yang sesuai diambil dari ujung distal
prepusium. Graft selanjutnya dijahit dengan permukaan kasar
menghadap keluar, diatas kateter pipa atau tube ini dibuat dimana pada
ujung proksimalnya harus sesuai dengan celah meatus uretra yang lama
dan flap granular dengan jahitan tak terputus benang kromic gut 6 – 0.
Sayap lateral dari jaringan granular selanjutnya dimobilisasi kearah
distal untuk menutup saluran uretra dan untuk membentuk glans
kembali diatas uretra yang baru yang akan bertemu pada ujung glans.

2.1.9 Perawatan Pasca Operasi


Setelah operasi, pasien diberikan kompres dingin pada area operasi
untuk dua hari pertama. Metode ini digunakan untuk mengurangi edema
dan nyeri dan menjaga bekas luka operasi tetap bersih. Pada pasien dengan
repair “flip – flop” diversi urinari dilakukan dengan menggunakan kateter
paling kecil dan steril yang melewati uretra sampai ke kandung kemih.
Pasien dengan kateter suprapubic dilepas pada hari ke lima post operatif
dan di evaluasi ada tidaknya fistula.

2.2 Konsep dasar Kelainan Metabolic Dan Endokrin


2.2.1 Pengertian
Metabolisme adalah proses pengolahan (pembentukan dan
penguraian) zat -zat yang diperlukan oleh tubuh agar tubuh dapat
menjalankan fungsinya. Kelainan metabolisme seringkali disebabkan oleh

412
kelainan genetik yang mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang
diperlukan untuk merangsang suatu proses metabolisme. Bayi yang lahir
dengan gangguan metabolisme bawaan mengalami kekurangan enzim
yang esensial dalam reaksi biokimia tubule atau defisiensi jumlah enzim
tersebut. Semua makanan yang diingesti dipecah menjadi lemak, protein,
karbohidrat, vitamin, dan mineral yang kemudian dimetabolisme oleh
enzim. Suatu defisiensi enzim, seperti yang terlihat pada gangguan
metabolisme bawaan, menghambat rantai reaksi biokimia yang biasa, yang
disebut jalur metabolik, dari kejadian yang sebenarnya. Selain itu, rantai
abnormal zat metabolik terbentuk karena adanya suatu defisiensi pada
kunci enzim normal, yang dapat mengakibatkan sejumlah hasil yang tidak
diharapkan, seperti yang dapat dilihat pada gangguan metabolisme
bawaan.
            Gangguan metabolik pada bayi baru lahir tidak perlu diidentifikasi
di rumah sakit karena manifestasi klinisnya mungkin tidak menjadi nyata
sampai beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelahnya.
Manifestasi klinis dapat spesifik atau umum, bergantung pada
gangguannya.
            Di masa yang akan datang, terapi berbasis gen dapat memberikan
pilihan harapan untuk mengoreksi defisiensi enzim atau substrat.
Kebanyakan kelainan metabolisme bawaan diturunkan sebagai sifat resesif
autosom, sehingga riwayat kematian dalam periode neonatus pada
keluarga dekat akan meningkatkan kecurigaan terhadap diagnosis kelainan
metabolisme bawaan.

2.2.2 Macam-Macam Kelainan Metabolisme dan endokrin


A. Kelainan Metabolisme
1. Kelainan Metabolisme Karbohidrat
Karbohidrat adalah gula, diantaranya adalah glukosa, sukrosa dan
fruktosa. Beberapa gula (misalnya sukrosa) harus diproses oleh enzim
di dalam tubuh sebelum bisa digunakan sebagai sumber energi. Jika

413
enzim yang diperlukan tidak ada, maka gula akan tertimbun dan
menimbulkan masalah kesehatan.
Kelainan metabolisme karbohidrat di bagi dalam beberapa macam
antara lain:
a. Galaktosemia
Galaktosemia (kadar galaktosa yang tinggi dalam darah)
biasanya disebabkan oleh kekurangan enzim galaktose 1-fosfat
uridil transferase. Kelainan ini merupakan kelainan bawaan.
Sekitar 1 dari 50.000-70.000 bayi terlahir tanpa enzim
tersebut. Pada awalnya mereka tampak normal, tetapi beberapa hari
atau beberapa minggu kemudian, nafsu makannya akan berkurang,
muntah, tampak kuning (jaundice) dan pertumbuhannya yang
normal terhenti.
Hati membesar, di dalam air kemihnya ditemukan sejumlah
besar protein dan asam amino, terjadi pembengkakan jaringan dan
penimbunan cairan dalam tubuh.
Jika pengobatan tertunda, anak akan memiliki tubuh yang
pendek dan mengalami keterbelakangan mental. Banyak yang
menderita katarak. Kebanyakan penyebabnya tidak diketahui.
Diduga suatu galaktosemia jika pada pemeriksaan
laboratorium, di dalam air kemih ditemukan galaktosa dan
galaktose 1-fostate. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan
pemeriksaan darah dan sel-sel hati, yang akan menunjukkan tidak
adanya enzim galaktose 1-fosfat uridil transferase.
Susu dan hasil olahan susu (yang merupakan sumber dari
galaktosa) tidak boleh diberikan kepada anak yang menderita
galaktosemia. Demikian juga halnya dengan beberapa jenis buah-
buahan, sayuran dan hasil laut (misalnya rumput laut).
Seorang wanita yang diketahui membawa gen untuk penyakit ini
sebaiknya tidak mengkonsumsi galaktosa selama kehamilan.
Seorang wanita hamil yang menderita galaktosemia juga
harus menghindari galaktosa. Jika kadar galaktosanya tinggi,

414
galaktosa dapat melewati plasenta dan sampai ke janin,
menyebabkan katarak.
Penderita galaktosemia harus menghindari galaktosa seumur
hidupnya.
Jika diobati secara adekuat, tidak akan terjadi
keterbelakangan mental. Tetapi tingkat kecerdasannya lebih rendah
dibandingkan dengan saudara kandungnya dan sering ditemukan
gangguan berbicara.
Pada masa pubertas dan masa dewasa, anak perempuan
seringkali mengalami kegagalan ovulasi (pelepasan sel telur) dan
hanya sedikit yang dapat hamil secara alami.

b. Glikogenosis
Glikogenosis (Penyakit penimbunan glikogen) adalah
sekumpulan penyakit keturunan yang disebabkan oleh tidak adanya
1 atau beberapa enzim yang diperlukan untuk mengubah gula
menjadi glikogen atau mengubah glikogen menjadi glukosa (untuk
digunakan sebagai energi).
Pada glikogenosis, sejenis atau sejumlah glikogen yang abnormal
diendapkan di dalam jaringan tubuh, terutama di hati.
Gejalanya timbul sebagai akibat dari penimbunan glikogen
atau hasil pemecahan glikogen atau akibat dari ketidakmampuan
untuk menghasilkan glukosa yang diperlukan oleh tubuh.
Usia ketika timbulnya gejala dan beratnya gejala bervariasi,
tergantung kepada enzim apa yang tidak ditemukan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap
contoh jaringan (biasanya otot atau hati), yang menunjukkan
adanya enzim yang hilang.
Pengobatan tergantung kepada jenis penyakitnya.
Untuk membantu mencegah turunnya kadar gula darah,
dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan kaya karbohidrat dalam
porsi kecil sebanyak beberapa kali dalam sehari. Pada beberapa

415
anak yang masih kecil, masalah ini bisa diatasi dengan
memberikan tepung jagung yang tidak dimasak setiap 4-6 jam.
Kadang pada malam hari diberikan larutan karbohidrat melalui
selang yang dimasukkan ke lambung.
Penyakit penimbunan glikogen cenderung menyebabkan
penimbunan asam urat, yang dapat menyebabkan gout dan batu
ginjal. Untuk mencegah hal tersebut seringkali perlu diberikan
obat-obatan.
Pada beberapa jenis glikogenesis, untuk mengurangi kram otot,
aktivitas anak harus dibatasi.

c. Intoleransi Fruktosa Herediter


Intoleransi Fruktosa Herediter adalah suatu penyakit
keturunan dimana tubuh tidak dapat menggunakan fruktosa karena
tidak memiliki enzim fosfofruktaldolase.
Sebagai akibatnya, fruktose 1-fosfatase (yang merupakan hasil
pemecahan dari fruktosa) tertimbun di dalam tubuh, menghalangi
pembentukan glikogen dan menghalangi perubahan glikogen
menjadi glukosa sebagai sumber energi.
Mencerna fruktosa atau sukrosa (yang dalam tubuh akan
diuraikan menjadi fruktosa, kedua jenis gula ini terkandung dalam
gula meja) dalam jumlah yang lebih, bisa menyebabkan:
 hipoglikemia (kadar gula darah yang rendah) disertai keringat
dingin
 tremor (gerakan gemetar diluar kesadaran)
 linglung
 mual
 muntah
 nyeri perut
 kejang (kadang-kadang)
 koma

416
Jika penderita terus mengkonsumsi fruktosa, bisa terjadi
kerusakan ginjal dan hati serta kemunduran mental.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan contoh
jaringan hati yang menunjukkan adanya enzim yang hilang.
Juga dilakukan pengujian respon tubuh terhadap fruktosa dan
glukosa yang diberikan melalui infus.
Karier (pembawa gen untuk penyakit ini tetapi tidak
menderita penyakit ini) dapat ditentukan melalui analisa DNA dan
membandingkannya dengan DNA penderita dan DNA orang
normal.
Pengobatan terdiri dari menghindari fruktosa (biasanya ditemukan
dalam buah-buahan yang manis), sukrosa dan sorbitol (pengganti
gula) dalam makanan sehari-hari.
Serangan hipoglikemia diatasi dengan pemberian tablet
glukosa, yang harus selalu dibawa oleh setiap penderita intoleransi
fruktosa herediter.

d. Fruktosuria
Fruktosuria merupakan suatu keadaan yang tidak
berbahaya, dimana fruktosa dibuang ke dalam air kemih.
Fruktosuria disebabkan oleh kekurangan enzim fruktokinase yang
sifatnya diturunkan.
1 dari 130.000 penduduk menderita fruktosuria.
Fruktosuria tidak menimbulkan gejala, tetapi kadar fruktosa yang
tinggi di dalam darah dan air kemih dapat menyebabkan kekeliruan
diagnosis dengan diabetes mellitus.Tidak perlu dilakukan
pengobatan khusus.

e. Pentosuria
Pentosuria adalah suatu keadaan yang tidak berbahaya,
yang ditandai dengan ditemukannya gula xylulosa di dalam air

417
kemih karena tubuh tidak memiliki enzim yang diperlukan untuk
mengolah xylulosa.

2. Kelainan Metabolisme Piruvat


Piruvat terbentuk dalam proses pengolahan karbohidrat, lemak
dan protein. Piruvat merupakan sumber energi untuk mitokondria
(komponen sel yang menghasilkan energi).
Gangguan pada metabolisme piruvat dapat menyebabkan
terganggunya fungsi mitokondria sehingga timbul sejumlah gejala:
 kerusakan otot
 keterbelakangan mental
 kejang
 penimbunan asam laktat yang menyebabkan asidosis
(meningkatnya asam dalam tubuh)
 kegagalan fungsi organ (jantung, paru-paru, ginjal atau hati).

3. Kelainan Metabolisme Asam Amino


Asam amino merupakan komponen pembentuk protein. Penyakit
keturunan pada pengolahan asam amino dapat menyebabkan
gangguan pada penguraian asam amino maupun pemindahan asam
amino ke dalam sel.
a. Fenilketonuria
Fenilketonuria (Fenilalaninemia, Fenilpiruvat oligofrenia)
adalah suatu penyakit keturunan dimana tubuh tidak memiliki enzim
pengolah asam amino fenilalanin, sehingga menyebabkan kadar
fenilalanin yang tinggi di dalam darah, yang berbahaya bagi tubuh.
Dalam keadaan normal, fenilalanin diubah menjadi tirosin dan
dibuang dari tubuh. Tanpa enzim tersebut, fenilalanin akan tertimbun
di dalam darah dan merupakan racun bagi otak, menyebabkan
keterbelakangan mental.
Gejala pada anak-anak yang menderita fenilketonuria yang tidak
diobati atau tidak terdiagnosis adalah:

418
 Kejang
 mual dan muntah
 perilaku agresif atau melukai diri sendiri
 hiperaktif
 gejala psikis (kadang-kadang).

B. Kelainan Endokrin
1. Hipotiroidisme Kongenital
           Hormon tiroid yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid (kelenjar
gondok) dibutuhkan sepanjang hidup manusia untuk mempertahankan
metabolisme serta fungsi organ dan peranannya sangat kritis pada bayi
yang sedang tumbuh pesat. Hipotiroidisme terjadi jikabayi tidak
memiliki kelenjar tiroid atau jika kelenjar tiroid tidak terbentuk secara
sempurna. Kelenjar tiroid tidak terbentuk atau abnormal dan kelenjar
pituitari tidak dapat merangsang pembentukan hormon tiroid oleh
kelenjar tiroid sehingga menyebabkan cacat pembentukan atau
abnormalitas hormon tiroid. Hipotiroidisme kongenital disebabkan
oleh kekurangan iodium dan hormon tiroid yang terjadi sebelum atau
segera sesudah penderita dilahirkan. Hipotiroidisme kongenital atau
kretinisme ini mungkin sudah timbul sejak lahir atau menjadi nyata
dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Hormon tiroid adalah
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok) yang
terletak di bagian depan leher. Produksi hormon tiroid memerlukan
bahan baku yodium. Hormon ini berperan besar dalam proses
pertumbuhan seorang anak dan juga dalam beberapa fungsi penting
tubuh yng lain seperti fungsi metabolisme dan pengaturan cairan
tubuh. Pembentukan hormon tiroid merupakan suatu proses lingkaran
umpan balik dari otak - kelenjar tiroid - hormon tiroid dalam darah
yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Kekurangan hormon tiroid sejak lahir (hipotiroid kongenital) bila
tidak diketahui dan diobati sejak dini akan mengakibatkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.

419
2. Hiperplasia Adrenal Konginetal
Hiperplasia adrenal kongenital disebabkan oleh hambatan
metabolik dalam sintesis hidrokortison. Pada anak homozigot dengan
mutasi gen resesif autosomal, tidak ditemukan enzim hidroksilase 21.
Keadaan ini mengakibtakan dua hal yaitu kortokosteroid dan
mineralokortikoid yang beredar dalam tubuh tidak cukup danproduksi
hormone korteks adrenal berlebih karena peningkatan produksi ACTH
oleh hipofisis.
3.  Defisiensi Growth Hormone
Defisiensi Growth Hormone gangguan ini ditandai dengan
gagalnya pertumbuhan, yang seringkali dikaitkan dengan kegagalan
kematangan seksual. Merupakan salah satu hormon penting yang
mengatur pertumbuhan panjang anak. HP tidak berperan penting
selama di dalam kandungan, peran yang besar terjadi justru setelah
anak lahir.

2.2.3 ETIOLOGI
1. METABOLISME
a. Galaktosemia
disebabkan oleh kekurangan enzim galaktose 1-fosfat uridil
transferase, kekurangan galaktokinase, kekurangan galaktose 6-fosfat
epimerase. Ketidakmampuan mekanisme galaktosa terjadi akumulasi
galaktosa dalam darah yang dapat menyebabkan kerusakan hati,
ginjal, mata dan lain-lain.
b.  Fenilketonuria
(Fenilalaninemia, Fenilpiruvat oligofrenia) adalah suatu penyakit
keturunan disebabkan karena tubuh tidak memiliki enzim pengolah
asam amino fenilalanin  yang diubah menjadi tirosin, sehingga

420
menyebabkan kadar fenilalanin yang tinggi di dalam darah, yang
berbahaya bagi tubuh.
c. Intoleransi Fruktosa
disebabkan oleh kekurangan protein (aldose B) dan memiliki
enzim fosfofruktaldolase untuk memecah fruktosa.

2. ENDOKRIN
a. Hipotiroidisme Konginetal bisa disebabkan oleh berbagai kelainan
seperti misalnya kelainan anatomis berupa tidak terbentuknya kelenjar
tiroid (agenesis/ atiroid), hipotrofi, atau kelenjar terletak tidak pada
tempatnya (ektopik). Selain itu kelainan genetik, kekurangan atau
kelebihan iodium, serta gangguan sintesis hormon tiroid atau
dishormogenesis juga dapat menyebabkan hipotiroidisme kongenital.
b. Hiperplasia Adrenal Konginetal disebabkan kekurangan
enzim hidroksilase 21yang diperlukan kelenjar adrenal untuk
membentuk hormon kortisol dan aldosteron karena kelebihan
androgen.
c.  Defisiensi Growth Hormone disebabkan defisiensi hormone
pertumbuhan (growth hormone / GH) merupakan penyebab gagal
tumbuh yang sering dijumpai atau berhubungan dengan defisiensi
hormone hipofisis lain.

2.2.4 Tanda dan gejala


1. kelainan metabolisme
Pada saat lahir, neonatus dengan gangguan metabolik biasanya
normal, namun beberapa jam setelah melahirkan timbul tanda-tanda dan
gejala-gejala seperti alergi, nafsu makan yang rendah, konvulsi dan
muntah-muntah. Kelainan metabolisme bawaan dapat terjadi akibat
gangguan metabolisme asam amino, gangguan metabolisme lipid atau
asam lemak, gangguan metabolisme karbohidrat dan gangguan
metabolisme mukopolisakarida.

421
a. Galaktosemia
Pada awalnya mereka tampak normal, tetapi beberapa hari atau
beberapa minggu kemudian, gejala yang muncul adalah nafsu makannya
akan berkurang, muntah, diare, tampak kuning dan pertumbuhannya yang
normal terhenti.  Hati membesar, di dalam air kemihnya ditemukan
sejumlah besar protein dan asam amino, terjadi pembengkakan jaringan
dan penimbunan cairan dalam tubuh.
Jika pengobatan tertunda, anak akan memiliki tubuh yang pendek dan
mengalami keterbelakangan mental. Dan banyak yang menderita
menderita katarak.

b. Fenilketonuria
Secara umum gejala ringan maupun berat dari Fenilketonuria
antara lain:
Pada saat bayi baru lahir biasanya tidak ditemukan gejala. Kadang
bayi tampak mengantuk atau tidak mau makan, kejang, tremor. Bayi
cenderung memiliki kulit, rambut dan mata yang berwarna lebih terang
dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya yang tidak menderita
penyakit ini. Beberapa bayi mengalami ruam kulit, perilaku autis dan
gangguan pemusatan perhatian serta hiperaktivitas dan pertumbuhan
terhambat. Bayi terlahir dengan kepala yang kecil (mikrosefalus) dan
penyakit jantung. Jika tidak diobati, bayi akan segera mengalami
keterbelakangan mental, yang sifatnya biasanya berat.
c. Intoleransi Fruktosa
Gejalanya terlihat saat bayi mulai makan buah atau makanan
mengandung sukrosa atau minum susu formula, kejang, rewel, sulit
makan, muntah, ikterik.

bau yang khas pada urine atau pada perubahan fisik seperti
hepatomegali, kelainan metabolisme bawaan yaitu dengan
memisahkan tanda dan gejala yang tampak pada periode neonatus dan
yang tampak pada anak setelah periode neonatus.

422
Pada saat lahir, neonatus dengan gangguan metabolik biasanya normal,
namun beberapa jam setelah melahirkan timbul tanda-tanda dan gejala-
gejala seperti alergi, nafsu makan yang rendah, konvulsi dan muntah-
muntah.
Kebanyakan kelainan metabolisme bawaan diturunkan sebagai sifat
resesif autosom, sehingga riwayat kematian dalam periode neonatus
pada keluarga dekat akan meningkatkan kecurigaan terhadap diagnosis
kelainan metabolisme bawaan.
2. Kelainan Endokrin
Tanda dan gejala pada kelainan endokrin tergantung pada kerenjar
endokrin yang mengalami kelainan.
a. Hipotiroidisme Konginetal
Gejalanya pada bayi baru lahir, hipotiroidisme
menyebabkan kretinisme(hipotiroidisme neonatorum), yang ditandai
dengan 
rambut kering dan rapuh, ikterik, sulit makan, kehilangan tonus otot,
konstipasi,  suara menangis yang serak, selalu mengantuk, bergerak
lambat, perawakan pendek, danpertumbuhan tulang yang lambat. Jika
tidak segera diobati, hipertiroidisme bisa menyebabkan
keterbelakangan mental. Hipotiroidisme congenital dua kali lebih
banyak pada anak laki-laki.
b. Hiperplasia Adrenal Kongenital
Gejala klinis tergantung pada jenis kelamin anak. Anak perempuan
mengalami alat kelamin abnormal, klitoris membesar, dan terjadi fusi
labia yang dapat menyulitkan penetuan jenis kelamin saat lahir. Anak
laki – laki memiliki alat kelamin normal. Sebagian besar anak dengan
keadaan ini kekurangan mineralokortikoid yang timbul pada minggu
pertama karena kehilangan garam. Khasnya terdapat riwayat muntah
dan dehidrasi berat. Beberapa anak tampak sakit berat yaitu, lemah,
muntah, diare, malas minum, dehidrasidan dapat mematikan bila tidak
dikenali dan diterapi.
c. Defisiensi Growth Hormone

423
Gejalanya pertambahan tinggi lambat atau tidak ada, balita yang
tumbuh lambat, perawakan pendek, perkembangan seksual, sakit
kepala, haus  berlebih dengan BAK berlebihan, peningkatan volume
urin.

2.2.5 Penyebab
1. Kelainan Metabolik
a. Galaktosemia
Diduga suatu jika pada pemeriksaan laboratorium, di dalam air
kemih ditemukan galaktosa dan galaktose 1-fostate. Untuk
memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan darah dan sel-sel
hati, yang akan menunjukkan tidak adanya enzim galaktose 1-
fosfat uridil transferase.
b. Fenilketonuria
disebabkan  kekurangan enzim fenilalanin hidroksilase dan
akumulasi fenilalanin.
c. Intoleransi Fruktosa
disebabkan penurunan gula darah dan akumulasi bahan berbahaya
dalam hati. Karier (pembawa gen untuk penyakit ini tetapi tidak
menderita penyakit ini) dapat ditentukan melalui analisa DNA dan
membandingkannya dengan DNA penderita dan DNA orang
normal.

2.      Kelaian Endokrin
a.  Hipotirodisme kongenital , dapat disebabkan pada bayi dari ibu
penderita hipertioidisme atau ibu yang mendapat obat tiroid pada
waktu hamil. Pada sebagian besar penderita mula-mula kelenjar
mengalami tiroiditis yaitu peradangan pada kelenjar tiroid.
Keadaan ini menyebabkan kemunduran pada kelenjar tersebut dan
akhirnya akan timbul fibrosis pada kelenjar tiroid. Hasil akhirnya
adalah berkurangnya atau tidak adanya sekresi hormon tiroid sama
sekali.

424
b. Hiperplasia adrenal kongenital disebabkan karena peninggian kadar
kalium dan penurunan kadar natrium dalam serum.
c. Defisiensi Growth Hormone disebabkan oleh kelenjar pituitari
kurang memproduksi hormon pertumbuhan.

2.2.6 Penatalaksanaan
1. Penanganan Kelainan Metabolik
a. Galaktosemia
jika diobati secara adekuat, tidak akan terjadi keterbelakangan
mental. Tetapi tingkat kecerdasannya lebih rendah dibandingkan
dengan saudara kandungnya dan sering ditemukan gangguan
berbicara.
b.  Fenilketonuria
dengan mencegah terjadinya keterbelakangan mental, pada minggu
pertama kehidupan bayi, asupan fenilalanin harus dibatasi.
Pembatasan yang dimulai sedini mungkin dan terlaksana dengan baik,
memungkinkan terjadinya perkembangan yang normal dan mencegah
kerusakan otak. Jika pembatasan ini tidak dapat dipertahankan, maka
anak akan mengalami kesulitan di sekolah. Pembatasan yang dimulai
setelah anak berumur 2-3 tahun hanya bisa mengendalikan
hiperaktivitas yang berat dan kejang. Pembatasan asupan fenilalanin
sebaiknya dilakukan sepanjang hidup penderita. Jika selama hamil
dilakukan pengawasan ketat terhadap kadar fenilalanin pada ibu,
biasanya bayi yang lahir akan normal. Pengobatan meliputi
pembatasan asupan fenilalanin. Phenylketonuria (PKU), asupan
makanan anak harus rendah kadar phenylalanine, dan selalu harus
dilakukan monitoring kadar phenylalanine darah. Pengobatan
Fenilketonuria adalah diet ketat dengan sangat terbatas asupan
fenilalanin, yang kebanyakan ditemukan dalam makanan yang kaya
protein. Jumlah yang aman fenilalanin berbeda untuk setiap orang.
Dokter akan menentukan jumlah yang aman melalui diet teratur

425
meninjau catatan, grafik pertumbuhan dan kadar fenilalanin. Tes darah
sering dapat membantu memantau jumalh fenilalanin.
Orang dengan fenilketonuria (PKU) baik bayi, anak-anak dan
orang dewasa harus mengikuti diet yang membatasi fenilalanin, yang
kebanyakan ditemukan dalam makanan berprotein tinggi. Contohnya
adalah : daging sapi has dalam/tenderloin/top sirloin yang rendah
lemak (lean meat), dada ayam tanpa kulit, dada kalkun tanpa kulit,
ikan salmon, tuna, sarden, mackerel, putih telur, tahu dan tempe, keju
cottage rendah lemak, yoghurt rendah lemak, susu kedelai.
c. Intoleransi Fruktosa
pengobatan terdiri dari menghindari fruktosa (biasanya ditemukan
dalam buah-buahan yang manis), sukrosa dan sorbitol (pengganti
gula) dalam makanan sehari-hari. Serangan hipoglikemia diatasi
dengan pemberian tablet glukosa, yang harus selalu dibawa oleh setiap
penderita intoleransi fruktosa.

2. Kelainan Endokrin
a.  Hipotiroidisme Konginetal
yaitu bisa dicegah dengan deteksi dini dan terapi dini.Kepada
bayi baru lahir yang menderita hipotiroidisme diberikan hormon tiroid
untuk mencegah kerusakan otak. Sebaliknya penderita yang diobati
dengan hormon tiroid sebelum umur 3 bulan, dapat mencapai
pertumbuhan dan IQ yang mendekati normal.Memberikan hormon
tiroid sintesis pada 6 minggu pertama. Pada semua bayi baru lahir,
kadar hormon tiroid dalam darah secara rutin diukur pada umur 2
hari.Kekurangan hormon tiroid tidak dapat dicegah namun gejala
akibat kekurangan hormon tiroid dapat dicegah dengan pemberian
pengganti atau suplemen hormon tiroid dalam bentuk tablet.
Pemberian obat ini harus dimulai sedini mungkin (usia < 1 bulan) dan
diberikan seumur hidup, terutama pada usia 0-3 tahun. Dengan
pemberian hormon tiroid yang teratur dan terkontrol, anak dapat
tumbuh dan berkembang secara normal. Penyakit hipotiroid

426
kongenital dapat dideteksi dengan tes skrining, yang dilakukan dengan
pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari atau
minimal 36 jam atau 24 jam setelah kelahiran. Dengan
diagnosis/skrining dan pemberian suplemen hormon tiroid sedini
mungkin gangguan pertumbuhan dan retardasi mental dapat dicegah
dan anak diharapkan akan tumbuh dan berkembang secara normal.
b. Hiperplasia Adrenal Konginetal 
dengan menemukan kadar prekusor kortison meningkat dan
pada anak yang kehilangan garam, kadar natrium serum rendah serta
kadar kalium meningkat maka dengan memberikan larutan garam
NaCL 0,9% tambah larutan glukosa seta pemberian kortikosteroid
dosis tinggi. Terapi yang diberikan adalah pengganti hormon seumur
hidup. Dosis harus ditingkatkan saat anak sakit mengalami
stress. Anak peremupuan mungkin memerlukan bedah plastik pada
alat kelamin.
c. Defisiensi Growth Hormone 
dengan pemberian hormon pertumbuhan (dalam jumlah yang
sangat sedikit). Jika terlalu banyak hormon pertumbuhan memicu
pertumbuhan berlebih.Suntikan GH manusia dapat diberikan dibawah
supervise ahli pengawasan ketat. GH juga telah digunakan untuk
menterapi anak dengan postur pendek.

2.2.7 Pencegahan kelainan metabolik dan endokrin


Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi adabeberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan
terutama ibu dengan kehamilan di atas usia 35 tahun yaitu:
 Tidak merokok dan menghindari asap rokok
 Menghindari alkohol
 Menghindari obat terlarang
 Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
 Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup
 Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin

427
 Mengkonsumsi suplemen asam folat
 Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
 Menghindari zat-zat yang berbahaya.
Meskipun bisa dilakukan berbagai tindakan untuk mencegah
terjadinya kelainan bawaan, ada satu hal yang perlu diingat yaitu
bahwa suatu kelainan bawaan bisa saja terjadi meskipun tidak
ditemukan riwayat kelainan bawaan baik dalam keluarga ayah ataupun
ibu, atau meskipun orang tua sebelumnya telah melahirkan anak-anak
yang sehat.

ASKEB TEORI

3.1 ASKEB TEORI HIPOSPADIA


3.1.1 Pengkajian data
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara,
anamnesi merupakan bagian yang sangat penting dan sangat
menentukan dalam pemeriksaan anamnesi dapat menentukan sifat
dan berat penyakit.
A. Data Subyektif
1. Biodata
Identititas bayi
Nama bayi : berupa nama dari ibu bayi
Tanggal lahir/hari/jam : agar tidak terjadi kekeliruan dgn
bayi lain
Identititas orang tua :
Nama : berupa nama lengkap sebagai identitas
diri agar tidak terjadi kekeliruan dalam
memberi asuhan.
Umur : digunakan untuk penilaian klinis yang di
sesuaikandengan umur.
Jenis : diperlukan sebagai penilaian data
kelamin pemeriksaan klinis
Nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan ortu
sebagai identitas tambahan yang

428
menggambarkan keakuratan data.
Agama : untuk memberi dorongan spiritual yang
& Suku sesuai dengan kepercayaaan yang di anut
Alamat : beri alamat lengkap agar mudah untuk di
hubungi apabila ada kepentingan.

2. Keluhan Utama
Meliputi keluhan yang dirasakan saat ini yang disebabkan pasien
dibawa berobat ke RS atau Puskesmas.
Keluhan yang dirasakan hipospadia adalah:
- Perdarahan
- Infeksi
- Fistel urethrokutan
- Striktur uretra, stenosis uretra
- Divertikel uretra
3. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit yang sedang diderita pasien sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Apakah pasien pernah menderita penyakit menahun seperti
asma,paru-paru, atau jantung, penyakit menular seperti HIV/AIDS,
serta penyakit menurun seperti diabetes dan hipertensi
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit
menahun seperti asam, paru-paru, atau jantung, penyakit menular
seperti HIV/AIDS, serta penyakit menurun seperti diabetes dan
hipertensi.
8. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola nutrisi:
- Energi : 2050 kkal
- Protein : 50 gr
- Air : 2,5 lt
- Vit dan Mineral : 0,7 – 0,9 gr

429
b. Pola eliminasi
BAB
- Frekuensi : berapa kali / hari
- Konsistensi : padat / encer
- Bau : khas/tidak
- Warna : khas/tidak
BAK
- Frekuensi : berapa kali /hr
- Konsistensi : padat/cair
- Bau : khas / tidak
- Warna : khas / tidak
c. Pola aktivitas
Selama sakit pasien tidak melakukan aktivitas sebagaimana
pasien lakukan saat sehat
d. Pola hygiene
- Mandi : berapa kali/hari
- Keramas : berapa kali/minggu
- Ganti pakaian : berapa kali/hari
6. Riwayat Psikososial
kelahirannya sangat ditunggu-tunggu orang tua dan keluarga,
tetangga.

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan fisik umum
o Keadaan Umum : Baik/cukup/lemah/jelek
o Kesadaran : composmentis, apatis, samnolen, delirium,
koma, sopor
o Antropometri
o Berat badan : 2500-4000 kg
o Panjang badan : 45 - 54 cm
o Lingkar kepala : 33cm
o LILA : 11 cm

430
o LIDA : 2 cm
o LIKA : 32 cm
o Tanda-tanda vital
o Nadi : 120-160 x/mnt
o Suhu : 36,5°C - 37,5oC
o Pernafasan : 30-60 x/mnt

2. Pemeriksaan Fisik
(Terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
- Kepala
simetris, tidak ada caput succeodeous, tidak ada cepal
hematoma, tidak ada moulase, tidak ada hiydrosefalus, tidak
ada cronoid abes, tidak ada meningocele..
- Mata
Bentuk simetris, tidak ada subkonjungtiva bledding, sklera
tidak kuning, reflek pupil dan reflek berkedip ada, tidak
nigtagmus, tidak strabismus, tidak epicantus.
- Hidung
Simetris, tidak ada pengeluaran lendir, tidak ada sumbat, tidak
ada atresia choane, tidak infeksi luetica.
- Bibir & Mulut
simetris, tidak ada pearl epstein, tidak monilisis, tidak ada
labioscisis dan labiopalatoscisis.
- Telinga
Simetris, tidak ada fistrula preaulicularis,
- Leher
Simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening dan
kelenjar Thyroid, pergerakan baik, tidak ada kelainan, tidak
lympoma colli, tidak torticollis.
- Dada

431
Simetris, Tonjolan putting baik, tulang rusuk/sternum tidak
terlihat, tidak ada pengembangan dinding dada yang cepat,
ronkhi (-), weezing (-), tidak hernia diafragmatika.
- Abdomen
Simetris, bising usus terdengar, tidak ada hernia diafragmatika,
lien tidak teraba, tidak obstruksi.
- Umbilicus
terdapat talipusat, tidak omphalocele , tidak hernia umbilicus,
tidak omphalitis
- Punggung
tidak spina bifida , tidak skoliosis.
- Genetalia
uretra eksterna berada di bagian permukaan ventral penis ,
testis terbungkus dalam skrotum, terdapat hipospadia, tidak
crytochimus, tidak hydrocele testis, tidak hernia inguinalis.
- Anus
tidak ada atresia ani, tidak ada atresia recti.
- Ekstremitas
tidak frakture, tidak sindaktili, tidak polidaktili.
3. Pemeriksaan penunjang :
Dilakukan operasi pembedahan

2.2.2 Interpretasi Data Dasar


Untuk mengetahui / menentukan diagnosa, data subyektif, data
obyektif, masalah dan kebutuhan saat itu.
2.2.3 Identifikasi Masalah Potensial
Untuk mengetahui / menentukan diagnosa dan masalah potensial
berdasarkan interpretasi data yang benar diatas data-data di
kumpulkan.
2.2.4 Identifikasi Kebutuhan Segera
Untuk mengetahui tindakan segera apa yang perlu dilaksanakan.

432
2.2.5 Intervensi
Untuk menentukan tujuan / kriteria dan diagnosa kemudian
menentukan rencana yang akan dilakukan.
Dx: Ny “...” umur “...” dengan hipospadia
a. Lakukan observasi TTV
R/ untuk mengetahui keadaan umum bayi.
b. Berikan obat tetes mata
R/ agar bayi terhindar dari penyakit mata.
c. Berikan ASI eksklusif secara adekuat / susu pengganti minimal
2 jam / 1x
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.
d. Lakukan perawatan tali pusat.
R/ menjaga tali pusat tetap kering dan mencegah infeksi
lanjut.
e. Jaga kehangatan bayi.
R/ bayi tidak mengalami hipotermi.
f. Beritahu ibu cara merawat genetalia bayinya
R/agar selalu memberikan perawatan yang benar

2.2.6 IMPLEMENTASI
Melakukan asuhan sesuai intervensi.

2.2.7 EVALUASI
Mengacu pada kriteria hasil.

3.2 ASKEB TEORI KELAINAN METABOLISME DAN ENDOKRIN


3.1.1 Pengkajian data
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara, anamnesi
merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan dalam
pemeriksaan anamnesi dapat menentukan sifat dan berat penyakit.

433
A. Data Subyektif
1. Biodata
Identititas bayi
Nama bayi : berupa nama dari ibu bayi
Tanggal lahir/hari/jam : agar tidak terjadi kekeliruan dgn
bayi lain
Identititas orang tua :
Nama : berupa nama lengkap sebagai identitas
diri agar tidak terjadi kekeliruan dalam
memberi asuhan.
Umur : digunakan untuk penilaian klinis yang di
sesuaikandengan umur.
Jenis kelamin : diperlukan sebagai penilaian data
pemeriksaan klinis
Nama, umur, pendidikan, dan pekerjaan ortu
sebagai identitas tambahan yang
menggambarkan keakuratan data.
Agama & : untuk memberi dorongan spiritual yang
Suku sesuai dengan kepercayaaan yang di anut
Alamat : beri alamat lengkap agar mudah untuk di
hubungi apabila ada kepentingan.

2. Keluhan Utama
Meliputi keluhan yang dirasakan saat ini yang disebabkan
pasien dibawa berobat ke RS atau Puskesmas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit yang sedang diderita pasien sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya. Apakah pasien pernah menderita penyakit
menahun seperti asma,paru-paru, atau jantung, penyakit menular
seperti HIV/AIDS, serta penyakit menurun seperti diabetes dan
hipertensi
5. Riwayat Kesehatan Keluarga

434
Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit
menahun seperti asam, paru-paru, atau jantung, penyakit menular
seperti HIV/AIDS, serta penyakit menurun seperti diabetes dan
hipertensi.
6. Pola kebiasaan sehari-hari
A. Pola nutrisi:
- Energi :-
- Protein :-
- Air :-
- Vit dan Mineral :-
B. Pola eliminasi
BAB
- Frekuensi : berapa kali / hari
- Konsistensi : padat / encer
- Bau : khas/tidak
- Warna : khas/tidak
BAK
- Frekuensi : berapa kali /hr
- Konsistensi : padat/cair
- Bau : khas / tidak
- Warna : khas / tidak
C. Pola aktivitas
Selama sakit pasien tidak melakukan aktivitas sebagaimana
pasien lakukan saat sehat
D. Pola hygiene
- Mandi : berapa kali/hari
- Keramas : berapa kali/minggu
- Ganti pakaian : berapa kali/hari

7. Riwayat Psikososial
Kelahirannya sangat ditunggu-tunggu orang tua dan keluarga,
tetangga.

435
B.DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan fisik umum
o Keadaan Umum : Baik/cukup/lemah/jelek
o Kesadaran : composmentis, apatis, samnolen, delirium,
koma, sopor
o Antropometri
o Berat badan : 2500-4000 kg
o Panjang badan : 45 - 54 cm
o Lingkar kepala : 33cm
o LILA : 11 cm
o LIDA : 2 cm
o LIKA : 32 cm
o Tanda-tanda vital
o Nadi : 120-160 x/mnt
o Suhu : 36,5°C - 37,5oC
o Pernafasan : 30-60 x/mnt

4. Pemeriksaan Fisik
(Terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
- Kepala
simetris, tidak ada caput succeodeous, tidak ada cepal
hematoma, tidak ada moulase, tidak ada mikrosefalus, tidak
ada cronoid abes, tidak ada meningocele..
- Mata
Bentuk simetris, tidak ada subkonjungtiva bledding, sklera
tidak kuning, reflek pupil dan reflek berkedip ada, tidak
nigtagmus, tidak strabismus, tidak epicantus.
- Hidung
Simetris, tidak ada pengeluaran lendir, tidak ada sumbat, tidak
ada atresia choane, tidak infeksi luetica.

436
- Bibir & Mulut
simetris, tidak ada pearl epstein, tidak monilisis, tidak ada
labioscisis dan labiopalatoscisis.
- Telinga
Simetris, tidak ada fistrula preaulicularis,
- Leher
Simetris, tidak pembengkakan kelenjar getah bening dan
terdapat kelainan kelenjar Thyroid, pergerakan kurang baik,
tidak lympoma colli, tidak torticollis.
- Dada
Simetris, Tonjolan putting baik, tulang rusuk/sternum tidak
terlihat, tidak ada pengembangan dinding dada yang cepat,
ronkhi (-), weezing (-), tidak hernia diafragmatika.
- Abdomen
Simetris, bising usus terdengar, tidak ada hernia diafragmatika,
lien tidak teraba, tidak obstruksi.
- Umbilicus
terdapat talipusat, tidak omphalocele , tidak hernia umbilicus,
tidak omphalitis
- Punggung
tidak spina bifida , tidak skoliosis.
- Genetalia
Perempuan : Labia mayora sudah menutupi labia minora,
terdapat 2 lubang yang berbeda yaitu uretra dan vagina.
Laki-laki : skrotum sudah turun
- Anus
tidak ada atresia ani, tidak ada atresia recti.
- Ekstremitas
tidak frakture, tidak sindaktili, tidak polidaktili.
- Kulit
Ikterus, cerviks caseosa, lanugo.

437
Pemeriksaan penunjang
- pemeriksaan laboratorium
- analisa DNA

2.2.2 Interpretasi Data Dasar


Untuk mengetahui / menentukan diagnosa, data subyektif, data
obyektif, masalah dan kebutuhan saat itu.

2.2.3 Identifikasi Masalah Potensial


Untuk mengetahui / menentukan diagnosa dan masalah potensial
berdasarkan interpretasi data yang benar diatas data-data di
kumpulkan.

2.2.4 Identifikasi Kebutuhan Segera


Untuk mengetahui tindakan segera apa yang perlu dilaksanakan.

2.2.5 Intervensi
Untuk menentukan tujuan / kriteria dan diagnosa kemudian
menentukan rencana yang akan dilakukan.
Dx: Ny “...” umur “...” dengan hipospadia
1. Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Kebidanan diharapkan bayi
baru lahir tetap dalam keadaan sehat dan normal serta ibu tahu
bagaimana cara merawat bayi yang baik dan benar.
2. Kriteria : - Tidak terjadi komplikasi.
- Keadaan umum Bayi Baru Lahir baik.
- TTV normal
- Suhu : 36.5 0C 37.4 0C
- Pernafasan : 40 60 x/menit
- nadi : 120 160 x/menit
- BB : 2500 3500 gram
- PB : 48 52 cm
- Lingkar kepala : MO: 35cm FO: 34cm SOB: 32cm

438
- Lingkar dada : 30 - 33 cm
- Lingkar lengan atas : 10-11 cm
3. INTERVENSI :
a. Lakukan observasi TTV
R/ untuk mengetahui keadaan umum bayi.
b. Berikan obat tetes mata
R/ agar bayi terhindar dari penyakit mata.
c. Berikan ASI eksklusif secara adekuat / susu pengganti minimal
2 jam / 1x
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.
d. Lakukan perawatan tali pusat.
R/ menjaga tali pusat tetap kering dan mencegah infeksi
lanjut.
e. Jaga kehangatan bayi.
R/ bayi tidak mengalami hipotermi.

2.2.6 IMPLEMENTASI
Melakukan asuhan sesuai intervensi.
2.2.8 EVALUASI
Mengacu pada kriteria hasil.

439

Anda mungkin juga menyukai