Anda di halaman 1dari 11

Labioskizis dan Labiopalatoskizis

A. Pengertian Labioskizis Dan Labiopalatoskizis

Labioskizis adalah deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan
yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri
tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau
semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle.
Sedangkan Labiopalatoskizis yaitu kelainan kotak palatin (bagian depan bibir serta
langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.

B. Penyebab Labioskizis dan Labiopalatoskizis

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut antara lain,
yaitu :

1. Factor Genetik atau keturunan

Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada
setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex
( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex ( kromosom X dan Y ) yang menentukan
jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada
3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya
adalah 47.
Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat
pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal.Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.

2. Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Vitamin B6, asam folat, dan vitamin C pada waktu hamil.

3. Radiasi

4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama. Cacat terbentuk pada trimester pertama
kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga
bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.

5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan
Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia

6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama
kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin.

C. Klasifikasi Labioskizis dan Labiopalatoskizis


1. Berdasarkan organ yang terlibat:

a. Celah di bibir (labioskizis)


b. Celah di langit (palatoskizis)
c. Celah di gusi (gnatoskizis)
d.Celah dapat terjadi lebih dari satu organ, terjadi di bibir dan langit-langit(labiopalatoskizis)

2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.

D. Gejala Klinis Labioskizis dan Labiopalatoskizis

Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :


1. Terjadi pemisahan langit-langit
2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
4. Infeksi telinga berulang
5. Berat badan tidak bertambah
6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung
E. Penatalaksanaan

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan
setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral
pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi
bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten) yaitu berat badan bayi 10 pon (Kira-kira
5 kg), Kadar Hb 10 gr%, usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.

1. Perawatan

a. Menyusu pada ibu


Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir
sumbing tidak menghambat penghisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara
untuk mengeluarkan susu. Dapat juga menggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu
dan memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak
menyusu sampai 6 minggu.

b. Menggunakan alat khusus


 Dot domba
Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi
tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu
dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan
lubang besar.
 Botol peras (squeeze bottles)
Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat
dihisap bayi.
 Ortodonsi
Pemberian plat/dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan
pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan
tindakan bedah.

c. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah
bayi.

d. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali secara perlahan karena cenderung untuk menelan
banyak udara.

e. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian
pemisah lobang hidung.
f. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi
arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut
untuk sembuh.

g. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas
yang dicelupkan dalam hydrogen peroksida setengah kuat atau air.

2. Pengobatan

Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat
untuk operasi tersebut bervariasi.
Atresia esophagus

A. Pengertian Atresia Esofagus

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak


menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal. Atresia esofagus
dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan kongenital dimana terjadi
persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara pada
esofagus (buntu). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus, ujung esofagus buntu, sedangkan
pada ¼ -1/3 kasus lainnya esofagus bagian bawah berhubungan dengan trakea (disebut sebagai
atresia esofagus dengan fistula). Kelainan lumen esofagus ini biasanya disertai dengan fistula
trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung,
kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresia ani), kelainan tulang (hemivertebrata). Atresia
Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus
dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trakea.

B. Penyebab Atresia Esofagus


Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya
kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari
saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi
21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik.

C. Klasifikasi Atresia Esofagus :


1. Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bawah esofagus (pada persambungan dengan
lambung) yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.
Penanganannya bayi harus pdalam posisi duduk pada waktu diberi minum, dan jangan
dibaringkan segera setelah minum. biarkan dia dalam sikap duduk agak lama, baru kemudian
dibaringkan miring kekanan dengan letak kepala lebih tinggi.
2. Akalasia
Akalasia merupakan kebalikan dari kalasia. Pada akalasia bagian distal esofagus tidak
dapat membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia. Penyebab
akalasia adalah adanya kartilago trakea yang tumbuh ektopik pada esofagus bagian bawah.
Pertolongannya adalah dengan tindakan bedah.

D. Gejala Klinis Atresia Esofagus


1. Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut
bayi
2. Sianosis
3. Batuk dan sesak napas
4. Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi
cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
5. Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan
usus
6. Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
7. Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia
rectum atau anus.

E. Penatalaksanaan

Atresia merupakan kasus gawat darurat. Penderita seharusnya ditengkurapkan untuk


mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantung esofagus harus secara
teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus
diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali
penyerta. Penatalaksanaan medis dilakukan dengan operasi.
ATRESIA REKTI DAN ANUS

A. Pengertian Atresia Rekti dan Anus

Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti
makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan abnormal.

Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996).
Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi, 2001). Sumber lain menyebutkan atresia
rekti dan anus adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan
dalam kandungan.
Atresia rekti dan anus adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun
kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada
pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.

B. Penyebab Atresia Rekti dan Anus

Penyebab secara pasti atresia rekti dan anus belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai.
Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan
pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetik, kelainan kromosom atau
kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia rekti dan anus. Sedangkan kelainan
bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital
sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.

C. Klasifikasi Atresia Rekti dan Anus

Secara fungsional, pasien atresia rekti dan anus dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :

1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran
fistula eksterna. Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa
didapatkan dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.

2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja. Pada
kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan
beberapa bentuk intervensi bedah segera.

D. Gejala Klinis Atresia Rekti dan Anus

1. Kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir


2. Tidak ada atau stenosis (penyempitan) kanal rectal
3. Bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir
4. Gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat
menonjol
5. Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir
6. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu juga berwarna hitam kehijauan
yang disebabkan tercampurnya dengan mekonium.
E. Penatalaksanaan

Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut
dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya
dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu
diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta
memperhatikan kesehatan bayi.

Penyakit hirschsprung adalah kelainan yang terjadi pada usus besar (kolon). Penyakit ini
biasanya muncul sebagai kondisi bawaan pada bayi yang baru lahir. Bayi yang menderita
penyakit Hirschsprung seringkali kesulitan buang air besar karena gangguan pada sel saraf yang
berfungsi mengendalikan pergerakan usus.

Pada kondisi normal, usus akan bergerak secara terus-menerus untuk mendorong feses (kotoran
sisa makanan) ke arah anus. Pada penderita penyakit Hirschsprung, saraf yang bertugas
mengendalikan pergerakan ini tidak berfungsi, sehingga menyebabkan feses terperangkap di
usus. Gangguan pada saraf ini bisa menimbulkan masalah seperti konstipasi, infeksi,
pembengkakan di perut, dan masalah usus lainnya.
Pada kasus penyakit Hirschsprung yang tergolong ringan, kondisi mungkin tidak akan terdeteksi
sampai sang bayi memasuki masa kanak-kanak. Kasus ini juga mungkin dialami oleh orang
dewasa, namun sangat jarang terjadi. Para penderita penyakit Hirschsprung seringkali harus
menempuh prosedur operasi untuk menyembuhkan penyakit ini.

Penyebab Penyakit Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung terjadi ketika sel saraf di usus besar tidak terbentuk secara sempurna. Sel-
sel ini berfungsi mengendalikan kontraksi yang menggerakan feses melalui usus. Tanpa adanya
kontraksi tersebut, feses akan terperangkap di usus besar. Penyebab kerusakan sel saraf ini masih
belum jelas sampai saat ini. Pada beberapa kasus, penyakit ini terjadi karena faktor keturunan
atau disebabkan oleh mutasi genetik.

Menurut hasil penelitian, bayi laki-laki memiliki risiko mengalami penyakit Hirschsprung yang
lebih besar dibanding bayi perempuan. Selain itu, jika seseorang pernah memiliki anak biologis
yang mengalami penyakit Hirschsprung, anak-anak yang dilahirkan setelahnya juga berisiko
mengidap kondisi sama. Pasalnya, penyakit Hirschsprung memang sangat berkaitan dengan
faktor keturunan dan kelainan bawaan.

Bayi yang mengalami penyakit Hirschsprung berpotensi mengalami komplikasi berupa infeksi
usus parah yang disebut enterokolitis. Kondisi tersebut bisa mengancam nyawa dan penderitanya
harus cepat mendapat penanganan medis. Penderita biasanya harus menjalani prosedur
pembersihan kolon dan menggunakan obat antibiotik yang diresepkan oleh dokter.

Gejala Penyakit Hirschsprung

Gejala penyakit Hirschsprung sangat beragam, tergantung pada tingkat keparahannya.


Umumnya, gejala-gejala kondisi ini bisa langsung terdeteksi sekitar dua hari pertama setelah
bayi lahir. Gejala-gejalanya meliputi:

 Perut bengkak.

 Muntah-muntah, mengeluarkan cairan berwarna hijau atau cokelat.

 Kehilangan nafsu makan.

 Sembelit atau susah buang air besar, sehingga membuat bayi menjadi rewel.

 Diare

Penyakit Hirschsprung juga bisa terdeteksi saat bayi memasuki masa kanak-kanak. Gejala-gejala
penyakit Hirschsprung pada anak-anak terdiri dari:

 Perut bengkak.

 Sembelit kronis.

 Perut kembung.

 Perkembangan terganggu.

 Sering merasa kelelahan.

Diagnosis Penyakit Hirschsprung

Untuk mendiagnosis penyakit Hirschsprung, dokter biasanya akan mengajukan sejumlah


pertanyaan mengenai siklus buang air pasien terlebih dahulu. Selanjutnya, dokter akan
melakukan beberapa pemeriksaan yang terdiri dari:

 Abdominal X-ray dengan cairan kontras. Perut pasien akan diperiksa dengan metode radiologi
kontras, yaitu dengan memasukkan barium atau cairan kontras lain ke dalam usus dengan
tabung khusus melalui rektum/anus. Barium itu akan memenuhi lapisan usus, lalu menciptakan
siluet dari usus besar dan rektum. X-ray akan menunjukkan perbedaan antara bagian yang
sempit dan bagian yang melebar.

 Mengukur kinerja otot di sekitar rektum. Tes manometri akan dilakukan untuk mengetahui
kondisi pasien anak-anak atau dewasa. Dalam menjalankan tes ini, dokter akan meniupkan balon
di dalam rektum. Jika otot-otot di sekeliling rektum tidak rileks, maka pasien tersebut positif
mengalami penyakit Hirschsprung.

 Mengambil sampel dari jaringan usus/biopsi. Tes ini merupakan metode paling akurat untuk
mengidentifikasi penyakit Hirschsprung. Sampel biopsi dikumpulkan lalu diperiksa dengan
mikroskop untuk melihat sel-sel saraf yang bermasalah.

Pengobatan Penyakit Hirschsprung

Untuk menyembuhkan penyakit Hirschsprung, dokter akan melakukan operasi kepada pasien.
Operasi itu dilakukan untuk memotong bagian dari usus besar yang tidak memiliki sel-sel saraf.
Lapisan usus besar yang bermasalah diangkat, lalu bagian usus besar yang normal ditarik dari
dalam dan disambungkan langsung ke anus. Hal ini biasanya dilakukan dengan operasi
laparoskopi atau bedah minimal invasif melalui anus.

Sebelum menjalani operasi, pasien tidak diperbolehkan mendapat ASI dan mengonsumsi
makanan. Sebagai gantinya, asupan makanan dan minuman disalurkan melalui infus. Selain itu,
isi perut pasien juga akan dikeluarkan dan dibersihkan dari segala bentuk zat, baik cair, gas,
maupun padat, untuk memperlancar operasi.

Anak-anak yang mengalami penyakit Hirschsprung dengan tingkat keparahan yang tinggi akan
menjalani dua tahap operasi. Awalnya, bagian usus besar yang bermasalah dibuang, kemudian
feses dikeluarkan dari dalam tubuh melalui lubang buatan pada permukaan perut yang biasa
disebut stoma. Proses pembuatan lubang di bagian perut itu disebut dengan ostomy. Setelah itu,
stoma dilepas, dan usus akan disambungkan langsung ke rektum/anus.

Ada dua tahap yang harus dilakukan dalam ostomy, yaitu ileostomy dan colostomy. Ileostomy
adalah prosedur operasi dimana dokter membuang seluruh usus besar dan menghubungkan usus
kecil dengan stoma. Feses keluar dari tubuh melalui stoma. Sedangkan colostomy adalah
prosedur dimana dokter akan membuat stoma pada ujung usus besar. Feses keluar dari tubuh
melalu ujung usus besar.

Setelah semua rangkaian selesai, terakhir dokter akan menutup lubang buatan tempat
pemasangan stoma, dan menghubungkan bagian usus yang sehat ke rektum atau anus. Setelah
operasi, perlahan-lahan pasien bisa buang air secara normal. Sebagian dari mereka mungkin akan
mengalami diare selama beberapa hari setelah operasi.

Pemulihan setelah operasi

Setelah menjalani operasi, pasien perlu beberapa hari untuk menjalani pemulihan di rumah sakit.
Dokter akan meresepkan obat penghilang rasa sakit dan mendapat asupan makanan lewat infus
sampai kondisinya membaik. Selama pemulihan, pasien disarankan untuk mengonsumsi banyak
cairan.

Meskipun operasi berjalanan dengan lancar, pasien tidak bisa langsung sembuh sepenuhnya
karena mereka membutuhkan waktu untuk belajar menggerakkan otot usus agar feses bisa keluar
dari tubuh. Operasi ini bisa menimbulkan dampak jangka panjang seperti infeksi, sembelit, perut
membengkak, atau kebocoran feses.

Selama setahun setelah operasi, pasien harus tetap dalam pengawasan karena mereka memiliki
risiko yang cukup besar terhadap penyakit enterokolistis. Enterokolistis ditandai dengan adanya
pendarahan di rektum, diare, demam, pembengkakan perut, dan muntah-muntah. Jika mendapati
gejala-gejala tersebut, segera hubungi dokter.

Anda mungkin juga menyukai