Oleh:
Preseptor :
1
BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2020
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan Clinical Science Sessions (CSS) yang berjudul “Global
Initiative For Asthma (GINA): Management of Asthma Worsening and Exacerbation,
Diagnosis and Initial Treatment of Adults With Asthma, COPD, or Both (Asthma-COPD
Overlap)”. CSS ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas, Padang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Yessy Susanty Sabri, Sp.P(K) dan dr. Fenty
Anggrainy, Sp.P(K) sebagai preseptor yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan CSS ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CSS ini masih memiliki banyak kekurangan.
Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga CSS ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUA
N
Asma merupakan masalah kesehatan global yang serius yang mempengaruhi seluruh
kelompok usia. Prevalensi asma meningkat di berbagai negara, khususnya pada kelompok
usia anak-anak. Asma merupakan penyakit heterogen, yang selalu dikarakteristikkan
dengan inflamasi kronis pada saluran napas. Terdapat riwayat gejala respirasi seperti
mengi atau (wheezing), sesak napas, dada terasa seperti terhimpit dan batuk yang
bervariasi dari waktu ke waktu dan juga bervariasi intensitasnya, bersamaan dengan
keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi.1
Asma eksaserbasi merupakan episode perburukan gejala asma yang progresif dengan
gejala sesak, batuk, mengi, atau rasa berat di dada, atau kombinasi gejala-gejala tersebut.
Terjadi penurunan progresif fungsi paru, yakni terjadi perubahan status pasien dari
kondisi biasa, yang tentu saja membutuhkan perubahan pada terapi. Eksaserbasi dapat
terjadi pada pasien yang sebelumnya telah didiagnosis asma atau kadang sebagai
presentasi awal asma. Eksaserbasi biasanya terjadi sebagai respon terhadap paparan agen
tertentu.2 Kejadian asma eksaserbasi merupakan salah satu faktor penting dalam
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pasien asma. Kerja sama antara National
Heart, Lung, and Blood Institute dan World Health Organization (WHO) pada tahun 1993
menghasilkan pedoman yaitu Global Intiative For Asthma (GINA) untuk meningkatkan
kesadaran akan asma dan meningkatkan pencegahan dan pengelolahan asma melalui
upaya bersama oleh semua orang yang terlibat di semua layanan dan kebijakan kesehatan
untuk mengurangi prevalensi, morbiditas dan mortalitas asma.1
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum terjadi yang
dapat dicegah, memiliki karakteristik gejala pernapasan yang menetap karena
abnormalitas saluran napas dan/atau alveoli yang biasanya disebabkan oleh pajanan gas
atau partikel berbahaya. PPOK juga merupakan penyakit radang saluran napas yang
paling sering mempengaruhi saluran napas kecil dan parenkim. PPOK biasanya
disebabkan oleh rokok, timbul setelah usia 40 tahun berupa penurunan fungsi paru yang
progresif.1
Asma dan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit saluran napas
kronis yang paling sering terjadi. PPOK dan asma sulit dibedakan pada orang dewasa
yang memiliki manifestasi kedua kondisi tersebut, atau hal tersebut dikenal dengan istilah
asthma-COPD. Asthma-COPD overlap didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai
dengan hambatan aliran udara persisten dengan beberapa manifestasi klinis yang biasanya
berhubungan dengan asma dan PPOK. Asthma-COPD overlap diidentifikasi secara klinis
jika memiliki manifestasi asma dan PPOK. Saat ini Asthma-COPD overlap merupakan
masalah klinis penting karena sering eksaserbasi, kualitas hidup buruk, penurunan fungsi
paru lebih cepat, dan mortalitas lebih tinggi dibandingkan pasien asma atau PPOK saja.1
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan clinical scientific session ini bertujuan untuk memahami serta menambah
pengetahuan tentang manajemen asma perburukan dan eksaserbasi serta diagnosis dan
terapi awal asma, PPOK, atau keduanya (asma-PPOK overlap).
Terminologi
Kata ‘eksaserbasi’ sering digunakan dalam literatur klinis dan ilmiah, sedangkan
studi rumah sakit lebih sering menggunakan ‘asma akut berat’. Namun, kata eksaserbasi
tidak cocok digunakan dalam praktik klinis karena sulit diingat dan diucapkan oleh
pasien. Kata ‘flare-up’ lebih sederhana dan menggambarkan bahwa asma tetap ada
meskipun tidak ada gejala. Kata ‘attack’ sering digunakan oleh pasien dan tenaga
kesehatan tetapi memiliki definisi yang luas, dan tidak termasuk perburukan bertahap.
Dalam literatur pediatrik, kata ‘episode’ sering digunakan, tetapi pemahaman pasien dan
tenaga kesehatan mengenai kata ini tidak diketahui.
Ada juga faktor resiko pada pasien eksaserbasi yang rentan untuk terjadinya
kematian (Asthma related death), berikut faktor resikonya:
5 5
Riwayat asma hampir fatal yang membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik
Hospitalisasi atau kunjungan IGD karena asma dalam 1 tahun terakhir
Sedang atau baru berhenti mengonsumsi kortikosteroid oral (penanda severitas)
Tidak sedang menggunakan kortikosteroid inhalasi
Penggunaan SABA berlebihan, khususnya penggunaan lebih dari satu kanister
salbutamol (atau ekuivalen) setiap bulan
Riwayat penyakit psikiatri atau masalah psikososial.
Ketidakpatuhan terhadap obat asma dan/atau ketidakpatuhan terhadap
perencanaan asma tertulis.
Alergi makanan pada pasien asma.
2.1.2.Diagnosis
Eksaserbasi menandakan adanya perubahan gejala dan fungsi paru dari status biasa
pasien. Penurunan aliran ekspirasi dapat diukur dengan pengukuran fungsi paru seperti
arus puncak ekspirasi (APE) atau volume ekspirasi paksa 1 detik (VEP1), dibandingkan
dengan fungsi paru pasien sebelumnya atau nilai prediksi. Dalam kondisi akut,
pengukuran ini merupakan indikator severitas eksaserbasi yang lebih reliabel daripada
gejala.
Beberapa pasien dapat mengalami gejala yang buruk dan penurunan fungsi paru
yang signifikan tanpa perubahan jelas pada gejala. Keadaan ini biasanya lebih sering
terjadi pada pasien yang pernah mengalami asma yang fatal (near-fatal asthma) dan
biasanya sering terjadi pada laki-laki. Asma eksaserbasi berat dapat mengancam nyawa
dan penatalaksanaan membutuhkan penilaian yang hati-hati dan pemantauan yang ketat.
Pasien asma eksaserbasi berat disarankan segera menemui tenaga kesehatan atau layanan
kesehatan terdekat supaya dapat segera ditatalaksana oleh fasilitas kesehatan dengan akses
emergensi untuk pasien asma akut.1
2.1.3 Manajemen Mandiri Asma Eksaserbasi dengan Menulis Asthma Action Plan
Semua pasien asma harus diberikan edukasi manajemen mandiri terpadu, termasuk
pemantauan gejala dan/atau fungsi paru, Asthma Action Plan, dan kontrol teratur ke
tenaga kesehatan.
Pilihan Terapi untuk Asthma Action Plan
Asthma Action Plan membantu pasien mengenali dan menanggapi dengan tepat
perburukan asma. Asthma Action Plan ini harus berisikan instruksi spesifik untuk pasien
mengenai perubahan obat reliever menjadi controller, cara menggunakan kortikosteroid
oral jika dibutuhkan dan kapan dan bagaimana akses pelayanan kesehatan.
Kriteria untuk memulai peningkatan obat controller akan bervariasi antara satu
pasien dengan pasien lain. Pada pasien perawatan konvensional dengan terapi ICS,
peningkatan dilakukan bila ada perubahan klinis berarti dari level kontrol asma pasien
biasanya, contoh, bila gejala asma mengganggu aktivitas normal harian, atau penurunan
APE >20% selama >2 hari.
Inhaled reliever medication (Kombinasi ICS dosis rendah-formoterol)
Kombinasi ICS dosis rendah dengan LABA onset cepat
Kombinasi lain ICS/LABA controller
Antagonis Reseptor Leukotrien
Kortikosteroid Oral
Evaluasi Respon
Pasien harus segera menemui dokter atau pergi ke layanan emergensi ketika asma
terus memburuk meskipun telah mengikuti rencana aksi asma tertulis, atau ketika asma
mengalami perburukan secara mendadak.
Anamnesis tajam dan pemeriksaan fisik relevan harus dilakukan bersamaan dengan
terapi awal yang cepat. Bila pasien menunjukkan tanda eksaserbasi berat dan mengancam
nyawa, terapi dengan SABA, oksigen terkontrol dan kortikosteroid sistemik harus segera
dimulai sementara mempersiapkan transportasi pasien ke layanan gawat darurat dimana
monitor dan tenaga ahli lebih siap sedia. Eksaserbasi ringan dapat ditatalaksana pada
layanan primer sesuai sumber daya dan tenaga ahli.
Anamnesis
Anamnesis harus mencakup:
Waktu onset dan penyebab eksaserbasi (jika diketahui).
Gejala asma berat, termasuk keterbatasan latihan atau gangguan tidur
Gejala anafilaksis
Faktor risiko kematian terkait asma (asthma related death)
Semua obat reliever dan contoller, termasuk dosis dan penulisan resep, pola
kepatuhan, perubahan dosis, dan respon terhadap terapi.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus dinilai:
Tanda severitas eksaserbasi dan tanda vital, (contoh: tingkat kesadaran, suhu,
frekuensi nadi, frekuensi nafas, tekanan darah, kemampuan dalam melengkapi
kalimat, penggunaan otot-otot aksesoris)
Faktor-faktor yang mempersulit (contoh: anafilaksis, pneumonia, atelectasis,
pneumotoraks, atau pneumomediastinum)
Tanda-tanda dari kondisi alternatif yang dapat menjelaskan sesak napas akut
(contoh: gagal jantung, disfungsi saluran napas atas, terhisap benda asing, atau
emboli paru).
Pengukuran Objektif
Pulse oximetry. Saturasi <90% pada anak atau dewasa menandakan kebutuhan
terapi agresif.
Pemeriksaan PEF juga perlu dilakukan pada pasien usia >5 tahun.
Tatalaksana Asma Eksaserbasi di Layanan Primer
Terapi inisial utama adalah inhalasi berulang SABA, kortikosteroid sistemik, dan
suplementasi oksigen terkontrol. Tujuan pengobatan yaitu meringankan obstruksi saluran
napas dan hipoksemia secara cepat, mengetahui patofisiologi inflamasi penyebab, dan
mencegah relaps.
Pemberian SABA lewat Metered Doses Inhaler (MDI) dan spacer/DPI sama saja
seperti pemberian lewat nebu, yaitu dapat meningkatkan fungsi paru. Evidence A:
(kecuali pada acute severe asthma) paling efektif pemberian lewat MDI atau spacer,
tapi pasien harus mengetahui benar cara pemakaiannya karena static charge pada
plastic spacer harus dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan detergen dan
dikeringkan diudara sebelum dipakai.
Obat Controller
Pasien yang sebelumnya sudah menggunakan controller dosisnya nanti akan
ditambah pada minggu ke 2 – 4. Jika pasien tidak mengunakan controller biasanya
disarankan untuk menggukanan regular ICS-containing teraphy.
Selama pengobatan pasien harus dimonitor secara ketat dan titrasi obat sesuai
dengan respon pasien. Pasien dengan eksaserbasi berat atau mengancam nyawa, yang
gagal terhadap pengobatan, atau pasien yang terus memburuk harus segera dirujuk ke
fasilitas emergensi. Pasien dengan respon pengobatan SABA sedikit atau lambat harus
dimonitor secara ketat.
Pada kebanyakan pasien, fungsi paru dapat dikontrol setelah terapi SABA dimulai.
Pengobatan tambahan harus dilanjutkan hingga APE dan VEP1 stabil atau kembali ke
nilai terbaik sebelumnya. Kemudian keputusan pulang atau rujuk ke fasilitas emergensi
dapat ditentukan setelahnya.1
Follow Up
Obat untuk pulang harus termasuk reliever saat dibutuhkan, kortikosteroid oral, dan
controller rutin. Teknik inhaler dan kepatuhan berobat harus dinilai sebelum pemulangan.
Pasien harus dinasehati agar menggunakan reliever hanya jika dibutuhkan. Perjanjian
jadwal kontrol berikutnya harus diatur 2-7 hari kemudian, tergantung kondisi klinis dan
sosial.
Saat kontrol, tenaga kesehatan harus menentukan serangan sudah teratasi atau
belum dan kortikosteroid oral dapat dihentikan atau tidak. Asesmen level kontrol gejala
pasien dan faktor risiko, eksplorasi penyebab potensial eksaserbasi, dan peninjauan ulang
rencana aksi asma tertulis harus dilakukan. Terapi controller harian dapat diturunkan ke
tingkat sebelum eksaserbasi pada 2-4 minggu setelah eksaserbasi, kecuali eksaserbasi
diawali dengan gejala yang sugestif menunjukkan asma tidak terkontrol kronik. Dalam
situasi tersebut, teknik inhaler dan kepatuhan berobat harus dicek, dan dianjurkan
peningkatan satu langkah terapi.1
2.1.5 Tatalaksana Asma Eksaserbasi di Departemen Emergensi
Asma eksaserbasi berat adalah kegawatdaruratan medis yang mengancam jiwa,
yang mana manajemen penyelamatannya dilakukan di perawatan akut seperti di unit
gawat darurat.
Anamnesis
Anamnesis harus mencakup:
Gejala anafilaksis
Semua obat reliever dan contoller, termasuk dosis dan penulisan resep,
pola kepatuhan, perubahan dosis, dan respon terhadap terapi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus menilai:
Tanda severitas eksaserbasi dan tanda vital, (contoh: tingkat kesadaran, suhu,
frekuensi nadi, frekuensi nafas, tekanan darah, kemampuan dalam melengkapi
kalimat, penggunaan otot-otot aksesoris). Faktor-faktor yang mempersulit (contoh:
anafilaksis, pneumonia, atelektasis, pneumotoraks atau pneumomediastinum)
Tanda-tanda dari kondisi alternatif yang dapat menjelaskan sesak napas akut
(contoh: gagal jantung, disfungsi saluran napas atas, benda asing atau emboli paru).
Penilaian Objektif
Saturasi oksigen: ini harus dimonitor secara dekat, lebih baik dengan pulse
oximetry. Khusus digunakan pada anak-anak jika tidak bisa mengukur APE. Pada
anak, saturasi oksigen normal >95% dan saturasi <92% adalah sebuah prediktor
membutuhkan perawatan di rumah sakit. Tingkat saturasi <90% pada anak atau
dewasa mengindikasikan perlunya terapi yang agresif. Sesuai dengan urgensi klinis,
saturasi harus dinilai sebelum oksigen diberikan, atau 5 menit setelah oksigen
dilepas atau ketika saturasi stabil.
Pengukuran gas darah arteri tidak rutin diperlukan, hal ini harus dipertimbangkan
untuk pasien dengan nilai APE atau VEP 1 <50% prediksi atau bagi pasien yang
tidak respon dengan pengobatan awal atau mengalami perburukan. Tambahan
oksigen terkontrol harus dilanjutkan sementara analisis gas darah diperoleh. PaO2<
60 mmHg (8 kPa) dan normal atau peningkatan PaCO 2 (khususnya <45 mmHg, 6
kPa) mengindikasikan gagal nafas. Kelelahan dan somnolen menunjukkan bahwa
pCO2 mungkin meningkat dan intervensi saluran napas mungkin diperlukan.
Rontgen dada (CXR) tidak dianjurkan secara rutin: Pada dewasa, CXR harus
dipertimbangkan jika terdapat komplikasi atau proses kardiopulmoner alternatif
(khususnya pada pasien yang lebih tua), atau untuk pasien yang tidak respon
terhadap pengobatan dimana pneumotoraks sulit untuk didiagnosis secara klinis.
Demikian pula pada anak-anak, CXR rutin tidak direkomendasikan, kecuali jika ada
tanda-tanda fisik yang mengarah ke pneumotoraks, penyakit parenkim atau benda
asing saluran napas. Kondisi yang terkait dengan temuan CXR positif pada anak-
anak termasuk demam, tidak ada riwayat keluarga asma, dan temuan pemeriksaan
paru terlokalisasi.
Gambar 3. Tatalaksana Asma Eksaserbasi di Departemen Emergensi1
Terapi SABA inhalasi harus diberikan secara berkala pada pasien dengan asma akut.
Penggunaan pMDI dengan spacer merupakan pilihan yang paling hemat dan efisien.
Bukti-bukti kurang kuat pada asma berat dan hampir fatal. Tinjauan sistematik dari
nebulisasi intermitten versus terus-menerus dari SABA pada asma akut memberikan hasil
yang bertentangan. Salah satu hasil yaitu tidak terdapat perbedaan signifikan dalam fungsi
paru atau rawatan rumah sakit, namun penelitian lebih lanjut dengan tambahan variabel
menemukan penurunan angka rawatan di rumah sakit dan fungsi paru lebih baik dengan
membandingkan nebulisasi terus-menerus dan intermiten khusus pada pasien dengan
fungsi paru yang lebih buruk. Studi terbaru pada pasien rawatan menemukan bahwa terapi
intermiten sesuai kebutuhan mempersingkat lama rawatan, nebulisasi dan palpitasi lebih
sedikit jika dibandingkan dengan terapi intermiten 4 jam. Pendekatan yang masuk akal
untuk penggunaan SABA inhalasi saat eksaserbasi akan menjadi awal terapi kontiniu,
yang diikuti terapi intermiten sesuai kebutuhan untuk pasien rawatan. Tidak ada bukti
yang mendukung penggunaan rutin beta2-agonis intravena pada pasien dengan asma
eksaserbasi berat.
Epinefrin (untuk anafilaksis)
Hanya ada sedikit penelitian yang mendukung peran anagonis reseptor leukotrien
oral atau intravena pada asma akut. Studi kecil menunjukkan adanya peningkatan fungsi
paru-paru, namun peran klinis agen ini memerlukan peneitian lebih lanjut.
Kombinasi ICS/LABA
Peran obat-obatan ini di IGD atau rumah sakit belum jelas. Satu studi menunjukkan
bahwa dosis tinggi budesonid/formoterol pada pasien di IGD, semua pasien yang
menerima prednisolon, memiliki efiksasi dan profil keamanan yang sama. Studi lain
menguji penambahan salmeterol pada OCS untuk pasien rawat inap, tetapi tidak adekuat
sebagai rekomendasi.
Antibiotik (tidak direkomendasikan)
Tidak ada bukti yang mendukung peran antibiotik pada eksaserbasi asma tetapi
terdapat bukti kuat pada infeksi paru (misalnya demam atau dahak purulen atau bukti
radiografi pneumonia). Pengobatan agresif dengan kortikosteroid harus diberikan sebelum
pertimbangan antibiotik.
Sedatif
Sedasi harus benar-benar dihindari selama asma eksaserbasi karena efek depresi
saluran nafas dari obat anxiolitik dan hipnotik. Terdapat hubungan antara penggunaan
obat ini dan pencegahan kematian.
Ventilasi Non-Invasif (NIV)
Bukti mengenai peran NIV pada asma masih lemah. Sebuah peninjauan sistematis
pada lima studi yang melibatkan 206 peserta dengan asma berat akut yang diobati dengan
NIV atau plasebo. Dua studi menunjukkan tidak terdapat perbedaan dalam kebutuhan
intubasi endotrakeal, namun satu studi menunjukkan angka rawatan lebih kecil pada
kelompok NIV. Tak ada kematian yang dilaporkan dalam studi ini. Mengingat kecilnya
ukuran penelitian, tidak ada rekomendasi yang diberikan. Bila NIV dicoba, pasien harus
dimonitor secara ketat (Bukti D). NIV tidak boleh diberikan pada pasien yang gelisah, dan
pasien tidak boleh disedasi untuk menerima NIV (Bukti D).
Evaluasi Respon
Status klinis dan saturasi oksigen harus dinilai ulang secara rutin, dan perawatan
lanjut dititrasi sesuai respon pasien. Fungsi paru harus diukur setelah satu jam, contohnya
setelah 3 jam pertama pengobatan bronkodilator, dan pasien yang memburuk meski
pengobatan bronkodilator intensif dan kortikosteroid harus dievaluasi ulang untuk
pemindahan ke ICU.
Kriteria Rawat Inap vs Perencanaan Pulang
Jika APE dan VEP1 sebelum pengobatan <25% prediksi atau terbaik, atau APE dan
VEP1 setelah pengobatan <40% prediksi atau terbaik, rawat inap disarankan
Jenis kelamin wanita, usia lebih tua dan ras bukan putih
Secara keseluruhan, faktor risiko ini harus dipertimbangkan oleh dokter saat
membuat keputusan tentang biaya masuk untuk pasien asma yang ditangani di tempat
perawatan akut.
Perencanaan Pulang
Sebelum dikeluarkan dari IGD atau rumah sakit ke rumah, perjanjian kontrol
berikutnya harus diatur dalam waktu satu minggu, dan strategi untuk meningkatkan
manajemen asma termasuk obat-obatan, keterampilan menggunakan inhaler dan rencana
aksi asma tertulis, harus dilakukan.
Setelah keluar, pasien harus dievaluasi oleh petugas kesehatan secara teratur selama
beberapa minggu hingga kontrol gejala yang baik tercapai dan fungsi paru-paru terbaik
diperoleh atau dilampaui. Insentif seperti transportasi gratis dan telepon pengingat
meningkatkan follow-up layanan primer namun tidak menunjukkan efek jangka panjang.
Pasien yang pulang dari IGD atau rawat inap, harus menjadi target utama program
edukasi asma, jika tersedia. Pasien yang dirawat di rumah sakit mungkin dapat menerima
informasi dan saran tentang penyakit mereka. Tenaga kesehatan harus mengambil
kesempatan untuk meninjau kembali:
Pemahaman pasien mengenai penyebab eksaserbasi asma
Pemahaman pasien mengenai tujuan dan cara penggunaan obat yang benar
Tindakan yang perlu dilakukan pasien sebagai respon atas gejala perburukan atau
penurnan arus puncak
Setelah presentasi di IGD, program intervensi komprehensif mencakup
manajemen controller yang optimal, teknik inhaler dan elemen edukasi manajemen
mandiri (self-monitoring, rencana aksi asma tertulis dan tinjauan berkala) hemat biaya dan
telah menunjukkan peningkatan signifikan pada hasil asma (Bukti B).
Rujukan untuk saran ahli harus dipertimbangkan untuk pasien yang telah dirawat di
rumah sakit karena asma, atau yang berulang kali mengunjungi perawatan akut walaupun
memiliki penyedia layanan kesehatan primer. Tidak ada studi terbaru yang tersedia,
namun penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa follow up oleh spesialis berhubungan
dengan kunjungan gawat darurat berikutnya lebih sedikit atau rawat inap dan kontrol
2.2.1 Pendahuluan
Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit heterogen
yang ditandai dengan obstruksi saluran pernafasan. Terdapat beberapa perbedaan fenotip
klinis dan mekanisme yang mendasari asma dan PPOK. Fenotip asma dan PPOK yang
mudah dikenal pada anak-anak atau dewasa muda yaitu asma alergi serta emfisema pada
perokok lama. Asthma-COPD overlap didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai dengan
hambatan aliran udara persisten dengan beberapa manifestasi klinis yang biasanya
berhubungan dengan asma dan PPOK. Asthma-COPD overlap diidentifikasi secara klinis
jika memiliki manifestasi asma dan PPOK.
Sangat penting membedakan rekomendasi terapi untuk asma dan PPOK. Pemberian
bronkodilator long-acting tanpa kortikosteroid inhalasi direkomendasikan sebagai terapi
awal PPOK. Namun kontraindikasi untuk asma karena dapat menimbulkan risiko
eksaserbasi dan kematian. Risiko tersebut dapat muncul pada pasien Asthma-COPD overlap
Definisi
Asma adalah penyakit heterogen yang ditandai dengan inflamasi saluran nafas kronik
serta terdapat riwayat gejala seperti wheezing atau mengi, sesak nafas, rasa berat di dada
dan batuk yang intensitasnya berberda-beda berdasarkan variasi keterbatasan aliran udara
ekspirasi.
22
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang dapat
dicegah dan diobati ditandai dengan hambatan aliran udara yang persisten, progresif dan
berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi kronis di paru terhadap partikel dan gas
berbahaya serta dipengaruhi oleh faktor host meliputi gangguan pengembangan paru.
Asthma-COPD overlap merupakan penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran
udara persisten dengan beberapa manifestasi klinis yang biasanya berhubungan dengan
asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Istilah tersebut bukan berkmakna sebagai
suatu penyakit tunggal, namun menggambarkan beberapa fenotip klinis yang berbeda serta
mencerminkan mekanisme mendasarinya.
2.2.2 Penilaian dan Manajemen Pasien dengan Gejala Saluran Napas Kronis
Riwayat penyakit asma saat usia anak-anak dan atau saat sekarang.
Riwayat paparan: merokok dan atau paparan lain yang meningkatkan risiko PPOK
Gambar 5. Pendekatan untuk terapi awal pasien dengan asma dan atau PPOK 1
2. Spirometri Penting untuk Mengkonfirmasi Keadaan Berikut:
Spirometri dilakukan pada penilaian awal. Pada kasus klinis yang darurat itu mungkin
tertunda pada kunjungan berikutnya, tetapi untuk mengkonfirmasi diagnosis mungkin lebih
sulit jika pasien memulai terapi yang mengandung kortikosteroid inhalasi. Konfirmasi lebih
awal (atau ekslusi) adanya hambatan aliran udara ekspirasi yang persisten mungkin dapat
menghindari percobaan terapi yang tidak perlu, atau penundaan dalam memulai
pemeriksaan yang lain. Spirometri dapat menentukan hambatan aliran udara persisten dan
reversibilitas.
Pengukuran puncak laju aliran pernapasan (PEF), jika dilakukan secara berulang
selama 1-2 minggu, dapat membantu menentukan hambatan aliran udara reversibel dan
diagnosis asma dengan menunjukkan variabilitas yang berlebihan. Bagaimanapun, PEF
tidak seakurat spirometri, dan PEF yang normal tidak menyingkirkan asma atau PPOK.1
overlap11
3. Pemilihan Terapi
Inisial Asma
Farmakoterapi didasarkan pada kortikosteroid inhalasi untuk mengurangi risiko
eksaserbasi yang berat dan kematian dan untuk meningkatkan kontrol dari gejala, dengan
terapi tambahan sesuai kebutuhan misal tambahan LABA dan/atau LAMA. Kortikosteroid
inhalasi-formoterol dosis rendah sesuai kebutuhan dapat digunakan sebagai reliever,
kegunaannya sendiri pada asma ringan atau sebagai tambahan untuk maintenance,
kortikosteroid inhalasi-formoterol pada pasien dengan asma sedang-berat diresepkan
sebagai maintenance dan reliever.
PPOK
Studi case-control pada komunitas pasien dengan PPOK yang baru didiagnosis
ditemukan juga dengan diagnosis asma memiliki risikoo rendah untuk rawat inap karena
PPOK dan kematin jika diterapi dengan kombinasi ICS-LABA daripada dengan LABA
tunggal. Pada studi kohort populasi longitudinal retrospektif yang besae pada pasien berusia
≥66 tahun, yang dicatat memiliki asma dengan PPOK mempunyai morbiditas dan rawat
inap yang lebih rendah jika mereka menerima terapi kortikosteroid inhalasi; sebuah manfaat
yang sama dapat terlihat pada PPOK bersamaan dengan asma.
Terapi faktor risiko yang dapat dimodifikasi termasuk edukasi tentang penghentian
merokok
Terapi komorbiditas
Strategi non farmakologi termasuk aktivitas fisik, dan untuk PPOK atau asma-PPOK,
rehabilitasi pumonar dan vaksinasi
Strategi manajemen diri yang tepat
Pada kebanyakan pasien, terapi inisial asma dan PPOK dapat memuaskan yang
dilakukan di tingkat layanan primer. Bagaimana pun, GINA dan GOLD merekomendasikan
rujuakan untuk prosedur diagnostik lebih lanjut pada point yang relevan dalam terapi
pasien. Hal ini penting terutama untuk pasien dengan PPOK dan asma, mengingat ini terkait
dengan hasil yang buruk dan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang lebih besar.
Rujukan untuk nasehat ahli dan evaluasi diagnostik lebih lanjut disarankan pada
kedaan berikut:
3.1 Kesimpulan
Asma merupakan penyakit heterogen yang ditandai dengan inflamasi saluran nafas
kronik serta terdapat riwayat gejala seperti wheezing atau mengi, sesak nafas, rasa
berat di dada dan batuk yang intensitasnya berberda-beda berdasarkan variasi
keterbatasan aliran udara ekspirasi.
Asma eksaserbasi merupakan episode yang ditandai dengan peningkatan progresif
gejala sesak napas, batuk, mengi atau rasa berat di dada dan penurunan progresif
fungsi paru. Penurunan aliran ekspirasi dapat diukur dengan pengukuran fungsi paru
seperti arus puncak ekspirasi (APE) atau volume ekspirasi paksa 1 detik (VEP1),
dibandingkan dengan fungsi paru pasien sebeumnya atau nilai prediksi.
Penatalaksanaan asma eksaserbasi dapat dilakukan secara mandiri menggunakan
rencana aksi tertulis atau dengan mengunjungi layanan kesehatan primer dan
departemen emergensi.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang dapat
dicegah dan diobati ditandai dengan hambatan aliran udara yang persisten, progresif
dan berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi kronis di paru terhadap
partikel dan gas berbahaya.
Asthma-COPD overlap didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai dengan
hambatan aliran udara persisten dengan beberapa manifestasi klinis yang biasanya
berhubungan dengan asma dan PPOK. Asthma-COPD overlap diidentifikasi secara
klinis jika memiliki manifestasi asma dan PPOK.
Terdapat beberapa tahap dalam menilai dan manajemen awal paasien dengan gejala
napas kronis, yaitu: menilai riwayat dan gejala klinis pasien, pemeriksaan spirometri,
pemberian terapi inisial untuk asma, PPOK, serta Asthma-COPD overlap, dan
merujuk pasien jika dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative For Asthma (GINA). Global strategy for asthma management
and prevention. 2020.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan asma di Indonesia. Jakarta; 2011.