Anda di halaman 1dari 116

BIBIR SUMBING

DEFINISI
Bibir sumbing adalah terdapatnya celah
pada bibir yang sering disertai celah
palatum, yaitu terdapat celah pada atap/
langit-langit mulut sehingga terdapat
hubungan langsung antara hidung dan mulut
JENIS
LABIOSKISIS • Adanya celah pada bibir

PALATOSKISIS • Adanya celah pada palatum

• Merupakan gabungan dari kelainan


LABIOPALATOSKISIS
labioskisis dan palatoskisis
ETIOLOGI
Bibir sumbing terjadi secara multifaktorial.

Di antara faktor penyebabnya adalah


keturunan, obat-obatan ( Fenitoin,
Talidomid, Isotretnoin), alkohol, rokok,
defisiensi asam folat dan vitamin B6 serta
defisiensi Zinc
FAKTOR RESIKO
Riwayat penyakit Etnik/Ras: Asia> Pengunaan
keluarga Kaukasia antikonvulsan

Riwayat sumbing
Usia orang tua
pada orang
ketika hamil
tua/keluarga
PATOFISIOLOGI
Pada trimester I terjadi proses perkembangan pembentukan berbagai
organ tubuh dan pada saat itu terjadi kegagalan dalam penyatuan atau
pembentukan jaringan lunak atau tulang selama fase embrio.

Apabila terjadinya kegagalan dalam penyatuan proses nasal medial dan


maxilaris maka dapat mengalami labio shcizis (sumbing bibir) dan proses
penyatuan tersebut akan terjadi pada usia 6-8 minggu.

Kemudian apabila terjadi kegagalan penyatuan pada susunan palato selama


masa kehamilan 7-12 minggu, maka dapat mengakibatkan sumbing pada
palato (palato shcizis).
KLASIFIKASI

SUMBING BIBIR SUMBING BIBIR SUMBING


UNILATERAL BILATERAL PALATUM

• Microform cleft • Incomplete • Unilateral cleft


lip Bilateral cleft lip and palate
• Incomplete • Complete • Bilateral cleft
cleft lip Bilateral cleft lip and palate
• Complete cleft • Isolated cleft
lip palate
• Submucous cleft
palate
DIAGNOSIS
• Jaringan yang terlibat
• Dapat meliputi hanya batas vermilion

Bibir • Beberapa kasus sampai pada palatum dan dasar


hidung
sumbing/Labioschizis • Dapat dihubungkan dengan gangguan abnormalitas gigi
• Sumbing dapat bilateral atau unilateral
• Sering dihubungkan dengan kelainan kolumela

• Defek garis tengah berawal di uvula


Sumbung langit-
• Dapat melibatkan jaringan lunak dan keras palatum
langit/Palatoschizis
serta foramen insisivus
MANIFESTASI KLINIS
Deformitas pada Kesukaran dalam Kelainan susunan
bibir menghisap/makan archumdentis.

Distorsi nasal
sehingga bisa Gangguan komunikasi Regurgitasi
menyebabkan verbal makanan.
gangguan pernafasan
Komplikasi
KOMPLIKASI

• Gangguan bicara
• Resiko infeksi saluran nafas
• Masalah gigi
• Terjadinya otitis media
• Aspirasi
• Distress pernafasan
• Perubahan harga diri dan citra tubuh
PENATALAKSANAAN
• Prioritas pertama antara lain pada tekhnik
pemberian nutrisi yang adekuat untuk
mencegah komplikasi

• Penanganan  bedah plastik yang bertujuan


menutupi kelainan, mencegah kelainan,
meningkatkan tumbuh kembang anak.

• Labio plasty dilakukan apabila sudah tercapai


”rules of ten”
 Rule of Ten

1. Berat badan sekurang-kurangnya 10 pon


(4,5 kg)
2. Umur sekurang-kurangnya 10 minggu
3. Kadar Hb > 10 gr %
4.Jumlah leukosit < 10.000/mm³
LABIOSKISIS

• Labioplasti untuk labioskisis unilateral


• Teknik Millard

PALATOSKISIS

• Palatoplasti

LABIOPALATOSKISIS

• Cheiloraphy
• Palatoraphy
?
ATRESIA
ESOFAGUS
DEFINISI
 Suatukelainan kongenital yang mencakup
gangguan kontinuitas esofagus disertai
atau tanpa adanya hubungan dengan
trakea
EPIDEMIOLOGI
1 : 4500 kelahiran
 < 1 % terdapat riwayat orang tua dengan
kelainan yang sama
 2-3 x lebih sering pada anak kembar
ETIOLOGI

 Dianggap multifaktorial, masih belum


diketahui dengan jelas
 Perdebatan tentang proses embriologi
masih terus berlanjut, dan hanya sedikit
yang diketahui.
ETIOLOGI
Secara embriologis anomali ini terjadi akibat :
 Diferensiasi usus depan yang tidak
sempurna dalam memisahkan diri masing-
masing untuk menjadi esofagus dan
trachea.
 Perkembangan sel entodermal yang tidak
lengkap sehingga menyebabkan terjadinya
atresia.
 Perlekatan dinding lateral usus depan yang
tidak sempurna sehingga terjadi fistula
trecheoesofagus.
KLASIFIKASI GROSS OF BOTTON
 Tipe A: atresia esofagus
tanpa fistula, atresia
esofagus murni (10%)
 Tipe B: atresia esofagus
dengan TEF (trachea-
esofageal fistula) proximal
(<1%)
 Tipe C: atresia esofagus
dengan TEF distal (85%)
 Tipe D: atresia esofagus
dengan TEF proximal dan
distal (<4%)
 Tipe E: TEF tanpa atresia
esofagus
TIPE A
 Atresia esofagus tanpa
fistula.
 Tampak kateter pada
kantong esofagus
proximal.
 Tidak ada udara pada
lambung
TIPE B
 Atresia
esofagus
dengan fistula trakea
esofagus proksimal
TIPE C
 Gambar memperlihatkan atresia esofagus dengan
fistula trakeoesofageal distal. Selang kateter yang
berakhir di esofagus proximal dan udara pada
lambung
TIPE D
 Hubungan antara dua fistula ke trakea dari
bagian atas dan bawah esofagus
TIPE E
 H-fistula.Abrium esofagogram menunjukkan fistel
dri anterior esofagus menuju trakea secara
anterosuperior
MANIFESTASI KLINIS
 Ditemukan riwayat polihydramnion pada ibu.
 Kateter yang dipakai untuk resusitasi tidak dapat masuk
ke lambung.
 Terdapat banyak sekresi mulut pada bayi.
 Bayi tersedak, batuk atau sianotik pada saat diberi
minum.
 Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari
esophagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung
melalui fistel ke dalam jalan napas
 Perut kembung, karena udara melalui fistel masuk ke
dalam lambung dan usus
 Oligouria, karena tidak ada cairan yang masuk
 Dapat disertai dengan kelainan bawaan lain :
kelainan jantung, atresia rectum atau anus
PENATALAKSANAAN
 Ditangani dengan tindakan bedah
 Hampir semua Atresia esofagus dengan TEF
proximal dan distal dapat disambung langsung,
disebut Primary repair: jika kedua ujung esofagus
di bawah 2 ruas vertebra.
 Bila jaraknya 3-6 vertebra dilakukan delayed
primary repair: operasi ditunda selama paling
lama 12 mnggu, dilakukan suction rutin dan
pemberian makanan secara gastrotomy, maka
jarak kedua ujung esofagus akan menyempit dan
dilakukan primary repair.
 Jika jaraknya >6 atau tindakan tsb tdak daat
dilakukan maka esofagus disambung dengan
menggunakan sebagian kolon.
PROGNOSIS
 Prognosis bergantung pada jenis kelainan
anatomi dari atresi dan adanya
komplikasi
 Saat ini tingkat keberhasilan operasi
atresia esofagus mencapai 90%
 Adanya defek kardiovaskuler dan berat
badan lahir rendah mempengaruhi
ketahanan hidup
Hipertrophic Pilory Stenosis
 Hipertrophy dan
hiperplasi dari otot
pirolus, t.u otot circular
dan hiperplasi
submukosa
 Pilorus : Panjang 2 - 2,5
cm. Lebar 1 – 1,5 cm
 Etiologi : belum jelas
 Kelaianan sel ganglion
di otot sirkular pilorus
 Hormon GIT (gastrin,
secretin,dll)
 ↓ Neurotropin
 ↓ NO
Diagnosis
 Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik:
 Muntah non billious usia
2-8 mgg, makin progresif
sampai proyektil
 Teraba massa di perut
bagian atas, tampak
peristalstik
 Hipokloremi (asidosis)
 Hipokalemi
 Dehidrasi
 Pemeriksaan Penunjang
 USG : penebalan pilorus
 Abdomen Polos: ‘singel
bubble’
 Ba Meal
Penatalaksanaan
 pyloromiotomy
Atresia Duodenum

 Insiden 1 : 6.000 –
10.000
 Etiologi : gagal
rekanalisasi duodenum
(mgg ke 6)
 Berhubungan kelainan
lain : Down sindrom,
annular pancreas, dll
 Type ( Gray and
Grossfeld)
Tipe I (92%): obtruksi oleh
web (muksa dan
submukosa), tanpa
keterlibatan otao dan
serosa
Variasi ‘windsock
deformity’
Tipe II (1%) : jaringan fibrosa
yang manghubungkan 2
ujung duodenum yang
buntu
Tipe III (7%) : tdk ada
penghubung atresis
 Annular pancreas
Embriologi pankreas :
Mgg ke 5
Diagnosis
 Riwayat polihidramnion
(35-65%)
 USG antenatal :
‘double bubble sign’
 Muntah bilious, bbrp
jam pertama setelah
lahir
 Distensi (+/-)
 Ro Abdomen polos :
‘double bubble sign’
 (jk tdk jelas) injeksi
udara 30-60 cc udara
dari OGT
 Ba meal
 Jika stenosis : tdk khas
Tatalaksana
 OGT  dekompresi
 Rehidrasi
 Repair defek
 Eksisi web (5-10%)
 Duodeno
duodenostomy (80%) :
Kimura Teknik /
Diamond incission
 Duodeno yeyunostomy
(10%)
 Gastrso yeyunostomy :
sgt jarang
 Tappering proksimal
duodenum
 Survival
rate : s/d 95%
 Kematian biasanya krn kelainan bawaan
lain
Atresia Yeyuno - Ileal
 Penyebab utama
obstruksi intestinal pada
neonatus (95% atresia,
5% stenosis)
 Insiden 1 :5000
 laki = perempuan
 1/3 dari bayi prematur
 Etiologi
 Gangguan vaskular
mesenterium intrauterin
 10% berhubungan
dengan malrotasi
Diagnosis
Anamnesis & Pem Fisik :
 Polihidramnion
 Muntah bilious
 Distensi abdomen
 Gagal pengeluaran
meconium
 Ikterik

Rontgen Abdomen :
 Gambaran distensi usus
dan udara distal (-)
 ‘Multi level air-fluid
level’  makin distal
makin banyak
Diagnosis Banding
 Malrotation dengan atau tanpa volvulus
 Meconium ileus
 Intestinal duplikasi
 Hernia interna
 Atria colon
 Ileus sekunder akibat sepsis
 Total colonic aganglionosis

Atresia yeyuno-ileal kadang diikuti koeksistensi


penyakit diatas
 Diagnosis defenitif preoperasi kadang sulit
ditegakkan
Klasifikasi
Grossfeld
Tatalaksana
 Resusitasi (OGT,
dehidrasi, koreksi
elektrolit, antibiotik)
 Anastomosis atau
stoma
Yang menjadi perhatian :
 Short bowel syndrom
 Feeding problem
 Malabsorbsi
 Komplikasi post operasi : adhesi, stenosis
 Prognosis buruk jika BB < 2000 gram
Malrotasi
 Midgut mengalamiProses : herniasi, rotasi, retraksi
dan fiksasi saat usia embrio 4-12 mgg
 Dua titik penting: proksimal duodenoyeyunum loop
dan cecocolic loop
 Poros : A. Mesenterica Superior
 Rotasi 270 0 Counter clockwise / berlawanan arah
jarum jam (dari sudut pandang pemeriksa, bukan
fetal)
 Posisi fiksasi : duodenoyeyunum loop di kuadran kiri
atas (Lig. Treitz), cecocolic loop di kuadran kanan
bawah  Basis mesenterium lebar
 Malrotasi  kelaianan rotasi dan posisi fiksasi 
basis mesenterium pendek  volvulus  MIDGUT
VOLVULUS
Proses
Proses Rotasi Midgut
Hasil
Klasifikasi Malrotasi
 Non rotasi  1st stage
 Incomplete rotasi  2nd
stage
 Reverse rotasi  clockwise
Normal mesenteric
attachment :
 terbentang dari
ligamentum Treitz di
gastric outlet sampai
cecum. Colon
ascenden dan
descending terfixir di
retroperitoneal.
Jika terjadi malrotasi
 basis pendek
 MIDGUT VOLVULUS
Midgut Volvulus
 Insiden 1 : 6000
 Gejala : 75% bulan pertama, 15% tahun
pertama
 Gejala dapat : akut dan kronis
Diagnosis : bervariasi (Akut vs Kronis)
 Biasanya bayi sehat dan  Intermittendan partial
cukup bulan
 Muntah bilius yang tiba2
midgut volvulus
 Abdomen :  Obstruksi limfe dan vena +
 schapoid (awal) s/d distensi pembesaran KGB mesenterika
 Tanda peritonis (hiperemis, > anak usia diatas 2
udem dinding perut)
 Vascular compromise  tahun
perdarahan sal cerna
 Keluhan :
 Crampy abdominal pain
 Syok  Muntah kronis (68%)
 Rontgen : Foto polos  intermittent colicky abdominal
abdomen pain (55%),
 Ba meal :  diarrhea (9%),
 incomplete obstruksi  hematemesis (5%)
:‘corkscrew’
 obstruksi di duodenum  konstipasi (5%)
“beak” appearance  Sering terlambat dan
salah diagnosis
Penatalaksanaan
Resusitasi
Operasi : Ladd’s Prosedure
Ladd’s
Prosedure
Sumber
 Pediatric Surgery. Arnold Coran
 Ashcraft’s. Pediatris Surgery ed 6
 Springer Atlas pediatric surgery
ABDOMINAL
WALL
DEFECT
Abdominal Wall Defect
Terdiri atas:
 Omphalocele
 Gastroschisis

Terjadi akibat kegagalan


pembentukan dinding abdomen
bagian depan.
Embriologi
• Perkembangan dimulai pada minggu
1 setelah konsepsi
• Saat minggu ke 5 gestasi, isi abdomen
lebih besar dibandingkan rongga
abdomen, sehingga midgut terherniasi
terarah cordus umbilikalis dan
berkembang di dalam umbilical selom
• Pada minggu ke 10 gestasi isi
abdomen kembali ke rongga
abdomen kemudian mengalami rotasi
dan fiksasi.
OMPHALOCELE
(exomphalos, amniocele)

Patofisiologi:
 Terjadi bila intestines gagal kembali
ke dalam cavum abdomen pada
10 minggu masa kehamilan.
 Insiden malrotasi pada
omphalocele menjadi tinggi (50%)
 Mempunyai selaput
transluscent dan
avaskular yang terdiri
dari 2 lapis
- lapis dalam :
peritoneum
- lapis luar : amniotic
membrane
diantara kedua
lapisan terdapat
Wharton’s Jelly.
 Umbilicalcord berada di puncak kantong
dengan pembuluh darah berjalan
sepanjang dinding kemudian masuk ke
abdomen.
 Dalam beberapa jam kantong
mengering, terancam infeksi dan ruptur.
Kantong jarang ruptur in utero atau
sewaktu melewati jalan lahir.
Diagnosis dan Gambaran
Klinis
 Ada sejak lahir (dibawa lahir)
 Kondisi kantong : prognosis lebih baik bila
kantong utuh
 Isi kantong: usus, liver, spleen, stomach
lebih berpotensi luka oleh trauma
 Ukuran defek : < 5 cm prognosis baik.
 Adanya anomali lain:
- gastrointestinal tract (nonrotation)
- jantung (cardiac malformation)
- ginjal (malformation of the urogenital system)
- macroglossia (Beckwith’s Syndrome)

 Diagnosis
banding:
Gastroschisis bila omphalocele pecah
Initial Treatment
 Jaga agar bayi tetap hangat
 Jaga agar kantong tetap basah
 Posisi pasien miring
 Jangan coba mereduser isi
 Jika kantong ruptur, lindungi isi
 Pasang NGT
 Koreksi definitif sesegera mungkin
Definitive Treatment
 Tutup primer
 Gradual Reduction 7 – 10 hari dengan alat bantu:
- silastic
- dacron
-Lyodura
 Simple Abdominal Skin Flaps
 Mengolesi kantong dengan:
-mercurochrome 3 – 5% steril
-topical antimicrobial lain
GASTROSCHISIS
 Insiden 1 dalam 30.000 kelahiran
sering dikacaukan dengan
omphalocele
 Gastroschisis terjadi jika dinding
abdomen depan gagal
bermigrasi ke midline dan berfusi
membentuk dinding abdomen.
 Defect di kanan umbilicus
 Tanpa selaput
 Amniotic fluid mengiritasi usus
selama dalam kandungan.
 Usus tampak pucat, tebal,
mengerut (pendek) oleh karena
iritasi amniotic fluid
 Epidemiologi
 1/10.000 per kelahiran hidup
 >> pada ibu-ibu muda dan pengguna
kokain
 Perempuan > laki-laki
 Pada anak pertama, jarang pada anak
berikutnya
 Anomali lain yang terkait lebih sering
kelainan pada sistem GIT.
 Diagnosis prenatal

Diagnosis
USG  screening
 Serum AFP maternal  meningkat 9x rata-rata

USG:
•insersi tali pusat
normal
•hernia yang ‘free-
floating’ tanpa kantong
•gambaran
hiperekogenik
‘cauliflower-shaped’
Perbedaan omfalokel dan
gastroschisis
Diagnosis
 Defek tanpa kantong
 Defek di kanan tali pusat
 Usus tampak tidak normal
 Jarang dijumpai kelainan bawaan lain
Tatalaksana
 Operasi sebelum timbul
dehidrasi, infeksi, hipotermi.
 Antibiotika spektrum luas intra
vena
 Pemberian cairan, elektrolit,
kalori
 Hindari hipotermi
 Sonde lambung
 Cegah kontaminasi
 Cegah penguapan dengan
menutup plastik steril
Terima kasih
Hirschsprung
Disease
Definisi
 Penyakit Hirschprung Adalah Suatu Kelainan
Bawaan Berupa Aganglionosis Usus, Mula Dari
Sfingter Anal Internal Ke Arah Proximal Dengan
Panjang Segmen Tertentu, Tetapi Selalu Termasuk
Anus Dan Setidak-tidaknya Sebagian Rektum
 Insiden 1;5000 Kelahiran
 Aganglionosis Terjadi Kareana Sel Neuroblas
Bermigrasi Dari Krista Neuralis Saluran Cerna Bagian
Atas Dan Selanjutnya Mengikuti Serabut Vagal Ke
Kaudal. Penyakit Hirschprung Terjadi Bila Migrasi Sel
Neuroblas Terhenti Pada Suatu Tempat Tertentu
Dan Tidak Mencapai Rectum.
 DuaTeori Dasar Mengenai Defek Embriologis
Penyakit Hirschsprung
 Teori Kegagalan Migrasi Sel-sel Krista Neural
 Imunologik Dan Hostile Environment

 Penampilan Kolon Pada Usia Neonatal


 Seperti Normal
 Segmen Yg Terlibat Sedikit
 Taenia Masih Terlihat
 Dinding Kolon Tidak Terlalu Hipertrofik
 Perabaan Terasa Lembut

 Penampilan Kolon Pasca Neonatal


 Segmen Kolon Sempit
 Zona Transisi
 Segmen Dilatasi
Diagnosis
 Harus Ditegakkan Secara Dini
 Keterlambatan Diagnosis Menyebabkan
Timbulnya Komplikasi Seperti Perforasi,
Enterokolitis, Dan Sepsis

 Untuk Menegakkan Diagnosis


 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik Yang Teliti,
 Pemeriksaan Foto Polos Abdomen,
 Barium Enema,
 Patologi Anatomi Biopsi Isap Rectum
Anamnesis

 Neonatus Cukup Bulan,


 Mekonium Yang Keluar Terlambat Yaitu
Lebih Dari 24 Jam Pertama,
 Riwayat Muntah Hijau.
 Riwayat Obstipasi Kronik Diselingi Oleh
Diare Berat Dengan Feses Berbau Yang
Disebabkan Oleh Timbulnya Penyakit
Berupa Enterokolitis
Gambaran Klinik
 Mekonium Keluar Terlambat Lebih Dari 24 Jam
Pertama
 Muntah Hijau
 Perut Membuncit Seluruhnya

 Berdasarkan Panjang Daerah Aganglioner,


Hisrchprung Dibagi :
» Ultrashort  1/3 Bawah Rectum
» Short  Sampai Rektosigmoid
» Long  Mencapai Olon Descenden
» Sub Total  Colon Transversum
» Total  Seluruh Kolon
Pemeriksaan Radiologis
 Foto Polos Abdomen
 Gambaran Obstruksi Usus Letak Rendah, Dikatakan
Megakolon Bila Diameternya Lebih Besar Dari 6,5
Cm
 Kolon Membesar Gambaran Seperti U Inferted
(Tapal Kuda)

 Foto Kolon Dengan Kontras


 Tampak Daerah Penyempitan Di Bagian Rectum Ke
Proksimal Yang Panjangnya Bervariasi
 Tampak Daerah Transisi, (Distaldaerah Sempit Dan
Proksimal Longgar)
 Beberapa Gambaran Zona Transisi Antara Lain:
 Abrupt, Perubahan Mendadak Dari Segmen Sempit Ke
Segmen Dilatasi
 Cone, Berbentuk Seperti Corong Atau Kerucut
 Funnel, Perubahan Dari Segmen Sempit Ke Segmen
Dilatasi Secara Gradual

 Tanda-tanda Radiologis Yang Khas Untuk Penyakit


Hirschsprung Adalah :
 Adanya Gambaran Zone Transisional
 Gambaran Ireguler Pada Segmen Aganglionik
 Gambaran Penebalan Dan Adanya Nodus Pada
Segmen Mukosa Kolon, Sisi Oral Dari Zona Transisional
 Keterlambatan Pengeluaran Kontras
 Gambaran Question Mark Pada Total Aganglionosis
Pemeriksaan Patologi Anatomi
 Diagnosis
Ditentukan Apabila Tidak
Ditemukannya Sel Ganglion Meissner Dan
Ditemukannya Penebalan Serabut Saraf

 Biopsi
Isap Mukosa Dan Submukosa
Rektum Dengan Mempergunakan Alat
Rubun Atau Noblett Dapat Dikerjakan
Lebih Sederhana Dan Tanpa Anestesi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Sementara
 Pembuatan Kolostomi Di Kolon Yang Berganglion
Normal Yang Paling Distal,
 Menghilangkan Obstruksi Usus Serta Mencegah
Enterokolitis Yang Merupakan Penyebab Kematian
Utama
 Kolostomi Dekompresi Dikerjakan Pada:
 Pasien Neonatus
 Pasien Anak Dan Dewasa Yang Terlambat Terdiagnosis,
 Kolon Yang Sangat Terdilatasi
 Pasien Dengan Enterokolitis Berat Dan Keadaan Umum
Yang Buruk
Penatalaksanaan Definitif
 Prosedur Swenson
 Prosedur Duhamel
 Prosedur Soave
 Prosedur Rehbein
 Laparoskopi
 Prosedur Trans Anal Pull Through
Komplikasi Pasca Operasi

 Abses Seromuskuler
 Retraksi Puntung Kolon
 Nekrosiskolon Endorektal
 Kebocoran Anastomose
 Striktur Anastomosis
 Abses Pelvis
 Infeksi Luka Operasi
Diagnosis Banding
 Atresia Ileum
 Sumbatan Mekonium
 Atresia Rektal
 Enterocolitis Necrotican Neonatal
 Peritonitis Intra Uterin
 Neonatus Dengan Sepsis
 Sindrom Kolon Kiri Kecil
 Obstipasi Psikogenik
Anorectal
Malformation
 Atresia
ani atau anus imperforata disebut sebagai
malformasi anorektal, adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak
sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti
dan Atresia rekti

 Insiden 1:5000 kelahiran

 Dapatmuncul sebagai penyakit tersering yang


merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal,
Cardial, Esofageal, Renal, Limb)
Patofisiologi
 Atresia ani terjadi akibat kegagalan
penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional.
 Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi
dan adanya fistula.
 Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler).
 Pada laki2 biasanya letak tinggi, umumnya
fistula menuju ke vesika urinaria atau ke
prostate (rektovesika).
 Pada letak rendah fistula menuju ke urethra
(rektourethralis)
Etiologi
 Atresia
anorectal terjadi karena
ketidaksempurnaan dalam proses
pemisahan.

 Pada atresia letak tinggi atau supra


levator, septum urorectal turun secara
tidak sempurna atau berhenti pada suatu
di tempat jalan penurunannya
Diagnosis
 Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
 Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
 Bila ada fistula pada perineum mekoneum (+)
kemungkinan letak rendah
 Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah
dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum
yang teliti
 Pemeriksaan radiologi
 Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam
setelah lahir
 knee chest position (sujud)  bertujuan agar udara
berkumpul didaerah paling distal.
 Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.
CLASSIFICATION
Penatalaksanaan
Kolostomi
 Kolostomi  upaya dekompresi, deversi sebagai proteksi
terhadap penatalaksanaan atresia ani sampai tahap akhir

 Tindakan kolostomi ini juga memungkinkan dilakukannya


prosedur kolostogram distal yang merupakan prosedur
diagnostik akurat untuk memberikan gambaran anatomi
secara lengkap terhadap kelainan ini

 Komplikasi Stoma
 Prolapse
 Stenosis
 Mislocated
 Distal segment too short
 Incomplete diversion
 Soewarno (1992) menganjurkan double barrel
tranversocolostomy dextra untuk tujuan
dekompresi dan di
 Meninggalkan seluruh kolon kiri bebas dan pada
saat tindakan definitif tidak menimbulkan kesulitan
 Tidak terlalu sulit dikerjakan pada waktu singkat
 Stoma distal dapat berlaku sebagai muara pelepas
secret kolon distal
 Feses kolon kanan relatif tidak berbau dibanding
kolon kiri oleh karena pembusukan feses
 Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantung
rektum yang buntuversi
Perawatan Pasca Operasi
PSARP
 Antibiotik intra vena diberikan selama 3
hari ,salep antibiotik diberikan selama 8-
10 hari
 2 minggu pasca operasi dilakukan anal
dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari
dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi
dengan anal dilator yang dinaikan
sampai mencapai ukuran yang sesuai
dengan umurnya
FREKUENSI DILATASI
Tiap 1 hari 1x dalam 1 bulan

Tiap 3 hari 1x dalam 1 bulan

Tiap 1 minggu 2 x dalam 1 bulan

Tiap 1 minggu 1x dalam 1 bulan

Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan

Anda mungkin juga menyukai