Labioskizis adalah deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan
yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri
tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau
semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle.
Sedangkan Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatin (bagian depan bibir serta
langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut antara lain,
yaitu :
Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada
setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex
( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan
jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada
3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya
adalah 47.
Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat
pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal.Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2. Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Vitamin B6, asam folat, dan vitamin C pada waktu hamil.
3. Radiasi
4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama. Cacat terbentuk pada trimester pertama
kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga
bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan
Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia
6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama
kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin.
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan
setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral
pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi
bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten) yaitu berat badan bayi 10 pon (Kira-kira
5 kg), Kadar Hb 10 gr%, usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.
1. Perawatan
c. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah
bayi.
d. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali secara perlahan karena cenderung untuk menelan
banyak udara.
e. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian
pemisah lobang hidung.
f. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi
arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut
untuk sembuh.
g. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas
yang dicelupkan dalam hydrogen peroksida setengah kuat atau air.
2. Pengobatan
Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat
untuk operasi tersebut bervariasi.
Atresia esophagus
E. Penatalaksanaan
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti
makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan abnormal.
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996).
Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan atresia
rekti dan anus adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan
dalam kandungan.
Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun
kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada
pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Penyebab secara pasti atresia rekti dan anus belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan
pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetik, kelainan kromosom atau
kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia rekti dan anus. Sedangkan kelainan
bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital
sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
Secara fungsional, pasien atresia rekti dan anus dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran
fistula eksterna. Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa
didapatkan dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja. Pada
kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan
beberapa bentuk intervensi bedah segera.
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut
dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya
dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu
diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta
memperhatikan kesehatan bayi.
Penyakit hirschsprung adalah kelainan yang terjadi pada usus besar (kolon). Penyakit ini
biasanya muncul sebagai kondisi bawaan pada bayi yang baru lahir. Bayi yang menderita
penyakit Hirschsprung seringkali kesulitan buang air besar karena gangguan pada sel saraf yang
berfungsi mengendalikan pergerakan usus.
Pada kondisi normal, usus akan bergerak secara terus-menerus untuk mendorong feses (kotoran
sisa makanan) ke arah anus. Pada penderita penyakit Hirschsprung, saraf yang bertugas
mengendalikan pergerakan ini tidak berfungsi, sehingga menyebabkan feses terperangkap di
usus. Gangguan pada saraf ini bisa menimbulkan masalah seperti konstipasi, infeksi,
pembengkakan di perut, dan masalah usus lainnya.
Pada kasus penyakit Hirschsprung yang tergolong ringan, kondisi mungkin tidak akan terdeteksi
sampai sang bayi memasuki masa kanak-kanak. Kasus ini juga mungkin dialami oleh orang
dewasa, namun sangat jarang terjadi. Para penderita penyakit Hirschsprung seringkali harus
menempuh prosedur operasi untuk menyembuhkan penyakit ini.
Penyakit Hirschsprung terjadi ketika sel saraf di usus besar tidak terbentuk secara sempurna. Sel-
sel ini berfungsi mengendalikan kontraksi yang menggerakan feses melalui usus. Tanpa adanya
kontraksi tersebut, feses akan terperangkap di usus besar. Penyebab kerusakan sel saraf ini masih
belum jelas sampai saat ini. Pada beberapa kasus, penyakit ini terjadi karena faktor keturunan
atau disebabkan oleh mutasi genetik.
Menurut hasil penelitian, bayi laki-laki memiliki risiko mengalami penyakit Hirschsprung yang
lebih besar dibanding bayi perempuan. Selain itu, jika seseorang pernah memiliki anak biologis
yang mengalami penyakit Hirschsprung, anak-anak yang dilahirkan setelahnya juga berisiko
mengidap kondisi sama. Pasalnya, penyakit Hirschsprung memang sangat berkaitan dengan
faktor keturunan dan kelainan bawaan.
Bayi yang mengalami penyakit Hirschsprung berpotensi mengalami komplikasi berupa infeksi
usus parah yang disebut enterokolitis. Kondisi tersebut bisa mengancam nyawa dan penderitanya
harus cepat mendapat penanganan medis. Penderita biasanya harus menjalani prosedur
pembersihan kolon dan menggunakan obat antibiotik yang diresepkan oleh dokter.
Perut bengkak.
Sembelit atau susah buang air besar, sehingga membuat bayi menjadi rewel.
Diare
Penyakit Hirschsprung juga bisa terdeteksi saat bayi memasuki masa kanak-kanak. Gejala-gejala
penyakit Hirschsprung pada anak-anak terdiri dari:
Perut bengkak.
Sembelit kronis.
Perut kembung.
Perkembangan terganggu.
Abdominal X-ray dengan cairan kontras. Perut pasien akan diperiksa dengan metode radiologi
kontras, yaitu dengan memasukkan barium atau cairan kontras lain ke dalam usus dengan
tabung khusus melalui rektum/anus. Barium itu akan memenuhi lapisan usus, lalu menciptakan
siluet dari usus besar dan rektum. X-ray akan menunjukkan perbedaan antara bagian yang
sempit dan bagian yang melebar.
Mengukur kinerja otot di sekitar rektum. Tes manometri akan dilakukan untuk mengetahui
kondisi pasien anak-anak atau dewasa. Dalam menjalankan tes ini, dokter akan meniupkan balon
di dalam rektum. Jika otot-otot di sekeliling rektum tidak rileks, maka pasien tersebut positif
mengalami penyakit Hirschsprung.
Mengambil sampel dari jaringan usus/biopsi. Tes ini merupakan metode paling akurat untuk
mengidentifikasi penyakit Hirschsprung. Sampel biopsi dikumpulkan lalu diperiksa dengan
mikroskop untuk melihat sel-sel saraf yang bermasalah.
Untuk menyembuhkan penyakit Hirschsprung, dokter akan melakukan operasi kepada pasien.
Operasi itu dilakukan untuk memotong bagian dari usus besar yang tidak memiliki sel-sel saraf.
Lapisan usus besar yang bermasalah diangkat, lalu bagian usus besar yang normal ditarik dari
dalam dan disambungkan langsung ke anus. Hal ini biasanya dilakukan dengan operasi
laparoskopi atau bedah minimal invasif melalui anus.
Sebelum menjalani operasi, pasien tidak diperbolehkan mendapat ASI dan mengonsumsi
makanan. Sebagai gantinya, asupan makanan dan minuman disalurkan melalui infus. Selain itu,
isi perut pasien juga akan dikeluarkan dan dibersihkan dari segala bentuk zat, baik cair, gas,
maupun padat, untuk memperlancar operasi.
Anak-anak yang mengalami penyakit Hirschsprung dengan tingkat keparahan yang tinggi akan
menjalani dua tahap operasi. Awalnya, bagian usus besar yang bermasalah dibuang, kemudian
feses dikeluarkan dari dalam tubuh melalui lubang buatan pada permukaan perut yang biasa
disebut stoma. Proses pembuatan lubang di bagian perut itu disebut dengan ostomy. Setelah itu,
stoma dilepas, dan usus akan disambungkan langsung ke rektum/anus.
Ada dua tahap yang harus dilakukan dalam ostomy, yaitu ileostomy dan colostomy. Ileostomy
adalah prosedur operasi dimana dokter membuang seluruh usus besar dan menghubungkan usus
kecil dengan stoma. Feses keluar dari tubuh melalui stoma. Sedangkan colostomy adalah
prosedur dimana dokter akan membuat stoma pada ujung usus besar. Feses keluar dari tubuh
melalu ujung usus besar.
Setelah semua rangkaian selesai, terakhir dokter akan menutup lubang buatan tempat
pemasangan stoma, dan menghubungkan bagian usus yang sehat ke rektum atau anus. Setelah
operasi, perlahan-lahan pasien bisa buang air secara normal. Sebagian dari mereka mungkin akan
mengalami diare selama beberapa hari setelah operasi.
Setelah menjalani operasi, pasien perlu beberapa hari untuk menjalani pemulihan di rumah sakit.
Dokter akan meresepkan obat penghilang rasa sakit dan mendapat asupan makanan lewat infus
sampai kondisinya membaik. Selama pemulihan, pasien disarankan untuk mengonsumsi banyak
cairan.
Meskipun operasi berjalanan dengan lancar, pasien tidak bisa langsung sembuh sepenuhnya
karena mereka membutuhkan waktu untuk belajar menggerakkan otot usus agar feses bisa keluar
dari tubuh. Operasi ini bisa menimbulkan dampak jangka panjang seperti infeksi, sembelit, perut
membengkak, atau kebocoran feses.
Selama setahun setelah operasi, pasien harus tetap dalam pengawasan karena mereka memiliki
risiko yang cukup besar terhadap penyakit enterokolistis. Enterokolistis ditandai dengan adanya
pendarahan di rektum, diare, demam, pembengkakan perut, dan muntah-muntah. Jika mendapati
gejala-gejala tersebut, segera hubungi dokter.