Anda di halaman 1dari 15

Acute Lung Injury (ALI) dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

A.

Definisi
Acute Lung Injury (ALI) merupakan sindrom dengan dasar kriteria diagnostik hipoksemia

dan tampilan radiologi klasik (Laycock & Rajah, 2010). ALI merupakan rangkaian klinis serta
terdapat perubahan radiografi yang mempengaruhi paru-paru, ditandai dengan hipoksemia berat
yang terjadi secara akut, tidak berhubungan dengan hipertensi atrium kiri, serta terjadi pada usia
berapapun. Sindrom ini terjadi karena adanya respon inflamasi yang menyebabkan kerusakan
sel epitel alveolus dan pembuluh darah, gangguan pertukaran gas dan dapat menyebabkan gagal
organ multiple (Laycock & Rajah, 2010; Urden et al., 20010). Hasil pemeriksaan yang
menunjukan kriteria diagnosa ALI yaitu (Urden et al., 2006):

Serangan akut,

Rasio antara tekanan parsial oksigen (PaO2) dengan fraksi inspirasi oksigen (

mmHg
Pada pemeriksaan rontgen dada atau radiografi terlihat adanya infiltrat bilateral
Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) < 18 mmHg atau tidak adanya indikasi

< 300

hipertensi atrium kiri


Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan derajat yang lebih parah dari
ALI. Kriteria diagnosa ARDS sama seperti pada ALI hanya saja terdapat perbedaan pada rasio
antara tekanan parsial oksigen (PaO2) dengan fraksi inspirasi oksigen (

< 200 mmHg

(Bakowitz et al., 2012; Urden et al., 2010)..


Pada tahun 2012, dalam upaya untuk mengatasi keterbatasan definisi yang ada dari ARDS,
ARDS Definition Task Force menyusun sebuah definisi baru (dikenal sebagai Definisi Berlin).
Definisi ini menghilangkan istilah "cedera paru akut atau acute lung injury" dan mengusulkan
tiga kategori yang berbeda (ringan, sedang, dan berat) dari ARDS berdasarkan pada tingkat
keparahan hipoksemia. Definisi Berlin dari ARDS adalah sebagai berikut:
a) Waktu = dalam 1 minggu clinical insult atau gejala pernafasan baru atau yang sudah
memburuk (worst)

b) Chest imaging = kegagalan pernafasan tidak sepenuhnya dikarenakan oleh gagal jantung
atau kelebihan cairan; perlu penilaian yang obyektif untuk mengecualikan edema
hidrostatik jika tidak ada faktor risiko ini.
c) Oksigenasi
- Ringan (200 mg Hg kurang dari PaO2 / FiO2 kurang dari atau sama dengan 300
mmHg dengan tekanan positive end-respiratory airway pressure [PEEP] atau
constant positive airway pressure [CPAP] lebih besar dari atau sama dengan 5 cm
-

H2O)
Sedang (100 mgHg kurang dari PaO2 / FiO2 kurang dari atau sama dengan 200mmHg

dengan PEEP lebih besar dari atau sama dengan 5 cm H2O);


Berat (PaO2 / FiO2 kurang dari atau sama dengan 100 mmHg dengan PEEP lebih

besar dari atau sama dengan 5 cm H2O)


d) Tingkat kematian ARDS adalah estimater menjadi 34% menjadi 58% (Urden, Stacy, &
Lough, 2006).
Kriteria ALI dan ARDS
PaO2/FiO2
ALI

Ches X-ray

Pulmonary artery wedge pressure (PAWP

<300

Bilateral infiltrates

<18 mmHg tidak ada hipertensi atrium kiri

ARDS <200

Bilateral infiltrates

<18 mmHg tidak ada hipertensi atrium kiri

Kriteria yang di tentukan oleh Petty, T.L. tentang diagnosis ARDS adalah:

Penyebab
- Paru atau bukan paru, seperti renjatan (shock), tetapi bukan COPD dan dekompensasi
jantung kiri.
Harus mempunyai distress respirasi (kesulitan bernapas)
- Takipnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 0 kali/menit
- Terjadi pernafasan yang berat
- Terjadi sianosis bila bernapas di udara biasa.
Radiologi
- Terdapat infiltrat pneumonia yang menyeluruh
Analisis gas darah
- Apabila FiO2 lebih dari 60%, maka PaO2 akan kurang dari 50 mmHg
Compliance paru meningkat menjadi 50 cc/cm (normal antara 20-30 cc/cm).

Dengan makin bertambahnya hubungan antara vena dan arteri secara langsung maka

mengakibatkan makin bertambah besar ventilasi dead space.


Insidensi
Sekitar 190.600 kasus ARDS terjadi setiap tahun di Amerika dengan 74.500
menyebabkan kematian, pasien ARDS paling banyak lebih dari 65 tahun dengan disertasi
beberapa penyakit akut seperti: sepsis. Meskipun sepsis merupakan penyebab terbanyak
penyebab ARDS.
Prognosis
50% dari pasien ARDS meninggal sebelum meninggalkan rumah sakit dan 20% yang
meninggal akibat kegagalan pernapasan. Pada renjatan sepsis ( septic shock ) kematian dapat
mencapai 50% dan apabila disertai dengan kelainan faal hati maka kematian dapat mencapai
100%.
B. Etiologi
Terjadinya ALI& ARDS disebabkan adanya cedera secara langsung (direct) maupun tidak
langsung (indircect). Secara langsung, cedera yang terjadi langsung mengenai area paru-paru.
Sedangkan secara tidak langsung, cedera terjadi di tempat lain di tubuh dan mediator kimia yang
dikeluarkan selama cedera masuk melalui aliran darah ke paru-paru. Secara indirect sepsis
merupakan faktor risiko yang paling tinggi, mikroorganisme dan produknya (terutama
endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar
kejadian ALI &ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%. Secara
direct, aspirasi dapat menyebabkan teradinya ALI & ARDS. Aspirasi cairan lambung menduduki
tempat kedua sebagai faktor risiko ARDS (30%). Aspirasi cairan lambung dengan pH yang tinggi
dapat menyerang langsung epitel pada paru .

Direct Injury

Faktor resiko terjadinya ALI & ARDS


Indirect Injury

Aspirasi

Sepsis

Menghirup zat toksik

Trauma non torak

Pneumonia

Bypass jantung paru

Luka memar di paru

Pankreatitis yang parah

Embolisme
Disseminated intravascular coagulation (DIC)
* (Bakowitz et al., 2012; Urden et al., 2010; Urden et al., 2014; Tabrani, 1996)
C. Manifestasi
Tanda awal (early) : terjadinya hiperventilasi sehingga pada fase awal menunjukkan
kondisi alkalosis, hal tersebut karena

yang larut dalam plasma sehingga belum

ditemukan kondisi asidosis dan hasil pemeriksaan X-Ray paru normal, hal ini disebabkan
karena perubahan pada paru belum terjadi dalam 24 jam pertama . Fase lanjut X-Ray

ditemukan bilateral infiltrate yang menutupi lapang paru.


Hipoksemia : dyspnea, nafas pendek dan takipnea dengan penggunaan otot-otot pernafasan
Kulit sianosis yang tidak membaik dengan pemberian oksigen
Respirasi cepat dengan retraksi intercostal dan suprasternal hanya pada inspirasi saja.
Auskultasi :
- Bilateral crackles
- Ronchi kasar dan wheezing tergantung banyaknya cairan yang masuk ke dalam
-

alveoli
Pada beberapa kasus pink frothy sputum atau sputum berwarna kemerahan yang

merupakan tanda klasik adanya edema paru


AGD respiratori alkalosis pada fase awal & asidosis pada fase lanjut
Fase lanjut ditemukan adanya hipotensi dan penurunan cardiac output (CO)
*(Laycock & Rajah, 2010; Urden et al., 2010; Urden et al., 2014; Tabrani, 1996)
D. Patofisiologi
Perjalanan dari ALI & ARDS dijelaskan dalam 3 fase, yaitu :

Exsudative Phase
Fase ini terjadi dalam 72 jam pertama setelah gangguan awal. Mediator kimia
akibat injury dilepaskan kedalam kapiler paru yang hasilnya akan meningkatkan
permeabilitas membran kapiler, yang mengakibatkan terjadinya shift cairan ke interstitial.
Kerusakan kapiler paru juga menyebabkan perkembangan mikrotrombi dan peningkatan
tekanan arteri pulmonalis. Cairan yang terus masuk ke dalam interstitial mengakibatkan
limfatik tidak mampu untuk memindahkan cairan tersebut yang akibatnya akan semakin
meningkatnya edema interstitial. Selanjutnya edema akan menyebabkan penekanan pada

alveolus yang cairan akan masuk pula kedalam alveolus, dan terjadilah edema pada
alveolus.
Edema alveolus menyebabkan pembengkakan pada sel epitel alveolus dan
semakin terjadi peningkatan cairan di alveolus. Selanjutnya sel epitel akan mengalami
kerusakan dan kemudian akan mengganggu produksi surfaktan. Kerusakan sel epitel dan
penurunan produksi surfaktan selanjutnya akan mengakibatkan alveolus kolaps dan
terjadi hipoksemia. Peningkatan kerja pernapasan terjadi karena adanya peningkatan
resistensi jalan napas, menurunnya FRC (Functional Residual Capacity) dan menurunnya
compliance paru akibat atelektasis dan penekanan pada jalan napas yang selanjutnya
membuat pasien kelelahan. Hipertensi pulmonalis dapat terjadi karena kerusakan pada
kapiler pulmonalis dan terbentuknya mikrotrombi yang semakin meningkatkan dead
space pada alveolus yang semakin memperburuk kondisi hipoksemia serta
meningkatkan afterload pada ventrikel kanan yang dapat menurunkan cardiac output
(CO)

Fibropoliferative Phase
Fase ini dimulai sebagai gangguan penyembuhan di paru-paru. Pada alveolus
akan terbentuk jaringan fibrosa. Alveolus akan membesar dan mempunyai bentuk yang
tidak teratur karena terbentuknya jaringan parut yang selanjutkan akan menjadi kaku
sehinggasemakin meningkatkan hipertensi pulmonalis dan memperparah hipoksemia.

Resolution Phase
Fase akhir ALI ini merupakan fase pemulihan yang terjadi selama beberapa
minggu. Pada fase ini terjadi perbaikan baik struktur maupun pembuluh darah dalam
membentuk kembali fungsi membran kapiler dan alveolus. Struktur fibrotik yang kaku
dapat dilihat pada pemeriksaan X-Ray seperti sarang madu (temuan klasik). Struktur ini
merupakan bukti bahwa tubuh berusaha melakukan kompensasi. Kondisi patologis ini
masih dapat kembali jika kondisi pasien membaik dan penyebabnya teratasi.Pasien pada
kondisi ini membutuhkan support ventilasi jangka panjang sampai kerusakan paru
teratasi. Pada fase ini baru ditemukan adanya peningkatan PCO 2 yang memperlihatkan
kondisi asidosis (Laycock & Rajah, 2010; Urden et al., 2010; Urden et al., 2014).

Direct/Indirect Injury (sepsis, aspirasi, dll)


Permulaan respon imun terhadap proses inflamasi
Aktivasi neutrofil dan makrofag, pelepasan endotoksin
Pelepasan mediator kimia (histamin, bradikinin, dll)

permeabilitas
membran kapiler

Alveolus dipenuhi
cairan
Kerusakan sel epitel
alveolus
Gangguan dalam
produksi surfaktan

Alveolus kolaps

perubahan pada
diameter saluran nafas kecil

resistensi
jalan napas

compliance
paru

kerja pernapasan

- hipoventilasi alveolus
- abnormalitas V/Q
(ventilasi : perfusi)
- intrapulmonary shunting

Hipoksemia

Vasokontriksi
di paru

cedera pembuluh
darah di paru

pembentukan
mikroemboli

Hipertensi pulmonalis

dead space pada alveolus

afterload ventrikular kanan

penurunan curah
jantung

*(Laycock & Rajah, 2010; Urden et al., 2010; Urden et al., 2014)

E. Pengkajian
1. Riwayat penyakit

Pengkajian terhadap riwayat penyakit memberikan informasi yang jelas terhadap


penyebab timbulnya gangguan

Pengkajian mengenai riwayat pengobatan dan transfuse

Pengkajian terhadap faktor risiko

2. Pemeriksaan fisik

Peningkatan HR & RR serta Fase lanjut ditemukan adanya hipotensi dan penurunan

CO
Pasien terlihat gelisah
Adanya dyspnea, takipnea,penggunaaan otot tambahan pernapasan yang semakin

meningkat dengan keparahan penyakit


Sianosis akibat hipoksemia
Ditemukan suaran napas tambahan crackles sebagai perkembangan kondisi gagal

napas
Pada kondisi paling parah dapat terjadi penurunan kesadaran dan multiple organ
dysfunction syndrome (MODS) termasuk penurunan keluaran urin (output),
melemahnya motilitas lambung, dan gangguan koagulasi

3. Pemeriksaan diagnostik
AGD respiratori alkalosis pada fase awal & asidosis pada fase lanjut karena pada fase
awal menunjukkan kondisi alkalosis, hal tersebut karena

yang larut dalam plasma

sehingga belum ditemukan kondisi asidosis.


X-ray hasil pemeriksaan X-Ray paru pada fase awal masih terlihat normal, hal ini
disebabkan karena perubahan pada paru belum terjadi dalam 24 jam pertama dan pada fase

lanjut pada hasil X-Ray ditemukan bilateral infiltrate yang menutupi lapang paru.
Pemeriksaan laboratorium hasilnya tergantung dari faktor penyebabnya. Pada ALI dan
ARDS disertai infeksi dapat ditemukan peningkatan sel darah putih. Trombositopenia
dapat ditemukan pada pasien sepsis dengan adanya koagulasi intravaskular diseminata
(DIC). Hemoglobin (Hb) harus selalu dipantau sebab jika terjadi anemia kandungan

oksigen dalam darah menurun sebagai akibat efek pemberian intervensi ventilasi mekanik

dan PEEP (Positive End-Expiratory Pressure).


Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi, perdarahan

alveolar, atau pneumonia pada pasien akut dengan infiltrat paru bilateral.
Pemeriksaan kultur sputum
Intrapulmonary shunt measurement : intrapulmonary shunt 15 % menandakan
hipoksemia berat dan mengancam kehidupan. Pemeriksaan ini dilihat dari rasio Pa

/Fi

.
o 300 = normal
o 200 = intrapulmonary shunt (15 20 %)
o < 200 = intrapulmonary shunt > 20 %
Echocardiography (untuk menapis penyebab edema dari edema pulmonal)
*( Bakowitz et al., 2012; Urden et al., 2010; Urden et al., 2014; Tabrani, 1996)

F.

Penatalaksanaan
Secara farmakologi tidak ada pengobatan yang diberikan pada ALI & ARDS. Pengobatan
hanya ditujukan untuk tindakan pencegahan kondisi yang lebih parah dan mengatasi
masalah yang mengancam kehidupan.
Ventilasi mekanis
Tujuan pemberian teraoi ini adalah memberikan dukungan ventilasi sampai integritas
membran alveolokapiler kembali baik serta memelihara ventilasi adekuat dan
oksigenasi selama periode kritis hipoksemia berat. Untuk membantu mengembalikan
atau mencegah atelektasis, volume tidal yang dianjurkan adala 10-15 ml/kg diberikan

dengan hari-hati sehingga tidak mengganggu sirkulasi secara keseluruhan.


Terapi oksigen
Setelah dilakukan intubasi pasien diberikan 100% oksigen sampai keadaannya
menjadi stabil dan kemudian kadar oksigen diturunkan untuk mencegah teerjadinya
intoksikasi oksigen.

Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)


Fungsi penambahan PEEP adalah untuk mencegah dan mempertahankan alveoli
kolaps pada akhir ekspirasi dan membantu perbaikan oksigenasi. Awasi potensial efek
jantung karena PEEP, penambahan dan penurunan jumlah harus diatasi pada kenaikan

dan penurunan 3 sampai 5 cm

dan selalu pantau tekanan darah serta catat

sebelum dan sesudah tiap perubahan.


Terapi farmakologis
Bronkodilator membantu meningkatkan oksigenasi.
Obat penenang (sedatives) diberikan karena pasien akan memerlukan bantuan
ventilasi mekanik dalam jangka waktu yang lama.
Analgetik.
Neuromuscular blocking agents.
Nutrisi
o Katabolisme protein penurunan albumin memperburuk sirkulasi dan
imunitas
o Protein, karbohidrat, dan lemak diberikan sesuai dengan kebutuhan metabolik.
o Pasien dengan ALI & ARDS biasanya membutuhkan 35 45 kcal/kgBB/hari
o Cairan tinggi karbohidrat sebaiknya dihindari untuk mencegah peningkatan
jumlah C

o Intervensi :
- Berikan nutrisi enteral, pertimbangkan pemasangan small bowel feeding tube

(untuk mengatasi gangguan motilitas)


- Konsul dengan ahli gizi
- Monitor albumin, kolesterol, trigliserida, dan glukosa
Pertahankan pengawasan terhadap komplikasi
Encephalopathy
Disritmia jantung
Tromboemboli vena
Perdarahan gastrointestinal
Atelectrauma
Biotrauma
Volutrauma
Barotrauma
Oxygen toxicity
Atur posisi senyaman mungkin
Positioning perubahan posisi berkala mencegah atelaktasis dan memfasilitasi
pengeluaran secret. Selain itu, sejumlah studi telah menunjukkan bahwa prone
positioning pada pasien dengan diagnosa ALI dapat membantu meningkatkan oksigenasi
yang tentunya akan meningkatkan pula perfusi ke bagian paru-paru yang memiliki

kerusakan, dapat meningkatkan V/Q match, dan menurunkan intrapulmonary shunting.


Prone positioning lebih efektif jika dimulai pada fase awal pada ALI.
*( Bakowitz et al., 2012; Laycock & Rajah, 2010; Martin, 2011; Susanto& Sari; 2012; Urden et
al., 2010; Urden et al., 2014).

G. Diagnosa Keperawatan

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kekauan alveolus ditandai dengan adanya
jaringan fibrosis pada pemeriksaan X-ray, dyspnea, takipnea, dan crackles pada saat
auskultasi.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolik atau kurangnya nutrisi eksogen.


Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret dan
penurunan pergerakan silia.

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan difusi, peningkatan sekresi,


penurunan kemampuan oksigenasi yang adekuat atau kelelahan.

Kecemasan berhubungan dengan penyakit kritis dan permanent disability.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penggunaan alat monitoring invasif.

Gangguan koping keluarga berhubungan dengan penyakit kritis pada anggota keluarga.
*(Urden et al., 2010; Urden et al., 2014)

H. Intervensi Keperawatan:
a. Optimalisasi oksigenasi dan ventilasi : posisikan pasien (prone positioning), mencegah
desaturasi, and promosi batuk efektif
b. Managemen kolaborasi
mengelola terapi oksigen
intubasi pasien
memulai ventilasi mekanis
- hiperkapnia permisif
- ventilasi kontrol tekanan
- ventilasi rasio terbalik

menggunakan tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP)


mengelola obat
- bronkodilator
- obat penenang
- analgesik
- neuromuscular blocking agen
memaksimalkan cardiac output
- preload
- afterload
- kontraktilitas
Tempat pasien di posisi prrone
hisap yang diperlukan
memberikan istirahat dan waktu pemulihan yang memadai antara prosedur
memulai dukungan nutrisi
mempertahankan pengawasan untuk komplikasi
Encephalopathy
Disritmia jantung
Tromboemboli vena
Perdarahan gastrointestinal
Atelektrauma
Biotrauma
Oxygen toxicity
c. Kenyamanan dan dukungan emosional

Daftar Pustaka

Bakowitz, M., Bruns, B., McCunn. 2012. Acute lung injury and the acute respiratory
distress syndrome in the injured patient. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation
and Emergency Medicine.

Crofton, S.J.,and Douglas, A. Respiratory Diseases, 3rd ed, P.G. Publishing Pte Ltd,
1983, 403-405.

Flaschen, J.H. Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS), in Fishman, A.P. (ed),
Pulmonary Disease and Disorders, 2nd ed, Companion Handbook, MeGraw-Hill, New
York, 1993, 419-430.

Laycock, H., Rajah, A. 2010. Acute Lung Injury And Acute Respiratory Distress
Syndrome: A Review Article. British Journal of Medical Practitioners.

Martin, GS. 2011. Fluid management in acute lung injury and ARDS. Netherlands
Journal of Critical Care.

Petty, T.L. The Adult Respiratory Distress Syndrome, in Fenley, D.C., and Lane, D.J.
(ed), Medicine, Respiratory Disorders, Published by Medical Education, Ltd, 1980, 738740.

Rab, Tabrani. 1996. Prinsip Gawat Paru, edisi 2. Jakarta : EGC.

Shapiro, B.A. Management of Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), in


Kacmarek, R.M, and Stoller, J.K. (ed), B.C. Decker Inc, Toronto, 1988, 301-304.

Susanto, Y. S., Sari, F. R. 2012. Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif Pada Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Rumah Sakit Moewardi,
Surakarta.

Urden, L. D., Stacy, K. M., Lough, M.E. 2010. Critical Care Nursing: Diagnosis and
Management. Elsevier.

Urden, L. D., Stacy, K. M., Lough, M.E. 2014. Critical Care Nursing: Diagnosis and
Management. Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai